MORBUS HANSEN
Preseptor:
Dr. dr. H. Yosse Rizal, Sp. KK, FINSDV, FAADV
dr. Yolla Fadilla, Sp. DV
Presentan:
Zahra Aufi Adzkia
Naufal Jihad Alfalah
01
LAPORAN KASUS
Identitas Pasien
Nama : Tn. X
Umur : 40 tahun
Jenis Kelamin : Laki – laki
Pekerjaan : Petani
Status : sudah menikah
Alamat : Bukittinggi
Tanggal masuk : 22 Oktober 2023
Anamnesis
Seorang pasien laki-laki 40 tahun datang ke Poliklinik Kulit dan Kelamin RSUD
Dr. Achmad Mochtar Bukittinggi pada tanggal 22 Oktober 2023 dengan
keluhan utama bercak kemerahan di wajah, punggung dan badan pasien
disertai keluhan kulit mati rasa sejak 2 bulan yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
• Pasien mengatakan terdapat Bercak kemerahan di Wajah,
Punggung dan badan disertai keluhan kulit mati rasa sejak 2
bulan yang lalu.
• Bercak awalnya timbul di Punggung kemudian menyebar ke
wajah, serta badan tidak gatal dan tidak nyeri.
• Pasien kadang-kadang merasakan kesemutan/baal
diwajah,punggung dan badan.
• Pasien mengatakan jika dicubit oleh anaknya tidak
merasakan apa-apa dikulitnya.
• Riwayat demam hilang timbul tidak ada, nyeri sendi hilang
timbul tidak ada.
• Kulit kering, di tangan dan punggung.
Riwayat Penyakit Dahulu
TB :169 cm
BB : 54 kg
- Dermatofitosis
- Tinea versicolor
- Pitiriasis rosea
- Pitiriasis alba
- Psoriasis
- neurofibromatosis
PEMERIKSAAN RUTIN
Diagnosis Kerja
Pro : Tn. X
Umur : 40 tahun
Alamat : Bukittinggi
PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad sanationam : Dubia ad Bonam
Quo ad fungsionam : Dubia ad Bonam
Quo ad kosmetikum : Dubia ad Bonam
02
DISKUSI
DEFINISI
tubuh
Bakteri ↑
Kusta PB Kusta MB
Reaksi Kusta
Tipe 1 Tipe 2
KLASIFIKASI
1. KLASIFIKASI WHO
WHO membagi berdasarkan pengobatan yang diberikan hanya dengan tipe
Multibasiler (MB) dan Pausibasiler (PB) Kehilangan Selalu ada & Biasanya tidak
Rasa & Jelas jelas, jika ada
PB MB Anhidrosis terjadi yang
sudah
Klinis Makula Asimetris Simetris berlanjut
Deformitas Proses Terjadi Terjadi tahap
Jumlah 1-5 >5
lebih cepat lanjut
Distribusi Unilateral Bilateral Ciri-ciri Khas Facies
atau bilateral simetris leonine,
simetris Madarosis,
Ginekomasti,
Permukaan Kering dan Halus, hidung pelana
kasar berkilat
Penebalan Hanya 1 saraf >1 Saraf tepi
Batas Tegas Kurang tegas saraf tepi tepi
BTA - +
2. KLASIFIKASI RIDLEY JOPLING
Ridley dan Jopling memperkenalkan istilah spektrum determinate pada penyakit
kusta yang terdiri atas berbagai tipe atau bentuk, yaitu :
TT : Tuberuloid polar, bentuk yang stabil
Ti : Tuberkuloid indefinite
BT : Borderline tuberculoid
BB : Mid borderline
BL : Borderline lepromatous
Li : Lepromatosa indefinite
LL : Lepromatosa polar, bentuk yang stabil
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Multibasilar
Gambaran Klinis, Bakteriologik, dan Imunologik Kusta Pausibasilar
Diagnosis
Diagnosis penyakit kusta ditetapkan berdasarkan temuan satu dari tiga tanda
kardinal kusta berikut ini, yaitu:
1. Kelainan kulit atau lesi yang khas kusta, dapat berbentuk hipopigmentasi atau
eritema yang mati rasa (anestesi)
2. Penebalan saraf perifer disertai dengan gangguan fungsi saraf
akibat
peradangan (neuritis) kronis. Gangguan fungsi saraf ini dapat berupa:
