Anda di halaman 1dari 11

REFLEKSI KASUS JANUARI, 2017

PITIRIASIS ROSEA

NAMA : LADY MANGA P

NO. STAMBUK : N 111 15 048

PEMBIMBING : dr. NUR HIDAYAT , SP.KK

DEPARTEMEN ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS TADULAKO

PALU

2017
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
1. Nama pasien : Tn.H
2. Umur : 68 tahun
3. Alamat : BTN Lagarutu
4. Jenis kelamin : Laki - laki
5. Agama : Islam
6. Pekerjaan : Pensiunan PNS
7. Tanggal pemeriksaan : 14 Januari 2017

II. ANAMNESIS
1. Keluhan utama :
Gatal-gatal pada ekstremitas dan badan
2. Riwayat penyakit sekarang :
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin RSUD Undata dengan
keluhan gatal-gatal pada bagian kaki, tangan dan badan. Keluhan
mulai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu. Rasa gatal awalnya muncul
dimulai dari bagian kaki. Sekitar 1 bulan setelah itu mulai timbul di
tangan dan juga di badan. Gatal paling terasa dibagian kaki dan
tangan. Akan terasa sangan gatal jika terkena keringat. Jika mulai
terasa gatal pasien mandi menggunakan air hangat yang telah
dicampur dengan dettol. Pasien merasa gatal agak berkurang.

3. Riwayat penyakit dahulu :


- Pasien menderita penyakit jantung dan sebelumnya sudah
berobat ke poli jantung.
- Tidak ada riwayat asma atau rhinitis alergi.
- Tidak ada riwayat alergi obat
- Tidak ada riwayat alergi makanan
4. Riwayat penyakit keluarga :
Tidak ada yang mengalami hal serupa.

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status generalis :
Kondisi umum : Sakit ringan
Status gizi : Baik
Kesadaran : Komposmentis
2. Tanda vital :
Tekanan darah : 140/90 mmHg
Nadi : 80 x/menit
Respirasi : 16 x/menit
Suhu : 36,7 °C
3. Hygiene : baik
4. Status dermatologis:
Kepala : tidak ada ujud kelainan kulit.
Leher : tidak ada ujud kelainan kulit
Dada : tidak ada ujud kelainan kulit
Perut : tidak ada ujud kelainan kulit
Punggung : tampak plak eritema dan skuama berbentuk
oval
Bokong : tidak ada ujud kelainan kulit
Ekstremitas atas : tampak plak eritema disertai dengan
skuama, hiperpigmentasi pada bagian tepi,
dan likenifikasi
Ekstremitas bawah : tampak plak eritema disertai dengan
skuama, hiperpigmentasi pada bagian tepi,
dan likenifikasi
Kel. limfe : tidak ada pembesaran kelenjar limfe
IV. GAMBAR

Gambar 1. Tampak plak eritema, skuama berbentuk oval, dan lesi herald patch
pada bagian punggung.
Gambar 2. tampak plak eritema disertai dengan skuama, hiperpigmentasi pada
bagian tepi, dan likenifikasi pada ekstremitas bawah
Gambar 3. Tampak plak eritema disertai dengan skuama, hiperpigmentasi
pada bagian tepi, dan likenifikasi pada ekstremitas atas

V. RESUME
Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan gatal-gatal pada
bagian kaki, tangan dan badan. Keluahn mulai dirasakan sejak 2 bulan yang
lalu. Rasa gatal awalnya muncul dimulai dari bagian kaki. Sekitar 1 bulan
setelah itu mulai timbul di tangan dan juga di badan. Gatal paling terasa
dibagian kaki dan tangan. Akan terasa sangat gatal jika terkena keringat.
Pasien menderita penyakit jantung dan sebelumnya sudah berobat ke poli
jantung.
Pasien datang ke poli dalam keadaan kompos mentis dan status gizi yang
baik. Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 16x/menit,
suhu 36,7°C. Status dermatologis, tampak plak eritema dan skuama berbentuk
oval “herald patch” pada area punggung dan tampak plak eritema disertai
dengan skuama dan lesi herald patch, hiperpigmentasi pada bagian tepi, dan
likenifikasi pada ekstremitas atas dan bawah.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Pitiriasis Rosea

