Anda di halaman 1dari 79

CASE REPORT

MORBUS HANSEN
Preseptor:
Dr. dr. H. Yosse Rizal, Sp. KK, FINSDV, FAADV
dr. Yolla Fadilla, Sp. DV

Presentan:
Zahra Aufi Adzkia
Naufal Jihad Alfalah
01
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien

Nama : Tn. X
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Petani
Status : sudah menikah
Alamat : Bukittinggi
Tanggal masuk : 22 Oktober 2023
Anamnesis

Seorang pasien laki-laki 40 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 22 Oktober 2023 dengan
keluhan utama bercak kemerahan di wajah, punggung dan badan pasien
disertai keluhan kulit mati rasa sejak 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien mengatakan terdapat Bercak kemerahan di Wajah,
Punggung dan badan disertai keluhan kulit mati rasa sejak 2
bulan yang lalu.
• Bercak awalnya timbul di Punggung kemudian menyebar ke
wajah, serta badan tidak gatal dan tidak nyeri.
• Pasien kadang-kadang merasakan kesemutan/baal
diwajah,punggung dan badan.
• Pasien mengatakan jika dicubit oleh anaknya tidak
merasakan apa-apa dikulitnya.
• Riwayat demam hilang timbul tidak ada, nyeri sendi hilang
timbul tidak ada.
• Kulit kering, di tangan dan punggung.
Riwayat Penyakit Dahulu

Pasien belum pernah mengeluhkan sakit seperti ini

Riwayat Penyakit Keluarga

• Tidak ada anggota keluarga yang mengeluhkan sakit seperti pasien


• Tetangga pasien juga menderita penyakit seperti pasien
RIWAYAT PENGOBATAN
Riwayat penggunaan obat-obatan tidak ada
Riwayat penggunaan suatu zat atau minyak tidak ada

RIWAYAT ALERGI OBAT


Riwayat alergi obat-obatan tidak ada
Riwayat Kebiasaan dan
Sosial

Pasien seorang laki-laki usia 40 tahun, bekerja sebagai petani,


pasien belum menikah dan tinggal bersama orang tua. Pasien
mengaku memiliki kebiasaan bertani sejak usia 26 tahun dan
memiliki tetangga yang juga bertani dengan pasien.
Pasien kurang menjaga kebersihan diri dan lingkungan tempat
tinggal.
Status Generalisata

Keadaan umum : Tampak sakit ringan

Kesadaran : Komposmentis cooperatif

Status gizi : Normoweight (18,90)

TB :169 cm

BB : 54 kg

Pemeriksaan thorax : Dalam batas normal

Pemeriksaan abdomen : Dalam batas normal


STATUS DERMATOLOGIKUS
Lokasi : Wajah,Punggung, dan Badan
Distribusi : Regional
Bentuk : Tidak khas
Susunan : Tidak khas
Batas : Tegas
Ukuran : Lentikular - Plakat
Efloresensi : Plak eritem
Pemeriksaan Sensitibilitas

 Rasa raba : Hipestesi pada semua lesi.


 Rasa tusuk : Hipestesi pada semua lesi.
 Rasa suhu : Hipestesi pada semua lesi.
Pemeriksaan Saraf Perifer
N. Aurikularis magnus N. Ulnaris
Kanan : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kanan : Teraba pembesaran, nyeri(-)
Kiri : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kiri : Teraba pembesaran, nyeri(-)

N. Fasialis N. Peroneus Lateral


Kanan : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kanan : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-)
Kiri : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kiri : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-)

