Anda di halaman 1dari 12

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Air dan kesehatan merupakan dua hal yang saling berhubungan. Kualitas
air yang dikonsumsi masyarakat dapat menentukan derajat kesehatan
masyarakat tersebut, khususnya air untuk minum dan makan. 1
Persoalannya saat ini kualitas air minum di kota-kota besar di Indonesia
masih memprihatinkan. Kepadatan penduduk, tata ruang yang salah dan
tingginya eksploitasi sumber daya air sangat berpengaruh pada kualitas air.
Sebagai akibat penggunaan air yang tidak memenuhi syarat kesehatan, di
Indonesia setiap tahunnya diperkirakan lebih dari 3,5 juta anak dibawah usia
tiga tahun terserang penyakit saluran pencernaan dan diare dengan jumlah
kematian 3 % atau sekitar 105.000 jiwa. Survey Demografi tahun 2003, 19 %
atau 100.000 anak balita meninggal karena diare. Menurut World Health
Organization (WHO), 94 % kasus diare yang diakibatkan oleh bakteri
Escherichia Coli (E. Coli), dapat dicegah dengan meningkatkan akses air
bersih, sanitasi, perilaku higienis, dan pengolahan air minum skala rumah
tangga. 2
Banyak dijumpai masyarakat mengalami keracunan air minum karena
adanya senyawa kimia dalam air minum melebihi ambang batas konsentrasi
yang diizinkan. Selain itu dapat menimbulkan penyakit dan gangguan fungsi
organ tubuh seperti fungsi ginjal, hati, otak, gigi bahkan kelainan mental.
Senyawa kimia ini bisa secara alamiah maupun akibat kegiatan manusia
mencemari air minum. Beberapa zat kimia yang bersifat racun terhadap tubuh
manusia adalah logam berat, pestisida, senyawa polutan hidrokarbon, zat-zat
radio aktif alami atau buatan dan sebagainya. 1
Menimbang dalam rangka meningkatkan derajat kesehatan masyarakat,
perlu dilaksanakan berbagai upaya kesehatan termasuk pengawasan kualitas
air minum yang dikonsumsi masyarakat. Selain itu agar air minum yang
dikonsumsi masyarakat tidak menimbulkan gangguan kesehatan maka perlu

1
ditetapkan persyaratan kualitas air minum. Untuk itu pemerintah telah
mengeluarkan Keputusan Mentri Kesehatan (Kepmenkes) No
907/Menkes/SK/VII/2002 tentang Syarat dan Pengawasan Kualitas Air
Minum. Syarat air minum sesuai Permenkes itu harus bebas dari bahan-bahan
anorganik dan organik yakni bebas bakteri, zat kimia, racun, limbah berbahaya
dan lain sebagainya. Kecenderungan penggunaan air minum isi ulang oleh
masyarakat di perkotaan semakin meningkat. Buruknya kondisi lingkungan
membuat mereka khawatir untuk mengonsumsi air tanah, bahkan air ledeng
yang disediakan pemerintah. Namun sayangnya tidak semua air minum isi
ulang (AMIU) dikelola dengan baik sesuai persyaratan Kepmenkes No
907/Menkes/SK/VII/2002.3

1.2 Identifikasi Masalah


Adapun tujuan dari penyusunan laporan manajemen ini antara lain;
1. Bagaimana pelaksanaan program Kesehatan Lingkungan tentang
Pemantauan kualitas Air Bersih Damiu di wilayah kerja Puskesmas
Marawola?
2. Apa saja permasalahan yang menjadi kendala dalam mencapai target
cakupan Program Kesehatan Lingkungan terhadap pemantauan Air Bersih
Damiu di Wilayah Kerja Puskesmas Marawola?

