Anda di halaman 1dari 32

REFERAT November 2019

“TRAUMA OCULI PERFORANS”

Disusun Oleh:
Hanry Pelamonia Baso Mangedong
N 111 16 097

Pembimbing Klinik :
dr. Citra Azma Anggita, M.Kes., Sp.M

BAGIAN OPTHALMOLOGY
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019

1
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Trauma okuli merupakan salah satu masalah kesehatan dunia. Meskipun
termasuk kasus yang masih dapat dicegah, trauma okuli tetapi menjadi salah
satu penyebab mortilitas, morbiditas dan disability. Dalam kenyataannya,
trauma okuli menjadi kasus tertinggi penyebab kebutaan unilateral di seluruh
dunia terutama pada anak dan dewasa muda. Dewasa muda terutama laki-laki
merupakan kelompok yang kemungkinan besar mengalami trauma okuli.
Trauma dapat merusak mata, terkadang sangat parah dimana terjadi kehilangan
penglihatan, dan lebih jauh lagi, mata harus dikeluarkan. Kebanyakan trauma
mata adalah ringan, namun karena luka memar yang luas pada sekeliling
struktur, maka dapat terlihat lebih parah dari sebenarnya.1,2
Mata mempunyai sistem pelindung yang cukup baik seperti rongga orbita,
kelopak, dan jaringan lemak retrobulbar selain terdapatnya refleks memejam
atau menegedip, mata masih sering mendapat trauma dari dunia luar. Trauma
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata dan kelopak, saraf mata dan
rongga orbita. Kerusakan mata akan dapat mengakibatkan atau memberikan
penyulit sehingga mengganggu fungsi penglihatan. 3
Trauma pada mata memerlukan perawatan yang tepat untuk mencegah
terjadinya penyulit yang lebih berat yang akan mengakibatkan kebutaan.
Trauma dapat mengenai jaringan mata, seperti kelopak, konjungtiva, kornea,
uvea, lensa, retina, papil saraf optik dan orbita. Pada mata dapat terjadi trauma
dalam bentuk-bentuk yaitu trauma tumpul, trauma tembus bola mata, trauma
kimia, dan trauma radiasi. Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda
yang keras atau benda yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai
mata dengan keras (kencang) ataupun lambat. Trauma tembus bola mata
dimana struktur okular mengalami kerusakan akibat benda asing yang
menembus lapisan okular dan juga dapat tertahan dalam mata. Penggunaan
sabuk pengaman dalam kendaraan menurunkan insidensa cedera tembus akibat

2
kecelakaan lalu lintas. Trauma kimia dan trauma radiasi dimana reaksi resultan
jaringan okular menyebabkan kerusakan.3,4
Trauma mata sering merupakan penyabab kebutaan unilateral pada anak
dan dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata
yang parah. Dewasa muda (terutama pria) merupakan kelompok yang
kemungkinan besar mengalami cedera tembus mata. Kecelakaan dirumah,
kekerasan, ledakan aki, cedera akinat olah raga, dan kecelakaan lalu lintas
merupakan keadaan-keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata.
1,2,5

Efek dari trauma pada mata, yaitu : (1). Closed globe injury atau trauma
non-perforans : bola mata intak, tapi dapat didapatkan luka disekitar bola mata.
(2).Trauma penetrasi : terdapat luka tembus (penetrasi) pada bola mata, akan
tetapi tidak sampai menembus bola mata dari depan ke belakang. (3).Trauma
perforasi : terdapat trauma tembus masuk dan tembus keluar. Pada tipe ini
termasuk trauma yang berat. (4). Blowout fracture of the orbit.6

B. Tujuan
Tujuan dari penulisan yaitu untuk mengetahui dan memahami mengenai
trauma oculi perforans, dan mampu membuat rencana terapi sesuai
klasifikasinya.

BAB II

3
TINJAUAN PUSTAKA

C. Definisi
Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang
dapat mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan
rongga orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu
fungsi mata sebagai indra penglihat.7
Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
a. Adanya dinding orbita yang tertembus
b. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
c. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

D. ANATOMI BOLA MATA


Bola mata berbentuk bulat dengan panjang maksimal 24 mm. Bola mata
di bagian depan (koenea) mempunyai kelengkungan yang lebih tajam
sehingga terdapat bentuk dengan 2 kelengkungan yang berbeda. 3
Bola mata dibungkus oleh 3 lapis jaringan, yaitu : 3
1. Sklera merupakan jaringan ikat yang kenyal dan memberikan bentuk
pada mata, merupakan bagian terluar yang melindungi bola mata. Bagian
terdepan sklera disebut kornea yang bersifat transparan yang
memudahkan sinar masuk ke dalam bola mata. Kelengkungan kornea
lebih besar dibanding sklera.
2. Jaringan uvea merupakan jaringan vaskular. Jaringan sklera dan uvea
dibatasi oleh ruang yang potensial mudah dimasuki darah bila terjadi
perdarahan pada ruda paksa yang disebut perdarahan suprakoroid.
Jaringan uvea ini terdiri atas iris, badan siliar, dan koroid. Pada iris
didapatkan pupilyang oleh 3 susunan otot dapat mengatur jumlah sinar
masuk ke dalam bola mata. Otot dilatator dipersarafi oleh parasimpatis,
sedang sfingter iris dan otot siliar di persarafi oleh parasimpatis. Otot
siliar yang terkenal di badan siliar mengatur bentuk lensa untuk
kebutuhan akomodasi. Badan siliar yang terletak di belakang iris
menghasilkan cairan bilik mata (akuos humor), yang dikeluarkan melalui
trabekulum yang terletak pada pangkal iris di batas kornea dan sklera.

