Anda di halaman 1dari 45

Hiperplasia

Endometrium
Algivar Dial Prtima Daud, S. Ked
Pembimbing klinik : dr. Abd. Faris, Sp. OG (K)
Pendahuluan

Hiperplasia endometrium merupakan prekursor terjadinya kanker endometrium


yang terkait dengan stimulasi estrogen yang tidak terlawan (unopposed estrogen)
pada endometrium uterus. Stimulasi estrogen yang tidak terlawan dari siklus
anovulatory dan penggunaan dari bahan eksogen pada wanita postmenopause
menunjukkan peningkatan kasus hiperplasia endometrium dan karsinoma
endometrium. Kelainan ini biasanya muncul dengan perdarahan uterus abnormal.
Resiko terjadinya progresifitas sangat terkait dengan ada atau tidak adanya sel atipik.
Tinjauan pustaka
• Defenisi

Hiperplasia endometrium adalah pertumbuhan yang berlebih dari


kelenjar, dan stroma disertai pembentukan vaskularisasi dan infiltrasi
limfosit pada endometrium. Bersifat noninvasif, yang memberikan
gambaran morfologi berupa bentuk kelenjar yang irreguler dengan
ukuran yang bervariasi. Pertumbuhan ini dapat mengenai sebagian
maupun seluruh bagian endometrium.
Klasifikasi
WHO dan International Society of Gynecological Pathologists

Simple hyperplasia tanpa atypia Complex hyperpasia tanpa atypia Complex atypical hyperplasia

endometrium intraepithelial neoplasia (EIN)


 Endometrium poliklonal yang normal secara difus berespon terhadap lingkungan hormonal yang abnormal, dan
 Lesi monoklonal intrinsik proliferatif yang muncul secara fokal dan memberi peningkatan risiko adenocarcinoma.
Nomenklatur ini menekankan potensi ganas prekanker endometrium, sesuai dengan preseden serupa di leher
rahim, vagina, dan vulva.
epidemiologi

• Sebanyak 40.000 kasus terdiagnosis di Amerika pada tahun


2005. Hiperplasia endometrium sering ditemukan pada wanita

pascamenopause. Meski banyak pada pascamenopause, namun


wanita pada usia berapa pun dapat berisiko jika terpapar dengan
estrogen eksogen. Kelainan ini cukup sering ditemukan pada wanita
muda dengan anovulasi kronik.
Etiologi
Hiperplasia endometrium adalah hasil dari stimulasi estrogen secara kontinyu tanpa dihambat oleh

progesteron. Sumber estrogen dapat berasal dari endogen maupun eksogen.

Estrogen endogen dapat menyebabkan anovulasi kronik yang berhubungan dengan polycystic ovary
syndrome (PCOS) atau perimenopause. Obesitas juga tidak menghambat paparan estrogen berkaitan dengan
kadar estradiol yang tinggi secara kronis, hasil dari aromatisasi androgen dalam jaringan lemak dan konversi
androstenedione ke estrone. Hiperplasia endometrium dan kanker endometrium juga dapat berasal dari tumor
ovarium yang mensekresikan estradiol seperti tumor sel granulosa.

Eksogen estrogen tanpa progesteron juga berhubungan dengan peningkatan resiko hiperplasia
endometrium dan adenocarcinoma.Tamoxifen, dengan efek estrogeniknya pada endometrium, meningkatan
resiko hiperplasia endometrium dan kanker endometrium. Resiko progresi ke arah kanker berhubungan dengan
peningkatan durasi pemakaian.
Patogenesis
Apoptosis seluler secara parsial dihambat oleh Fas merupakan anggota dari keluarga
ekspresi gen bcl-2 yang menyebabkan sel bertahan tumor necrosis factor (TNF)/Nerve Growth
lebih lama. Ekspresi dari gen bcl-2 tampaknya Factor (NGF) yang berikatan dengan FasL
sebagian diregulasi oleh faktor hormonal dan (Fas Ligand) dan menginisisasi apoptosis.
ekspresinya menurun dengan signifikan pada fase
sekresi siklus menstruasi.