N. Trigeminus N.Tibialis Posterior


Kanan : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kanan : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-)
Kiri : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-) Kiri : Tidak teraba pembesaran, nyeri(-)
Pemeriksaan Motoris
 M. Orbicularis oculi : kuat
 M. Abductor digiti minimi : lemah (sinistra), lemah (dextra)
 M. Interoseous dorsalis : lemah (sinistra), lemah
(dextra)
 M. Abductor pollicis brevis : kuat
 M. Tibialis anterior : kuat
Pemeriksaan Kecacatan
Mutilasi : Tidak ada Lagoftalmus : Tidak ada
Absorbsi : Tidak ada Claw hand : Ada
Atrofi otot : Ada Ape hand : Tidak ada
Xerosis kutis : Ada Wrist drop : Tidak ada
Ulkus trofik : Tidak ada Dropped foot : Tidak ada
Madarosis : Tidak ada Facies leonina : Tidak ada
Diagnosis Banding

- Dermatofitosis
- Tinea versicolor
- Pitiriasis rosea
- Pitiriasis alba
- Psoriasis
- neurofibromatosis
PEMERIKSAAN RUTIN

Slit Skin Smear (BTA)


Hasil pemeriksaan :
Lesi Wajah : ( + )
Lesi Kedua Tangan : (+)
Lesi Punggung : (+)
DIAGNOSIS

Diagnosis Kerja

Morbus Hansen Tipe Multi Basiler


Tatalaksana Umum
 Menjelaskan kepada pasien tentang penyakit kusta disebabkan oleh infeksi
M.leprae dan komplikasinya dapat menyebabkan kecacatan.
 Menjelaskan kepada pasien untuk berobat secara teratur dan tidak boleh putus
obat serta menjelaskan mengenai efek samping obat yang dapat membaik
setelah obat dihentikan.
 Menerangkan kepada pasien untuk selalu memakai sarung tangan setiap akan
memegang benda panas atau setiap akan bekerja menggunakan benda tajam.
 Selalu memakai sandal setiap akan berakifitas jika perlu memakai kaus kaki
Perawatan diri sendiri untuk mencegah luka dan merawat luka.
 Menyarankan untuk melakukan pemeriksaan pada anggota keluarga serumah
karena penyakit ini merupakan penyakit yang menular pada kontak lama dan
erat.
Tatalaksana Khusus
Pengobatan bulanan :

 Hari pertama (obat diminum didepan petugas)


 2 Kapsul Rifampisin 300 mg atau 1 kapsul 600 mg
 3 Tablet Lampren (clofazimine) 100 mg atau 1 tablet 300 mg
 1 Tablet Dapson/DDS 100 mg

 Pengobatan harian: hari ke 2-28 :


 Lampren (clofazimin) 50 mg/hari
 Dapson/DDS 100 mg/hari

 Pengobatan dilakukan selama 12 – 18 bulan (±12 dosis).


RESEP
RSUD. ACHMAD MOCHTAR
Ruangan Poliklinik : Kulit dan Kelamin
Dokter : dr. I
SIP No. 212/sip/2023

Bukittinggi, 22 Oktober 2023

R/ Rifampicin tab 300 mg No. II


S 1 dd tab II

R/ Dapsone tab 100 mg No. I


S 1 dd tab I

R/ Lampren tab 100 mg No. III


S 1 dd tab III

Pro : Tn. X
Umur : 40 tahun
Alamat : Bukittinggi
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad Bonam
02
DISKUSI
DEFINISI

 Morbus Hansen / Lepra / Leprosy / Kusta


 Penyakit infeksi kronik → Mycobacterium leprae

 Kusta merupakan penyakit infeksi kronik granulomatous,


menular dan menahun.
 Kusta menyerang saraf tepi (Primer), kulit, dan jaringan
tubuh lainnya kecuali sistem saraf pusat.
EPIDEMIOLOGI
 Kusta terdapat di 120 negara di seluruh dunia, terutama daerah tropis dan subtropis
(Afrika Tengah, Sebagian Asia dan Brasil).
 WHO : 211.973 kasus (2015) → 214.783 (2016)
 Indonesia → penyumbang ke-3 tertinggi → 16.286 kasus setelah Brasil dan India
 Cara penularan belum diketahui pasti hanya berdasarkan anggapan klasik yaitu melalui
kontak langsung antar kulit yang lama dan erat. anggapan kedua ialah secara inhalasi,
sebab Mycobacterium leprae masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.
 Pria = Wanita
 Masa tunas sangat bervariasi, antara 40 hari sampai 40 tahun, umumnya beberapa tahun,
umumnya beberapa tahun, rata-rata 3-5 tahun.
 Dapat menyerang semua umur, anak-anak lebih rentan daripada orang dewasa. Frekuensi
tertinggi terdapat pada kelompok umur antara 10-14 dan 25-35 tahun.
ETIOLOGI

