Oleh :
Andi Annisa
2013730005
Pembimbing:
PENDAHULUAN
Dermatitis kontak iritan (DKI) merupakan reaksi peradangan nonimunologik pada kulit
yang disebabkan oleh kontak dengan faktor eksogen maupun endogen. Faktor eksogen berupa
bahan-bahan iritan (kimiawi, fisik, maupun biologik) dan faktor endogen memegang peranan
penting pada penyakit ini.
Dermatitis kontak iritan lebih banyak tidak terdeteksi secara klinis disebabkan karena
penyebabnya yang bermacam-macam dan interval waktu antara kontak dengan bahan iritan serta
munculnya ruam tidak dapat diperkirakannya. Dermatitis muncul segera setelah pajanan dan
tingkat keparahannya ditentukan berdasarkan kuantitas, konsentrasi, dan lamanya terpajan oleh
bahan iritan tersebut.
Penanganan dermatitis kontak tidak selamanya mudah karena banyak dan seringnya
faktor-faktor tumpang tindih yang memicu setiap kasus dermatitis.Pencegahan bahan-bahan
iritasi kulit adalah strategi terapi yang utama pada dermatitis kontak iritan.
BAB II
STATUS PASIEN
2.2 ANAMNESIS
Dilakukan Autoanamensis dengan pasien pada tanggal 28 November 2017
Keluhan Utama
Gatal dan perih pada kedua tangan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke Poli Kulit dan Kelamin RSU Cinajur dengan keluhan gatal dan perih
kedua tangan sejak 3 minggu yang lalu. Pasien mengatakan awalnya tangannya
merah, tibul bintik-bintik dan terasa gatal. Pasien mengaku sebelum keluhan timbul
pasien menggunakan dan kontak dengan pupuk cair yang baru dicobanya namun
sejak 2 minggu yang lalu pasien memutuskan untuk menghentikan penggunaan pupuk
tersebut karena merasa keluhan tibul setelah kontak dengan pupuk tersebut. Sekarang
gatal dan perih sudah berkurang namun memberat jika menggunakan sabun dan
setelah bekerja. Sekarang kulit pada kedua tangan pasien mengelupas dan menebal.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang pernah mengalami seperti ini sebelumnya.
Tidak terdapat riwayat atopik pada keluarga, seperti asma, dermatitis atopik, rinitis dll
4. Riwayat Pengobatan
Pasien mengaku belum pernah ke dokter sebelumnya.
5. Riwayat Alergi
Muncul gatal dan kemerahan pada kulit setelah makan makanan tertentu seperti :
telur, udang, tempe dll. tidak dirasakan oleh pasien.
Keluhan sering bersin saat pagi hari atau udara dingin tidak dirasakan oleh pasien
pasien tidak mempunyai riwayat meminum obat obatan yang pernah
dikonsumsi menimbulkan reaksi gatal, kulit terkelupas, dan sesak nafas.
6. Riwayat Psikososial
Pasien tinggal bersama istri dan anaknya, makan 2x sehari tercukupi. Pasien mengaku
bekerja Dinas kebersihan sebagai tukang kebun. Saat bekerja pasien tidak
menggunakan APD dengan lengkap ( pasien tidak menggunakan sarung tangan),
Pasien sering kontak dengan bahan-bahan kotor, tanaman dan bahan kimia (pupuk).
Distribusi Regional
Regio Carpal dextra, Carpal Sinistra
Lesi Lesi Bilateral lesi multipel dan Sirkupskrip
Efloresensi Skuama, Eksoriasis, Fissura, likenifikasi
2.5 DOKUMENTASI
2.7 RESUME
Seorang laki-laki, 49 datang ke poli kulit RSU Sayang Cianjur dengan keluhan Gatal dan
perih pada kedua telapak tangan sejak 3 minggu yang lalu. Lesi awal eritema, vesikel dan
pruritus. Timbul setelah kontak dengan bahan kimia. Sekarang penggunaan bahan kimia
telah di hentikan selama 2 minggu. gatal dan perih memberat jika terkena sabun dan setelah
bekerja, Lesi menjadi berupa skuama dan likenifikasi.Pada Pemeriksaan fisik di temukan:
Distribusi Regional. Regio Carpal Dextra, Sinistra. Lesi Bilateral,Multiple,Sirkumskrip.