4
3. Lapis ketiga bola mata adalah retina yang tereltak paling dalam dan
mempunyai susunan lapis sebanyak 10 lapis yang merupakan lapis
membran neurosensoris yang akan merubah sinar menjadi rangsangan
pada saraf optik dan diteruskan ke otak. Terdapat rongga yang potensial
antara retina dan koroid sehingga retina dapat terlepas dari koroid yang
disebut ablasi retina. Badan kaca mengisi rongga didalam bola mata dan
bersifat gelatin yang hanya menempel papil saraf optik, makula dan pars
plana. Bila terdapat jaringan ikat didalam badan kaca disertai dengan
tarikan pada retina, maka akan robek dan terjadi ablasi retina. Lensa
terletak dibelakang pupil yang dipegang di daerah ekuatornya peranan p
pada badan siliar melalui Zonula Zinn. Lensa mata mempunyai peranan
pada akomodasi atau melihat dekat sehingga sinar dapat difokuskan di
daerah makula lutea.

Gambar 1. Anatomi bola mata 4

Terdapat 6 otot penggerak bola mata dan terdapat kelenjar lakrimal yang
terletak di daerah temporal atas di dalam rongga orbita. 3

5
Gambar 2. Muskulus penggerak bola mata (1,5)

Konjungtiva merupakan membran mukosa transparan yang menutupi

sklera dan kelopak bagian belakang. Bermacam-macam obat mata dapat diserap

melalui konjungtiva ini. Konjungtiva mengandung kelenjar musin yang dihasilkan

oleh sel goblet. Musin bersifat membasahi bola mata terutama kornea.3

Konjungtiva terdiri atas tiga bagian yaitu :3

a. Konjungtiva tarsal yang menutupi tarsus, konjungtiva tarsal sukar

digerakkan dari tarsus.

b. Konjungtiva bulbi menutupi sklera dan mudah digerakkan dari sklera

dibawahnya.

c. Konjungtiva fornises atau forniks konjungtiva yang merupakan

tempat peralihan konjungtiva tarsal dengan konjungtiva bulbi.

Sclera bagian putih bola mata yang bersama-sama dengan kornea

merupakan pembungkus dan pelindung isi bola mata. Sclera berjalan dari papil

saraf optic sampai kornea. Sclera anterior ditutupi oleh 3 lapis jaringan ikat

vascular, sclera mempunyai kekakuan tertentu sehingga mempengaruhi

pengukuran tekanan bola mata. Walaupun sclera kaku dan tipisnya 1 mm ia masih

6
tahan terhadap kontusi trauma tumpul. Kekakuan sclera dapat meninggi pada

pasien diabetes mellitus, dan merendah pada eksoftalmus goiter,miotika dan

meminum air banyak.3

E. Epidemiologi
Pada studi yang lain, di simpulkan bahwa olahraga dihubungkan
dengan trauma pada pemakai kacamata umumnya terjadi pada usia di bawah
18 tahun dan jatuh dihubungkan dengan trauma pada pemakai kaca mata
umumnya terjadi pada usia 65 tahun atau lebih. Meskipun kacamata
dihubungkan dengan trauma yang terjadi, resep kacamata dan non resep
kacamata hitam telah ditemukan untuk memberikan perlingdungan yang
menghasilkan insidens yang rendah pada trauma serius mata bagi
penggunannya. 2,6
Epidemiologi internasional untuk trauma pada bola mata khususnya
penetrasi pada bola mata (luka pada kornea) terbanyak menurut jenis kelamin
adalah pada laki-laki, menurut umur pada usia antara 25-30 tahun. 7

F. Etiologi
Keadaan yang paling sering menyebabkan trauma mata adalah
kecelakaan di rumah, kekerasan, ledakan aki atau baterai, cedera akibat olah
raga , dan kecelakaan lalu lintas. 7

G. Patofisiologi
Terdapat empat mekanisme yang menyebabkan terjadi trauma okuli
yaitu coup, countercoup, equatorial, dan global reposititioning. Cuop adalah
kekuatan yang disebabkan langsung oleh trauma. Countercoup merupakan
gelombang getaran yang diberikan oleh cuop, dan diteruskan melalui okuler
dan struktur orbita. Akibat dari trauma ini, bagian equator dari bola mta
cenderung mengambang dan merupah arsitektur dari okuli normal. Pada
akhirnya, bola mata akan kembali ke bentuk normalnya, akan tetapi hal ini
tidak selalu seprti yang diharapkan.2

7
Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan
luar bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda sing. Meskipun
demikian kabanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea
dan pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada
kornea yang mana hal ini dapat menjadi serius.2
Suatu benturan tumpul bisa mendorong mata ke belakang sehingga
kemungkinan merusak struktur pada permukaan (kelopak mata, konjungtiva,
sklera, kornea dan lensa), dan struktur mata bagian belakang (retina dan
persarafan). Benturan tumpul juga bisa menyebabkan patah tulang di
sekeliling mata. Dalam 24 jam pertama setelah terjadinya cedera, darah yang
merembes ke dalam kulit di sekitar mata biasanya menyebabkan memar
(kontusio), biasanya disebut mata hitam. Jika suatu pembuluh darah di
permukaan mata pecah, maka permukaan mata akan menjadi merah.
Perdarahan ini biasanya bersifat ringan.1
Kerusakan pada mata bagian dalam seringkali lebih serius dibandingkan
kerusakan pada permukaan mata. Perdarahan di dalam bilik anterior (hifema
traumatik) merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani oleh
dokter spesialismata. Perdarahan berulang dan peningkatan tekanan di dalam
mata bisa menyebabkan kornea menjadi merah sehingga penglihatan menjadi
berkurang dan meningkatkan resiko terjadinya glaukoma. Darah bisa
merembes ke dalam mata, iris bisa mengalami robekan atau lensa bisa
mengalami pergeseran.1
Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut
kamar okuli anterior. Tetapi dapat juga terjadi secara spontan atau pada
patologi vaskuler okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior,
mengotori permukaan dalam kornea.(1,2)

Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat
trauma yang merobek pembuluh darah iris atau badab siliar. Pasien akan
mengeluh sakit, disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan
pasien akan sangat menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat
terkumpul di bagian bawah bilik mata depan, dan hifema dapat memenuhi

8
seluruh ruang bilik mata depan. Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan
iridodialisis. parasintesis atau mengeluarkan darah dari bilik mata depan
dilakukan pada pasien dengan hifema bila terjadi tanda-tanda imbibisi kornea,
glukoma sekunder, hifema penuh dan berwarna hitam atau bila setelah 5 hari
tidak terlihat tanda-tanda hifema akan berkurang.(3)

Gambar hifema(10)

Trauma tumpul dapat merobek pembuluh darah iris atau badan siliar.
Gaya-gaya kontusif akan merobek pembuluh darah iris dan merusak sudut kamar
okuli anterior. Tetapi juga dapat terjadi secara spontan atau pada patologi vaskuler
okuler. Darah ini dapat bergerak dalam kamera anterior, mengotori permukaan
dalam kornea.(2,1)

Masuknya benda asing (logam, debu, kayu, bahan tumbuhan, kaca, dan
bahkan bulu serangga) ke dalam kornea dapat terjadi saat memukulkan logam atau
batu, tertiup ke mata oleh angin dan juga lewat cara-cara lain yang tidak lazim.
Biasanya ukuran benda asing itu kecil, terdapat sisi yang tajam, dan dengan
kecepatan yang tinggi. Hal ini dapat terjadi saat memukulkan logam ke logam,

9
memahat ataupun mengoperasikan bor logam. Benda kecil dengan kecepatan
tinggi yang masuk ke mata biasanya mengakibatkan kerusakan minimal dari
jaringan sekitar. Seringkali, luka di kornea atau antara kornea dan slera bisa
menutup sendiri. Tempat akhir dari benda asing didalam mata dan juga kerusakan
yang ditimbulkan olehnya ditentukan oleh beberapa faktor antara lain ukuran,
bentuk dan juga momentum saat terjadi benturan, serta seberapa dalam
penetrasinya di bola mata.(3,5)

Gambar Full thickness(5)

Gambar Laserasi konjungtiva dan fragmen kayu dari batang pohon(5)

10
Gambar Hematom pada daerah orbita(5)

H. Klasifikasi
Berdasarkan Birminghamm Eye Terminology System (BETTS), trauma

okuli dibagi atas 2 yaitu:(1,3)

 Trauma bola mata tertutup (closed globe injury)

 Kontusio

 Laserasi lamellar

 Trauma bola mata terbuka (Open-globe Injury)

 Ruptur

 Laserasi:

 Penetrasi,

 Intraocular foreign body (IOFB)

 Perforasi

Penting untuk membedakan luka penetrasi dengan luka perforasi. Luka


penetrasi masuk sampai kedalam struktur, sedangkan luka perforasi melewati
struktur. Sebagai contoh, sebuah objek melewati kornea dan menetap di kamera
anterior lalu berperforasi di kornea dan penetrasi ke mata. 1

I. Tanda dan Gejala

11
Tanda dan gejala yang sering muncul pada cedera mata meliputi :7
- Mata merah, nyeri, fotofobia, blefarospasme
- Perdarahan Subkonjunctiva, laserasi konjunctiva
- Enoftalmia (perpindahan mata yang abnormal ke belakang atau ke
bawah akibat hilangnya isi atau patah tulang orbita)
- bilik mata dangkal akibat perforasi kornea
- Berpindahnya pupil yang disebabkan karena kolapsnya COA
- Hifema pada bilik mata depan
- Tekanan Intra Okuli rendah (mata lunak)
- Ekstrusi isi okuler (iris, lensa, vitereus, dan retina)
- Hipopion, yaitu adanya bahan purulen dalam kamera anterior.

J. Diagnosis
Diagnosis trauma okuli perforans dapat di tegakkan berdasarkan
anamnesis, pemerksaan fisis dan pemeriksaan penunjang jika tersedia. 2
Evaluasi dari pasien dengan suspek trauma okuli perforans harus meliputi
pemeriksaan umum yang lengkap dan pemeriksaan oftalmologi. Sebaiknya
pemeriksa harus menentukan keadaan visual, yang mana kebanyakan prediktor
dari hasil akibat trauma mata. Pada trauma yang unilateral, adanya deffect
pupil yang afferent harusnya terlihat. Sayangnya, pemeriksaan dari kedua
bagian ini kemungkinan dilakukan oleh staf ruang emergency (darurat). Oleh
karena itu seorang ahli mata harus memeriksa ketajaman visual dan pupil serta
bantuan penjelasan (keterangan) dari yang bukan ahli mata tentang bagian
terpenting dari pemeriksaan ini. Seorang ahli mata harus memeriksa tanda
penting yang menunjang atau diagnosis dari trauma okuli perforans.4
Jika disuspek dengan trauma perforasi yang signifikan, pemeriksaan
forced duction, gonioscopy, tonometry, dan scleral depression harus dilakukan.
Pemeriksaan Ancylarry harus selalu dilakukan pada keadaan ini. Tanpa melihat
hasil laboratorium, semua kasus harus ditanganindengan baik untuk pasien
yang telah terkena infeksi blood gorne.4

