I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. D
Umur : 22 tahun
Alamat : Pacar Keling gang 1 no. 6 SBY
Pekerjaan : Pegawai Swasta
Suku/ Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 23 Januari 2018
II. ANAMNESA
1. Keluhan Utama :
Gatal-gatal daerah mulut
2. Keluhan Tambahan :
Bengkak di daerah periorbital, kemerahan di sekitar wajah dan
leher.
3. Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita berusia 22 tahun datang ke RSAL dengan
keluhan gatal pada bibir dan bengkak di daerah mata. Gatal di
mulut timbul sejak 1 bulan lalu. Pasien mengaku mulutnya sangat
gatal terutama saat kena sabun mandi dan bengkak (hingga timbul
nanah) kemudian pasien datang ke dokter umum di daerah dekat
rumahnya buat berobat, dari dokter umum tersebut pasien
mendapatkan obat NISAGON cream 5gr dan obat minum. Setelah
mengkonsumsi obat tersebut keluhan pasien menghilang. Sekitar 1
minggu kemudian keluhan pasien timbul lagi karena obat habis.
Kemudian pasien kembali ke dokter tersebut dan mendapat obat
yang sama. Pasien 3 kali ke dokter dengan keluhan sama dan
diberi obat yang sama. Namun minggu lalu keluhan bertambah,
1
ada bercak kemerahan di leher, dan terasa gatal. Selain itu pasien
mengeluh matanya bengkak sejak kemarin. Bengkak terasa
kemeng dan susah dibuat membuka dan menutup mata,
penglihatan normal. Pasien juga mengeluh memiliki masalah gigi
berlubang (3 gigi) sejak beberapa bulan lalu dan belum melakukan
perawatan gigi. Mual (-), muntah (-), sakit kepala (-), nyeri perut (-),
demam dalam 1 bulan terakhir disangkal. Pasien mengaku baru
pertama kali mengalami sakit seperti ini.
6. Riwayat Psikososial :
Pasien bekerja sebagai karyawan swasta dari pagi hingga sore.
Pasien mandi 2 kali sehari menggunakan sabun mandi biasa,
untuk wajah pasien menggunakan produk wardah kosmetik.
Pasien melakukan perawatan wajah secara rutin di klinik
kecantikan larissa, dan terakhir facial sekitar seminggu yang lalu.
Pasien sudah menikah namun belum memiliki anak
2
Kesadaran : Compos mentis
Status Gizi : Baik
BB : 60 kg
Tekanan Darah : 100/70 mmHg
Temp axilla : 36,80 C
Nadi : 88x / menit
RR : 19x / menit
Kepala dan Leher : A/I/C/D : -/- /-/-
Pembesaran stroma (-)
Pembesaran KGB (-)
Thorax : TDE
Abdomen : TDE
Extremitas : Edema (-), Pembesaran KGB inguinal TDE,
Akral Hangat
2. Status Dermatologis
Regio : Facialis dan Coli
Efloresensi :
3
Gambar 1.2 tampak papul disertai eritema d<1cm yang tersebar
pada region coli, dan tampak papul bertangkai di coli dextra
IV. RESUME
4
sejak kemarin. Bengkak terasa kemeng dan susah dibuat membuka
dan menutup mata, penglihatan normal. Pasien juga mengeluh
memiliki masalah gigi berlubang (3 gigi) sejak beberapa bulan lalu dan
belum melakukan perawatan gigi. Pasien mengaku baru pertama kali
mengalami sakit seperti ini.
Status Dermatologi :
Regio : Facialis dan Coli
Efloresensi :
- Gambar 1.1 Tampak urtika di kedua periorbital mata dan bibir
disertai eritema d<1cm yang tersebar di region facialis
- Gambar 1.2 tampak papul disertai eritema d<1cm yang
tersebar pada region coli dan tampak papul bertangkai di coli
dextra
V. DIAGNOSA KERJA
Dermatitis Kontak Alergi (cream wajah)
5
- Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko
untuk terkena dermatitis kontak alergi
- Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat
melakukan aktivitas yang bersentuhan dengan
alergen
- Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak
mengenakan perhiasan, aksesoris, pakaian atau
sandal yang merupakan penyebab alergi
Medikamentosa :
- Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari
3 kali
6
Prognosis Dermatitis Kontak Alergi pada pasien ini baik
7
TINJAUAN PUSTAKA
DERMATITIS KONTAK ALERGI
A. Definisi
B. Etiologi
C. Faktor Predisposisi
Berbagai faktor berpengaruh dalam timbulnya dermatitis kontak
alergi. Misalnya antara lain:
a. Faktor eksternal (Djuanda, 2011):
1) Potesi sensitisasi allergen
2) Dosis per unit area
3) Luas daerah yang terkena
4) Lama pajanan
8
5) Oklusi
6) Suhu dan kelembaban lingkungan
7) Vehikulum
8) pH
b. Faktor Internal/ Faktor Individu (Djuanda, 2011):
1) Keadaan kulit pada lokasi kontak
Contohnya ialah ketebalan epidermis dan keadaan stratum
korneum.
