Anda di halaman 1dari 12

BAB I

STATUS PASIEN

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Tn. Abdul Kadir

No. Rekam Medik : 38.77.22

Usia : 51 Tahun

Pekerjaan : Buruh

Agama : Islam

Alamat : Jalan Bambu Apus, Cipayung

Suku Bangsa : Jawa

Status Pernikahan : Menikah

Pendidikan Terakhir : SD

Ruangan : Poliklinik Kulit

Tanggal Masuk RS : 22 Juni 2018

II. ANAMNESIS

Anamnesis dilakukan secara : Autoanamnesis

Keluhan Utama : Bercak hitam pada kaki kanan dan kiri

Keluhan Tambahan : Disertai gatal terus menerus

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Pasien datang ke poliklonik kulit Rumah Sakit Angkatan Darat Mohamad Ridwan
Meuraksa dengan keluhan bercak hitam pada mata kaki kanan dan kiri 2 minggu sejak
masuk rumah sakit. Pasien mengatakan keluhan diawali gatal pada kaki setelah makan
ikan asin. Keluhan gatal dirasakan terus menerus. Keluhan gatal pada kaki disertai
bengkak dan kemerahan. Pasien memberikan salep kloderma pada daerah yang gatal
kemudian dirasa membaik berupa berkurangnya bengkak dan gatal. Namun keluhan
gatal muncul kembali sehingga pasien menggaruk daerah yang gatal sambil memberikan

1
kloderma setiap hari. Namun keluhan menetap dan pasien merasa terjadi penebalan pada
kulit yang gatal dan mulai menghitam. Pasien tidak memiliki riwayat.

Pasien mandi 2 kali dan selalu berganti pakaian bersih. Pasien mengatakan selalu
mengganti alas kaki dengan sepatu boots saat bekerja namun jarang membersihkan
sepatu boots nya. Pasien memiliki riwayat hipertensi sejak 1 bulan yang lalu tapi belum
mengkonsumsi obat darah tinggi rutin. Pasien tidak memiliki riwayat penyakit sistemik
lain seperti DM. Pasien juga tidak pernah memiliki riwayat operasi.

Pasien tinggal bertiga bersama istri dan anak pasien. Rumah pasien tidak menggunakan
AC namun memiliki ventilasi yang cukup. Keluarga pasien membersihkan rumah
setidaknya 2 hari sekali. Pasien mengganti sprai tempat tidur setidaknya seminggu satu
kali.

IV. RIWAYAT PENYAKIT DAHULU

Pasien mengatakan pernah memiliki gejala serupa sekitar 3 tahun yang lalu. Sebelumnya
diobati dengan salep dan obat minum namun pasien tidak mengingat nama ataupun jenis
obatnya. Di rumah sakit lain pasien mengatakan bagian kaki yang menghitam dilakukan
tindakan laser sampai kulit kembali seperti semula.

V. RIWAYAT PENYAKIT KELUARGA

Pasien tinggal bertiga bersama istri dan anaknya. Tidak ada anggota keluarga yang
memiliki gejala yang sama. Anak pasien memiliki riwayat asma. Paman pasien pernah
memiliki riwayat gejala yang sama seperti pasien.

VI. RIWAYAT ALERGI

Pasien mengatakan memiliki alergi pada ikan asin

VII. PEMERIKSAAN FISIK

1. Keadaan Umum : Baik

2. Kesadaran : Composmentis

3. Tekanan Darah : 160/90

4. Nadi : 96 x/menit

5. Suhu : 36,6 0C

2
6. Penafasan : 20 x/menit

7. Berat Badan : 87 kg

8. Tinggi Badan : 170 cm

VIII. ASPEK KEJIWAAN

1. Tingkah Laku : Kooperatif

2. Proses pikir : Biasa

3. Kecerdasan : Wajar

X. STATUS GENERALIS

1. Kepala : Normosefal

2. Mata : Sklera tidak ikterik, konjungtiva tidak pucat, tidak ada


madarosis dan tidak ada injeksi konjungtiva.