1. Anamnesis

12
Anamnesa harus mencakup perkiraan ketajaman penglihatan
sebelum dan segera sesudah cedera. Harus dicatat apakah gangguan
penglihatan bersifat progresif lambat atau berawitan mendadak. 5
Anamnesa yang teliti sangat penting : 4

 Penggunaan palu dan alat pahat dapat melepaskana serpihan-serpihan


logam yang akan menembus bola mata, dan hanya meninggalkan
petunjuk perdarahan subkonjungtiva yang mengindikasikan adanya
penetrasi sklera dan benda asing yang tertinggal.
 Kawat yang tegang, atau paku, dapat menembus kornea dengan cepat,
kadang menghasilkan jalur yang hampir tidak terlihat.
 Trauma tumpul pada mata juga dapat menyebabkan kerusakan orbita.
Gejala pasien berhubungan dengan derajat dan jenis trauma yang
dialami. Nyeri, lakrimasi dan pandangan kabur merupakan gambaran umum
trauma, namun, gejala ringan dapat menyamarkan benda asing intraokular
yang berpotensi membutakan. Seperti pada semua pengambilan anamnesa,
penting untuk menanyakan tentang riwayat mata dan pengobatan sebelumnya.
4

2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pengukuran dan pencacatan ketajaman
penglihatan. 5

Tanpa Slit lamp 4
Pemeriksaan tergantung pada tipe trauma. Pada semua kasus, penting
untuk memeriksa tajam penglihatanpada mata yang mengalami trauma dan
yang tidak mengalami trauma. Bila diduga terdapat trauma tembus,
penglihatan pada mata yang cedera mungkin hanya bisa diperiksa
secarakasar. Kulit di sekitar orbita dan kelopak mata harus diperiksa dengan
teliti untuk luka tembus. 4
Konjungtiva dan sklera harus diperiksa untuk mencari laserasi. Jika
anamnesa sesuai, maka harus dipertimbangkan adanya perdarahan
subkonjungtiva sebagai lokasi potensial terjadinya perforasi sklera. Fundus
harus diperiksa dengan midriasis penuh.

13
Kornea diperiksa untuk mencari apakah terdapat kehilangan lapisan
epitel (abrasi), laserasi dan benda asing. Penetesan fluoresens akan
mengidentifikasikan luas abrasi dan, jika pekat, akan mengidentifikasi
kebocoran akueous melalui luka tembus. Jika bola mata terlihat utuh dan
diduga terdapat benda asing subtarsal (ditandai oleh abrasi kornea yang
halus, vertikal dan linier) maka kelopak mata atas harus dibalik. Tindakan
ini akan memperlihatkan bagian dalam kelopak dan memungkinkan
identifikasi dan pengkatan benda asing. 4
Bilik mata anterior. Pada trauma tumpul dapat menyebabkan
perdarahan ke dalam bilik mata anterior di mana perdarahan ini terkumpul
dengan batas cairan (hifema). Hal ini disebabkan oleh rupturnya akar
pembuluh darah iris atau iris terobek dari insersinya pada korpus siliar
(dialisis iris) sehingga meneybabkan pupil yang berbentuk D. Hifema juga
didapatkan pada trauma tembus mata, dan bentuk pupil dapat terdistorsi jika
iris perifer telah memblok luka tembus. Pupil juga dapat mengalami dilatasi
akibat trauma tumpul. 4
Lensa. Dislokasi lensa setelah trauma tumpul dapat diperlihatkan oleh
bergetarnya diafragma iris pada pergerakan mata (iridodnesis). Kejernihan
lensa harus dinilai dengan slit lamp dan terhadap refleks fundus setelah
dilakukan dilatasi pupil. Katarak terbentuk dengan tiba-tiba pada trauma
langsung. Taruma tumpul juga menyebabkan katarak subkapsular posterior
dalam hitungan jam setelah cedera, namun hal ini dapat bersifat sementara. 4
Fundus harus diperiksa dengan oftalmoskopi direk setelah midriasis
penuh dilakukan. Jika tidak terdapat keluhan neurologis yang menyertai
cedera dan tidak ada kecurigaan penetrasi mata, pupil dapat di dilatasi. Jika
tidak terlihat detil struktur mata, maka hal ini menunjukkan terjadinya
perdarahan vitreous. Daerah perdarahan retina dan daerah berwarna putih
(edema) dapat dilihat (komosio retina). Dialisis retina (suatu pemisahan
retina perifer dari pertautannya dengan pars plana korpus siliaris) dan lubang
makula. Lempeng optik dapat berwarna pucat akibat neuropati optik
traumatik yang disebabkan avulsi pembuluh darah yang memperdarahi saraf
optik. 4