Efloresensi Skuama, Eksoriasis, likenifikasi dan Fissura.
2.8 DIAGNOSIS
1. Diagnosis Banding
-Dermatitis Atopi
-Dermatitis kontak alergi
2. Diagnosis Kerja
Dermatitis Kontak Iritan
2.9 PENATALAKSANAAN
o Non-Medikamentosa:
1. Menjelaskan kepada pasien bahwa penyakit ini merupakan penyakit kulit yang
dapat berulang jika terpapar terus menerus dengan bahan iritan
2. Menggunakan alas kaki dan pelindung tangan saat bekerja di kebun.
3. Mengganti sabun mandi yang di gunakan dengan menggunakan sabun mandi
untuk kulit bayi.
o Medikamentosa:
Topikal :
2.10 PROGNOSIS
- Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Sanationam : Dubia ad Bonam
- Quo ad Functionam : Dubia ad Bonam
BAB III
ANALISIS KASUS
o Medikamentosa:
Topikal :
Sistemik :
Berdasarkan Prognosis
Quo ad Vitam : Dubia ad Bonam Ad vitam, menunjuk pada pengaruh penyakit terhadap
Quo ad Sanationam: Dubia ad proses kehidupan.
Bonam Ad functionam, menunjuk pada pengaruh penyakit
Quo ad Functionam: Dubia ad terhadap fungsi organ atau fungsi manusia dalam
Bonam melakukan tugasnya.
Ad sanationam, menunjuk pada penyakit yang dapat
sembuh total sehingga dapat beraktivitas seperti biasa.
BAB IV
TINJAUAN PUSTAKA
4.1 Definis
4.2 Epidemiologi
Dermatitis kontak iritan dapat diderita oleh semua orang dari berbagai golongan umur,
ras, dan jenis kelamin. Data epidemiologi penderita dermatitis kontak iritan sulit didapat. Jumlah
penderita dermatitis kontak iritan diperkirakan cukup banyak, namun sulit untuk diketahui
jumlahnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh banyak penderita yang tidak datang berobat
dengan kelainan ringan.
4.3 Etiologi
Dermatitis kontak iritan adalah penyakit multifaktor dimana faktor eksogen (iritan dan
lingkungan) dan faktor endogen sangat berperan.
a. Faktor Eksogen
Selain dengan asam dan basa kuat, tidak mungkin untuk memprediksi potensial iritan
sebuah bahan kimia berdasarkan struktur molekulnya. Potensial iritan bentuk senyawa mungkin
lebih sulit untuk diprediksi. Faktor-faktor yang dimaksudkan termasuk : (1) Sifat kimia bahan
iritan: pH, kondisi fisik, konsentrasi, ukuran molekul, jumlah, polarisasi, ionisasi, bahan dasar,
kelarutan ; (2) Sifat dari pajanan: jumlah, konsentrasi, lamanya pajanan dan jenis kontak, pajanan
serentak dengan bahan iritan lain dan jaraknya setelah pajanan sebelumnya ; (3) Faktor
lingkungan: lokalisasi tubuh yang terpajan dan suhu, dan faktor mekanik seperti tekanan,
gesekan atau goresan. Kelembapan lingkunan yang rendah dan suhu dingin menurunkan kadar
air pada stratum korneum yang menyebabkan kulit lebih rentan pada bahn iritan.
b. Faktor Endogen
1) Faktor genetik
Ada hipotesa yang mengungkapkan bahwa kemampuan individu untuk mengeluarkan
radikal bebas, untuk mengubah level enzym antioksidan, dan kemampuan untuk
membentuk perlindungan heat shock protein semuanya dibawah kontrol genetik. Faktor
tersebut juga menentukan keberagaman respon tubuh terhadap bahan-bahan ititan. Selain
itu, predisposisi genetik terhadap kerentanan bahan iritan berbeda untuk setiap bahan
iritan. Pada penelitian, diduga bahwa faktor genetik mungkin mempengaruhi kerentanan
terhadap bahan iritan. TNF- polimorfis telah dinyatakan sebagai marker untuk
kerentanan terhadap kontak iritan.