3. Leher : Tidak ada pembesaran KGB

4. Ekstremitas : Pada tangan tidak tampak edema, pada kaki tidak tampak
edema ringan

5. Akral : Hangat

XI. STATUS DERMATOLOGIKUS

Foto Pasien

3
Status dermatologikus

Pada regio pedis terdapat lesi berupa plak hiperpigmentosa dengan likenifikasi, berukuran
plakat dan numular, bentuk lesi tidak teratur, sirkumskrip, bilateral

XII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pada pasien ini tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

XIII. RESUME

Laki-laki berusia 51 tahun dating ke klinik kulit dengan keluhan

XIV. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSAIS BANDING

1. Diagnosis : Neurodermatitis (localized neurodermatitis nummularis


circumscript)

2. Diagnosis Banding :-

XV. TATA LAKSANA

1. Mengedukasi pasien bahwa keluhan gatal pasien dapat disebabkan oleh makanan
berupa ikan asin yang dikonsumsi, menyarankan untuk menghentikan konsumsi
makanan tersebut.

2. Mengedukasi pasien bahwa keluhan berupa bercak hitam diakibatkan dari garukan
atau gesekan pada daerah yang gatal, menyarankan pasien untuk menghentikan
kebiasaan menggaruk.

3. Menyarankan penggunaan sabun yang memiliki kelembaban tinggi, seperti Dove,


Oilum dan AHA lotion untuk menghindari kulit kering.

4. Menyarankan penggunaan hand body atau body lotion setidaknya dua kali sehari agar
kulit tetap lembab.

4
5. Memberikan tablet loratadine 1x10mg/ hari sebelum tidur untuk mengurangi rasa
gatal dan mencegah garukan saat tidur.

6. Memberikan salep klobetasol proprionat krim 0.05% pada daerah yang gatal, dua kali
sehari selama 5 hari berturut – turut, kemudian menghentikan pemakaian selama 5 hari.
Menjelaskan bahwa pemakaian terus menerus dapat menyebabkan

7. Mengedukasi pasien untuk kontrol ke poli kulit kelamin untuk evaluasi

Medikamentosa

Sistemik

1. Loratadine 1x10mg/hari

Topikal

1.

5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

I. DEFINISI

Dermatitis atopik (DA) adalah perdangan kulit berupa dermatitis yang kronis residif,
disertai rasa gatal dan mengenai bagian tubuh tertentu terutama di wajah pada bayi (fase
infantil) dan bagian fleksural ekstremitas (pada fase anak). Dermatitis atopik kerap
terjadi pada bayi dan anak, sekitar 50% menghilang pada saat remaja, kadang dapat
menetap, atau bahkan baru mulai muncul saat dewasa. Istilah “atopy” telah
diperkenalkan oleh Coca dan Cooke pada tahun 1923, asal kata “atops” (out of place)
yang berarti berbeda; dan yang dimaksud adalah penyakit kulit yang tidak biasa, baik
lokasi kulit yang terkena maupun perjalanan penyakitnya.

II. EPIDEMIOLOGI

Berbagai penelitian mengenai DA telah dilakukan, hasilnya bergantung pada kriteria


diagnosis DA yang ditetapkan pada setiap penelitian serta negara dan subyek yang
diteliti. Prevalensi DA bervariasi, sebagai contoh prevalensi DA yang diteliti di
Singapura tahun 2002 menggunakan kriteria United Kingdom (UK) Working Party pada

6
anak sekolah (usia 7-12 tahun) sebesar 20,8% dari 12.323 anak. Penelitian di Hannover
(Jerman) prevalensi DA (menggunakan kriteria Hanifin Rajka) pada anak sekolah (5-9
tahun) ditemukan sebesar 10,5% dari 4.219 anak. Di Negara berkembang, 10-20% anak
menderita dermatitis atopik dan 60% diantaranya menetap sampai dewasa. Umumnya
pada penelitian epidemiologi, diagnosis DA ditetapkan dengan menggunakan kriteria
diagnostik UK Working Party, karena lebih praktis dan mudah digunakan. Sedangkan
penelitian di rumah sakit lebih banyak digunakan kriteria Hanafin-Rajka.