14

Dengan Slit lamp
Slit lamp akan memungkinkan pemeriksaan yang lebih detail, yang
dapat menunjukkan:
-
Bilik mata anterior yang lebih dangkal dibandingkan dengan mata
kontralteral dapat mengimplikasikan trauma tembus anterior.
-
Hifema mikroskopik di mana terdapat sel darah merah dalam bilik mata
anterior namun tidak cukup untuk membentuk hifema.
-
Adanya sel darah putih dalam ruang anterior.
-
Resesi sudut iridokornea dilihat dengan lensa kontak goniskopi (insersi)
otot siliar ke dalam spur sklera bergerak ke posterior). Ini didapatkan pada
trauma tumpul.
-
Peningkatan tekanan intraokuler dengan tonometri aplanasi. Hal ini dapat
menyertai hifema atau dislokasi lensa. 4

X. Penatalaksanaan
Empat tujuan utama dalam mengatasi kasus benda asing intraocular adalah :

- Memperbaiki penglihatan
- Mencegah terjadinya infeksi
- Mempertahankan arsitektur mata
- Mencegah sekuele jangka panjang(1)

Berdasarkan hal tersebut di atas, maka cara penatalaksanaan penderita


prinsipnya dibagi dalam 2 golongan besar yaitu ;

 Penatalaksanaan dengan cara konservatif/tanpa operasi

1. Tirah baring sempurna (bed rest total)

Penderita ditidurkan dalam keadaan telentang dengan posisi kepala


diangkat(beri alas bantal). Hal ini akan mengurangi tekanan darah pada
pembuluh darah iris serta memudahkan kita mengevaluasi perdarahannya

2. Kaca mata

15
Hal ini mengurangi pergerakan bola mata yang sakit, serta menghindari
bola mata dari paparan benda asing yang dapat memperparah serta
menyebabkan infeksi luka/perforasi bola mata

3. Pemakaian obat-obatan

Koagulansia, golongan obat ini dapat diberi peroral maupun
parenteral, berguna untuk menghentikan atau menekan perdarahan

Okular hipotensiv drug. Acetazolamide secara oral sebanyak 3x
sehari bilamana ditemukan kenaikan TIO

Kortikosteroid dan antibiotika

Obat-obatan lain. Sedativa dapat diberikan bilamana penderita
gelisah. Diberikan analgerik bilamana timbul nyeri.(2)

 Terapi operatif
Tujuan pertama dari perbaikan awal yang berhubungan dengan
pembedahan suatu laserasi corneoscleral adalah memugarkan kembali
integritas bola mata . tujuan kedua yang mungkin terpenuhi adalah
memugarkan kembali perbaikan visus.
Jika prognosis visus mata yang terluka adalah sia-sia dan pasien beresiko
menderita sympathetic ophthalmic, enukleasi harus dopertimbangkan.
Enukleasi primer hanya dapat dilakukan pada luka yang tidak dapat
dilakukan perbaikan dari segi anatomi, maka dari itu pasien dianjurkan
untuk memilih prosedur lain.(1,2)

Parasentesis

Merupakan tindakan pembedahan dengan mengeluarkan darah atau nanah


dari bilik mata depan, dengan teknik sebagai berikut : dibuat insisi kornea 2mm
dari limbus kea rah kornea yang sejajar dengan permukaan iris. Biasanya bila
dilakukan penekanan pada bibir luka maka koagulan dari bilik mata depan keluar.
Bila darah tidak keluar seluruhnya maka bilik mata depan dibilas dengan garam
fisiologik. Biasanya luka insisi kornea pada parasentesis tidak perlu dijahit.(3)

16
Benda asing didalam bola mata pada dasarnya perlu dikeluarkan. Benda
asing yang bersifat magnetik dapat dikeluarkan dengan alat magnit raksasa. Benda
yang tidak magnetik dikeluarkan dengan vitrektomi. Biasanya dilakukan operasi
eksplorasi terlebih dahulu, untuk melihat sebesar apa laserasinya dengan trauma
oculi perforans ini. Tapi sebelum dilakukan eksplorasi, semua pasien trauma
sebaiknya diberikan injeksi TT terlebih dahulu untuk profilaksis tetanus.

Teknik dari reparasi primer tergantung dari berat luka dan komplikasi-
komplikasi yang terkait seperti inkarserata iris, bilik mata depan menjadi dangkal
dan kerusakan isi intraokuler.(1)

X. Komplikasi
Komplikasi yang ditentukan setelah trauma okuli perforans :3,6
- Iridodialysis
Trauma tumpul dapat mengakibatkan robekan pada pangkal iris
sehingga bentuk pupil menjadi berubah. Pasien akan melihat ganda
dengan satu matanya. Pada iridodialysis pupil akan terlihat lonjong.
Biasanya iridodialysis terjadi bersama-sama dengan terbentuknya hifema.
Bila keluhan demikian maka pada pasien sebaiknya dilakukan
pembedahan dengan melakukan reposisi pangkal iris yang terlepas.
- Katarak traumatik
Katarak akibat cedera pada mata dapat akibat trauma perforasi
ataupun tumpul terlihat sesudah beberapa hari ataupun tahun. Pada
trauma tumpul akan terlihat katarak subkabsular anterior ataupun
posterior. Kontusio lensa menimbulkan katarak seperti bintang, dan dapat
pula dalam bentuk katarak tercetak (imprinting) yang disebut cincin
Vossius. Trauma tembus dapat menimbulkan katarak yang lebih cepat,
perforasi kecil akan menutup dengan cepat akibat proliferasi epitel
sehingga terbentuk kekeruhan terbatas kecil. Trauma tembus besar pada
lensa akan mengakibatkan terbentuknya katarak dengan cepat disertai
dengan terdapatnya lensa di dalam bilik mata depan.
- Glaukoma sekunder

17
Trauma dapat mengakibatkan kelainan jaringan dan susunan
jaringan di dalam mata yang dapat mengganggu pengaliran cairan mata
sehingga menimbulkan glaukoma sekunder.

