Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS

Dermatitis Kontak Iritan

Oleh :

Andi Annisa

2013730005

Pembimbing:

dr. H. Dindin Budhi Rahayu, Sp. KK

STASE KULIT DAN KELAMIN


RUMAH SAKIT UMUM KELAS B CIANJUR
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JAKARTA
2017
BAB I

PENDAHULUAN

Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit
yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa
bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan
penting pada penyakit ini.

Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena
penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta
munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan
tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh
bahan iritan tersebut.

Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya
faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.Pencegahan bahan-bahan
iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan.
BAB II
STATUS PASIEN

2.1 IDENTITAS PASIEN


Nama : Tn.E
Usia : 49 tahun
Jenis Kelamin : laki-laki
Alamat : Cianjur
Agama : Islam
Pekerjaan : Buruh (Tukang Kebun)

2.2 ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamensis dengan pasien pada tanggal 28 November 2017
Keluhan Utama
Gatal dan perih pada kedua tangan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Cinajur dengan keluhan gatal dan perih
kedua tangan sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengatakan awalnya tangannya
merah, tibul bintik-bintik dan terasa gatal. Pasien mengaku sebelum keluhan timbul
pasien menggunakan dan kontak dengan pupuk cair yang baru dicobanya namun
sejak 2 minggu yang lalu pasien memutuskan untuk menghentikan penggunaan pupuk
tersebut karena merasa keluhan tibul setelah kontak dengan pupuk tersebut. Sekarang
gatal dan perih sudah berkurang namun memberat jika menggunakan sabun dan
setelah bekerja. Sekarang kulit pada kedua tangan pasien mengelupas dan menebal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya.
Tidak terdapat riwayat atopik pada keluarga, seperti asma, dermatitis atopik, rinitis dll
4. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum pernah ke dokter sebelumnya.
5. Riwayat Alergi
Muncul gatal dan kemerahan pada kulit setelah makan makanan tertentu seperti :
telur, udang, tempe dll. tidak dirasakan oleh pasien.
Keluhan sering bersin saat pagi hari atau udara dingin tidak dirasakan oleh pasien
pasien tidak mempunyai riwayat meminum obat obatan yang pernah
dikonsumsi menimbulkan reaksi gatal, kulit terkelupas, dan sesak nafas.
6. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya, makan 2x sehari tercukupi. Pasien mengaku
bekerja Dinas kebersihan sebagai tukang kebun. Saat bekerja pasien tidak
menggunakan APD dengan lengkap ( pasien tidak menggunakan sarung tangan),
Pasien sering kontak dengan bahan-bahan kotor, tanaman dan bahan kimia (pupuk).

2.3 PEMERIKSAAN FISIK


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos Mentis
Tanda Vital
- Tekanan Darah : 130/80
- Nadi : 82 x / menit
- Suhu : 36.7 C
- Pernafasan : 19 x / menit
Status Gizi
- Berat Badan : 50 kg
- Tinggi Badan : 168cm
2.4 STATUS GENERALIS
1. Kepala
- Rambut : Berwarna hitam, distribusi merata, ketombe (-)
- Mata : Konjungtiva Anemis (-/-) Sklera Ikterik (-/-),
Hiperemis (+/-), Sekret (+/-)
- Hidung : Deviasi Septum Nasi (-), Sekret (-)
- Telinga : Tidak ada kelainan bentuk, Serumen (-)
- Mulut : Bibir kering (-), Mukosa Faring Hiperemis (-)
Tonsil T1/T1, Karies Dentis (-)
- Kulit Kepala : Tidak terdapat lesi
- Kulit Wajah : Tidak terdapat lesi
2. Leher
- Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
- Pembesaran Tiroid : Tidak ada pembesaran Kelenjar Tiroid
- Kulit Leher : Tidak terdapat lesi
3. Thoraks
- Paru
Inspeksi : Bentuk & Gerakan Dada Simetris
Palpasi : Vokal Fremitus (+/+), Nyeri Tekan (-/-)
Perkusi : Sonor di semua lapang paru
Auskultasi : Vesikuler (+/+), Ronki (-/-), Wheezing (-/-)
- Jantung
Inspeksi : Ictus Cordis Tidak Nampak
Palpasi : Ictus Cordis Teraba
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : BJ I&II, Regular, Murmur (-), Gallop (-)
- Kulit : Tidak ada lesi
4. Abdomen
- Inspeksi : Datar. Skar (-), Lesi Kulit (+). Status dermatologi
- Auskultasi : Bising usus (+). Dalam batas normal
- Perkusi : Timpani seluruh kuadran abdomen
- Palpasi : Nyeri tekan (-), Hepatosplenomegali (-)
- Kulit : Tidak ada lesi
5. Ekstremitas
- Atas : Akral Hangat (+/+), Sianosis (-/-) Deformitas (-/-)
- Bawah : Akral Hangat (+/+), Sianosis (-/-) Deformitas (-/-)
- Kulit : (Lihat Status Dermatologis)

