Anda di halaman 1dari 24

RESPONSI ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN

DERMATITIS KONTAK ALERGI


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HANG TUAH SURABAYA

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Alamat : Pacar Keling gang 1 no. 6 SBY
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2018

II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Gatal-gatal daerah mulut
2. Keluhan Tambahan :
Bengkak di daerah periorbital, kemerahan di sekitar wajah dan
leher.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita berusia 22 tahun datang ke RSAL dengan
keluhan gatal pada bibir dan bengkak di daerah mata. Gatal di
mulut timbul sejak 1 bulan lalu. Pasien mengaku mulutnya sangat
gatal terutama saat kena sabun mandi dan bengkak (hingga timbul
nanah) kemudian pasien datang ke dokter umum di daerah dekat
rumahnya buat berobat, dari dokter umum tersebut pasien
mendapatkan obat NISAGON cream 5gr dan obat minum. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut keluhan pasien menghilang. Sekitar 1
minggu kemudian keluhan pasien timbul lagi karena obat habis.
Kemudian pasien kembali ke dokter tersebut dan mendapat obat
yang sama. Pasien 3 kali ke dokter dengan keluhan sama dan
diberi obat yang sama. Namun minggu lalu keluhan bertambah,

1
ada bercak kemerahan di leher, dan terasa gatal. Selain itu pasien
mengeluh matanya bengkak sejak kemarin. Bengkak terasa
kemeng dan susah dibuat membuka dan menutup mata,
penglihatan normal. Pasien juga mengeluh memiliki masalah gigi
berlubang (3 gigi) sejak beberapa bulan lalu dan belum melakukan
perawatan gigi. Mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), nyeri perut (-),
demam dalam 1 bulan terakhir disangkal. Pasien mengaku baru
pertama kali mengalami sakit seperti ini.

4. Riwayat Penyakit dahulu :


Riwayat Alergi makanan / obat : disangkal
Riwayat Asma : disangkal
Riwayat digigit serangga : disangkal
Diabetes mellitus : disangkal
Infeksi kulit sebelumnya : disangkal

5. Riwayat Penyakit Keluarga :


Keluarga tidak ada yang sakit mirip seperti pasien
Riwayat Alergi makanan / obat : disangkal
Riwayat Asma : disangkal

6. Riwayat Psikososial :
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta dari pagi hingga sore.
Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun mandi biasa,
untuk wajah pasien menggunakan produk wardah kosmetik.
Pasien melakukan perawatan wajah secara rutin di klinik
kecantikan larissa, dan terakhir facial sekitar seminggu yang lalu.
Pasien sudah menikah namun belum memiliki anak

III. PEMERIKSAAN FISIK


1. Status Generalis
Keadaan Umum : Tampak Baik

2
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
BB : 60 kg
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Temp axilla : 36,80 C
Nadi : 88x / menit
RR : 19x / menit
Kepala dan Leher : A/I/C/D : -/- /-/-
Pembesaran stroma (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax : TDE
Abdomen : TDE
Extremitas : Edema (-), Pembesaran KGB inguinal TDE,
Akral Hangat

2. Status Dermatologis
 Regio : Facialis dan Coli
 Efloresensi :

Gambar 1.1 Tampak urtika di kedua periorbital mata dan bibir


disertai eritema batas tidak jelas d<1cm yang tersebar di region
facialis

3
Gambar 1.2 tampak papul disertai eritema d<1cm yang tersebar
pada region coli, dan tampak papul bertangkai di coli dextra
IV. RESUME

Seorang wanita berusia 22 tahun datang ke RSAL dengan


keluhan gatal pada bibir dan bengkak di daerah mata. Gatal di mulut
timbul sejak 1 bulan lalu. Pasien mengaku mulutnya sangat gatal
terutama saat kena sabun mandi dan bengkak (hingga timbul nanah)
kemudian pasien datang ke dokter umum di daerah dekat rumahnya
buat berobat, dari dokter umum tersebut pasien mendapatkan obat
NISAGON cream 5gr dan obat minum. Setelah mengkonsumsi obat
tersebut keluhan pasien menghilang. Sekitar 1 minggu kemudian
keluhan pasien timbul lagi karena obat habis. Kemudian pasien
kembali ke dokter tersebut dan mendapat obat yang sama. Pasien 3
kali ke dokter dengan keluhan sama dan diberi obat yang sama.
Namun minggu lalu keluhan bertambah, ada bercak kemerahan di
leher, dan terasa gatal. Selain itu pasien mengeluh matanya bengkak

