Anda di halaman 1dari 41

REFERAT JUNI 2022

VENTRICULAR SEPTAL DEFECT

Disusun Oleh :
NAMA : ANNISA MUWAFFAQ
NIM : N 111 21 110

PEMBIMBING KLINIK :
dr. Venice Chairiadi, Sp. JP, FIHA

KEPANITERAAN KLINIK BAGIAN ILMU PENYAKIT DALAM


RUMAH SAKIT UMUM DAERAH UNDATA PALU
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2022
i
DAFTAR ISI
Daftar Isi........................................................................................................................ii
BAB PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1. Latar Belakang........................................................................................................1
1.2. Tujuan.....................................................................................................................2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................3
2.1. Defenisi...................................................................................................................3
2.2. Epidemiologi...........................................................................................................3
2.3 Anatomi Jantung......................................................................................................4
2.4 Embriologi.....................................................................................................4
2.5 Etiologi…................................................................................................................5
2.6 Klasifikasi................................................................................................................5
2.7 Patofisiologi.............................................................................................................8
2.8 Manifestasi Klinis...................................................................................................9
2.9 Diagnosis...............................................................................................................11
2.10 Diagnosis Banding.. ............................................................................................15
2.11 Pengaruh VSD pada masa kehamilan.. ...............................................................17
2.12 Tatalaksana. ........................................................................................................30
2.13 Prognosis.. ...........................................................................................................34
2.14 Komplikasi...........................................................................................................35
BAB III KESIMPULAN.............................................................................................36
Daftar Pustaka .............................................................................................................iii

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Jantung merupakan organ yang penting dalam sisitim tubuh manusia. Jantung
berfungsi untuk memompakan darah yang mengandung oksigen dan nutrien ke
seluruh tubuh. Jantung terdiri dari beberapa ruang yang dibatasi oleh beberapa
katup, diantaranya adalah katup atrioventrikular dan semilunar. Katup atrio
ventrikular terdiri atas katup bicuspid (mitral) dan katup tricuspid, yang terletak
diantara atrium dan ventrikel, sedangkan katup semilunar terletak antara ventrikel
dengan aorta dan arteri pulmonal.1 Penyakit jantung terdiri dari berbagai macam
jenis dan dipengaruhi oleh banyak faktor seperti kongenital menurunnya
kemampuan pompa jantung, infeksi kuman, penyempitan arteri koroner, trombus,
hipertensi, atau karena kelainan kongenital.1
Penyakit jantung bawaan (PJB) adalah sekumpulan malformasi struktur
jantung atau pembuluh darah besar yang telah ada sejak lahir. Kata konginetal
berasal dari bahasa latin con berarti bersama, dan genitus berarti lahir. Penyakit
jantung bawaan adalah penyakit dengan kelainan pada struktur jantung atau
fungsi sirkulasi jantung yang dibawa dari lahir yang terjadi akibat adanya
gangguan atau kegagalan perkembangan structural jantung pada fase awal
perkembangan janin. Ada 2 golongan besar PJB, yaitu siaonotik ( biru ) dan
asianotik ( tidak biru ) yang masing – masing memberikan gejala dan memerlukan
penatalaksanaan yang berbeda. Penyakit jantung bawaan sianotik antara lain
Tetralogi of Fallot (TFA) dan Transpotion of the Great Arteri (TGA) sedang pada
penyakit jantung bawaan yang asianotik antara lain Atrial Septal Defek (ASD),
Ventricular Septal Defect (VSD) dan Patent Ductus Arteriosus (PDA).2
Defek Septum Ventrikel (Ventricular Septal Defect/VSD) merupakan
kelainan jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler. Lubang
tersebut dapat hanya 1 atau lebih (Swiss cheese VSD) yang terjadi akibat

1
kegagalan fusi septum interventrikuler semasa janin dalam kandungan.3 Defek
Septum Ventrikel merupakan kelainan jantung kongenital terbanyak. Kejadiannya
sekitar 20-30% dari kelainan jantung kongenital. Telah dilaporkan adanya
peningkatan insidensi kelainan ini dari 1,35-4/1000 kelahiran hidup menjadi 3,6-
6,5/1000 kelahiran hidup, bahkan insidensi VSD dilaporkan sampai 47,4/1000
kelahiran hidup. Insidensi VSD murni (tanpa disertai kelainan kongenital lain)
adalah 1,76/1000 kelahiran hidup.2 Frekuensi pada wanita 56%, sedangkan laki-
laki 44%.2