2
BAB II
PERMASALAHAN

Permasalahan utama yang menjadi kendala pelaksanaan program


pemantauan kualitas air bersih depot air minum di wilayah kerja puskesmas
marawola adalah kesadaran dari pengelola depot air minum itu sendiri. Kesadaran
yang dimaksud dalam hal ini dari berbagai aspek yaitu dari urgensi air minum
sehat dan bersih, pengelolaan peralatan depot air minum, hingga sumber air
minum yang di kelola. Terdapat 7 depot air minum di kawasan wilayah kerja
puskesmas marawola. Setiap depot air minum ini di monitor oleh pihak
puskesmas setiap enam bulan sekali. Pihak puskesmas dalam memonitoring
dilakukan pengambilan sampel air minum setiap semesternya kemudian di periksa
secara bakteiologi,kimiawi dan fisik di laboratorium kesehatan Daerah Provinsi
Sulawesi Tengah. Setelah melalui tahap pemeriksaan di laboratorium hingga
akhirnya dikeluarkan hail yang kemudian akan ditindak lanjuti oleh pihak
puskesmas dalam hal ini pemegang program Kesehatan Lingkungan. Ada
beberapa langkah yang dilakukan terkait hasil pemeriksaan sampel depot air
minum, diantaranya ialah:
1. Konseling
2. Inspeksi
3. Intervensi
Dalam pelaksanaan ketiga hal diatas sering kali ditemukan kendala. Pada
proses inspeksi didapatkan pengelola depot setelah dibuat inform consent untuk
dilakukan inspeksi dan pengambilan sampel oleh tim kesehatan lingkungan tak
jarang pengelola sengaja menutup keesokan harinya agar terhindar dari
pemeriksaan sampel air minum, sehingga tim kemudian menjadwalkan kembali
proses pengambilan sampel padahal proses pengambilan sampel ini dilakukan
serentak pada 7 depot air minum di wilayah kerja puskesmas marawola untuk
memudahkan transportasi sampel yang harus segera dibawah ke labkesda
mengingat lab kesehatan daerah tempat sampel diteliti butuh waktu yang cuku
lama dari wilayah puskesmas marawola. Pada proses konseling pada awalnya tak

3
terlihat kendala yang cuku berarti karena biasanya pengelola depot menerima saja
hasil dari pemeriksaan sampel air depot mereka dan mendengarkan edukasi dari
tim namun yang kemudian terkendala pada proses intervensi ketika kembali
dikontrol ternyata depot yang disarankan untuk mengevaluasi kembali masalah
pengelolaan air minumnya terkait hasil lab yang sebelumnya sudah didapatkan
ternyata tidak ada perubahan dari sebelumnya, depot air minum tidak
mengindahkan instruksi dan edukasi dari tim, sehingga kualitas air minum
sebelum diperiksa sampelnya da stelah diperiksa sama saja, hal ini dikarenakan
solusi yangdiberikan tim sulit untuk di terapkan oleh pengelola depot air minum,
seperti mengganti sumber air minum yang dikelola dengan sumber air yang lebih
kecil risiko tercemarnya.4

4
BAB III
PEMBAHASAN
A. INPUT
Kesehatan lingkungan di Puskesmas Marawola telah berjalan
sesuai dengan pencapaian tujuan program Pemantauan Kualitas Air
Minum di wilayah kerja UPTD Marawola, yang bertujuan untuk
mengetahi kualitas air pada Damiu (depot air minum).
Adapun perangkat pelaksanaan program Pemantauan Kualitas Air
Minum mulai dari tenaga pelaksana program kesehatan lingkungan, sarana
prasarana, akses, metode, pedoman pelaksanaan, dana, waktu pelaksanaan
yang disusun dalam tabel berikut ini
No. Perangkat program Keterangan
1 SDM Berjumlah 1 orang
2 Sarana & Prasarana Alat bahan pengambilan sampel dari
labkesda Prov
3 Akses Kolaborasi dengan Tokoh Masyarakat
4 Metode Konseling, inspeksi, intervensi
5 Pedoman (Kepmenkes) No
pelaksanaan 907/Menkes/SK/VII/2002
6 Sumber dana BOK (Bantuan operasional kegiatan)
7 Waktu pelaksanaan 2 kali dalam 1 tahun

Dalam proses pelaksanaan program pemantauan kualitas air


minum ini sesuai dengan pedoman (Kepmenkes) No
907/Menkes/SK/VII/2002. Pada input perangkat UPTD Marawola
beberapa telah sesuai dengan pedoman dan beberapa belum sesuai dengan
pedoman. Pada BAB III Pasal 8 Pemerintah Kabupaten/Kota dalam
melakukan pengawasan dapat mengikutsertakan instansi terkait, asosiasi
pengelola air minum, lembaga swadaya masyarakat dan organisasi profesi
yang terkait, sudah sesuai dengan input diatas yang mengikutsertakan
puskesmas sebagai perpanjangan tangan dari Dinas Kesehatan Kabupaten.

5
Untuk sarana dan prasarana juga telah dijelaskan pada lampiran II tentang
tata cara pengawasan kualitas air minum pada poin 3 bahwa pemeriksaan
sampel di lakukan di lapanga dengan alat bahan dari lab kesehatan daerah
setempat kemudian di periksa pada lab kesehatan daerah kabupaten namun
bisa dirujuk ke provinsi jika di kabupaten belum memadai. Untuk sumber
dana di UPTD marawola didaptkan dari BOK ini sudah sesuai pada BAB
IV tentang pebiayaan pasal 10 Pembiayaan pemeriksaan sampel air minum
sebagaimana dimaksud dalam Keputusan ini dibebankan kepada pihak
pengelola air minum, pemerintah maupun swasta dan masyarakat, sesuai
dengan peraturan perundangundangan yang berlaku. Untuk waktu
pelaksaan di UPTD marawola belum sesuai dengan pedoman yang
tercantuk pada BAB III tentang pembinaan dan pengawasan pasal 4 poin
nomor 2 yaitut pengawasan kualitas air dilakukan secara berkala sekurang-
kurangnya setiap 3 bulan.