4
sejak kemarin. Bengkak terasa kemeng dan susah dibuat membuka
dan menutup mata, penglihatan normal. Pasien juga mengeluh
memiliki masalah gigi berlubang (3 gigi) sejak beberapa bulan lalu dan
belum melakukan perawatan gigi. Pasien mengaku baru pertama kali
mengalami sakit seperti ini.

Status Dermatologi :
 Regio : Facialis dan Coli
 Efloresensi :
- Gambar 1.1 Tampak urtika di kedua periorbital mata dan bibir
disertai eritema d<1cm yang tersebar di region facialis
- Gambar 1.2 tampak papul disertai eritema d<1cm yang
tersebar pada region coli dan tampak papul bertangkai di coli
dextra

V. DIAGNOSA KERJA
Dermatitis Kontak Alergi (cream wajah)

VI. DIAGNOSA BANDING


- Dermatitis atopic
- Urticaria Angioedema
- Dermatitis seboroik
- Dermatitis Kontak Iritan
VII. PLANNING
 Planning diagnosa :
 Tes kulit  Uji gores (scratch test) dan uji tusuk (prick
test)
 Uji Tempel.
 Planing terapi
Non Medikamentosa :
- Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap
bersih dan pendek serta tidak menggaruk lesi karena
akan menimbulkan infeksi

5
- Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko
untuk terkena dermatitis kontak alergi
- Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat
melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan
alergen
- Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak
mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau
sandal yang merupakan penyebab alergi
Medikamentosa :
- Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari
3 kali

- Cetirizine tablet 1x10mg/hari

- Topikal  Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari


 Planning edukasi
 Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko
untuk terkena dermatitis kontak alergi
 Menghindari substansi allergen
 Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
 Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan
sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air
 Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar
allergen
 Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah
dengan pakaian lain
 Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar
allergen
 Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat
melakukan aktivitas yang berisiko terhadap paparan
alergen
VIII. PROGNOSIS

6
Prognosis Dermatitis Kontak Alergi pada pasien ini baik

7
TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS KONTAK ALERGI

A. Definisi

Dermatitis kontak alergi adalah suatu dermatitis (peradangan kulit)


yang timbul setelah kontak dengan alergen melalui proses sensitisasi
(Siregar, 2004).

B. Etiologi

Penyebab dermatitis kontak alergi adalah alergen, paling sering


berupa bahan kimia dengan berat kurang dari 500-1000 Da, yang juga
disebut bahan kimia sederhana. Dermatitis yang timbul dipengaruhi
oleh potensi sensitisasi alergen, derajat pajanan, dan luasnya
penetrasi di kulit. Dermatitis kontak alergik terjadi bila alergen atau
senyawa sejenis menyebabkan reaksi hipersensitvitas tipe lamat pada
paparan berulang. Dermatitis ini biasnaya timbul sebagai dermatitis
vesikuler akut dalam beberapa jam sampai 72 jam setelah kontak.
Perjalanan penyakit memuncak pada 7 sampai 10 hari, dan sembuh
dalam 2 hari bila tidak terjadi paparan ulang. Reaksi yang paling umum
adalah dermatitis rhus, yaitu reaksi alergi terhadap poison ivy dan poison
cak. Faktor predisposisi yang menyebabakn kontak alergik adalah setiap
keadaan yang menyebabakan integritas kulit terganggu, misalnya
dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).

C. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak
alergi. Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal (Djuanda, 2011):
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan

8
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel (Thysen, 2009).
4) Status higinie dan gizi

Seluruh faktor – faktor tersebut saling berkaitan satu sama lain


yang masing – masing dapat memperberat penyakit atau memperingan.
Sebagai contoh, saat keadaan imunologik seseorang rendah, namun
apabila satus higinienya baik dan didukung status gizi yang cukup, maka
potensi sensitisasi allergen akan tereduksi dari potensi yang seharusnya.
Sehingga sistem imunitas tubuh dapat dengan lebih cepat melakukan
perbaikan bila dibandingkan dengan keadaan status higinie dan gizi
individu yang rendah. Selain hal – hal diatas, faktor predisposisi lain yang
menyebabkan kontak alergik adalah setiap keadaan yang menyebabkan
integritas kulit terganggu, misalnya dermatitis statis (Baratawijaya, 2006).

D. Patogenesis

Mekanisme terjadinya kelainan kulit pada dermatitis kontak alergi


adalah mengikuti respons imun yang diperantarai oleh sel (cell-mediated
immune respons) atau reaksi tipe IV. Reaksi hipersensititas di kulit

9
timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis
kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik
reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak
dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini
ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel langerhans, selanjutnya
dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan antigejn yang telh
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga system limfoid, sehingga
menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau
fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai
pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama
muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau
tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan
alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut
fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam (Djuanda, 2011).

SENSITIZATION

Food Allergen Β-cell and T-cells

IgE Production

10
ELICITATION

IgE Mast Cells

Food Allergen Activated Mast Cells

Release of Mediators

Allergic Reaction

E. Gambaran Klinis

Kelainan kulit bergantung pada keparahan dermatitis. Pada yang


akut dimulai dengan bercak eritema berbatas tegas, kemudian diikuti
edema, papulovesikel, vesikel atau bula. Vesikel atau bula dapat pecah
menimbulkan erosi dan eksudasi(basah). Pada yang kronis terlihat kulit
kering, berskuama, papul, likenifikasi dan mungkin juga fisur, batasnya
tidak jelas. Kelainan ini sulit dibedaknn dengan dermatitis kontak
iritan kronis; mungkin penyebabnya juga campuran.
Gejala yang umum dirasakan penderita adalah pruritus yang
umumnya konstan dan seringkali hebat (sangat gatal). DKA biasanya
ditandai dengan adanya lesi eksematosa berupa eritema, udem,
vesikula dan terbentuknya papulovesikula; gambaran ini menunjukkan
aktivitas tingkat selular. Vesikel-vesikel timbul karena terjadinya
spongiosis dan jika pecah akan mengeluarkan cairan yang mengakibatkan
lesi menjadi basah. Mula-mula lesi hanya terbatas pada tempat kontak
dengan alergen, sehingga corak dan distribusinya sering dapat
meiiunjukkan kausanya,misalnya: mereka yang terkena kulit kepalanya
dapat curiga dengan shampo atau cat rambut yang dipakainya. Mereka
yang terkena wajahnya dapat curiga dengan cream, sabun, bedak dan

11
berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang
hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh (Sularsito, 2010).

F. Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh
gatal. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala
ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,
riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya
(Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada
beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama,
pekerjaan status pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari
pekerjaan, paparan berulang dari alergen
yang didapat saat kerja, tempat bekerja,
pekerjaan sebelumnya.

Riwayat penyakit dalam Faktor genetik, predisposisi


keluarga

Riwayat penyakit Alergi obat, penyakit yang sedang diderita,


sebelumnya obat-obat yang digunakan, tindakan bedah

Riwayat dermatitis yang Onset, lokasi, pengobatan


spesifik

12
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat
lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada
tabel 2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan
oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit
untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab
endogen (Sularsito, 2010).

Tabel 2.2 Berbagai Lokasi Terjadinya DKA (Sularsito,2010).