2.5 STATUS DERMATOLOGIKUS

Distribusi Regional
Regio Carpal dextra, Carpal Sinistra
Lesi Lesi Bilateral lesi multipel dan Sirkupskrip
Efloresensi Skuama, Eksoriasis, Fissura, likenifikasi
2.5 DOKUMENTASI

2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG


Tidak dilakukan

2.7 RESUME
Seorang laki-laki, 49 datang ke poli kulit RSU Sayang Cianjur dengan keluhan Gatal dan
perih pada kedua telapak tangan sejak 3 minggu yang lalu. Lesi awal eritema, vesikel dan
pruritus. Timbul setelah kontak dengan bahan kimia. Sekarang penggunaan bahan kimia
telah di hentikan selama 2 minggu. gatal dan perih memberat jika terkena sabun dan setelah
bekerja, Lesi menjadi berupa skuama dan likenifikasi.Pada Pemeriksaan fisik di temukan:
Distribusi Regional. Regio Carpal Dextra, Sinistra. Lesi Bilateral,Multiple,Sirkumskrip.
Efloresensi Skuama, Eksoriasis, likenifikasi dan Fissura.
2.8 DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
-Dermatitis Atopi
-Dermatitis kontak alergi
2. Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Iritan

2.9 PENATALAKSANAAN
o Non-Medikamentosa:
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit kulit yang
dapat berulang jika terpapar terus menerus dengan bahan iritan
2. Menggunakan alas kaki dan pelindung tangan saat bekerja di kebun.
3. Mengganti sabun mandi yang di gunakan dengan menggunakan sabun mandi
untuk kulit bayi.

o Medikamentosa:
Topikal :