XI. Prognosis
Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak faktor,
seperti: (2)
o Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
o Tempat luka pada bola mata
o Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
o Benda asing megnetik atau non megnetik
o Dalamnya luka tembus, apakahvtumpul atau luka ganda
o Sudah terdapat penyulit akibat luka tembus

Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi

sekuele jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun

trauma tembus mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan

berat dan mungkin membutuhkan pembedahan ekstensif. (1)

Trauma tumpul dapat menyebabkan kehilangan penglihatan yang

tidak dapat di terapi jika terjadi lubang retina pada fovea. Penglihatan juga

dapat terganggu jika koroid pada makula rusak. Dalam jangka panjang dapat

timbul glaucoma sekunder pada mata beberapa tahun setelah cedera awal

jika jalinan trabekula mengalami kerusakan. Trauma orbita berat juga dapat

menyebabkan masalah kosmetik dan okulomotor. (1)

18
BAB III
LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Y
Umur : 39 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Kristen
Pekerjaan : Wiraswasta
Alamat : Jl. Banteng IV, Palu, Sulawesi Tengah
II. ANAMNESIS
Keluhan Utama:

Nyeri pada mata sebelah kanan

Riwayat Penyakit Sekarang:

Pasien masuk IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada mata sebelah kanan
sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan karena terkena kawat
besi. Pasien mengeluh nyeri (+) pada mata kanannya, mata merah (+), mata berair (+)
riwayat trauma (+).

Riwayat Penyakit Mata Sebelumnya: Tidak ada

Riwayat Penyakit Lain: Tidak ada

Riwayat Trauma:

Pasien mengaku ada riwayat trauma karena terkena kawat besi.

Riwayat Penyakit Mata dalam Keluarga:

Tidak ada

19
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Generalis:
Keadaan Umum : Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 210/110 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 36,5oC
Status Oftalmologis OD OS
Visus
- Tajam 1/300 6/60
penglihatan
- Koreksi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Addisi Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Distansia pupil Tidak dilakukan Tidak dilakukan
- Kacamata lama - -

Inspeksi:
Kedudukan bola mata Sejajar simetris Sejajar simetris
- Eksoftalmus - -
- Endoftalmus - -
- Deviasi - -
- Gerakan bola mata Sulit dievaluasi Baik

Supra silia
- Warna
- Letak
Hitam Hitam
Sulit dievaluasi Area superior oculi, region
Palpebra superior dan frontalis (Normal)
inferior
- Edema
- Nyeri tekan
- Ektropion
-
- Entropion
+ -
- Trikiasis
- -
- Sikatrik
- -
- Ptosis
- -
- Pus
- -
- Hiperemis
- -
- Pembekakan
- -
- -

20
+ -
Konjungtiva tarsal + -
superior dan inferior
- Hiperemis
- Sikatriks

Konjungtiva Bulbi
- Sekret
- Injeksi - -
konjungtiva + -
- Injeksi siliar
- Injeksi episklera
- Hiperemis
- Perdarahan
subkonjungtiva -
- Pterigium + -
- Nodul - +
- -
Sistem lakrimasi -
+
- Punctum
- -
lakrimal
-
-
Sklera
- -
- Warna -
Kornea
- Kejernihan
- Permukaan Normal Normal
- Infiltrat
- Ulkus
- Arcus senilis
- Edema
Tidak dievaluasi Putih
Bilik mata depan
- Kedalaman
- Kejernihan
- Hipopion
- Hifema Keruh Normal
- Normal
Iris - -
- Warna - -
- kripte - -
- Sinekia - -

Pupil
- Letak
- Bentuk Sulit dievaluasi Tidak dapat dinilai

21
- Ukuran Sulit dievaluasi -
- Refleks cahaya Sulit dievaluasi -
langsung Sulit dievaluasi -
- Refleks cahaya
tak langsung
Lensa Sulit dievaluasi
- Kejernihan Sulit dievaluasi
Sulit dievaluasi Cokelat
Palpasi Edema (+)
- Nyeri tekan Tidak dapat dinilai
- Massa tumor
- Tensi okuli
Sulit dievaluasi Sentral
Lapang pandang Sulit dievaluasi Bulat
- Tes konfrontasi Sulit dievaluasi 2 mm
- +

- +

Sulit dievaluasi Tidak dapat dinilai

Tes buta warna


+ -
Oftalmoskopi Tidak ada Tidak ada
- -
TIO

Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan

Slit lamp
- Palpebra
inferior

- Silia
- Konjungtiva
- Kornea
- Camera oculi
anterior Tidak dapat dilakukan Tidak dapat dilakukan
- Iris
- Pupil

22
- Lensa Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Tidak dilakukan Digital tonometry :


Peningkatan TIO (-)

Tidak dilakukan Tidak dilakukan

23
IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah rutin (15/11/2019) :
WBC : 8,6 x 103 / mm3
RBC : 5,9 x 106 /mm3
HGB : 16,7 g/dL
HCT : 47,3 %
PLT : 260.000 / mm3

Pemeriksaan GDS (15/11/2019) : 122 mg/dL

V. RESUME
Tn. Y (39 th) Datang IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada mata sebelah
kanan sejak 1 hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan karena terkena
kawat besi. Pasien mengeluh nyeri (+) pada mata kanannya, mata merah (+), mata
berair (+) riwayat trauma (+).
Pada pemeriksaan fisik, TD : 210/110 mmHg, N : 88x/m, R: 20x/m, S: 36,5oC,
pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus OD : 1/300, OS :6/60 , pada OD didapati
adanya mata merah (+),mata berair (+). Pemeriksaan penunjang, didapatkan
WBC : 8,6 x 103 / mm3, RBC : 5,9 x 106 /mm3, HGB : 16,7 g/dL, HCT : 47,3 %, PLT :
260.000 / mm3dan GDS : 122 mg/dL