Interaksi antara ekspresi Fas dan bcl-2 dapat memberikan kontribusi pembentukan dari hiperplasia
endometrium. Ekspresi gen bcl-2 menurun saat terdapat progesteron intrauterin sedangkan ekspresi gen
Fas justru meningkat.
Gambaran klinis
• Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering muncul pada
hiperplasia endometrium. Efek estrogen yang tidak terlawan dari penggunaan eksogen
atau siklus anovulatori menghasilkan hyperplasia endometrium dengan perdarahan
yang banyak.
• Pasien yang lebih muda pada usia produktif biasanya muncul hiperplasia endometrium
sekunder akibat Polycystic Ovarian Syndrome (POCS). POCS menghasilkan stimulasi
estrogen yang tidak terlawan secara sekunder ke siklus anovulatori.
• Pada pasien menopause dengan hiperplasia endometrium hampir selalu datang dengan
perdarahan pervaginam. Meskipun karsinoma harus dipertimbangkan pada usia ini,
atropi endometrium merupakan penyebab yang sering dari perdarahan pada wanita
menopause.
diagnosis
• USG menggunakan gelombang suara untuk mendapatkan gambaran
dari lapisan rahim. Hal ini membantu untuk menentukan ketebalan
rahim. USG transvaginal merupakan prosedur diagnosis yang non
invasif dan relatif murah untuk mendeteksi kelainan pada
endometrium.
Pipelle endometrial biopsy

Pengambilan sampel endometrium dengan pipelle merupakan cara yang ektif dan
relatif tidak mahal untuk mengambil jaringan untuk diagnosis histologi pada wanita
dengan perdarahan uterus abnormal.
Histeroskopi dan/atau Dilatasi dan Kuretase
Histeroskopi secara umum telah disepakati sebagai “gold standard” untuk
mengevaluasi kavitas uterus. Pemeriksaan ini memiliki sensitivitas 98%, spesifisitas
95%, PPV 96%dan NPV 98% bila dibandingkan dengan diagnosis hasil pemeriksaan
jaringaan setelah histerektomi.1,2,6

Sonohisterografi
Sonohisterografi merupakan pendekatan yang relatif baru untuk mendiagnosis penyebab
dari perdarahan uterus abnormal. Keuntungan dari sonohisterografi yang melebihi dari USG
transvaginal adalah kemampuannya yang lebih baik untuk mengevaluasi kelainan intrauterin
seperti polip dan mioma submukosa.
Tatalaksana
Medikamentosa
• Terapi progesteron untuk menyeimbangkan kadar hormon di dalam tubuh.
• Terapi progestin sangat efektif dalam mengobati hiperplasia endometrial tanpa atipik,
akan tetapi kurang efektif untuk hiperplasia dengan atipi.
• Terapi cyclical progestin (medroxyprogesterone asetat 10-20 mg/hari untuk 14 hari
setiap bulan)
• terapi continuous progestin (megestrol asetat 20-40 mg/hari) merupakan terapi yang
efektif untuk pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipik.
Tindakan invasif

kuretase
histerektomi
Pencegahan
1. Melakukan pemeriksaan USG dan / atau pemeriksaan rahim secara rutin
2. Melakukan konsultasi ke dokter jika mengalami gangguan seputar menstruasi
3. Penggunaan etsrogen pada masa pasca menopause harus disertai dengan pemberian progestin untuk
mencegah karsinoma endometrium.
4. Bila menstruasi tidak terjadi setiap bulan maka harus diberikan terapi progesteron untuk mencegah
pertumbuhan endometrium berlebihan. Terapi terbaik adalah memberikan kontrasepsi oral kombinasi.
5. Mengubah gaya hidup untuk menurunkan berat badan.
Prognosis
Umumnya lesi pada hiperplasia atipikal akan mengalami regresi dengan terapi
progestin, akan tetapi memiliki tingkat kekambuhan yang lebih tinggi ketika
terapi dihentikan dibandingkan dengan lesi pada hiperplasia tanpa atipi.

Penelitian terbaru menemukan bahwa pada saat histerektomi 62,5% pasien


dengan hiperplasia endometrium atipikal yang tidak diterapi ternyata juga
mengalami karsinoma endometrial pada saat yang bersamaan. Sedangkan
pasien dengan hiperplasia endometrial tanpa atipi yang di histerektomi hanya

5% diantaranya yang juga memiliki karsinoma endometrial.