B. PROSES
Proses manajemen program pemantauan kualitas air minum di
wilayah kerja puskesmas Marawola ditinjau dari model manajemen POAC
yakni Planning (perencanaan), Organizing (pengorganisasian), Actuating
(pergerakan-pelaksanaan) dan Controlling (pemantauan).
1. Planning
Untuk planning program kegiatan pemantauan kualitas air minum
di UPTD marawola ialah sebanyak 2 kali dalam satu tahun, yang mana
belum sesuai dengan pedoman. Kemudian sebelum turun mengambil
sampel sehari sebelumnya tim bersama Toma telah berkoordinasi
dengan pengelola depot air minum terkait agar supaya keesokan
harinya telah siap untuk diambil sampel air minumnya.
Menurut wawancara dengan penaggung jawab program bahwa pada
planning ini yang menjadi kendala besar karena sebelumnya telah
dijadwalkan untuk pengambilan sampel namun depot air minum pada
hari pengambilan sampel malah menutup depotnya sehingga harus

6
dilakukan penjadwalan ulang yang kemudian terkendala lagi dengan
anggaran kegiatan itu sendiri yang telah dianggarkan untuk
pengambilan sampel sebesar Rp.50.000, dan juga mengganggu jadwal
program lainnya yang dipegang oleh penaggung jawab program karena
harus menjadwalkan kembali.
2. Organizing
Pengorganisasian pelaksanaan kegiatan ini diinstruksikan langsung
oleh Dinas Kesehatan Daerah kemudian ke Kepala Puskesmas dan
diterukan ke penanggung jawab program kesehatan lingkungan sub
kegiatan pemantauan kualitas air minum dan 2 angota program
kesehatan lingkungan.
3. Actuating
Dalam pelaksanaannya program pemantauan kualitas air minum ini
berlandaskan pada pedoman yang kemudian dituangkan pada tiga
tahap yaitu inspeksi, konseling dan intervensi. Diawali dengan inspeksi
berupa observasi depot dan koordinasi untuk pengambilan sampel,
konseling ketika hasil dari lab kesehatan daerah telah keluar dan
intervensi berupa edukasi dan instruksi untuk memperbaiki kualitas air
minum yang dikelola depot terkait.untuk pengambilan sampel
dilakukan serentak pada 7 depot di wilayah kerja UPTD marawola
karena sampel minimal 2 jam sudah di lab sedangkan jarak dari
marawola ke labkesda cukup memakan waktu sehingga untuk
mengehamt tenaga dan biaya dilakukan sekali pengambilan sampel.
4. Controlling
Pemantauan dan evaluasi program dilakukan setelah pelaksanaan
kegiatan dan dibahas setiap evaluasi program yang dilakukan setiap
bulan di puskesmas marawola.
Untuk pemantauan lanjutan dari upaya intervensi pada depot juga
dilakukan setelah melakukan konseling hasil pemeriksaan sampel
meskipun demikian banyak depot yang tidak mengikuti instruksi dari
tim tentang langkah yang harus dilakkan untuk meningkatkan kualitas

7
air minum yang mereka kelola. Sesuai dengan pedoman pada
lampiran III tentang pelaksanaan pengawasan internal kualitas air
minum oleh pengelola air minum yaitu :
Langkah-langkah menjamin kualitas air minum oleh pengelola
penyediaan air minum melalui sistem perpipaan, diantaranya :
a) Memperbaiki dan menjaga kualitas air sesuai petunjuk yang
diberikan Dinas Kesehatan berdasarkan hasil pemeriksaan yang telah
dilakukan.
b) Melakukan pemeliharaan jaringan perpipaan dari kebocoran dan
melakukan usaha-usaha untuk mengatasi korosifitas air di dalam
jaringan perpipaan secara rutin.
c) Membantu petugas Dinas Kesehatan setempat dalam pelaksanaan
pengawasan kualitas air dengan memberi kemudahan petugas
memasuki tempat-tempat dimana tugas pengawasan kualitas air
dilaksanakan.
d) Mencatat hasil pemeriksaan setiap sampel air, meliputi tempat
pengambilan sampel (permukiman, jalan, nomor rumah, titik
sampling), waktu pengambilan, hasil analisis pemeriksaan
laboratorium termasuk metode yang dipakai, dan penyimpangan
parameter.
e) Mengirimkan duplikat pencatatan kepada Dinas Kesehatan
setempat, dokumen ini harus disimpan arsipnya untuk masa selama
minimal 5 tahun.

C. OUTPUT
Dalam melaksanakan program pemantauan kualitas air minum tim
kesehatan lingkungan UPTD marawola telah menjalankan sesuai dengan
perangkat dan input dari puskesmas namun beberapa masih belum sesuai
dengan pedoman dari kemenkes namun untuk indicator keberhasilan sudah
terjalankan dengan baik melihat dari cakupan kegiatan yang telah
dilakukan sesuai rencana 2 kali setahun.

8
BAB IV
KESIMPULAN & SARAN

A. Kesimpulan
Berdasarkan tinjauan indetifikasi masalah terkait dengan
manajemen program pemantauan kualitas air minum di wilayah kerja
puskesmas marawola maka dapat ditarik kesimpulan yaitu:
1. Program pemantauan kualitas air minum pada depot air minum di
wilayah kerja puskesmas marawola telah berjalan cuku baik meskipun
ada beberpa kendala dalam pelaksanaannya dan juga beberapa hal pada
input proses dan output yang masih belum sesuai dengan pedoman
kemenkes.
2. Terdapat beberapa kendala dalam pelaksaan program pemantauan
kualitas air minum di wilayah kerja puskesmas marawola yakni pada
inspeks, konseling dan intervensi.

B. SARAN
Adapun saran atau rekomendasi yang dapat diambil dari pelaksanaan
manajemen program pemantauan kualitas air minum di wilayah kerja
puskesmas marawola, yaitu:
1. Perencanaan lintas sektor
a. Perencanaan sebaiknya dilakukan juga lintas sektor dengan aparat
desa sehingga kendala seperti anggaran bisa dianggarkan bersama
dengan desa yang memiliki damiu di wilayahnya.
b. Perencanaan lintas sektor ini juga dapat membantu untuk
pengambilan kebijakan untuk solusi dari damiu yang sumber
airnya harus diubah dari contoh : air sungai ke air yang di atas
pegunungan sehinnga dengan perencaan lintas sektor ini bisa di
antisipasi sejaka awal jika memang kedepannya damiu di desar
tersebut harus mengubah sumber airnya. Sehingga proses
pemipaan dan hal lainnya yang menunjang perbaikan kualitas Air

9
damiu tersebut dapat berjalan dengan baik tanpa kendala seperti
sebelumnya.
c. Perencanaan lintas sektor juga dapat membuat MOU dengan depot
yang terletak di suatu desa tertentu sehingga bisa diatur kebiajakn
sanksi jika kedepannya ada hal-hal yang tidak sesuai dengan
pedoman yang dijalankan oleh damiu. Dengan demikian dapat
meningkatkan keberhasilan intervensi dari pihak pelayanan
kesehatan dan tentunya meningkatkan kualitas air minum.
2. Perencanaan program di UPTD
a. Sebaiknya untuk pelaksaan program dilaksanakan sesuai dengan
pedoman yaitu 3 bulan sekali hal ini dapat mempengaruhi dari
kualitas air minum damiu itu sendiri karena mereka setiap sebelum
dilakukan pengambilan sampel 3 bulan sekali pasti mengevaluasi
damiu mereka.
b. Sebaiknya setelah hasil sampel keluar dapat juga dilakukan
penyuluhan di wilayah desa terkait yang damiunya ditinjau dari
hasil labnya berpotensi untk menyebabkan penyakit karena ini
sudah diatur pada pedoman lampiran II tentang tata cara
pelaksanaan pengawsan kualitas air minum point ke 4 yakni Hasil
pemeriksaan laboratorium harus disampaikan kepada pemakai jasa,
selambat-lambatnya 7 hari untuk pemeriksaan mikrobiologik dan
10 hari untuk pemeriksaan kualitas kimiawi.
c. Perencanaan untuk pengambilan sampel yang detail berupa SOP
contoh :
-pemeriksaan instalasi pengolahan air
-pemeriksaan pada jaringan pipa distribusi
- pemeriksaan pada pipa sambungan ke konsumen
- pemeriksaan pada proses isi ulang dan kemasan
Dengan demikian dpat dikatahui sumber perancu dalam kualitas air
minum apakah berasal dari sumber airnya, pipa distribusi yang

10
mungkin terjadi korosif, ataupun alat yang digunakan sehingga
intervensi dan pencegahan kedepannya dapat lebih tepat.

11
DAFTAR PUSTAKA

1. Depkes RI. 2002. Pedoman Teknis Kesehatan lingkungan Untuk Puskesmas.


Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
2. Depkes RI. 2003. Standar Operasional Prosedur Kesehatan lingkungan.
Departemen Kesehatan RI : Jakarta.
3. PERMENKES RI. 2015. Pelayanan Kesehatan Lingkungan di Puskesmas.
KEMENKES RI: Jakarta
4. Puskesmas Marawola. 2017. Profil program kesling Puskesmas Marawola
Tahun 2017. Puskesmas Marawola: Sigi.

12

Anda mungkin juga menyukai