Lokasi Kemungkinan Penyebab
Tangan Pekerjaan yang basah (‘Wet Work’)
misalnya memasak makanan (getah
sayuran, pestisida) dan mencuci pakaian
menggunakan deterjen.
Lengan Jam tangan (nikel), sarung tangan karet,
debu semen, dan tanaman.
Ketiak Deodoran, anti-perspiran, formaldehid
yang ada di pakaian.
Wajah Bahan kosmetik, spons (karet), obat
topikal, alergen di udara (aero-alergen),
nikel (tangkai kacamata).
Bibir Lipstik, pasta gigi, getah buah-buahan.
Kelopak mata Maskara, eye shadow, obat tetes mata,
salep mata.
Telinga Anting yang terbuat dari nikel, tangkai
kacamata, obat topikal, gagang telepon.
Leher Kalung dari nikel, parfum, alergen di
udara, zat warna pakaian.
Badan Tekstil, zat warna, kancing logam, karet
(elastis, busa), plastik, deterjen, bahan

13
pelembut atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di
tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.

Pada pemeriksaan fisik dermatitis kontak alergi secara umum


dapat diamati beberapa bentuk kelainan kulit antara lain edema,
papulovesikel, vesikel atau bula. Bentuk kelainan kulit dapat dilihat
pada beberapa gambar berikut :

Nickel-causing allergic contact dermatitis from rivet in blue jeans.

14
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan ole htekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut
atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi
pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas
sesuai dengan daerah yang terkena alergen.

Pada genetalia enyebabnya data antiseptik, obattopikal, nilon, kondom,


pembalut wanita alergen yang berada di tangan, parfum, kontrasepsi,
deterjen. Dermatitis kontak yang terjadi pada daerah vulva karena alergi
pada cream yang mengandung neomisin, terlihat eritema

15
Dermatitis di Paha dan tungkai bawah dapat disebabkan oleh tekstil,
dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.
Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15,
bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami skuama, krusta

3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.
Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak
Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut
karena kontak alergi (Sularsito, 2010).
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit,
misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat
langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang

16
secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya
sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang
tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin
atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab
alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan
kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit
dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya
48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan
standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi (Sularsito, 2010).

Aplikasi Patch Test (Uji Tempel) pada pasien

Berbagai hal berikut ini perlu diperhatikan dalam


pelaksanaan uji tempel (Sularsito, 2010):
1) Dermatitis harus sudah tenang (sembuh). Bila masih dalam
keadaan akut atau berat dapat terjadi reaksi ‘angry back’ atau
‘excited skin’ reaksi positif palsu, dapat juga menyebabkan
penyakit yang sedang dideritanya semakin memburuk.

17
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun
dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian
prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen
kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7
setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan
(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.

Setelah dibiarkan menempel selama 48 jam, uji tempel dilepas.


Pembacaan pertama dilakukan 15-30 menit setelah dilepas, agar efek
tekanan bahan yang diuji telah menghilang atau minimal.

1 = reaksi lemah (nonvesikular) : eritema, infiltrat, papul (+)


2 = reaksi kuat : edema atau vesikel (++)
3 = reaksi sangat kuat (ekstrim) : bula atau ulkus (+++)
4 = meragukan : hanya makula eritematosa
5 = iritasi : seperti terbakar, pustul, atau purpura (IR)
6 = reaksi negatif (-)
7 = excited skin

18
8 = tidak dites (NT=non tested)

T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.

A. Hasil uji positif


terhadap picaridin
(KBR) 2,5%.

B. Hasil uji positif


terhadap methyl
glucose diolate
(MGD) 10%.

Hasil Patch Tes/Uji Tempel setelah 72 jam

Pembacaan kedua perlu dilakukan sampai satu minggu


setelah aplikasi, biasanya 72 atau 96 jam setelah aplikasi.
Pembacaan kedua ini penting untuk membantu membedakan
antara respons alergik atau iritasi, dan juga mengidentifikasi lebih
banyak lagi respons positif alergen. Hasil positif dapat bertambah
setelah 96 jam aplikasi, oleh karena itu perlu dipesan kepada
pasien untuk melapor, bila hal itu terjadi sampai satu minggu
setelah aplikasi (Sularsito, 2010).
Untuk menginterpretasi hasil uji tempel tidak mudah.
Interpretasi dilakukan setelah pembacaan kedua. Respon alergik
biasanya menjadi lebih jelas antara pembacaan kesatu dan kedua,
berawal dari +/- ke + atau ++ bahkan ke +++ (reaksi tipe
crescendo), sedangkan respon iritan cenderung menurun (reaksi
tipe decrescendo) (Sularsito, 2010).

b. Pemeriksaan Histopalogi
Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,
spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis
yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan

19
beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis(Sularsito,
2010).