 Kuman penyebab adalah Mycobacterium leprae


 Sampai sekarang belum ditemukan media artifisial yang
dapat menjadi tempat pembiakan.
 Mycobacterium leprae berbentuk kuman dengan ukuran 3-
8μm x 0,5μm, obligat intraseluler, dan berbentuk batang.
 Tahan asam dan alkohol serta positif-gram.
PATOFISIOLOGI
M. Leprae

droplet Skin to skin

tubuh

Sistem saraf tepi (sel schwann)

Bakteri memperbanyak diri

Bakteri ↑

Sistem imun menyerang


Cell mediated immunity (CMI)

sembuh baik rendah

Kusta PB Kusta MB

Perubahan sistem imun

Reaksi Kusta

Tipe 1 Tipe 2
KLASIFIKASI
1. KLASIFIKASI WHO
WHO membagi berdasarkan pengobatan yang diberikan hanya dengan tipe
Multibasiler (MB) dan Pausibasiler (PB) Kehilangan Selalu ada & Biasanya tidak
Rasa & Jelas jelas, jika ada
PB MB Anhidrosis terjadi yang
sudah
Klinis Makula Asimetris Simetris berlanjut
Deformitas Proses Terjadi Terjadi tahap
Jumlah 1-5 >5
lebih cepat lanjut
Distribusi Unilateral Bilateral Ciri-ciri Khas Facies
atau bilateral simetris leonine,
simetris Madarosis,
Ginekomasti,
Permukaan Kering dan Halus, hidung pelana
kasar berkilat
Penebalan Hanya 1 saraf >1 Saraf tepi
Batas Tegas Kurang tegas saraf tepi tepi
BTA - +
2. KLASIFIKASI RIDLEY JOPLING
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit
kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberculoid
BB : Mid borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Multibasilar
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Pausibasilar
Diagnosis
Diagnosis penyakit kusta ditetapkan berdasarkan temuan satu dari tiga tanda
kardinal kusta berikut ini, yaitu:
1. Kelainan kulit atau lesi yang khas kusta, dapat berbentuk hipopigmentasi atau
eritema yang mati rasa (anestesi)
2. Penebalan saraf perifer disertai dengan gangguan fungsi saraf
akibat
peradangan (neuritis) kronis. Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: anestesi
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis otot
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering atau anhidrosis dan terdapat fisura
3. Adanya basil tahan asam (BTA) pada kerokan jaringan kulit (slit skin smear).
Diagnosis
Anamnesis :
• Menanyakan mengenai awal timbul keluhan
• Menanyakan riwayat kontak dengan pasien kusta.
• Menanyakan latar belakang keluarga riwayat tinggal di daerah endemis
dan keadaan sosial dan ekonomi.
• Menanyakan mengenai riwayat pengobatan kusta.
Pemeriksaan F isik

Pemeriksaan Kulit
• Tes Rasa Raba
• Tes Rasa Nyeri
• Tes Suhu
Pasien diminta untuk menunjuk bagian
yang dikenai, dan tiap tes dinilai apakah
pasien masih dapat merasakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Tepi
• Saraf Facialis
• Saraf Auricularis Magnus
• Saraf Medianus
• Saraf Ulnaris
• Saraf Radialis
• Saraf Peroneus Communis
• Saraf Tibialis Posterior
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Facialis
(Motorik)