VI. DIAGNOSIS/ DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis : OD Trauma Oculi Perforasi

Diagnosis banding :
1. Katarak Trauma
2. Hifema
3. Cincin Vossius

VII. PENATALAKSANAAN

24
Farmakologi
1. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
2. Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
3. Inj. Tetagam 1amp/ IM
4. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt

Non Farmakologi
1. Kontrol gula darah (asupan nutrisi)

VIII. PROGNOSIS

Quo ad vitam : Bonam


Quo ad fungtionam : Malam
Quo ad sanationam : Dubia ad Malam

IX. FOLLOW UP

25
Hari perawatan 1 (16/11/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi dextra, penglihatan kabur (+), OD mata berair (+) mual (-),
muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+) lancar
O : TD : 140/80 mmHg, N : 84x/m, R : 18x/m, S : 36,9oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 6/60
Hiperemis konjungtiva tarsal : +/-
Injeksi siliar : +/-
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/-
Kornea : bercak putih -/- area sentral, reflex fundus -/-
BMD : OD : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : tidak dilakukan/Normal, Nyeri tekan (+)
GDS : 136 mg/dL

A: OD Trauma Oculi Perforasi


P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
3. Inj. Ketorolac 30 mg / 8 jam
4. Inj. Dexamethasone 1amp / 12 jam

Hari perawatan 2 (17/11/2019)

S : Nyeri (+) regio oculi dextra, penglihatan kabur (+),OD mata berair (-) berkurang,
mual (-), muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+) lancar
O : TD : 130/90 mmHg, N : 86x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 6/60
Hiperemis konjungtiva tarsal : +/-
Injeksi siliar : +/-
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/-
Kornea : bercak putih -/- area sentral, reflex fundus -/+
BMD : OD : keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : tidak dilakukan/Normal, Nyeri tekan (+)
GDS : 136 mg/dL

A: OD Trauma Oculi Perforasi


P:
1. Levofloxacin ED 6 x 1 gtt
2. Inj. Ceftriaxone 1 gr / 12 jam
3. Inj. Ketorolac 30 mg / 12 jam

26
4. Inj. Dexamethasone 1amp / 12 jam

Hari perawatan 3 (18/11/2019)

S : Nyeri (-) berkurang regio oculi Dextra, penglihatan kabur (+), OD mata berair (-)
mual (-), muntah (-), BAB (+) biasa, BAK (+) lancer
O : TD : 130/70 mmHg, N : 82x/m, R : 20x/m, S : 36,5oC
Pemeriksaan ofthalmologi :
Visus :
VOD : 1/300 , VOS : 6/60
Hiperemis konjungtiva tarsal : +/-
Injeksi siliar : +/-
Hiperemis konjungtiva bulbi : +/-
Kornea : bercak putih -/- area sentral, reflex fundus -/+
BMD : OS : dangkal dan keruh, kesan adanya hipopion (+)
Digital tonometry : tidak dilakukanl/normal, Nyeri tekan (-)

A: OD Trauma Oculi Perforasi


P : Pasien dipulangkan

1. Cefadroxil 500mg 2x1


2. Methylprednisolon 4mg 4x1
3. Omeprazole 20mg 2x1
4. As. Mefenamat 500mg 2x1

27
Tampakan Trauma Oculi Dextra Hari ke 1 perawatan

BAB IV
PEMBAHASAN

Pada kasus diatas, dilakukan penegakan diagnosis berdasarkan anamnesis,


pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Diketahui pasien laki-laki (39 th)

28
Datang IGD RS Anutapura dengan keluhan nyeri pada mata sebelah kanan sejak 1
hari sebelum masuk rumah sakit, keluhan ini dirasakan karena terkena kawat besi.
Pasien mengeluh nyeri (+) pada mata kanannya, mata merah (+), mata berair (+)
riwayat trauma (+). Pada pemeriksaan fisik, TD : 210/110 mmHg, N : 88x/m, R:
20x/m, S: 36,5oC, pemeriksaan oftalmologis, didapatkan visus OD : 1/300,
OS :6/60 , pada OD didapati adanya mata merah (+),mata berair (+). Pemeriksaan
penunjang, didapatkan WBC : 8,6 x 103 / mm3, RBC : 5,9 x 106 /mm3, HGB : 16,7
g/dL, HCT : 47,3 %, PLT : 260.000 / mm3dan GDS : 122 mg/dL

Trauma okuli adalah trauma atau cedera yang terjadi pada mata yang dapat
mengakibatkan kerusakan pada bola mata, kelopak mata, saraf mata dan rongga
orbita, kerusakan ini akan memberikan penyulit sehingga mengganggu fungsi
mata sebagai indra penglihat.7
Trauma okuli perforans, yaitu trauma okuli dengan ciri-ciri :
d. Adanya dinding orbita yang tertembus
e. Adanya kontaminasi intra okuli dengan udara luar
f. Prolaps bisa muncul, bisa tidak.