2) Jenis Kelamin
Gambaran klinik dermatitis kontak iritan paling banyak pada tangan, dan wanita
dilaporkan paling banyak dari semua pasien. Dari hubungan antara jenis kelamin dengan
dengan kerentanan kulit, wanita lebih banyak terpajan oleh bahan iritan, kerja basah dan
lebih suka perawatan daripada laki-laki. Tidak ada pembedaan jenis kelamin untuk
dermatitis kontak iritan yang ditetapkan berdasarkan penelitian.
3) Umur
Anak-anak dibawah 8 tahun lebih muda menyerap reaksi-reaksi bahan-bahan kimia dan
bahan iritan lewat kulit. Banyak studi yang menunjukkan bahwa tidak ada kecurigaan
pada peningkatan pertahanan kulit dengan meningkatnya umur. Data pengaruh umur
pada percobaan iritasi kulit sangat berlawanan. Iritasi kulit yang kelihatan (eritema)
menurun pada orang tua sementara iritasi kulit yang tidak kelihatan (kerusakan
pertahanan) meningkat pada orang muda. Reaksi terhadap beberapa bahan iritan
berkurang pada usia lanjut. Terdapat penurunan respon inflamasi dan TEWL, dimana
menunjukkan penurunan potensial penetrasi perkutaneus.
4) Suku
Tidak ada penelitian yang mengatakan bahwa jenis kulit mempengaruhi berkembangnya
dermatitis kontak iritan secara signifikan. Karena eritema sulit diamati pada kulit gelap,
penelitian terbaru menggunakan eritema sebagai satu-satunya parameter untuk mengukur
iritasi yang mungkin sudah sampai pada kesalahan interpretasi bahwa kulit hitam lebih
resisten terhadap bahan iritan daripada kulit putih.
5) Lokasi kulit
Ada perbedaan sisi kulit yang signifikan dalam hal fungsi pertahanan, sehingga kulit
wajah, leher, skrotum, dan bagian dorsal tangan lebih rentan terhadap dermatitis kontak
iritan. Telapak tangan dan kaki jika dibandingkan lebih resisten.
6) Riwayat Atopi
Adanya riwayat atopi diketahui sebagai faktor predisposisi pada dermatitis iritan pada
tangan. Riwayat dermatitis atopi kelihatannya berhubungan dengan peningkatan
kerentanan terhadap dermatitis iritan karena rendahnya ambang iritasi kulit, lemahnya
fungsi pertahanan, dan lambatnya proses penyembuhan. Pada pasien dengan dermatitis
atopi misalnya, menunjukkan peningkatan reaktivitas ketika terpajan oleh bahan iritan.
4.4 Patogenesis
Kelainan kulit timbul akibat kerusakan sel yang disebabkan oleh bahan iritan melalui kerja
kimiawi atau fisis. Ada empat mekanisme yang dihubungkan dengan dermatitis kontak iritan,
yaitu:
Pada respon iritan, terdapat komponen menyerupai respon imunologis yang dapat
didemonstrasikan dengan jelas, dimana hal tersebut ditandai oleh pelepasan mediator radang,
khususnya sitokin dari sel kulit yang non-imun (keratinosit) yang mendapat rangsangan kimia.