• Penderita memejamkan mata


• Pemeriksa melihat apakah mata
penderita tertutup dengan
sempurna atau tidak
• Celah mata yang tidak tertutup
diukur dan dinilai. (cont:
Lagofhalmus ± 2 mm okuli
dextra)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Auricularis Magnus
(Sensorik)

Pemeriksaan yang dilakukan ialah melihat


fungsi sensorik dari area belakang telinga ,
dan perhatikan juga apakah terdapat
pembesaran saraf .
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan saraf medianus ( motorik dan sensorik )
 Tangan kanan pemeriksa memegang jari telunjuk sampai kelingking tangan
kanan penderita agar telapak tangan penderita dalam posisi ekstensi .
• Penderita diminta untuk mempertahankan posisi tersebut.
• Pemeriksa menekan jari penderita.

Penilaian :
• Bila ada gerakan dan tahanan kuat : kuat .
• Bila tidak ada tahanan : lemah
• Bila tidak ada gerakan aduksi/abduksi:lumpuh.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Ulnaris (Motorik & Sensorik)
• Pemeriksa memegang ujung jari 2, 3, dan 4 tangan kanan penderita dengan telapak
tangan penderita menghadap ke atas dan posisi ekstensi. Jari 5 dalam keadaan bebas.
• Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-jari lainnya
• Penderita diminta untuk menahan kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainnya, dan
kemudian ibu jari pemeriksa menekan kelingking penderita.

Penilaian :
• Bila jari kelingking tidak ada gerakan aduksi/abduksi:lumpuh
• Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan : lemah.
• Bilajari kelingking penderita dapat menahan dorongan dan
mendekat menjauh: kuat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Radialis (Motorik & Sensorik)
• Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan
bawah tangan kanan penderita .
• Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan yang terkepal ke atas (ektensi).
• Penderita diminta bertahan pada posisi ektensi lalu dengan tangan kanan
pemeriksa menekan tangan penderita kebawah kearah fleksi.
Penilaian :
• Bila ada gerakan dan tahanan kuat :kuat.
• Bila ada gerakan dan tahanan lemah : lemah.
• Bila tidak ada gerakan dan tahanan : lumpuh
(pergelangan tidak dapat ditegakkan)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Peroneus Communis
(Motorik)
 Penderita diminta mengangkat
ujung kaki dengan tumit tetap terletak
dilantai / ektensi maksimal (seperti
berjalan dengan tumit).
 Penderita diminta bertahan pada posisi
ekstensi tersebut lalu pemeriksa
dengan kedua tangan menekan
punggung kaki penderita ke arah
bawah.
• Dapat menahan kuat: kuat .
• Dapat menahan lemah: lemah
• Dapat menahan:lumpuh
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Tibialis Posterior
(Motorik & Sensorik)
• Telapak kaki penderita menghadap ke
atas.
• Tangan kiri pemeriksa menyangga
ujung jari kaki penderita.Cara
pemeriksaan sama seperti pada
rasa raba tangan.
• Jarak penyimpangan yang bisa
diterima maksimal 2,5 cm
Pemeriksaan Penunjang

1. BAKTERIOSKOPIK
• Membantu menegakkan diagnosis
• Pemantauan progress dari pengobatan pasien
• BTA (pewarnaan Ziehl-Neelsen) M. leprae terlihat merah
• Tempat pengambilan kedua cuping telinga, lesi yang paling aktif
Pemeriksaan Penunjang

Pembacaan:
• Solid(utuh): dinding sel tidak putus,zat
warna rata
• Fragmented:dinding sel terputus,zat
warna tidak merata
• Granulated:kelihatan seperti titik-titik
tersususn garis lurus
Indeks Morfologi

Syarat Perhitungan
• Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
• IB 1+ tidak perlu dibuat IM nya, karena untuk mendapatkan 100 BTA harus
mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan.
• Mulai dari IB 3+ harus dihitung IM nya, sebab dengan IB 3+ maksimum
harus dicari dalam 100 lapangan