Trauma mata yang sering adalah yang mengenai kornea dan permukaan luar
bola mata (konjungtiva) yang disebabkan oleh benda sing. Meskipun demikian
kabanyakan trauma ini adalah kecil, seperti penetrasi pada kornea dan
pembetukan infeksi yang berasal dari terputusnya atau perlengketan pada kornea
yang mana hal ini dapat menjadi serius.2

Kerusakan pada mata bagian dalam seringkali lebih serius dibandingkan


kerusakan pada permukaan mata. Perdarahan di dalam bilik anterior (hifema
traumatik) merupakan masalah yang serius dan harus segera ditangani oleh dokter
spesialismata. Perdarahan berulang dan peningkatan tekanan di dalam mata bisa
menyebabkan kornea menjadi merah sehingga penglihatan menjadi berkurang dan
meningkatkan resiko terjadinya glaukoma. Darah bisa merembes ke dalam mata,
iris bisa mengalami robekan atau lensa bisa mengalami pergeseran.1

29
Hifema atau darah di dalam bilik mata depan dapat terjadi akibat trauma yang
merobek pembuluh darah iris atau badab siliar. Pasien akan mengeluh sakit,
disertai dengan epifora dan blefarospasme. Penglihatan pasien akan sangat
menurun. Bila pasien duduk hifema akan terlihat terkumpul di bagian bawah bilik
mata depan, dan hifema dapat memenuhi seluruh ruang bilik mata depan.
Kadang-kadang terlihat iridoplegia dan iridodialisis. parasintesis atau
mengeluarkan darah dari bilik mata depan dilakukan pada pasien dengan hifema
bila terjadi tanda-tanda imbibisi kornea, glukoma sekunder, hifema penuh dan
berwarna hitam atau bila setelah 5 hari tidak terlihat tanda-tanda hifema akan
berkurang.(3)

Kemudian pasien diarahkan untuk dilakukan perawatan intra rumah sakit


(opname) dengan tujuan dilakukan observasi untuk terapi dan menatalaksanakan
untuk gejala dan penyebab dari penyakit yang dialami oleh pasien. Pasien
diberikan beberapa golongan antibiotic tetes mata seperti levofloxacin 0,5% , dan
antibiotic injeksi seperti ceftriaxone 1 gram, hal ini untuk menekan sumber
penyebab infeksi. Sementara pada saat rawat inap, digunakan analgetik injeksi
ketorolac 30 mg, untuk mengurangi keluhan nyeri dari pasien dan dilakukan
tindakan operatif

BAB V
KESIMPULAN

Trauma tumpul pada mata dapat diakibatkan benda yang keras atau benda
yang tidak keras, dimana benda tersebut dapat mengenai mata dengan keras
(kencang) ataupun lambat. Trauma tembus bola mata dimana struktur okular

30
mengalami kerusakan akibat benda asing yang menembus lapisan okular dan juga
dapat tertahan dalam mata. Penggunaan sabuk pengaman dalam kendaraan
menurunkan insidensa cedera tembus akibat kecelakaan lalu lintas. Trauma kimia
dan trauma radiasi dimana reaksi resultan jaringan okular menyebabkan
kerusakan.3,4
Trauma mata sering merupakan penyabab kebutaan unilateral pada anak dan
dewasa muda; kelompok usia ini mengalami sebagian besar cedera mata yang
parah. Dewasa muda (terutama pria) merupakan kelompok yang kemungkinan
besar mengalami cedera tembus mata.
Epidemiologi internasional untuk trauma pada bola mata khususnya penetrasi
pada bola mata (luka pada kornea) terbanyak menurut jenis kelamin adalah pada
laki-laki, menurut umur pada usia antara 25-30 tahun.

Prognosis trauma okuli perforans bergantung pada banyak faktor, seperti: (2)
o Besarnya luka tembus, makin kecil makin baik
o Tempat luka pada bola mata
o Bentuk trauma apakah dengan atau tanpa benda asing
o Benda asing megnetik atau non megnetik
o Dalamnya luka tembus, apakahvtumpul atau luka ganda
o Sudah terdapat penyulit akibat luka tembus

Mata sembuh dengan baik setelah trauma minor dan jarang terjadi sekuele

jangka panjang karena munculnya sindrom erosi berulang. Namun trauma tembus

mata seringkali dikaitkan dengan kerusakan penglihatan berat dan mungkin

membutuhkan pembedahan ekstensif. (1)

DAFTAR PUSTAKA

1. Vaughan D. Opthalmologi Umum. Edisi 14. Widya Medika, Jakarta, 2010


2. Suhardjo., Widodo., Dewi, U.M. Tingkat Keparahan Ulkus Kornea di RS Dr.
Sardjito Sebagai Tempat Pelayanan Mata Tertier. Bagian Ilmu Penyakit Mata
Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada/SMF Penyakit Mata RS Dr

31
Sardjito Yogyakarta, available at :
http://www.tempo.co.id/medika/online/tmp.online.old/art-1.htm. 2015
3. Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata, Edisi ketiga FKUI, Jakarta, 2004
4. Perhimpunan Dokter Spesislis Mata Indonesia, Ulkus Kornea dalam : Ilmu
Penyakit Mata Untuk Dokter Umum dan Mahasiswa Kedokteran, edisike
2,Penerbit Sagung Seto, Jakarta,2002
5. Wijaya. N. Kornea dalam Ilmu Penyakit Mata, cetakan ke-6, 2011
6. American Academy of Opthalmology. External Disease and Cornea. Section
11. San Fransisco: MD Association, 2012
7. James, Bruce., Chew, Chris., Bron Anthony. Lecture Notes
Oftamologi. Jakarta:Penerbit Erlangga, 2012

32

Anda mungkin juga menyukai