Histopatologik dermatitis kontak alergi

4. Gold Standard Diagnosis


Gold standard pada diagnosis dermatitis kontak alergika yaitu
dilakukan uji tempel. Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di
punggung. Untuk melakukan uji tempel diperukan antigen standar
buatan pabrik, misalnya Finn Chamber System Kit dan T.R.U.E Test.
Adakalanya tes dilakukan dengan antigen bukan standar, dapat
berupa bahan kimia murni, atau lebih sering bahan campuran yang
berasal dari rumah, lingkungan kerja atau tempat rekreasi. Mungkin
ada sebagian bahan ini yang bersifat sangat toksik terhadap kulit,
atau walaupun jarang dapat memberikan efek toksik secara sistemik.
Oleh karena itu, bila menggunakan bahan tidak standar, apalagi
dengan bahan industri, harus berhati-hati sekali. Jangan melakukan
uji tempel dengan bahan yang tidak diketahui (Sularsito, 2010).

20
G. Diagnosa Banding

Kelainan Kulit pada DKA seringkali tidak menunjukkan gambaran


morfologi yang khas, gambaran klinis dapat menyerupai dermatitis atopic,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis. Diagnosa
banding utama adalah Dermatitis Kontak Iritan. Sehingga diperlukan
pemeriksaan uji tempel untuk membantu menentukan apakah dermatitis
tersebut merupakan dermatitis kontak alergi (Sularsito, 2010).

H. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan
infeksi (Morgan, dkk, 2009)
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk
terkena dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk,
2005)
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan
penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan
rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali

2) Cetirizine tablet 1x10mg/hari

21
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis
3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal  Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Sumantri, dkk, 2005). :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk
terkena dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan
sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar
allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah
dengan pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar
allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen

I. Komplikasi

Komplikasi yang dapat terjadi adalah infeksi kulit sekunder oleh


bakteri terutama Staphylococcus aureus, jamur, atau oleh virus
misalnya herpes simpleks. Rasa gatal yang berkepanjangan serta
perilaku menggaruk dapat dapat mendorong kelembaban pada lesi
kulit sehingga menciptakan lingkungan yang ramah bagi bakteri atau
jamur. Selain itu dapat pula menyebabkan eritema multiforme (lecet)
dan menyebabkan kulit berubah warna, tebal dan kasar atau disebut
neurodermatitis (lichen simplex chronicus) (Bourke, et al., 2009).

22
J. Prognosis

Prognosis dermatitis kontak alergi umumnya baik, sejauh bahan


kontaknya dapat disingkirkan. Prognosis kurang baik dan menjadi kronis
bila bersamaan dengan dermatitis yang disebabkan oleh faktor endogen
(dermatitis atopik, dermatitis numularis atau psoriasia) Faktor lain yang
membuat prognosis kurang baik adalah pajanan alergen yang tidak
mungkin dihindari misalnya berhubungan dengan pekerjaan tertentu atau
yang terdapat di lingkungan penderita (Djuanda, 2011).

23
DAFTAR PUSTAKA

Baratawijaya, Karnen Garna. 2006. Imunologi Dasar. Jakarta: Balai


Penerbit FKUI
Bourke, et al. 2009. Guidelines For The Management of Contact
Dermatitis: an update. Tersedia dalam :
http://www.bad.org.uk/portals/_bad/guidelines/clinical
%20guidelines/contact%20dermatitis%20bjd%20guidelines
%20may%202009.pdf. Diakses pada tanggal 22 November 2012
Djuanda, Suria dan Sularsito, Sri. 2011. Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin
Edisi 4. Jakarta: FK UI
Morgan, Geri, Hamilton, Carole. 2009. Obstetri & Ginekologi: Panduan Praktik
Edisi 2. Jakarta : EGC

Price, Sylvia Anderson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses- Proses


Penyakit. Jakarta : EGC.

Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC

Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI

Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : FKUI.

Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM

Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact
Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .

24

Anda mungkin juga menyukai