Anda di halaman 1dari 12

REFLEKSI KASUS April 2022

Impetigo

Disusun Oleh :
Muh. Alfatrah Butuuni
N11121023

Pembimbing Klink
dr. Diany Nurdin, Sp. KK., M. Kes

DISUSUN UNTUK MEMENUHI TUGAS KEPANITERAAN KLINIK PADA


BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI DOKTER
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
STATUS PASIEN
BAGIAN ILMU KESEHATAN KULIT DAN KELAMIN
RSUD UNDATA PALU

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. S
Umur : 13 Bulan
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Jl. Tanjung Manimbaya
Agama : Islam (orang tua)
Tanggal Pemeriksaan : 4 Juli 2022

II. ANAMNESIS
1) Keluhan Utama : Bercak kemerahan dengan sedikit cairan kering bagian
bawah mata kanan
2) Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang ibu membawa anaknya ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
Rumah Sakit Umum Daerah Undata Palu dengan mengeluhkan terdapat
bercak kemerahan dengan sedikit cairan kering pada bagian bawah mata
kanan yang sudah dialami sejak 5 hari yang lalu. Keluhan muncul secara
tiba-tiba, awalnya pasien sering kelihatan menggaruk bagian bawah mata
kanan. Ibu pasien mengatakan bahwa awalnya muncul benjolan berisi air
jernih (vesikel), yang lama-kelamaan karena rasa gatal, pasien menggaruk
dan akhirnya pecah sehingga muncul vesikel-vesikel yang baru. Kemudian
dalam 2 hari terakhir ini mengering dan tampak kemerahan dengan sedikit
cairan kering yang menurut ibunya semakin hari semakin melebar. Ibu
pasien mengatakan tidak terdapat keluhan demam (-) dan kelemahan (-).
3) Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien tidak pernah mengalami keluhan serupa sebelumnya.
Sebelumnya pasien pernah dibawa ke klinik karena ISPA
4) Riwayat Penyakit Keluarga : Tidak ada keluarga yang menderita keluhan
yang sama dengan pasien, Kakak perempuan nya baru sembuh dari
penyakit herpes. DM (-), Hipertensi (-).

III. PEMERIKSAAN FISIK


Status Generalis
1) Keadaan Umum : Sakit Ringan
2) Status Gizi : Baik
3) Kesadaran : Compos mentis GCS E4M6V5

Tanda-Tanda Vital
Tekanan Darah : TDP
Nadi : TDP
Pernapasan : TDP
Suhu : TDP

Status Dermatologis
Ujud Kelainan Kulit :
Kepala : Terdapat makula eritema dengan sedikit krusta pada
regio infraorbita dextra
Wajah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Leher : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Dada : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Perut : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Punggung : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Bokong : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Inguinal : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Genitalia : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Ekstremitas atas : Tidak terdapat ujud kelainan kulit
Ekstremitas bawah : Tidak terdapat ujud kelainan kulit

IV. DOKUMENTASI KASUS

Gambar 1. Terdapat makula eritema dengan sedikit krusta pada regio


infraorbita dextra
V. RESUME
Seorang ibu membawa anaknya ke Poli Klinik Kulit dan Kelamin
RSUD Undata Palu dengan mengeluhkan terdapat makula eritema dengan
sedikit krusta pada infraorbita dextra yang sudah dialami sejak 5 hari yang
lalu. Keluhan muncul secara tiba-tiba, awalnya pasien sering kelihatan
menggaruknya. Ibu pasien mengatakan bahwa awalnya muncul vesikel, yang
lama-kelamaan karena adanya pruritus, pasien menggaruk dan akhirnya
vesikel pecah sehingga muncul vesikel-vesikel yang baru. Kemudian dalam 2
hari terakhir ini mengering dan tampak eritema dengan sedikit krusta yang
menurut ibunya semakin hari semakin melebar. Ibu pasien mengatakan tidak
terdapat keluhan demam (-), malaise (-), fatigue (-).
Pasien datang dengan keadaan umum sakit ringan, status gizi baik, dan
kesadaran compos mentis. Tanda vital tidak dilakukan pemeriksaan. Pada
pemeriksaan status dermatologis didapatkan makula eritema dengan sedikit
krusta pada regio infraorbita dextra.