LAPORAN Tanggal Pemeriksaan
Jam
: 20 Januari 2018
: 13.00 WITA
KASUS Ruangan : cendrawasih RS wirabuana

• IDENTITAS
• Nama : Ny. M Nama suami : Tn. A
• Umur : 41 tahun Umur : 43 Tahun
• Alamat : Jl. lagarutu Alamat : Jl. lagarutu
• Pekerjaan : IRT Pekerjaan : Wiraswasta
• Agama : Islam Agama : Islam
• Pendidikan : SMA Pendidikan : SMA
Anamnesis P1A0
Menarche : ± 13 tahun
Perkawinan : 16 tahun
Keluhan Utama :
• Keluar darah dari jalan lahir
Riwayat Penyakit Sekarang :

• Pasien masuk IGD Kebidanan diantar oleh keluarganya dengan keluhan keluar darah dari
jalan lahir yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk RS, bergumpal (+), warna merah
kecoklatan (+). Keluhan disertai pusing (+), perasaan mudah lelah, sakit kepala (-), mual (-),
muntah, (-) demam (-), penurunan selera makan (-). BAB biasa dan BAK lancar.

• Selama sakit, pasien mengganti pembalut sebanyak ± 8 pembalut setiap harinya dan
menetap selama 1 bulan tersebut. Darah yang keluar berwarna merah kehitaman seperti
darah haid, terkadang terdapat darah yang menggumpal.
• Riwayat Penyakit Dahulu :

Pasien pernah mengalami keluhan serupa 6 bulan yang lalu, tepatnya bulan
Juni 2017, berobat ke praktek Sp. OG dan dikatakan terjadi penebalan
dinding rahim & harus di kuret serta sebagian hasil kuret harus di PA.
Pasien melakukan kuret di RS. wirabuana. Setelah di kuret, keluhan hilang
dan timbul kembali pada pertengahan bulan desember hingga sekarang.
• Riwayat Penyakit Keluarga :

Tidak ada anggota keluarga yang menderita keluhan serupa, riwayat asma
(-), diabetes melitus (-), penyakit jantung (-), hipertensi (-), hepatitis (-)
• Riwayat Menstruasi :
• Menarche : 15 tahun

• Siklus : tidak menentu

• Lama haid : 7-10 hari

• Banyak : 2-4 x ganti pembalut


•  

• Riwayat Perkawinan

Menikah 1 kali, usia pernikahan dengan suami sekarang ± 16 tahun.

• Riwayat Kehamilan dan Kelahiran:

• P3A1

• Anak pertama lahir secara normal di Rumah sakit tahun 2002, jenis kelamin perempuan, BBL 3400 gr PBL 47 cm, hidup

• Anak kedua lahir secara normal di Rumah sakit tahun 2004 jenis kelamin laki-laki, BBL 2900 gr, PB 50 cm, hidup

• Anak ketiga keguguran pada usia kehamilan 8-9 minggu

• Anak ke empat lahir secara normal di Rumah sakit tahun 2007 jenis kelamin laki-laki, BBL 3500 gr, PBL 48 cm, hidup
• Riwayat Kontrasepsi (Keluarga Berencana)
(-) Pil KB (-) Suntik KB 3 bulanan (-) IUD
(-) Susuk KB (-) Lain-lain
•  

•  

• Riwayat Operasi : Ya, kuretase sekitar 6 bulan yang lalu

•  

• Kebiasaan Hidup :
Merokok (-), Alkohol (-), minum obat & jamu (-)
Pemeriksaan fisik
• KU : sedang
• Kesadaran : Kompos mentis
• BB : 63 Kg
• TB : 155 cm
• Tek. Darah : 100/70 mmHg
• Nadi : 88 x/menit
• Respirasi : 20 x/menit
• Suhu : 37,0 ºC
• Kepala – Leher :

Konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterus (-/-), edema palpebra (-/-), pembesaran KGB (-),
pembesaran kelenjar tiroid (-). Mata cekung (-)

• Thorax :

I : Pergerakan thoraks simetris, retraksi (-), sikatrik (-)

P : Nyeri tekan (-), massa tumor (-)

P : Sonor pada kedua lapang paru, pekak pada jantung, batas paru-hepar SIC VII

linea mid-clavicula dextra, batas jantung dalam batas normal.