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Dapat dilakukan pemeriksaan KOH 10%, namun pada kasus ini tidak
sempat dilakukan. pada pemeriksaan ini dilakukan untuk menyingkirkan
diagnosis banding tinea korporis. Pada tinea korporis dapat terlihat hifa
yang panjang – panjang sedangkan pada pitiriasis rosea tidak.
VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN
1. Histopatologis

IX. DIAGNOSIS BANDING


1. Psoriasis vulgaris
2. Tinea korporis
3. MH

X. PENATALAKSANAAN
1. Non medikamentosa
- Tidak menggaruk lesi yang gatal untuk mencegah perburukan
dan infeksi sekunder.
- Mandi secara teratur dan bersih dua kali sehari
2. Medikamentosa
- Sistemik
 Eritromisin 500mg 3x1
 Cetirizin 10mg 1x1
- Topikal
 Betamethasone cream 2x1

XI. PROGNOSIS
1. Qua ad vitam : ad bonam
2. Qua ad fungsionam : ad bonam
3. Qua ad cosmeticam : ad bonam
4. Qua ad sanationam : dubia ad bonam
PEMBAHASAN

Pasien datang ke poli kulit dan kelamin dengan keluhan gatal-gatal pada
bagian kaki, tangan dan badan. Keluahn mulai dirasakan sejak 2 bulan yang lalu.
Rasa gatal awalnya muncul dimulai dari bagian kaki. Sekitar 1 bulan setelah itu
mulai timbul di tangan dan juga di badan. Gatal paling terasa dibagian kaki dan
tangan. Akan terasa sangan gatal jika terkena keringat. Pasien menderita penyakit
jantung dan sebelumnya sudah berobat ke poli jantung.
Pasien datang ke poli dalam keadaan komposmentis dan status gizi yang baik.
Tekanan darah 140/90 mmHg, Nadi 80x/menit, respirasi 16x/menit, suhu 36,7°C.
Status dermatologis, tampak plak eritema dan skuama berbentuk oval “herald
patch” pada area punggung dan tampak plak eritema disertai dengan skuama,
hiperpigmentasi pada bagian tepi, dan likenifikasi pada ekstremitas atas dan
bawah.

Diagnosis Pitiriasis rosea dapat ditegakkan dengan anamnesis dan pemeriksaan


fisik yang baik. Untuk pitiriasis gejala konstitusi umumnya tidak terdapat,
sebagian penderita mengeluh gatal ringan. Penegakkan diagnosis dapat dilihat dari
pemeriksaan klinis pada kulit yaitu ditemukan lesi plak eritema dan skuama halus
di pinggir membentuk herald patch, umumnya di badan, solitar, berbentuk oval
dan anular .1

Piiriasis rosea adalah penyakit kulit yang belum diketahui penyebabnya,


pertama kali dipaparkan oleh Gilbert pada 1860 dengan nama “fine pink scale”.
Penyakit ini dimulai dengan adanya lesi inisial berbentuk eritema dan skuama
halus Kemudian disusul oleh lesi-lesi yang lebih kecil di badan, lengan, dan paha
atas yang tersusun sesuai dengan lipatan kulit dan biasanya menyembuh dalam 3-
8 minggu. 1,3

Kurang lebih pada 20-50% kasus, bercak merah pada pitiriasis rosea didahului
dengan munculnya gejala mirip infeksi virus seperti gangguan traktus
respiratorius bagian atas atau gangguan gastrointestinal. Sumber lain
menyebutkan kira-kira 5% dari kasus pitiriasis rosea didahului dengan gejala
prodormal berupa sakit kepala, rasa tidak nyaman di saluran pencernaan, demam,
malaise, dan artralgia. Lesi utama yang paling umum ialah munculnya lesi soliter
berupa makula eritem atau papul eritem pada batang tubuh atau leher, yang secara
bertahap akan membesar dalam beberapa hari dengan diameter 2-10 cm, berwarna
pink salmon, berbentuk oval dengan skuama tipis.2
Lesi yang pertama muncul ini disebut dengan Herald patch/Mother
plaque/Medalion. Insidens munculnya Herald patch dilaporkan sebanyak 12-
94%, dan pada banyak penelitian kira-kira 80% kasus pitiriasis rosea ditemukan
adanya Herald patch. Jika lesi ini digores pada sumbu panjangnya, maka skuama
cenderung untuk melipat sesuai dengan goresan yang dibuat, hal ini disebut
dengan “Hanging curtain sign”. Herald patch ini akan bertahan selama satu
minggu atau lebih, dan saat lesi ini akan mulai hilang, efloresensi lain yang baru
akan bermunculuan dan menyebar dengan cepat. Namun kemunculan dan
penyebaran efloresensi yang lain dapat bervariasi dari hanya dalam beberapa jam
hingga sampai 3 bulan. Bentuknya bervariasi dari makula berbentuk oval hingga
plak berukuran 0,5-2 cm dengan tepi yang sedikit meninggi. Warnanya pink
salmon (atau berupa hiperpigmentasi pada orang-orang yang berkulit gelap) dan
khasnya terdapat koleret dari skuama di bagian tepinya. Umum ditemukan
beberapa lesi berbentuk anular dengan bagian tengahnya yang tampak lebih
tenang.2
Penatalaksaan dapat dilakukan dengan mengedukasi pasien untuk tidak
menggaruk lesi karena dapat memperburuk penyakitnya dan berisiko untuk
terjadinya infeksi sekunder. Pengobatan untuk pitiriasis rosea bersifat simtomatik.
Keluhan gatal pasien dapat diberikan anti-pruritus sistemik yaitu antihistamin H 1.
Pada pasien ini diberikan ceterizin 10 mg per hari. Ceterizine masuk ke dalam
golongan piperidin generasi kedua. Golongan ini sangat selektif untuk reseptor H1,
kerja antikolinergik tidak signifikan, dan penetrasinya buruk ke dalam SSP.
Semua sifat ini tampaknya membuat antihistamin piperidin memiliki angka
kejadian efek samping yang rendah.4
Pada pasien ini juga diberikan eritromisin dengan dosis 500mg tiga kali sehari.
Eritromisin oral pernah dilaporkan cukup berhasil pada penderita Pitiriasis Rosea
yang diberikan selama 2 minggu. Dari suatu penelitian menyebutkan bahwa 73%
dari 90 penderita pitiriasis rosea yang mendapat eritromisin oral mengalami
kemajuan dalam perbaikan lesi. Eritomisin diduga mempunyai efek sebagai anti
inflamasi.3
Asam salisilat telah banyak digunakan dalam terapi dermatologik sebagai agen
keratolitik. Mekanisme asam salisilat menghasilkan efek keratolitik dan terapeutik
lainnya tidak begitu dipahami. Obat ini dapat melarutkan protein permukaan sel
yang menjaga keutuhan stratum korneum sehingga menyebabkan deskuamasi
debris keratotik. 4
Diagnosa banding pada kasus ini yaitu tinea corporis, psoriasis vulgaris dan
MH. Ini didasarkan pada Herald patch atau bercak yang besar pada pitiriasis rosea
dapat menyerupai tinea corporis. Tinea corporis juga memiliki lesi
papuloeritemaskuamosa yang bentuknya anular, dengan skuama, dan central
healing. Namun pada tepinya bisa terdapat papul, pustul, skuama, atau vesikel.
Bagian tepi lesi yang lebih aktif pada infeksi jamur ini menunjukkan adanya hifa
pada pemeriksaan sitologi atau pada kultur, yang membedakannya dengan
pitiriasis rosea. Tinea corporis jarang menyebar luas pada tubuh. Pada psoriasis
vulgaris juga memiliki lesi yang mirip dengan pitiriasis rosea namun predileksi
pada daerah skalp, perbatasan dengan wajah, ekstremitas bagian ekstensor
terutama siku serta lutut dan daerah lumbosakral. 1 Sedangkan pada MH sendiri
gambaran klinis hampir sama dengan pitiriasis rosea terutama tipe Multibasiler
dimana terdapat lesi dibagian tengah terlihat rata dan pinggirnya meninggi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Sularsito S A dan Djuanda S. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin:


Neurodermatitis sirkumskripta. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia, 2013.
2. Wolff K, Johnson R A, Saavedra A P. Fitzpatrick’s Color Atlas and Synopsis
of Clinical Dermatology 7th Edition. United States: McGraw Hill, 2013.
3. Robert A Schwart. Pityriasis Rosea. Diakses dari
http://emedicine.medscape.com/article/1107532-overview pada tanggal 25
Mei 2015.
4. Katzung B et al. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 10. Jakarta: EGC; 2010.

Anda mungkin juga menyukai