Proses ini tidaklah membutuhkan sensitasi sebelumnya. Kerusakan sawar kulit menyebabkan
pelepasan sitokin-sitokin seperti Interleukin-1 (IL-1), IL-1, tumor necrosis factor- (TNF-
). Pada dermatitis kontak iritan, diamati peningkatan TNF- hingga sepuluh kali lipat dan
granulocyte-macrophage colony-stimulating factor (GM-CSF) dan IL-2 hingga tiga kali lipat.
TNF- adalah salah satu sitokin utama yang berperan dalam dermatitis iritan, yang
menyebabkan peningkatan ekspresi Major Histocompatibility Complex (MHC) kelas II dan
intracelluler adhesin molecul-I pada keratinosit.
Pada dermatitis kontak iritan akut, mekanisme imunologisnya mirip dengan dermatitis
kontal alergi akut. Namun, perbedaan yang mendasar dari keduanya adalah keterlibatan dari
spesisif sel-T pada dermatitis kontak alergi akut.
Dermatitis kontak iritan dibagi tergantung sifat iritan. Iritan kuat memberikan gejala akut,
sedang iritan lemah memberi gejala kronis. Selain itu juga banyak hal yang mempengaruhi
sebagaimana yang disebutkan sebelumnya. Berdasarkan penyebab tersebut dan pengaruh faktor
tersebut, dermatitis kontak iritan dibagi menjadi sepuluh macam, yaitu:
Distirbusi penyakit ini biasanya pada tangan. Pada dermatitis kontak iritan kumulatif,
biasanya dimulai dari sela jari tangan dan kemudian menyebar ke bagian dorsal dan telapak
tangan. Pada ibu rumah tangga, biasanya dimulai dari ujung jari (pulpitis). DKI kumulatif
sering berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu lebih banyak ditemukan pada tangan
dibandingkan dengan bagian lain dari tubuh (contohnya: tukang cuci, kuli bangunan, montir
bengkel, juru masak, tukang kebun, penata rambut).
4. Reaksi Iritan
Secara klinis menunjukkan reaksi akut monomorfik yang dapat berupa skuama,
eritema, vesikel, pustul, serta erosi, dan biasanya terlokalisasi di dorsum dari tangan dan jari.
Biasanya hal ini terjadi pada orang yang terpajan dengan pekerjaan basah. Reaksi iritasi
dapat sembuh, menimbulkan penebalan kulit atau dapat menjadi DKI kumulatif.
4.6 Diagnosis
Diagnosis dermatitis kontak iritan didasarkan atas anamnesis yang cermat dan
pengamatan gambaran klinis yang akurat. DKI akut lebih mudah diketahui karena munculnya
lebih cepat sehingga penderita lebih mudah mengingat penyebab terjadinya. DKI kronis
timbul lambat serta mempunyai gambaran klinis yang luas, sehingga kadang sulit dibedakan
dengan DKA. Selain anamnesis, juga perlu dilakukan beberapa pemeriksaan untuk lebih
memastikan diagnosis DKI.
A. Anamnesis
Anamnesis yang detail sangat dibutuhkan karena diagnosis dari DKI tergantung pada
anamnesis mengenai pajanan yang mengenai pasien. Anamnesis yang dapat mendukung
penegakan diagnosis DKI (gejala subyektif) adalah:
- Pasien mengklain adanya pajanan yang menyebabkan iritasi kutaneus
- Onset dari gejala terjadi dalam beberapa menit sampai jam untuk DKI akut. DKI lambat
dikarakteristikkan oleh causa pajanannya, seperti benzalkonium klorida (biasanya
terdapat pada cairan disinfektan), dimana reaksi inflamasinya terjadi 8-24 jam setelah
pajanan.
- Onset dari gejala dan tanda dapat tertunda hingga berminggu-minggu ada DKI kumulatif
(DKI Kronis). DKI kumulatif terjadi akibat pajanan berulang dari suatu bahan iritan yang
merusak kulit.
- Penderita merasakan sakit, rasa terbakar, rasa tersengat, dan rasa tidak nyaman akibat
pruritus yang terjadi.