III. ETIOLOGI

Faktor genetik, lingkungan, sawar kulit, imunologik, dan psikologis.

1. Faktor Genetik

Terdapat hubungan DA, asma bronkial, rhinitis alergi dan peningkatan kadar IgE
dalam serum dengan Human Leucocyte Antigen (HLA) pada kromosom 6 dan lokus
yang berbeda.

Hasil penelitian yang mendukung hubungan tersebut adalah:

A. Kromosom 5 (Interleukin Cluster) memperlihatkan hubungan antara asma, atopik, dan


dermatitis atopik dengan 5q23-31 yang merupakan cluster sitokin. Sitokin tersebut
adalah IL-4, IL-13, CD14, Antigen dan IL-12B.

B. Hubungan asma dan atopy terdapat pada gen MHC-II yaitu pada alel HLA-DR4 dan
DR-7.

C. Polimorfime gen IL-4RA dengan IL-4, IL-13, Sitokin TH2, dan IgE dengan fenotip
dermatitis atopy serta asma bronkial.

Risiko dermatitis atopik pada kembar monozigot lebih besar daripada kembar dizigot,
yaitu 77% : 25%. Sifat penurunan dermatitis atopik cenderung bersifat maternal dan
didominasi oleh kaum perempuan. Menurut Uehara dan Kimura (1993) menyatakan
bahwa 60 % pasien mempunyai anak atopi. Jika kedua orang tuanya menderita dermatitis
atopik, maka 81% anaknya berisiko menderita dermatitis atopik. Apabila salah satu
orang tuanya menderita dermatitis atopik, maka risiko menderita dermatitis atopik
menjadi 59%.

2. Faktor Lingkungan

7
Faktor lingkungan atau eksogen, terutama alergen hirup seperti tungau debu rumah
berperan penting dalam terjadinya DA. Beberapa penelitian membuktikan peningkatan
kadar IgE spesifik (IgE rast) terhadap tungau debu rumah lebih tinggi pada pasien DA
dibandingkan dengan pasien lain.

Hasil penelitian alergi terhadap makanan bervariasi dalam jenis dan frekuensi. Selain
dilakukan anamnesis riwayat alergi makanan pada kekambuhan DA atau dengan IgE rast
dapat dibuktikan dengan uji kulit antara lain uji tusuk/ prick test, SAFPT atau atopi patch
test, dan double blind placebo controlled food challenge test. Hasil penelitian
menunjukkan reaksi positif pada DA adalah telur 69%, susu sapi 52%, kacang-kacangan
42%, soya 34% dan gandum 33% serta lainnya terhadap ikan dan ayam.

3. Faktor Sawar Kulit

Kerusakan sawar kulit menyebabkan produksi sitokin keratinosit (IL-1, IL-6, IL-8,
Tumor Necrosis Faktor α (TNF) meningkat dan selanjutnya merangsang molekul adhesi
sel endotel kapiler dermis sehingga terjadi regulasi limfosit dan leukosit.

4. Faktor Imunnologik

Keratinosit memiliki berbagai kemampuan, antara lain sebagai signal tranducer


sebagai sel asesori dan sel penyaji antigen, oleh karena itu keratinosit lebih dianggap
sebagai pelaku aktif sistem imun di epidermis. Sel T dapat mengenal antigen berkat
adanya T cell receptor dengan rantai α dan β yang membentuk kompleks reseptor dengan
CD 30. Sel endotel berfungsi mengatur lalu lintas leukosit pada inflamasi dan pada saat
diinduksi reaksi hipersensitivitas mengekspresikan sebagai molekul adhesi, yaitu ICAM-
1, ICAM-2, VCAM-1, ELAM -1. Dapat disimpulkan bahwa pada reaksi inflamasi atau
alergi DA disertai faktor allergen dan IgE, juga berperan berbagai sel inflamasi, mediator
(sitokin), sel endotel, serta molekul adhesi.

5. Faktor psikologis

Pasien DA mempunyai kecenderungan bersifat temperamental, mudah marah, agresif,


frustasi dan sulit tidur.