2) Status imunologik
Misal orang tersebut sedang menderita sakit, atau terpajan sinar
matahari.
3) Genetik
Faktor predisposisi genetic berperan kecil, meskipun misalnya
mutasi null pada kompleks gen fillagrin lebih berperan karena
alergi nickel (Thysen, 2009).
4) Status higinie dan gizi
D. Patogenesis
9
timbulnya lambat (delayed hipersensivitas), umumnya dlam waktu 24 jam
setelah terpajan dengan alergen.
Sebelum seseorang pertama kali menderita dermatitis
kontak alergik, terlebih dahulu mendapatkan perubahan spesifik
reaktivitas pada kulitnya. Perubahan ini terjadi karena adanya kontak
dengan bahan kimia sederhana yang disebut hapten yang terikat
dengan protein, membentuk antigen lengkap. Antigen ini
ditangkap dan diproses oleh makrofag dan sel langerhans, selanjutnya
dipresentasekan oleh sel T. Setelah kontak dengan antigejn yang telh
diproses ini, sel T menuju ke kelenjar getah bening regional untuk
berdiferensisi dan berploriferasi membentuk sel T efektor yang
tersensitisasi secara spesifik dan sel memori. Sel-sel ini kemudian
tersebar melalui sirkulasi ke seluruh tubuh, juga system limfoid, sehingga
menyebabkab keadaan sensivitas yang sama di seluruh kulit tubuh. Fase
saat kontak pertama sampai kulit menjdi sensitif disebut fase induksi tau
fase sensitisasi. Fase ini rata-rata berlangsung selama 2-3 minggu.
Pada umumnya reaksi sensitisasi ini dipengaruhi oleh derajat
kepekaan individu, sifat sensitisasi alergen (sensitizer), jumlah alergen,
dan konsentrasi. Sensitizer kuat mempunyai fase yang lebih pendek,
sebaliknya sensitizer lemah seperti bahan-bahan yang dijumpai
pada kehidupan sehari-hari pada umumnya kelainan kulit pertama
muncul setelah lama kontak dengan bahan tersebut, bisa bulanan atau
tahunan. Sedangkan periode saat terjadinya pajanan ulang dengan
alergen yang sama atau serupa sampai timbulnya gejala klinis disebut
fase elisitasi umumnya berlangsung antara 24-48 jam (Djuanda, 2011).
SENSITIZATION
IgE Production
10
ELICITATION
Release of Mediators
Allergic Reaction
E. Gambaran Klinis
11
berbagai jenis kosmetik lainnya yang mereka pakai. Pada kasus yang
hebat, dermatitis menyebar luas ke seluruh tubuh (Sularsito, 2010).
F. Diagnosis
1. Anamnesa
Diagnosis DKA didasarkan atas hasil anamnesis yang cermat
dan pemeriksaan klinis yang teliti. Penderita umumnya mengeluh
gatal. Pertanyaan mengenai kontaktan yang dicurigai didasarkan
kelainan kulit berukuran numular di sekitar umbilikus berupa
hiperpigmentasi, likenifikasi, dengan papul dan erosi, maka perlu
ditanyakan apakah penderita memakai kancing celana atau kepala
ikat pinggang yang terbuat dari logam (nikel). Data yang berasal dari
anamnesis juga meliputi riwayat pekerjaan, hobi, obat topikal yang
pernah digunakan, obat sistemik, kosmetika, bahan-bahan yang
diketahui menimbulkan alergi, penyakit kulit yang pernah dialami,
riwayat atopi, baik dari yang bersangkutan maupun keluarganya
(Sularsito, 2010). Penelusuran riwayat pada DKA didasarkan pada
beberapa data seperti yang tercantum dalam tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Penelusuran riwayat pada DKA (Sularsito,2010).