Hydrocortisone Acetat 5gr. 2 dd 1 u.e

Acid salicyl 3%+ Vaselin Flavum (unguentum/salep) u.e

Sistemik : Loratadine 10mg. 2 dd 1

2.10 PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
BAB III
ANALISIS KASUS

Temuan Kasus Tinjauan Teori


Berdasarkan Anamnesis
Laki-laki, 79 tahun, seorang Dermatitis kontak irirtan dapat dialami oleh semua
pekerjaa kebun. orang dari berbagai golongan umur, ras dan jenis
kelamin. DKI ini juga sering berhubungan dengan
pekerjaan.
Keluhan Gatal dan perih pada Dermatitis merupakan peradangan kulit ( epidermis dan
kedua tangan setekah kontak dermis) sebagai respon faktor eksogen atau endogen,
dengan bahan kimia dan memberat dapat menimbulkan kelainan klinis berupa efloresensi
saat menggunakan sabun dan polimorfik ( eritema edema, papul, vesikel, skuama dan
setelah bekerja. likenifikasi) dan keluhan gatal.
Timbul kemerahan, vesikel. Pada Dermatitis Kontak irirtan ada riwayat terpajan
bahan iritan berupa bahan pelarut , detergen, minyak
pelumas, asam, alkali, serbuk kayu, tanah, bahkan air)
Setelah berhenti menggunakan Upaya pengobatan dengan cara menghindari pajanan
bahan kimia Vesikel dan bahan iritan yang menjadi penyebab sehingga tidak
kemerahan berkurang kemudian terjadi komplikasi.
menjadi skuama likenifikasi dan
fissura
Berdasarkan Pemeriksaan Fisik dan Status Dermatologikus
Carpal Dextra dan Sinistra Dermatitis kontak irirtan dapat terjadi dibagian tubuh
manapun yang terpajan irirtan.
Lesi Bilateral pada daerah yang Manifestasi Dermatitis Kontak Iritan bisa berupa
terpajan irirtan, pada carpal dextra DKI AKUT: Reaksi thanya sebatas tempat kontak.
dan sinistra, Awalnya lesi eritema Eritema, edema, bulla, mungkin juga nekrosis.
dan terdapat vesikel kemudian DKI AKUT LAMBAT: pada gejala awal terlihat
sekarang lesi multipel, dengan eritema kemudian menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.
skuama, likenifikasi dan fissura. DKI KRONIK KUMULATIF: kulit kering , di serati
eritema, skuama, yang lambat laun menjadi tebal
(hiperkeratosis) dengan likenifikasi yang difus. Bila
kontak terus menerus berlangsung akhirnya kulit dapat
retak seperti luka iris.
REAKSI IRITAN: kelainan kulit yang bersifat
monomorf berupa skuama, eritem, vesikel, pustul dan
erosi.
Berdasarkan Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus tidak dilakukan Diagnosis DKI dapat di dapatkan dengar riwayat
pemeriksaan penunjang. terpajan irirtan. Pada DKI juga dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang patch test dengan bahan yang
di curigai sebagai bahan irirtan peyebab.
Berdasarkan Diagnosis Banding
Dermatitis Atopi, Dermatitis Dermatitis Atopi dan Dermatitis Kontak Alergi dipilih
Kontak Alergi sebagai DD karena Lesi awal pada dermatitis kontak
iritan mirip dengan lesi kedua penyakit tersebut.
Predileksi keduanya juga mirip salah satunya di telapak
tangan tangan.
Berdasarkan Tatalaksana
o Non-Medikamentosa: Menghindari Bahan pajanan iritan yang menjadi
penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisik mauapun
1. Menjelaskan kepada pasien
kimiawi, serta menyingkirkan faktor-faktor yang
bahwa penyakit ini merupakan
memperberat.
penyakit kulit yang dapat berulang
Pemberian pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.
jika terpapar terus menerus dengan
Apabila di temukan peradangan atau kelainan kronis
bahan iritan
(terapi awal) bisa diberi kortikosteroid topikal misalnya
2. Menggunakan alas kaki dan hidrokortisone.
pelindung tangan saat bekerja di Pencegahan dengan memakai alat pelindung diri.
kebun.

4 Mengganti sabun mandi yang di


gunakan dengan menggunakan
sabun mandi untuk kulit bayi.

o Medikamentosa:

Topikal :

Hydrocortisone Acetat 5gr. 2 dd 1 u.e

Acid salicyl 3%+ Vaselin Flavum


(unguentum) u.e (pelembap)

Sistemik :

Loratadine 10mg. 2 dd 10mg

Berdasarkan Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
Quo ad Sanationam: Dubia ad proses kehidupan.
Bonam Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit
Quo ad Functionam: Dubia ad terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam
Bonam melakukan tugasnya.
Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat
sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.
BAB IV

TINJAUAN PUSTAKA

4.1 Definis

Dermatitis Kontak Iritan (DKI) merupakan reaksi perandangan kulit non-imunologis


yaitu kerusakan kulit terjadi langsung tanpa didahului oleh proses pengenalan / sensitisasi.
Dermatitis kontak ialah dermatitis yang di sebabkan oleh bahan/ substabsi yang menempel pada
kulit.

4.2 Epidemiologi

Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah
penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui
jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat
dengan kelainan ringan.