A : Bunyi pernapasan vesikular +/+, rhonki -/-, wheezing -/-. Bunyi jantung I/II murni

reguler
• Abdomen :
I : Tampak datar, massa (-)

A : Peristaltik (+) kesan normal

P : Timpani

P : Nyeri tekan (+) regio suprapubik, tidak teraba masa


Status Obstetri dan Ginekologi
• Pemeriksaan Luar
• Inspeksi : sikatrik (-), tanda radang (-), dinding perut datar, linea

nigra (-) striae gravidarum (-) perdarahan flek-flek (+)


• Palpasi : TFU tidak teraba
• Inspekulo : vulva uretra dan vagina tidak ada kelainan permukaan
portio licin, erosi (-), massa (-), ostium uteri externa
tertutup
• Pemeriksaan Dalam
• Flour albus: (-)

• Vulva uretra vagina : tidak ada kelainan, dinding vagina licin

• Portio : lunak, ostium uteri externa tertutup, nyeri tekan (-) penipisan (-)
• Corpus uteri : teraba massa (-)

• Cavum douglas : tidak menonjol


• Adneksa parametrium :
• kanan : tidak teraba massa

• kiri : tidak teraba massa


Pemeriksaan penunjang
• Darah lengkap :
• WBC : 13,2 x 103/mm3
• HGB : 8,6 gr/dL
• HCT : 18,8 %
• PLT : 822 x 103/mm3

• RBC : 2,80 x 106/mm3


• HbSAg : non reaktif

USG kesan : massa hipoechoic diameter 2,25 cm.


Resume
Pasien masuk IGD Kebidanan diantar oleh keluarganya dengan keluhan keluar darah dari jalan
lahir yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum masuk RS, bergumpal (+), warna merah
kecoklatan (+). Keluhan disertai pusing (+), perasaan mudah lelah, sakit kepala (-), mual (-),
muntah, (-) demam (-), penurunan selera makan (-). BAB biasa dan BAK lancar. Riwayat kuretase
6 bulan yang lalu

Berdasarkan pemeriksaan fisik didapatkan TD : 100/70 mmHg, Nadi: 88 x/menit, suhu 37,0 oC
dan respirasi 20 x/menit. Pemeriksaan abdomen ditemukan nyeri tekan. Pemeriksaan
ginekologi didapatkan perdarahan flek-flek (+) pada area genitaia

Pada pemeriksaan laboratorium didapatkan WBC 13,2 x 103/mm3, HB 8,6 gr/dL, HCT 18,8 %,
PLT 822 x 103/mm3, RBC 2,80 x 106/mm3, HbSAg non reaktif
Diagnosis
Pre operatif : Hyperplasia Endometrium + anemia

Post operatif : Hyperplasia Endometrium + kista coklat + adenomiosis


PENATALAKSA
NAAN
• Pasang IVFD RL 28 TPM

• Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

• Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV

• Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV

• Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV

• Transfuse darah WB 1 kantong

• Rencanakan histerektomi total


Laporan operasi
• Pasien dibaringkan dalam posisi supinasi dalam pengaruh anatesi spinal

• Desinfeksi area operasi dan sekitarnya, pasang duk steril

• Insisi abdomen dengan metode pfannanstiel secara lapis demi lapis menembus rongga perut
secara tajam dan tumpul, kontrol perdarahan

• Eksplorasi rongga perut, control perdarahan

• Identifikasi uterus, tuba falopii dextra dan sinistra, tampak adenomiosis, kista coklat bilateral
lalu dilakukan histerektomi total

• Ligamentum rotundum kanan di klem dan di gunting kemudian di double ligase begitu juga
ligamentum rotundum kiri kemudian buat jendela pada ligamentum ictum
• Tuba, ligamentum, ovaripropium dan mesosalping kiri di klem, di gunting dan dijahit double ligase
demikian juga pada ligamentum kanan

• Identifikasi a. plica vesica uterine plica di gunting kecil di perluas secara tumpul

• Identifikasi a. uterine kiri, di klem, di gunting dijahit ligase demikian juga kanan, control perdarahan

• Ligamentum cardinal kiri dan ligamentum sacrouterina di klem, di gunting, jahit ligase