Demografi dan riwayat Umur, jenis kelamin, ras, suku, agama,
pekerjaan status pernikahan, pekerjaan, deskripsi dari
pekerjaan, paparan berulang dari alergen
yang didapat saat kerja, tempat bekerja,
pekerjaan sebelumnya.
12
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik sangat penting, karena dengan melihat
lokasi dan pola kelainan kulit seringkali dapat diketahui kemungkinan
penyebabnya. Berbagai lokasi terjadinya DKA dapat dilihat pada
tabel 2.2. Misalnya, di ketiak oleh deodoran; di pergelangan tangan
oleh jam tangan; di kedua kaki oleh sepatu/sandal. Pemeriksaan
hendaknya dilakukan di tempat yang cukup terang, pada seluruh kulit
untuk melihat kemungkinan kelainan kulit lain karena sebab-sebab
endogen (Sularsito, 2010).
13
pelembut atau pewangi pakaian.
Genitalia Antiseptik, obat topikal, nilon, kondom,
pembalut wanita, alergen yang berada di
tangan, parfum, kontrasepsi.
Paha dan tungkai bawah Tekstil, kaus kaki nilon, obat topikal,
sepatu/sandal.
14
Dermatitis kontak di badan dapat disebabkan ole htekstil, zat warna
kancing logam, karet (elastis, busa), plastik, deterjen, bahan pelembut
atau pewangi pakaian. Dermatitis kontak pada perut karena pasien alergi
pada karet dari celananya. Terlihat adanya eritema yang berbatas tegas
sesuai dengan daerah yang terkena alergen.
15
Dermatitis di Paha dan tungkai bawah dapat disebabkan oleh tekstil,
dompet, kunci (nikel), kaos kaki nilon, obat topikal, semen, sepatu/sandal.
Pada gambar dermatitis kontakalergi yang terjadi karena Quaternium-15,
bahan pengawet pada pelembab.Kaki mengalami skuama, krusta
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Uji Tempel
Kelainan kulit DKA sering tidak menunjukkan gambaran
morfologik yang khas, dapat menyerupai dermatitis atopik,
dermatitis numularis, dermatitis seboroik, atau psoriasis.
Diagnosis banding yang utama ialah dengan Dermatitis Kontak
Iritan (DKI). Dalam keadaan ini pemeriksaan uji tempel perlu
dipertimbangkan untuk menentukan, apakah dermatitis tersebut
karena kontak alergi (Sularsito, 2010).
Tempat untuk melakukan uji tempel biasanya di punggung.
Bahan yang secara rutin dan dibiarkan menempel di kulit,
misalnya kosmetik, pelembab, bila dipakai untuk uji tempel, dapat
langsung digunakan apa adanya. Bila menggunakan bahan yang
16
secara rutin dipakai dengan air untuk membilasnya, misalnya
sampo, pasta gigi, harus diencerkan terlebih dahulu. Bahan yang
tidak larut dalam air diencerkan atau dilarutkan dalam vaselin
atau minyak mineral. Produk yang diketahui bersifat iritan,
misalnya deterjen, hanya boleh diuji bila diduga keras penyebab
alergi. Apabila pakaian, sepatu, atau sarung tangan yang dicurigai
penyebab alergi, maka uji tempel dilakukan dengan potongan
kecil bahan tersebut yang direndam dalam air garam yang tidak
dibubuhi bahan pengawet, atau air, dan ditempelkan di kulit
dengan memakai Finn chamber, dibiarkan sekurang-kurangnya
48 jam. Perlu diingat bahwa hasil positif dengan alergen bukan
standar perlu kontrol (5 sampai 10 orang) untuk menyingkirkan
kemungkinan terkena iritasi (Sularsito, 2010).
17
2) Tes dilakukan sekurang-kurangnya satu minggu setelah
pemakaian kortikosteroid sistemik dihentikan (walaupun
dikatakan bahwa uji tempel dapat dilakukan pada pemakaian
prednison kurang dari 20 mg/hari atau dosis ekuivalen
kortikosteroid lain), sebab dapat menghasilkan reaksi negatif
palsu. Sedangkan antihistamin sistemik tidak mempengaruhi
hasil tes, kecuali diduga karena urtikaria kontak.
3) Uji tempel dibuka setelah dua hari, kemudian dibaca;
pembacaan kedua dilakukan pada hari ke-3 sampai ke-7
setelah aplikasi.