1.2 Tujuan
Referat ini bertujuan untuk mengetahui penyakit jantung bawaan yaitu
ventricular septal defect, dan membahas laporan kasus dengan diagnosis
ventricular septal defect pada ibu hamil.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Ventricular Septal Defect (VSD) merupakan kelainan kongenital pada


jantung dimana ada defek pada septum ventrikel, sehingga terdapat hubungan
antara kedua ventrikel. VSD dapat muncul sebagai anomali primer dan bisa juga
disertai defek jantung lainnya. VSD termasuk kedalam penyakit jantung bawaan
asianotik, yang berarti tidak mengalami sianosis (kebiruan). VSD adalah suatu
lubang didinding antara kedua ventricles. Ketika kerusakannya kecil, anak-anak
tidak menderita gejala-gejala, dan satu-satunya tanda VSD adalah suara desiran
jantung yang keras. Pada kasus VSD dengan ukuran defek sedang dan berat,
dapat terjadi gagal jantung yang mengakibatkan gangguan pertumbuhan dan gizi,
sedangkan pada kasus yang lebih berat seperti terjadinya hipertensi pulmonal
yang permanen dapat mengakibatkan terjadinya sianosis.3,4

2.2 Epidemiologi

Angka kejadian PJB di Indonesia adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup.1


Jika jumlah penduduk Indonesia 200 juta, dan angka kelahiran 2%, maka jumlah
penderita PJB di Indonesia bertambah 32000 bayi setiap tahun. VSD merupakan
defek jantung yang paling sering terjadi, yaitu 15%-20% dari seluruh defek
jantung. Dimana VSD mengenai 2%-7% kelahiran. VSD lebih sering terjadi pada
perempuan disbanding laki-laki ( 56% : 44%). Insidens tertinggi pada prematur
dengan kejadian 2-3 kali lebih sering dibanding bayi aterm.VSD merupakan
salah satu lesi yang sering muncul pada kelainan kromosomal, antara lain trisomi
13, trisomi 18, trisomi 21,dan kelainan sindrom lainnya, tetapi 95% pasien
dengan VSD tidak bersamaan dengan kelainan kromosomal.5

3
2.3 Anatomi Jantung

Pembagian ventrikel tunggal menjadi ventrikel kiri dan kanan terjadi


antara minggu ke 4 dan minggu ke 8, bersamaan dengan pembagian atrium
tunggal menjadi atrium kiri dan kanan. Septum ventrikel yang pertama terbentuk
adalah septum membranous, yang kemudian bergabung dengan endocardial
cushion dan bulbus kordis (bagian proksimal trunkus arteriosus). Septum
muscular kemudian mulai terbentuk, bersama dengan pertumbuhan lebih lanjut
bulbus kordis dan endocardial cushion. Hasil akhir perkembangan ini adalah
terbentuknya septum ventrikel membranous dan septum muscular, serta katup
mitral yang mempunyai kontak jaringan dengan aorta, sedangkan katup trikuspid
dan katup pulmonal terpisah. Salah bentuk pada proses ini dapat menyebabkan
lubang pada septum ventrikel, yang dapat terletak tinggi di atas krista
supraventrikularis, di bawah krista supraventrikularis pada septum membranous
atau pada septum muscular.6

2.4 Embriologi

Defek septum ventrikel terjadi karena terlambatnya penutupan septum


interventrikuler pada 7 minggu pertama kehidupan intrauterin, yaitu saat terjadi
interaksi antara bagian muskular interventrikuler, bagian dari endokardium
(bantalan endokardium), dan bagian dari bulbus kordis. Pada saat itu terjadi
kegagalan fusi bagian-bagian septum interventrikular, membran, muskular, jalan
masuk, jalan keluar, atau kombinasinya, yang bisa bersifat tunggal atau multipel.
Penyebab kegagalan fusi ini belum diketahui.
Ada 2 kemungkinan anomali embrional yang timbul, yaitu:
1. Kurangnya jaringan pembentuk septum interventrikular. Biasanya kelainan ini
adalah tipe yang berdiri sendiri terutama defek pada pars membranosa.
2. Adanya defek malalignment yang biasanya disertai defek intrakardial yang
lain. Malalignment muncul pada pertemuan konus septum dan septum pars

4
muskularis. Defek malalignment anterior biasanya disertai dengan obstruksi
aliran keluar ventrikel kanan, misalnya tetralogi Fallot. Sebaliknya, defek
malalignment posterior biasanya berhubungan dengan obstruksi aliran keluar
ventrikel kiri, misalnya interrupted aortic arch.5

2.5 Etiologi

Penyebab terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui


secara pasti (idiopatik), tetapi ada beberapa faktor yang diduga mempunyai
pengaruh pada peningkatan angka kejadian VSD. Faktor yang mempengaruhi
adalah :1

a. Faktor eksogen : obat-obatan, penyakit ibu (rubella, DM), ibu hamil dengan
alkoholik.
b. Faktor endogen : penyakit genetik, misal : sindrom down. Penyebab
terjadinya penyakit jantung bawaan belum dapat diketahui secara pasti, tetapi
ada beberapa faktor yang diduga mempunyai pengaruh pada peningkatan
angka kejadian penyakit jantung bawaan yaitu :

Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari


seluruh kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup
sempurna. Kelainan ini umumnya kongenital, tetapi dapat pula terjadi karena
trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya
trunkus arteriosus, tetralogy of Fallot

2.5 Klasifikasi

Septum ventrikel terdiri dari septum membran dan septum muskular.