4.3 Etiologi

Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.

a. Faktor Eksogen

Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan
sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin
lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan
iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar,
kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan
serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor
lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan,
gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar
air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.
b. Faktor Endogen
1) Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan
radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor
tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain
itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan
iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan
terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap kontak iritan.
2) Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan
dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan
lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk
dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.
3) Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia dan
bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan
pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur
pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema)
menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan
berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana
menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus.
4) Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya
dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap,
penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur
iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih
resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.
5) Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak
iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.
6) Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan. Pada pasien dengan dermatitis
atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.
4.4 Patogenesis

Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja
kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan,
yaitu:

1. Hilangnya substansi daya ikat air dan lemak permukaan


2. Jejas pada membran sel
3. Denaturasi keratin epidermis
4. Efek sitotoksik langsung
(a-d) mekanisme imunologis terjadinya dermatitis kontak iritan (DKI). (a) bahan iritan fisik dan kimia memicu pelepasan
sitokin dan mediator inflamasi lainnya yang disebut sinyal bahaya. (b) sel epidermis dan dermis merespon sinyal bahaya
tersebut. (c) setelah itu, sitokin inflamasi dikeluarkan dari sel residen dan sel inflamasi yang sudah terinfiltrasi. Sitokin utama
pada proses ini adalah CXCL 8 (bentuk yang dikelan adalah IL-8) (d) sebagai akibatnya, dari produksi sitokin inflamasi,
banyak sel inflamasi termasuk neutrofil diserang dan dibawa pengaruh picuan inflamasi mengeluarkan mediator inflamasi.
Hasilnya dapat dilihat secara klinis pada DKI.

Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia.
Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan
pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis factor- (TNF-
). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat.
TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang
menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan
intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.

Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.

Rentetan kejadian tersebut menimbulkan peradangan klasik di tempat terjadinya kontak


dikulit berupa eritema, edema, panas, dan nyeri bila iritan kuat. Ada dua jenis bahan iritan yaitu
iritan kuat dan iritan lemah. Iritan kuat akan menyebabkan kelainan kulit pada pajanan pertama
pada hampir semua orang, sedangkan iritan lemah akan menimbulkan kelainan kulit setelah
berulang kali kontak, dimulai dengan kerusakan stratum korneum oleh karena depilasi yang
menyebabkan desikasi dan kehilangan fungsi sawarnya, sehingga mempermudah kerusakan sel
di bawahnya oleh iritan.
4.5 Manifestasi Klinis

Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut,
sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor
tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:

1. Dermatitis Kontak Iritan Akut


Pada DKI, kulit terasa pedih atau panas, eritema, vesikel atau bulla. Luas kelainanya
sebatas daerah yang terkena dan berbatas tegas. Pada beberapa individu, gejala subyektif
(rasa terbakar, rasa tersengat) mungkin hanya satu-satunya manifestasi. Rasa sakit dapat
terjadi dalam beberapa detik dari pajanan. Spektrum perubahan kulit berupa eritma hingga
vesikel dan bahan pajanan bahan yang dapat membakar kulit dapat menyebabkan nekrosis.
Secara klasik, pembentukan dermatitis akut biasanya sembuh segera setelah pajanan, dengan
asumsi tidak ada pajanan ulang hal ini dikenal sebagai decrescendo phenomenon. Pada
beberapa kasus tidak biasa, dermatitis kontak iritan dapat timbul beberapa bulan setelah
pajanan, diikuti dengan resolusi lengkap.Bentuk DKI Akut seringkali menyerupai luka bakar
akibat bahan kimia, bulla besar atau lepuhan. DKI ini jarang timbul dengan gambaran
eksematousa yang sering timbul pada dermatitis kontak.
2. Dermatitis Kontak Iritan Lambat (Delayed ICD)
Pada dermatitis kontak iritan akut lambat, gejala obyektif tidak muncul hingga 8-24
jam atau lebih setelah pajanan. Sebaliknya, gambaran kliniknya mirip dengan dermatitis
kontak iritan akut. Contohnya adalah dermatitis yang disebabkan oleh serangga yang terbang
pada malam hari, dimana gejalanya muncul keesokan harinya berupa eritema yang
kemudian dapat menjadi vesikel atau bahkan nekrosis.