B. Pemeriksaan Fisis
Menurut Rietschel dan Flowler, kriteria dignosis primer untuk DKI sebagai berikut:
- Makula eritema, hiperkeratosis, atau fisura predominan setelah terbentuk vesikel
- Tampakan kulit berlapis, kering, atau melepuh
- Bentuk sirkumskrip tajam pada kulit
- Rasa tebal di kulit yang terkena pajanan
Patch Test
Patch test digunakan untuk menentukan substansi yang menyebabkan kontak dermatitis
dan digunakan untuk mendiagnosis DKA. Konsentrasi yang digunakan harus tepat. Jika
terlalu sedikit, dapat memberikan hasil negatif palsu oleh karena tidak adanya reaksi. Dan
jika terlalu tinggi dapat terinterpretasi sebagai alergi (positif palsu). Patch tes dilepas
setelah 48 jam, hasilnya dilihat dan reaksi positif dicatat. Untuk pemeriksaan lebih lanjut,
dan kembali dilakukan pemeriksaan pada 48 jam berikutnya. Jika hasilnya didapatkan
ruam kulit yang membaik, maka dapat didiagnosis sebagai DKI, Pemeriksaan patch tes
digunakan untuk pasien kronis, dengan dermatitis kontak yang rekuren.
4.8 Diagnosa Banding
1. Dermatitis Kontak Alergi
Berbeda dengan DKI, pada DKA, terdapat sensitasi dari pajanan/iritan. Gambaran lesi
secara klinis muncul pada pajanan selanjutnya setelah interpretasi ulang dari antigen oleh
sel T (memori), dan keluhan utama pada penderita DKA adalah gatal pada daerah yang
terkena pajanan. Pada patch tes, didapatkan hasil positif untuk alergen yang telah
diujikan, dan sensitifitasnya berkisar antara 70 80%.
2. Dermatitis Atopi
Merupakan keadaan radang kulit kronis dan residif, disertai dengan gatal yang umumnya
sering terjadi selama masa bayi dan anak-anak. Sering berhubungan dengan peningkatan
kadar IgE dalam serum dan riwayat atopi pada keluarga penderita. Oleh karena itu,
pemeriksaan IgE pada penderita dengan suspek DKI dapat dilakukan untuk mengurangi
kemungkinan diagnosis dermatitis atopi.
4.9 Penatalaksanaan
Upaya pengobatan yang terpenting pada DKI adalah menghindari pajanan bahan irirtan yang
menjadi penyebab, baik yang bersifat mekanik, fisis maupun kimiawi, serta menyingkirkan
faktor yang memperberat. Bila hal ini dapat dilaksanakan dengan sempurna, dan tidak terjadi
komplikasi, maka DKI tersebut akan sembuh tanpa pengobatan topikal, mungkin cukup
dengan pelembab untuk memperbaiki sawar kulit.
Apabila diperlukan, untuk mengatasi peradangan dpat diberikan kortikosteroid topikal,
misalnya hydrocortisone, atau untuk kelaiann yang kronis dapat diawali dengan
kortikosteroid dengan potensi kuat. Pemakaian alat pelindung diri yang adekuat saat bekerja
dengan bahan irirtan.
4.10 Prognosis
Prognosisnya kurang baik jika bahan iritan penyebab dermatitis tersebut tidak dapat
disingkirkan dengan sempurna. Keadaan ini sering terjadi pada DKI kronis yang penyebabnya
multifaktor, juga pada penderita atopi.
Daftar Pustaka
Wolff C, Richard AJ, and Dick S.2005. Fitzpatricks Color Atlas & Synopsis Of
Clinical Dermatology 5th ed. New York: McGraw Hill.
Wolff K, Lowel AG, Stephen IK, Barbara AG, Amy SP, David JL.2008. Fitzpatricks
Dermatology in general medicine. 7th ed. New York: McGraw Hill; .p.396-401.