VI. DIAGNOSIS KERJA


Impetigo krustosa

VII. DIAGNOSIS BANDING


Ektima
Insect Bite Reaction
Impetigo vesiko-bulosa

VIII. ANJURAN PEMERIKSAAN


Pemeriksaan Laboratorium

IX. PENATALAKSANAAN
1. Non Medikamentosa
- Edukasi tentang penyakit impetigo
- Hindari menggaruk
- Kompres terbuka dengan larutan permanganas kalikus 1/5000, larutan
rivanol 1% dan yodium povidon 7,5%.
- Menjaga hygiene tubuh
- Pemakaian obat sesuai anjuran
2. Medikamentosa
a) Pengobatan Topikal
Neomisin 2x1 selama selama 7 hari

X. PROGNOSIS
Quo ad vitam : Bonam
Quo ad functionam : Bonam
Quo ad cosmetican : Bonam
Quo ad sanationam : Bonam

XI. PEMBAHASAN

Pioderma adalah infeksi menular pada kulit oleh bakteri yang paling
sering diderita oleh anak-anak. Pioderma adalah penyakit pada kulit
dikarenakan oleh infeksi bakteri staphylococcus aureus dan streptococcus
atau keduanya. Streptococcus group A menurut beberapa penelitian menjadi
entiologi paling utama dari pioderma di banyak negara berkembang tropis
kemudian diikuti oleh Staphylococcus aureus. Pioderma dibagi menjadi 2,
yakni pioderma primer dan sekunder. Pioderma primer adalah infeksi yang
terjadi pada kulit normal sedang pioderma sekunder terjadi jika telah ada
penyakit kulit lain (impetigenisata) seperti dermatitis impetigenisata, skabies
impetigenisata. (1,2)

“Pada kasus terjadi pada anak berusia 13 bulan”

Hal ini terjadi karena Impetigo adalah salah satu dari contoh
dari pioderma yaitu penyakit yang menyerang lapisan epidermis kulit
terutama banyak pada anak dan bayi. Impetigo menyebabkan terbentuknya
lepuhan-lepuhan kecil berisi nanah. Impetigo memiliki dua jenis yang berbeda
seperti Impetigo Bulosa adalah jenis penyakit impetigo yang sering
menyerang pada bayi dan anak, ditandainya dengan kelainan pada kulit dan
cairan yang keluar pada kulit yang mengakibatkan infeksi kulit kronis. Dan
Impetigo Krustosa adalah jenis impetigo yang manifestasi gejalanya dapat
menular dari serangan udara, penyakit ini juga dikenal sebgai penyakit yang
sering di derita oleh orang yang memiliki tingkat kebersihan yang rendah dan
faktor lingkungan yang kurang baik. (3,4)
Impetigo juga dapat diklasifikasikan sebagai primer atau sekunder.
Impetigo primer melibatkan kulit yang sebelumnya normal dipengaruhi oleh
invasi bakteri langsung. Impetigo sekunder melibatkan pembentukan infeksi
di lokasi luka kulit sebelumnya. (5)
Impetigo bulosa disebabkan tersering oleh Staphylococcus aureus,
sedangkan impetigo nonbulosa (krustosa) tersering disebabkan oleh
Staphylococcus aureus dan Group A Streptococcus. Impetigo terjadi di
seluruh negara dan angka kejadiannya selalu meningkat dari tahun ke tahun.
Di Amerika Serikat impetigo merupakan 10% dari masalah kulit yang
dijumpai pada klinik anak dan terbanyak pada daerah yang jauh lebih hangat,
yaitu pada daerah tenggara Amerika.(2,6)

“Pada kasus awalnya gatal, sering digaruk pasien kemudian muncul


vesikel yang kemudian pecah menyisahkan sedikit krusta”