Kegunaan:
• Untuk melihat keberhasilan terapi
• Untuk melihat resistensi kuman BTA
Pemeriksaan Penunjang

2. Histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
a. Pada tipe TT  ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
b. Pada tipe LL  ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yaitu histiosit
dimana di dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk
gelembung. Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone) suatu daerah
langsung di bawah epidermis yang jarinagnnya tidak patologi
Karakteristik histologis dari berbagai tipe
kusta :
Pemeriksaan Penunjang

3. Pemeriksaan Tes Lapromin


• Tes imunologik yang digunakan untuk melihat daya imunitas penderita terhadap M.
lepare.
• Sebuah sampel bakteri penyebab lepra yang sudah inaktivasi, disuntikan ke kulit.
Biasanya di bagian lengan.
• Apabila sistem imun dapat mengetahui dan memproduksi reaksi alergi, maka hasil
dinyatakan (+), jika tidak ialah (-)
Pemeriksaan Penunjang

4. Pemeriksaan Serologik
• Meriksaan serologis kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang yang terinfeksi m.lepra.antibodi yang terbentuk bersifat spesifik yaitu
antibodi anti phenolic glycolipid-1(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta
35 kD,sedangkan antibodi yang tidak spesifik anti lipoarabinomanan(LAM)

M acam-macam pemeriksaan serologis kusta:


• MLPA (Mycobacterium Leprae Particle Aglutination)
• ELISA (Enzyme Linked Immunosorbent Assay)
• M L dipstick (M ycobacterium Leprae Dipstick).
Diagnosis Banding
 Penyakit kusta ~ The Greatest Immitator
 Tipe I (makula hipopigmentasi) : tinea versikolor, vitiligo, pitiriasis rosea.

 Tipe TT (makula eritematosa dengan pinggir meninggi) : tinea korporis,

psoriasis,lupus eritematosus tipe diskoid atau pitiriasis rosea


 Tipe BT,BB,BL (infiltrat merah tak berbatas tegas) : selulitis, erysipelas atau
 psoriasis.
 Tipe LL (bentuk nodula): lupus eritematous sistemik, dermatomiositis, atau
 erupsi obat
Pitriasis Rosea
Tinea Korporis
Pitriasis Vesikolor

Psoriasis SLE erysipelas


Tatalaksana

Pengobatan : Multi Drug Treatment (MDT)


1. Mencegah dan mengobati resistensi

2. Memperpendek masa pengobatan

3. Mempercepat pemutusan mata rantai penularan

penyusunan kombinasi :

 efek terapeutik

 efek samping obat

 ketersedianan obat dan harga obat

 kemungkinan penerapannya
1. MDT untuk multibasiler (BB, BL, LL atau
semua tipe dengan BTA (+))

 rifampisin 600mg setiap bulan dalam pengawasan

 DDS 100 mg setiap hari

 klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan diteruskan 50 mg sehari atau 100
mg selama sehari atau 3x 100 mg setiap minggu
 Awalnya diberikan kombinasi obatnya sebanyak 24dosis selama 24-36 bulan,
dengan sarat bakteriosopis harus negatif.
 Pemeriksaan dilakukan setiap bulan dan pemeriksaan bakerioskopis dilakukan
setiap 3 bulan.
 Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment
(RFT).secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama
 5 tahun. Kalau bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan
baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC).
MDT : MB

Pemeriksaan klinis setiap bulan


Pemeriksaan bakterioskopik setiap 3 bulan
2. MDT untuk pausibasiler (I, TT, BT, dengan BTA (-))