a. Gangguan fungsi sensoris: anestesi
b. Gangguan fungsi motoris: paresis atau paralisis otot
c. Gangguan fungsi otonom: kulit kering atau anhidrosis dan terdapat fisura
3. Adanya basil tahan asam (BTA) pada kerokan jaringan kulit (slit skin smear).
Diagnosis
Anamnesis :
• Menanyakan mengenai awal timbul keluhan
• Menanyakan riwayat kontak dengan pasien kusta.
• Menanyakan latar belakang keluarga riwayat tinggal di daerah endemis
dan keadaan sosial dan ekonomi.
• Menanyakan mengenai riwayat pengobatan kusta.
Pemeriksaan F isik
Pemeriksaan Kulit
• Tes Rasa Raba
• Tes Rasa Nyeri
• Tes Suhu
Pasien diminta untuk menunjuk bagian
yang dikenai, dan tiap tes dinilai apakah
pasien masih dapat merasakan.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Tepi
• Saraf Facialis
• Saraf Auricularis Magnus
• Saraf Medianus
• Saraf Ulnaris
• Saraf Radialis
• Saraf Peroneus Communis
• Saraf Tibialis Posterior
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Facialis
(Motorik)
Penilaian :
• Bila ada gerakan dan tahanan kuat : kuat .
• Bila tidak ada tahanan : lemah
• Bila tidak ada gerakan aduksi/abduksi:lumpuh.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Ulnaris (Motorik & Sensorik)
• Pemeriksa memegang ujung jari 2, 3, dan 4 tangan kanan penderita dengan telapak
tangan penderita menghadap ke atas dan posisi ekstensi. Jari 5 dalam keadaan bebas.
• Minta penderita mendekatkan dan menjauhkan kelingking dari jari-jari lainnya
• Penderita diminta untuk menahan kelingkingnya pada posisi jauh dari jari lainnya, dan
kemudian ibu jari pemeriksa menekan kelingking penderita.
Penilaian :
• Bila jari kelingking tidak ada gerakan aduksi/abduksi:lumpuh
• Bila jari kelingking penderita tidak dapat menahan dorongan : lemah.
• Bilajari kelingking penderita dapat menahan dorongan dan
mendekat menjauh: kuat.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Radialis (Motorik & Sensorik)
• Tangan kiri pemeriksa memegang punggung lengan
bawah tangan kanan penderita .
• Penderita diminta menggerakkan pergelangan tangan yang terkepal ke atas (ektensi).
• Penderita diminta bertahan pada posisi ektensi lalu dengan tangan kanan
pemeriksa menekan tangan penderita kebawah kearah fleksi.
Penilaian :
• Bila ada gerakan dan tahanan kuat :kuat.
• Bila ada gerakan dan tahanan lemah : lemah.
• Bila tidak ada gerakan dan tahanan : lumpuh
(pergelangan tidak dapat ditegakkan)
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Peroneus Communis
(Motorik)
Penderita diminta mengangkat
ujung kaki dengan tumit tetap terletak
dilantai / ektensi maksimal (seperti
berjalan dengan tumit).
Penderita diminta bertahan pada posisi
ekstensi tersebut lalu pemeriksa
dengan kedua tangan menekan
punggung kaki penderita ke arah
bawah.
• Dapat menahan kuat: kuat .
• Dapat menahan lemah: lemah
• Dapat menahan:lumpuh
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Saraf Tibialis Posterior
(Motorik & Sensorik)
• Telapak kaki penderita menghadap ke
atas.
• Tangan kiri pemeriksa menyangga
ujung jari kaki penderita.Cara
pemeriksaan sama seperti pada
rasa raba tangan.