Lesi awal dari impetigo nonbulosa (krustosa) berupa makula


eritematosa kecil berukuran sekitar 2 mm yang kemudian berubah
menjadi vesikel atau pustula dan cepat berevolusi menjadi honey-colored
crusted plaque, yang diameternya bisa meluas hingga 2 cm. Lesi dapat
dikelilingi oleh makula eritematosa. Gejala konstitusi dapat terjadi;
limfadenopati regional terjadi pada 90% pasien dengan infeksi yang kronis
dan tidak diterapi. Lesi yang tidak diterapi akan menjadi semakin luas dan
dapat timbul lesi satelit di sekitarnya. Rasa gatal dan tidak nyaman dapat
terjadi. Pada beberapa pasien, lesi dapat sembuh spontan; sedangkan pada
individu yang lain lesi dapat meluas hingga ke dermis dan membentuk suatu
ulkus. (6)
Setiap gangguan penghalang kulit menyebabkan akses ke reseptor
fibronektin oleh GABHS dan S aureus yang membutuhkan fibronektin untuk
kolonisasi. Trauma, luka, gigitan serangga, pembedahan, dermatitis atopik,
luka bakar, dan varicella adalah mekanisme umum kerusakan kulit. Setelah
lesi hadir, inokulasi diri ke situs lain sangat umum. Malnutrisi, imunosupresi,
kepadatan penduduk, diabetes, dan kebersihan yang buruk membuat
seseorang lebih rentan terhadap impetigo. Kulit merupakan pertahanan tubuh
pertama terhadap lingkungan. Adanya homeostasis yang tidak seimbang
antara mikrob kulit dengan pejamu berhubungan dengan timbulnya impetigo
bulosa. Impetigo bulosa disebabkan oleh exfoliatin (extracelullar exfoliative
toxin) Staphylococcus aureus tipe A dan B. Exfoliatin tipe A bekerja sebagai
serin protease dari desmoglein 1 (desmosomal chaderin). Sebuah studi
mengenai impetigo bulosa, pada 51% pasien didapatkan kultur positif
Staphylococcus aureus pada hidung dan tenggorok, dan 79% kultur
disebabkan oleh strain yang sama di kedua area tubuh tersebut. (5,6)
Kulit yang intak bersifat resistan terhadap kolonisasi atau
impetiginisasi, kemungkinan karena tidak adanya reseptor fibronektin untuk
asam teikoat pada Staphylococcus aureus dan Group A Streptococcus.
Produksi bacteriocins, yang diproduksi oleh strain Staphylococcus aureus
tertentu dan Group A Streptococcus yang bersifat sangat bakterisidal, hanya
berperan jika ada isolasi Staphylococcus aureus pada beberapa lesi impetigo
nonbulosa yang awalnya disebabkan oleh Streptococcus. Staphylococcus
aureus menyebar dari hidung ke kulit normal kira-kira dalam 11 hari,
kemudian timbul lesi kulit setelah 11 hari berikutnya. Lesi biasanya timbul
pada wajah di sekitar hidung atau di ekstremitas setelah trauma.
Staphylococcus aureus sebagai carrier di mukosa nasal dikonfirmasi terdapat
di nasal anterior dan bibir; dengan pruritus sebagai keluhan tersering. Kondisi
yang menyebabkan kerusakan integritas epidermis dapat menjadi port d’entry
impetiginisasi, termasuk gigitan serangga, dermatofitosis, herpes simpleks,
varisela, abrasi, laserasi, dan luka bakar akibat termal. (6)

“Pada pemeriksaan dermatologi didapatkan makula eritema dengan


sedikit tampakan krusta pada regio infraorbita dextra”

Pada Impetigo krustosa ditemukan krusta atau cairan


kekuningan yang mengering tampak seperti madu (honey colour) yang
dikelilingi eritema. Pada awalnya berupa makula/papul eritematosa yang
berkembang dengan cepat menjadi vesikel/pustul. Vesikel ini mudah
pecah dan membentuk sebuah erosi dan ketika isi dari vesikel ini
mengering akan membentuk krusta, dapat melebar sampai 1-2 cm, jika
dilepaskan akan tampak erosi dibawahnya/ didasarnya. Daerah klinis ini
biasa terjadi di daerah wajah, predileksi paling sering di daerah hidung dan
mulut. (2,7)
Pada pemeriksaan penunjang dapat melakukan pemeriksaan
laboratorik dengan melihat adanya leukositosis. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan antara lain kultur bakteri dan sensitivitas antibiotik, dapat
digunakan dalam menentukan terapi antibiotik yang sensitif untuk
mengeradikasi bakteri penyebab infeksi, pengecatan gram, digunakan untuk
melihat bakteri penyebab infeksi, apabila ditemukan bakteri gram positif
dengan bentuk coccus (bulat) dan berkelompok dapat menunjukkan adanya
Staphylococcus aureus, pengecatan kalium hidroksida (KOH), digunakan
untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi jamur dan pengecatan tzank atau
biakan virus, digunakan untuk menyingkirkan kemungkinan infeksi herpes
simpleks. (2,3)