• Identifikasi puncak vagina, di klem, di masukkan khas povidine pada vagina

• Vagina di jahit 2 lapis, control perdarahan

• Bersihkan dan eksplorasi cavum abdomen

• Jahit abdomen lapis demi lapis control perdarahan

• Bersihkan area operasi dengan kassa steril dan betadine

• Operasi selesai
PENATALAKSANAAN POST
OPERATIF
 IVFD RL 28 TPM
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
 Drips. Metronidazole /12 jam/IV
 Inj. Ondansentron 1amp/8 jam/IV
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
 Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
 Cek Hb 2 jam post op. Jika Hb < 8 gr/dl lakukan transfusi 2 WB
 Obs. KU dan TTV, Produksi Urin, balance cairan
(pre operatif)
21 Januari 2018
S : sakit perut (+), Perdarahan Per Vaginam (+), mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+), BAB (-), BAK
(+)
O : Keadaan Umum : lemah
P :
Konjungtiva : anemis (+/+)
 Pasang IVFD RL 28 TPM
TD : 100/80 mmHg
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
N : 114x/menit
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
R : 19 x/menit
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
S : 36,6ºC
 Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
Darah lengkap (post transfuse) :
 Konsul interna untuk kelayakan operasi
 WBC : 11,2 x 103/mm3  Rencanakan histerektomi total
 HGB : 9,4 gr/dL
 HCT : 18,8 %
 PLT : 822 x 103/mm3
 RBC : 2,80 x 106/mm3
A : P1A0 hiperplasia endometrium + anemia
22 Januari 2018
S : sakit perut (+), Perdarahan Per Vaginam (+) minimal, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+), BAB (-), BAK
(+)
O : Keadaan Umum : sedang
Konjungtiva : anemis (-/-)
TD : 100/80 mmHg
N : 94x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,6ºc
A : P1A0 hiperplasia endometrium + anemia
P :
 Pasang IVFD RL 28 TPM
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
 Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
 Konsul interna untuk kelayakan operasi
 Rencanakan histerektomi total
23 Januari 2018
S : sakit perut (+), Perdarahan Per Vaginam (+) minimal, mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+),
BAB (-), BAK (+)
O : Keadaan Umum : sedang
Konjungtiva : anemis (+/+)
TD : 120/80 mmHg P :

N : 88 x/menit  Pasang IVFD RL 28 TPM

R : 19 x/menit  Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV

S : 36,6ºC  Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV

Darah lengkap (post transfuse) :  Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV

 WBC : 11,2 x 103/mm3  Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV

 HGB : 10,2 gr/dL  Rencanakan histerektomi total

 HCT : 18,8 %
 PLT : 822 x 103/mm3
 RBC : 2,80 x 106/mm3
A : P1A0 hiperplasia endometrium
(post operatif)
24 Januari 2018
S : nyeri luka post op (+), Perdarahan Per Vaginam (-) mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-),
flatus (+), BAB (-), BAK (+) via kateter
O : Keadaan Umum : sedang
Konjungtiva : anemis (-/-)
TD : 110/80 mmHg
N : 84x/menit
R : 19 x/menit
S : 36,6ºC
A : Hyperplasia Endometrium + kista coklat + adenomiosis, post histerektomi H1
 
P :
 IVFD RL 28 TPM
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
 Drips. Metronidazole /12 jam/IV
 Inj. Ondansentron 1amp/8 jam/IV
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
 Inj. Asam traneksamat 1amp/8 jam/IV
 Cek Hb 2 jam post op. Jika Hb < 8 gr/dl lakukan transfusi 2
WB
 Obs. KU dan TTV, Produksi Urin, balance cairan
25 Januari 2018
S : nyeri luka post op (+), Perdarahan Per Vaginam (-) mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+), BAB (+),
BAK (+) via kateter
O : Keadaan Umum : sedang
Konjungtiva : anemis (-/-)
TD : 100/70 mmHg P :
N : 84x/menit  IVFD RL 28 TPM
R : 19 x/menit  Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
S : 36,6ºC
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
Darah lengkap (post operatif) :
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
 WBC : 10,1 x 10 /mm
3 3
 Aff kateter
 HGB : 9,6 gr/dL
 HCT : 18,8 %
 PLT : 822 x 103/mm3
 RBC : 2,80 x 106/mm3
A : Hyperplasia Endometrium + kista coklat + adenomiosis, post histerektomi H2
26 Januari 2018
S : nyeri luka post op (+), Perdarahan Per Vaginam (-) mual (-), muntah (-), pusing (-), sakit kepala (-), flatus (+), BAB
(+), BAK (+)
P :
O : Keadaan Umum : sedang
 IVFD RL 28 TPM
Konjungtiva : anemis (-/-)
 Inj. Ceftriaxone 1 gr/12 jam/ IV
TD : 110/70 mmHg
 Inj. Ranitidin 1amp/8 jam/IV
N : 84x/menit
 Inj. Ketorolac 1amp/8 jam /IV
R : 19 x/menit
AFF infus, pasien di bolehkan pulang
S : 36,6ºC
Terapi oral :
 