IV. GEJALA KLINIS

8
Penderita dermatitis atopik umumnya memiliki kulit kering dan gatal. Terdapat 3 fase
dermatitis atopik, diantaranya :

1. Dermatitis Atopik Infantil (Usia 2 bulan-2 tahun)

Perdileksi utama di wajah diikuti kedua pipi dan tersebar simetris. Lesi dapat
meluas ke dahi, kulit kepala, telinga, leher, pergelangan tangan dan tungkai terutama
di bagian volar dan fleksor. Lesi berupa eritem, papul, vesikel yang halus dan gatal.
Bila digaruk akan pecah menjadi krusta.

2. Dermatitis Atopik Anak (Usia 2 tahun-10 tahun)

Predileksi lebih sering di fossa cubiti dan poplitea, fleksor pergelangan tangan,
kelopak mata dan leher dan tersebar simetris. Kulit pasien pada lesi cenderung kering.
Lesi cenderung menjadi kronis disertai hyperkeratosis, hiperpigmentasi, erosi,
ekskoriasis, krusta dan skuama.

3. Dermatitis Atopik Remaja dan Dewasa

Predileksi mirip fase anak, dapat meluas mengenai kedua telapak tangan, jari,
pergelangan tangan, bibir, leher bagian anterior, kulit kepala dan putting susu. Lesi
bersifat kronis berupa plak hiperpigmentasi, hiperkeratosis, likenifikasi, erosi dan
skuama.

9
V. DIAGNOSIS DAN DIAGNOSIS BANDING

Kriteria diagnosis:

1. Kriteria William:

a. Harus ada kulit gatal ditambah tiga atau lebih tanda berikut:

1. Riwayat perubahan kulit atau kering di fossa cubiti, fossa poplitea, bagian
anterior dorsum pedis, atau sekitar leher.

2. Riwayat asma atau hay fever pada anak

3. Riwayat kulit kering sepanjang akhir tahun

4. Dermatitis feksural (pipi, dahi dan paha bagian lateral pada anak kurang
dari 4 tahun)

5. Awitan dibawah 2 tahun

2. Kriteria Hanifin Rajka:

a. Kriteria mayor (harus ada 3):

riwayat dermatitis fleksural, onset dibawah usia 2 tahun, terdapat itchi rash,
terdapat riwayat asma dan riwayat kulit kering.

b. Kriteria minor (harus terdapat 3 atau lebih

10
Diagnosis banding:

1. Fase bayi : Dermatitis seboroik, dermatitis popok, psoriasis

2. Fase anak : Dermatitis numularis, dermatitis intertrigenosa, dermatitis kontak, dermatitis


traumatika

3. Fase dewasa : Neurodermatitis dan likensimplek kronikus

VI. INFEKSI SEKUNDER

Infeksi sekunder pada DA meliputi infeksi jamur, bakteri dan virus. Infeksi tersering
pada DA, terutama oleh bakteri kelompok Streptococcus Beta Hemolytycus dan
Staphylococcus Aureus. Pytyrosporum Ovale merupakan penyebab infeksi jamur
tersering. Infeksi oleh Herpes Simplex dan Vaccinia dapat menimbulkan erupsi kaposi’s
valliceriform. Infeksi tersering yang dijumpai di Indonesia ialah Moluscum Contagiosum
dan Varisella.

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Dilakukan bila ada keraguan klinis. Pemeriksaan meliputi IgE Serum dan uji kulit.

VII. TATALAKSANA

a. Jenis terapi topical:

1. Kortikosteroid (sebagai anti inflamasi, antipruritu dan imunnosupresif)

2. Pelembab ( digunakan untuk mengatasi gangguan sawar kulit)

3. Obat penghambat kalsineurin (pimekrolimus atau tacrolimus)

b. Edukasi dan konseling

VII. KOMPLIKASI

DA yang mengalami perluasan dapat menjadi eritroderma. Atrofi kulit (striae


atroficans) dapat terjadi akibat pemberian kortikosteroid jangka panjang.

11
DAFTAR PUSTAKA

Boediarja, Siti. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin Edisi Ketujuh. Badan Penerbit: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta: 2017.

12

Anda mungkin juga menyukai