 Rimfampisin 600mg setiap bulan, dengan pengawasan


 DDS 100mg setiap hari

 Diberikan dalam 6 dosis selama 6-9 bulan


 RFT setelah 6-9 bulan.
 Selama pengobatan, pemeriksaan secara klinis setiap bulan dan
bakterioskopis setelah 6 bulan pada akhir pengobatan. Pemeriksaan dilakukan
minimal setiap tahun selama 2 tahun secara klinis dan bakterioskopis.
 RFC : tidak ada keaktifan baru secara klinis dan bakterioskopis tetap negatif
MDT : PB
MDT : PB
MDT : PB
lesi tunggal
Efek samping MDT
Evaluasi Pengobatan
RFT DEFAULT

PB 6 BLISTER 6-9 Bln PB Tidak minum obat > 3 bln
MB 12 BLISTER 12-18 Bln MB Tidak minum obat > 6 bln

RELAPS

Bila sudah dinyatakan RFT


timbul Kembali tanda utama/
aktif kembali
REAKSI KUSTA
DEFINISI
Suatu episode dalam perjalanan kronis penyakit kusta yang merupakan suatu reaksi kekebalan (respon
seluler) atau reaksi antigen-antibodi (respin humoral). Reaksi dapat terjadi pada penderita sebelum
pengobatan, saat pengobatan, dan sesudah pengobatan. Namun sering terjadi pada 6 bulan sampai 1
tahun setelah mulai pengobatan.
Reaksi kusta terdiri dari reaksi tipe 1 (reaksi reversal) dan reaki tipe 2 (eritema nodosum leprosum).

FAKTOR PREDISPOSISI
• Pasien dalam kondisi lemah
• Kehamilan
• Sesudah mendapat immunisasi
• Stres fisik dan mental
• Infeksi
• Kurang Gizi
PERBEDAAN REAKSI TIPE 1 (REAKSI REVERSAL) DAN REAKSI
TIPE 2 (ERITEMA NODOSUM LEPROSUM).
KLASIFIKASI REAKSI TIPE 1 (REAKSI REVERSAL) DAN REAKSI
TIPE 2 (ERITEMA NODOSUM LEPROSUM).
Tatalaksana Reaksi Kusta

1. Mengatasi neuritis untuk mencegah agar tidak berkelanjutan menjadi


paralisis atau kontraktur.
2. Pemberian obat anti reaksi.
3. Istirahat atau imobilisasi.
4. Analgetik, sedatif utk mengatasi rasa nyeri.
5. MDT dilanjutkan.
Reaksi Reversal

Neuritis (+) Neuritis (-)


•Prednison 15 – 40 mg/hri • Kortikosteroid tidak
•Terapi harus sesegera mungkin, utk diperlukan
mencegah kerusakan saraf • Analgetik kalau perlu
mendadak
•Analgetik + sedatif
•Anggota gerak yang terkena
istirahatkan
Reaksi ENL
1. Ringan rawat jalan,
istirahat
2. Berat Rawat inap
3. Obat : Prednison 15 – 30 mg
Pencegahan
1. Memutuskan mata rantai penularan.
• Pendidikan kesehatan dijalankan dengan cara bagaimana masyarakat dapat
hidup secara sehat (hygiene).
• Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta.
• Periksa secara teratur anggota keluarga dan anggota dekat lainnya untuk
tanda-tanda kusta.
• mengurangi kontak fisik dengan penderita Kusta.

2. Menyembuhkan penyakit penderita


3. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang
sudah ada
sebelum pengobatan.

Penemuan dini penderita sebelum cacat.


Pengobatan MDT penderita kusta
Komplikasi
DISABILITAS/CACAT KUSTA
Prognosis
Bergantung pada seberapa luas lesi dan tingkat stadium penyakit.
Kesembuhan bergantung pula pada kepatuhan pasien terhadap
pengobatan. Terkadang pasien dapat mengalami kelumpuhan
bahkan kematian, serta kualitas hidup pasien menurun. Dengan
adanya obat-obat kombinasi, pengobatan menjadi lebih
sederhana dan lebih singkat, serta prognosis menjadi lebih baik.
Jika sudah ada kontraktur dan ulkus kronik, prognosis kurang
baik.
THANKYOU!

Anda mungkin juga menyukai