Cefadroxil tab 2x1
Asam mefenamat 3x1
Control poli KIA tanggal 29 januari 2018

A : Hyperplasia Endometrium + kista coklat + adenomiosis, post histerektomi total H3


Pembahasan
• Diagnosis hyperplasia endometrium dapat di tegakkan dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, hingga pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis,


pemeriksa dapat meninjau hal-hal yang menjadi factor resiko terjadinya
hyperplasia endometrium yang diperoleh pada riwayat penyakit sekarang atau
riwayat penyakit terdahulu. Dari anamnesis didapatkan pasien datang dengan
keluhan keluar darah dari jalan lahir yang dirasakan sejak 1 minggu sebelum
masuk RS, bergumpal (+), warna merah kecoklatan (+). Keluhan disertai
pusing (+), perasaan mudah lelah, sakit kepala (-), mual (-), muntah, (-) demam
(-), penurunan selera makan (-). BAB biasa dan BAK lancar.
Selama sakit, pasien mengganti sebanyak ± 8 pembalut setiap harinya dan menetap
selama 1 bulan tersebut. Darah yang keluar berwarna merah kehitaman seperti darah
haid, terkadang terdapat darah yang menggumpal. Riwayat haid pasien menunjukkan
Menarche mengalami keterlambatan yaitu 15 tahun, Siklus tidak menentu , Lama haid
7-10 hari, 2-4 x ganti pembalut.

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling sering muncul pada
hiperplasia endometrium. Efek estrogen yang tidak terlawan dari penggunaan eksogen
atau siklus anovulatori menghasilkan hyperplasia endometrium dengan perdarahan
yang banyak. Pasien yang lebih muda pada usia produktif biasanya muncul hiperplasia
endometrium sekunder akibat Polycystic Ovarian Syndrome (POCS).
Pada pemeriksaan fisik secara generalisata dan ginekologi pada pasien didapatkan masih dalam batas
normal karena telah dilakukan kuretase dan kondisi ibu stabil. Dari anamnesis gejala ini sesuai
dengan tinjauan pustaka yang mengarah pada suatu hiperplasia endometrium diperkuat dengan
telah dilakukannya kuretase atas indikasi hiperplasia endometrium. Hasil USG pada pasien ini
ditemukan massa hipoechoic diameter 2,25 cm.

Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan untuk menegakkan diagnosis Hiperplasia endometrium


dengan cara USG, kuretase, melakukan pemeriksaan Hysteroscopy dan dilakukan juga pengambilan
sampel untuk pemeriksaan PA. pada pasien ini dilakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan PA
untuk memastikan suatu keganasan. Melalui pemeriksaan PA dapat diarahkan apakah hyperplasia
merupakan bentuk keganasan atau tumor jinak biasa. Secara mikroskopis sering disebut Swiss
cheese patterns.
Tidakan yang di lakukan pada pasien ini adalah histerektomi total. Tindakan ini
dipilih karena Metode ini merupakan solusi permanen untuk terapi perdarahan
uterus abnormal. Khusus bagi penderita hiperplasia kategori atipik, jika terdeteksi
ada kanker, maka jalan satu-satunya adalah menjalani operasi pengangkatan
Rahim dan ini terkait dengan angka kepuasan pasien dengan terapi ini. untuk wanita
yang cukup memiliki anak dan sudah mencoba terapi konservatif dengan hasil yang
tidak memuaskan, histerektomi merupakan pilihan yang terbaik.

Di tinjau dari kondisi pasien yaitu dengan multipara dan riwayat terapi knservatif
yang tak membaik, tindakan ini juga bermanfaat agar pasien tidak mengeluhkan
gejala & tidak memiliki anak lagi.

Anda mungkin juga menyukai