4) Penderita dilarang melakukan aktivitas yang menyebabkan uji
tempel menjadi longgar (tidak menempel dengan baik), karena
memberikan hasil negatif palsu. Penderita juga dilarang mandi
sekurang-kurangnya dalam 48 jam, dan menjaga agar
punggung selalu kering setelah dibuka uji tempelnya sampai
pembacaan terakhir selesai.
5) Uji tempel dengan bahan standar jangan dilakukan terhadap
penderita yang mempunyai riwayat tipe urtikaria dadakan
(immediate urticaria type), karena dapat menimbulkan urtikaria
generalisata bahkan reaksi anafilaksis. Pada penderita
semacam ini dilakukan tes dengan prosedur khusus.
18
8 = tidak dites (NT=non tested)
T.R.U.E. Test®
(Mekos Laboratories,
Hillerod, Denmark)
patch-test.
b. Pemeriksaan Histopalogi
Terlihat hiperkeratosis, vesikel parakeratosis subkorneal,
spongiosis sedang dan elongasi akantosis dari pars papilare dermis
yang dinyatakan lewat infiltrasi sel-sel radang berupa limfosit dan
19
beberapa eosinofil, serta elongasi dari papila epidermis(Sularsito,
2010).
20
G. Diagnosa Banding
H. Penatalaksanaan
1. Non medikamentosa
a. Memotong kuku – kuku jari tangan dan jaga tetap bersih dan
pendek serta tidak menggaruk lesi karena akan menimbulkan
infeksi (Morgan, dkk, 2009)
b. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk
terkena dermatitis kontak alergi
c. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang bersentuhan dengan alergen (Sumantri, dkk,
2005)
d. Memberi edukasi kepada pasien untuk tidak mengenakan
perhiasan, aksesoris, pakaian atau sandal yang merupakan
penyebab alergi
2. Medikamentosa
a. Simptomatis
Diberi antihistamin yaitu Chlorpheniramine Maleat (CTM)
sebanyak 3-4 mg/dosis, sehari 2-3 kali untuk dewasa dan 0,09
mg/dosis, sehari 3 kali untuk anak – anak untuk menghilangkan
rasa gatal
b. Sistemik
1) Kortikosteroid yaitu prednison sebanyak 5 mg, sehari 3 kali
21
3) Bila terdapat infeksi sekunder diberikan antibiotika
(amoksisilin atau eritromisin) dengan dosis
3x500mg/hari, selama 5 hingga 7 hari
c. Topikal Krim desoksimetason 0,25%, 2 kali sehari
3. Pencegahan
Pencegahan DKA dapat dilakukan dengan cara sebagai berikut
(Sumantri, dkk, 2005). :
a. Memberi edukasi mengenai kegiatan yang berisiko untuk
terkena dermatitis kontak alergi
b. Menghindari substansi allergen
c. Mengganti semua pakaian yang terkena allergen
d. Mencuci bagian yang terpapar secepat mungkin dengan
sabun, jika tidak ada sabun bilas dengan air
e. Menghindari air bekas cucian/bilasan kulit yang terpapar
allergen
f. Bersihkan pakaian yang terkena alergen secara terpisah
dengan pakaian lain
g. Bersihkan hewan peliharaan yang diketahui terpapar
allergen
h. Gunakan perlengkapan/pakaian pelindung saat melakukan
aktivitas yang berisiko terhadap paparan alergen
I. Komplikasi
22
J. Prognosis
23
DAFTAR PUSTAKA
Siregar, R.S,. 2004. Atlas Berwarna Saripati Penyakit Kulit Edisi 2. Jakarta: EGC
Sularsito, Sri Adi dan Suria Djuanda. 2010. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit
dan Kelamin Edisi 6. Jakarta : FKUI
Sularsito, Sri Adi, Suria Djuanda. 2011. Dermatitis dalam Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin. Jakarta : FKUI.
Sumantri, M.A., Febriani, H.T., Musa, S.T. 2005. Dermatitis Kontak. Yogyakarta :
Fakultas Farmasi UGM
Thyssen, Jacob Pontoppidan. 2009. The Prevalence and Risk Factors of Contact
Allergy in the Adult General Population. Denmark : National Allergy
Research Centre, Departement of Dermato-Allergology, Genofte Hospital,
University of Copenhagen .
24