• Jarak penyimpangan yang bisa
diterima maksimal 2,5 cm
Pemeriksaan Penunjang
1. BAKTERIOSKOPIK
• Membantu menegakkan diagnosis
• Pemantauan progress dari pengobatan pasien
• BTA (pewarnaan Ziehl-Neelsen) M. leprae terlihat merah
• Tempat pengambilan kedua cuping telinga, lesi yang paling aktif
Pemeriksaan Penunjang
Pembacaan:
• Solid(utuh): dinding sel tidak putus,zat
warna rata
• Fragmented:dinding sel terputus,zat
warna tidak merata
• Granulated:kelihatan seperti titik-titik
tersususn garis lurus
Indeks Morfologi
Syarat Perhitungan
• Jumlah minimal kuman tiap lesi 100 BTA
• IB 1+ tidak perlu dibuat IM nya, karena untuk mendapatkan 100 BTA harus
mencari dalam 1000 sampai 10.000 lapangan.
• Mulai dari IB 3+ harus dihitung IM nya, sebab dengan IB 3+ maksimum
harus dicari dalam 100 lapangan
Kegunaan:
• Untuk melihat keberhasilan terapi
• Untuk melihat resistensi kuman BTA
Pemeriksaan Penunjang
2. Histopatologik
Untuk membedakan tipe TT & LL
a. Pada tipe TT ditemukan Tuberkel (Giant cell, limfosit)
b. Pada tipe LL ditemukan sel busa (Virchow cell/ sel lepra) yaitu histiosit
dimana di dalamnya BTA tidak mati, tapi berkembang biak membentuk
gelembung. Ditemukan lini tenang (subepidermal clear zone) suatu daerah
langsung di bawah epidermis yang jarinagnnya tidak patologi
Karakteristik histologis dari berbagai tipe
kusta :
Pemeriksaan Penunjang
4. Pemeriksaan Serologik
• Meriksaan serologis kusta didasarkan atas terbentuknya antibodi pada tubuh
seseorang yang terinfeksi m.lepra.antibodi yang terbentuk bersifat spesifik yaitu
antibodi anti phenolic glycolipid-1(PGL-1) dan antibodi antiprotein 16 kD serta
35 kD,sedangkan antibodi yang tidak spesifik anti lipoarabinomanan(LAM)
penyusunan kombinasi :
efek terapeutik
kemungkinan penerapannya
1. MDT untuk multibasiler (BB, BL, LL atau
semua tipe dengan BTA (+))
klofazimin 300 mg setiap bulan, dalam pengawasan diteruskan 50 mg sehari atau 100
mg selama sehari atau 3x 100 mg setiap minggu
Awalnya diberikan kombinasi obatnya sebanyak 24dosis selama 24-36 bulan,
dengan sarat bakteriosopis harus negatif.
Pemeriksaan dilakukan setiap bulan dan pemeriksaan bakerioskopis dilakukan
setiap 3 bulan.
Penghentian pemberian obat lazim disebut Release From Treatment
(RFT).secara klinis dan bakterioskopis minimal setiap tahun selama
5 tahun. Kalau bakterioskopis tetap negatif dan klinis tidak ada keaktifan
baru, maka dinyatakan bebas dari pengamatan atau disebut Release From
Control (RFC).
MDT : MB
PB 6 BLISTER 6-9 Bln PB Tidak minum obat > 3 bln
MB 12 BLISTER 12-18 Bln MB Tidak minum obat > 6 bln
RELAPS
FAKTOR PREDISPOSISI
• Pasien dalam kondisi lemah
• Kehamilan
• Sesudah mendapat immunisasi
• Stres fisik dan mental
• Infeksi
• Kurang Gizi
PERBEDAAN REAKSI TIPE 1 (REAKSI REVERSAL) DAN REAKSI
TIPE 2 (ERITEMA NODOSUM LEPROSUM).
KLASIFIKASI REAKSI TIPE 1 (REAKSI REVERSAL) DAN REAKSI
TIPE 2 (ERITEMA NODOSUM LEPROSUM).
Tatalaksana Reaksi Kusta