”Kasus didiagnosis banding dengan ektima dan reaksi gigitan serangga”

Ektima adalah penyakit kulit pioderma ulseratif yang disebabkan oleh


infeksi bakteri Streptococcus β-hemolyticus atau Staphylococcus aureus dan
dapat juga kombinasi dari keduanya yang mengenai lapisan epidermis dan
dermis membentuk ulkus dangkal yang ditutupi oleh krusta berlapis. Daerah
predileksi pada ektima biasanya pada daerah eksremitas terutama eksremitas
bagian bawah. Lesi muncul akibat trauma kulit oleh gigitan serangga. Krusta
biasa berwarna coklat-kehitaman. Sedangkan diagnosis banding
hipersensitivitas terhadap serangga dapat terjadi akibat kontak langsung
serangga yang mengeluarkan toksin yang dapat menyebabkan munculnya
urtikaria papular dengan zona eritem sangat rasa gatal dan ada tanda bekas
garukkan. (2,8)

“Terapi yang diberikan pada kasus yakni terapi non-medikamentosa dan


medikamentosa berupa antibiotik topikal dikarenakan krusta yang
sedikit tidak menggunakan antibiotik sistemik”

- Jika krusta sedikit: dipecahkan lalu dibersihkan dengan cairan antiseptik,


dan diberi antibiotik topikal seperti salep/krim Basitrasin, Neomisin,
Mupirosin, Asam fusidat 2-3 kali sehari selama 7-10 hari).
- Jika krusta banyak: diberi tambahan obat antibiotik sistemik (antibiotik
oral seperti Amoksisilin 3x500 mg/ hari, Sefadroksil 2x500 mg/hari)
- Kompres terbuka 30-60 menit dengan Permanganas kalikus 1/5000,
Asam salisilat 0,1%, Rivanol 1%, larutan Povidone iodine 1% diberikan
3 kali sehari selama keadaan akut
Edukasi:
- Tidak boleh digaruk atau dicongkel sendiri keropengnya karena dapat
menyebabkan infeksi yang lebih parah
- Menjaga higiene perorangan untuk mencegah infeksi berulang dan
penularan
- Membersihkan area muka (mulut dan hidung) pada bayi/anak setelah
minum susu atau setelah makan
- Mencuci tangan sebelum dan setelah memegang sesuatu yang kotor,
apalagi sesudah memegang lesi, karena daerah lesi mengandung banyak
bakteri yang bisa menular
- Rajin memotong kuku untuk mengurangi kontaminasi
- Mandi dua kali sehari dengan sabun, boleh dengan sabun antiseptik
- Jangan menggunakan handuk, lap, sapu tangan yang sama dengan
anggota keluarga yang lain, sebaiknya terpisah
- Penting menghabiskan antibiotik yang diberikan untuk mencegah
resistensi. Pengobatan antibiotik topikal sebaiknya sampai kulitnya sudah
sembuh seperti kulit disekitarnya
- Barang-barang yang biasa digunakan setiap hari (seperti HP, komputer,
pen) harus disterilkan dengan alkohol
- Bila keluhan tidak membaik walaupun telah diobati, segera berobat ke
dokter spesialis kulit. (7)

Tanpa pengobatan, infeksi sembuh dalam 14-21 hari. Sekitar 20%


kasus sembuh secara spontan. Jaringan parut jarang terjadi tetapi beberapa
pasien mungkin mengalami perubahan pigmentasi. Beberapa pasien mungkin
mengalami ektima. Dengan pengobatan, penyembuhan terjadi dalam 10 hari.
Neonatus dapat mengembangkan meningitis. Komplikasi yang jarang terjadi
adalah glomerulonefritis akut pasca streptokokus, yang terjadi 2-3 minggu
setelah infeksi kulit. (5)
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai