Anda di halaman 1dari 2

F.

6 Upaya Pengobatan Dasar

“Hipertensi”

Latar Belakang
Sampai saat ini, hipertensi masih merupakan tantangan besar di Indonesia. Betapa
tidak, hipertensi merupakan kondisi yang sering ditemukan pada pelayanan kesehatan primer
kesehatan. Hal itu merupakan masalah kesehatan dengan prevalensi yang tinggi, yaitu sebesar
25,8%, sesuai dengan data Riskesdas 2013. Di samping itu, pengontrolan hipertensi belum
adekuat meskipun obat-obatan yang efektif banyak tersedia.
Menu rut American Heart Association {AHA}, penduduk Amerika yang berusia diatas
20 tahun menderita hipertensi telah mencapai angka hingga 74,5 juta jiwa, namun hampir
sekitar 90-95% kasus tidak diketahui penyebabnya. Hipertensi merupakan silent killer
dimana gejala dapat bervariasi pada masing-masing individu dan hampir sama dengan gejala
penyakit lainnya. Gejala-gejalanya itu adalah sa kit kepala/rasa berat di tengkuk, mumet
(vertigo), jantung berdebar-debar, mudah Ieiah, penglihatan kabur, telinga berdenging
(tinnitus), dan mimisan.
Faktor resiko Hipertensi adalah umur, jenis kelamin, riwayat keluarga, genetik (faktor
resiko yang tidak dapat diubah/dikontrol), kebiasaan merokok, konsumsi garam, konsumsi
lemak jenuh, penggunaan jelantah, kebiasaan konsumsi minum-minuman beralkohol,
obesitas, kurang aktifitas fisik, stres, penggunaan estrogen.

Permasalahan di Masyarakat
Berdasarkan hasil pengukuran tekanan darah, prevalensi hipertensi pada penduduk
umur 18 tahun ke atas tahun 2007 di Indonesia adalah sebesar 31,7%. Menurut provinsi,
prevalensi hipertensi tertinggi di Kalimantan Selatan (39,6%) dan terendah di Papua Barat
(20,1%).
Sedangkan jika dibandingkan dengan tahun 2013 terjadi penurunan sebesar 5,9% (dari
31,7% menjadi 25,8%). Penurunan ini bisa terjadi berbagai macam faktor, seperti alat
pengukur tensi yang berbeda, masyarakat yang sudah mulai sadar akan bahaya penyakit
hipertensi. Prevalensi tertinggi di Provinsi Bangka Belitung (30,9%), dan Papua yang
terendah (16,8)%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner
terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau
sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri.
Perencanaan dan Pemilihan Intervensi
Selain dalam upaya intervensi pengobatan, kami juga melakukan upaya Intervensi
secara edukatif dengan melakukkan penyuluhan pada peserta prolanis, posyandu lansia,
pasien secara personal kepada mereka penderita hipertensi atau yang beresiko mengalami
hipertensi. Upaya ini diharapakan agar mereka dapat memahami kondisi penyakit mereka,
dan mencegah agar tidak menimbulkan komplikasi lanjut, serta menumbuhkan kesadaran
akan pentingnya untuk selalu berobat rutin dan kontrol.

Penatalaksanaan
Pada tanggal 13 Juli 2021 dilakukan di Posyandu Lansia wilayah kerja PKM Sarudu 1
oleh dr. Nurmansyah dokter internship dengan cara presentasi verbal dan lebih interaktif
dengan pasien, para kader dan petugas PKM Sarudu 1.

Evauasi
Kesimpulan
Hipertensi adalah penyakit tidak menular yang cukup berbahaya karena tidak
menimbulkan gejala yang spesifik dan secara fisik. Banyak penderita hipertensi yang baru
saja menyadari hipertensinya pada 5 tahun terakhir dan didagnosis pada kejadian layanan
darurat. Sebagian besar penderita hipertensi tidak rutin mengecek tekanan darahnya
walaupun sudah mengetahui komplikasinya secara mendasar. Begitu juga dengan kepatuhan
minum obat, banyak penderita hipertensi yang tidak patuh dalam minum obat karena hanya
meminum obat disaat timbul gejala. Hal ini menunjukkan kurangnya pemahaman penderita
hipertensi terhadap penyakitnya.

Saran
Diharapkan Puskesmas Birobuli dapat mengoptimalkan penanganan kasus-kasus
Hipertensi, baik dalam aspek preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif. Melakukan
penyuluhan secara rutin pada pasien pasien baik di Puskesmas maupun Posyandu Lansia.

Anda mungkin juga menyukai