3. Dermatitis Kontak Iritan Kronis (DKI Kumulatif)


Juga disebut dermatitis kontak iritan kumulatif. Disebabkan oleh iritan lemah (seperti
air, sabun, detergen, dll) dengan pajanan yang berulang-ulang, biasanya lebih sering terkena
pada tangan. Kelainan kulit baru muncul setelah beberapa hari, minggu, bulan, bahkan
tahun. Sehingga waktu dan rentetan pajanan merupakan faktor yang paling penting.
Dermatitis kontak iritan kronis ini merupakan dermatitis kontak iritan yang paling sering
ditemukan. Gejala berupa kulit kering, eritema, skuama, dan lambat laun akan menjadi
hiperkertosis dan dapat terbentuk fisura jika kontak terus berlangsung.

Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif,
biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak
tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif
sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan
dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir
bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari.
Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi
dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.

5. Reaksi Traumatik (DKI Traumatik)


Reaksi traumatik dapat terbentuk setelah tauma akut pada kulit seperti panas atau
laserasi. Biasanya terjadi pada tangan dan penyembuhan sekitar 6 minggu atau lebih lama.
Pada proses penyembuhan, akan terjadi eritema, skuama, papul dan vesikel. Secara klinik
gejala mirip dengan dermatitis numular.

6. Dermatitis Kontak Iritan Noneritematous


Juga disebut reaksi suberitematous. Pada tingkat awal dari iritasi kulit, kerusakan
kulit terjadi tanpa adanya inflamasi, namun perubahan kulit terlihat secara histologi.
Gejala umum yang dirasakan penderita adalah rasa terbakar, gatal, atau rasa tersengat.
Iritasi suberitematous ini dihubungkan dengan penggunaan produk dengan jumlah
surfaktan yang tinggi. Penyakit ini ditandai dengan perubahan sawar stratum korneum
tanpa tanda klinis (DKI subklinis).
7. Dermatitis Kontak Iritan Subyektif
Kelainan kulit tidak terlihat, namun penderita mengeluh gatal, rasa tersengat, rasa
terbakar, beberapa menit setelah terpajan dengan iritan. Biasanya terjadi di daerah wajah,
kepala dan leher. Asam laktat biasanya menjadi iritan yang paling sering menyebabkan
penyakit ini.

4.6 Diagnosis

Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.

A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat
dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya
terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif
(DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang
merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.
B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan

4.7 Pemeriksaan Penunjang.


Tidak ada pemeriksaan spesifik untuk mediagnosis dermatitis kontak iritan. Ruam kulit
biasanya sembuh setelah bahan iritan dihilangkan. Terdapat beberapa tes yang dapat
memberikan indikasi dari substansi yang berpotensi menyebabkan DKI. Tidak ada spesifik
tes yang dapat memperlihatkan efek yang didapatkan dari setiap pasien jika terkena dengan
bahan iritan. Dermatitis kontak iritan dalam beberapa kasus, biasanya merupakan hasil dari
efek berbagai iritans.

Patch Test

Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis
dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika
terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan
jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas
setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan
ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI, Pemeriksaan patch tes
digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
4.8 Diagnosa Banding
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh
sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang
terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah
diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu,
pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.

4.9 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan yang terpenting pada DKI adalah menghindari pajanan bahan irirtan yang
menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi
komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup
dengan pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dpat diberikan kortikosteroid topikal,
misalnya hydrocortisone, atau untuk kelaiann yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat saat bekerja
dengan bahan irirtan.

4.10 Prognosis

Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor, juga pada penderita atopi.
Daftar Pustaka

SW Menaldi, Sri Linuwih.2016.Ilmu penyakit kulit dan kelamin, edisi 7.Jakarta:


Badan Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia

Wolff C, Richard AJ, and Dick S.2005. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL.2008. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; .p.396-401.

Anda mungkin juga menyukai