Secara anatomis DSV dapat diklasifikasikan sesuai letak defeknya. Klasifikasi
DSV berdasarkan letak:
1) DSV perimembran, yang dibagi menjadi:

5
a. Defek perimembran inlet mengarah ke posterior ke daerah inlet septum
b. Defek perimembran outlet mengarah ke depan, di bawah akar aorta ke
dalam septum pars muskularis
c. Defek trabekular mengarah ke bawah, ke arah septum trabekularis
d. Defek perimembran konfluen, yang mencakup ketiga bagian septum
muskular, sehingga merupakan defek yang besar
2) DSV muskular, dibagi menjadi:
a. Defek muskular inlet
b. Defek muskular trabekular
c. Defek muskular outlet
3) DSV subarterial (doubly committed subarterial) yang disebut juga tipe
oriental, yaitu defek yang terdapat tepat di bawah katup kedua arteri besar (aorta
dan arteri pulmonalis).7
Pada DSV terjadi aliran darah dari ventrikel kiri menuju ventrikel kanan,
terjadi pencampuran darah arteri dan vena tanpa sianosis. Ukuran dan besarnya
aliran melalui defek merupakan faktor yang penting dalam menentukan akibat
fisiologis serta tambahan klasifikasi DSV. Ekokardiografi dapat dipakai untuk
mengukur besarnya defek dan menghitung perbandingan besar defek terhadap
ukuran annulus aorta.
1) DSV kecil (diameter defek 0 – 3 mm saat lahir atau defek < 1/3 diameter
aorta), terjadi gradien yang signifikan antara ventrikel kiri dan kanan (> 64
mmHg). Defek seperti ini disebut restriktif, dengan berbagai variasi aliran dari
kiri ke kanan, tekanan sistol ventrikel kanan dan resistensi pulmonal normal. 6,9
Pada DSV terjadi aliran darah dari ventrikel kiri menuju ventrikel kanan, terjadi
pencampuran darah arteri dan vena tanpa sianosis. Ukuran dan besarnya aliran
melalui defek merupakan faktor yang penting dalam menentukan akibat
fisiologis serta tambahan klasifikasi DSV. Ekokardiografi dapat dipakai untuk
mengukur besarnya defek dan menghitung perbandingan besar defek terhadap
ukuran annulus aorta.

6
2) DSV moderat dengan restriksi (diameter defek 3 – 5 mm saat lahir atau defek
antara 1/3 – 2/3 diameter aorta), gradien berkisar 36 mmHg. Awalnya derajat
aliran dari kiri ke kanan bersifat sedang berat. Resistensi vaskular paru dapat
meningkat, tekanan sistolik ventrikel kanan dapat meningkat walaupun tidak
melampaui tekanan sistemik. Ukuran atrium dan ventrikel kiri dapat membesar
akibat bertambahnya beban volume.
3) DSV besar non restriktif (diameter defek < 5 mm saat lahir atau defek
mendekati ukuran aorta), tekanan sistol ventrikel kiri dan kanan sama. Sebagian
besar pasien akan mengalami perubahan vaskular paru yang menetap dalam
waktu satu atau dua tahun kehidupan. Dengan waktu terjadi penurunan aliran
dari kiri ke kanan, bahkan terjadi aliran dari kanan ke kiri, yang kita kenal
sebagai fisiologi Eisenmenger.4,7

Gambar 1 Klasifikasi VSD berdasarkan letak

7
2.6 Patofisiologi

Defek pada septum interventrikuler menyebabkan hubungna antara


sirkulasi sistemik dan pulmonar. Ukuran dari VSD, tekanan pada ventrikel kanan
dan kiri, serta resitensi pulmonar merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi
hemodinamik pada VSD. Demikian, darah akan mengalir dari tekanan yang
tinggi ke rendah, yaitu dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan ( left-to-right shunt).4

Darah mengalir melalui defek dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan yang
menyebabkan darah yang mengandung banyak oksigen masuk ke arteri
pulmoner. Penambahan darah ini menimbulkan peningkatan aliran darah ke paru
dan menyebabkan peningkatan pulmonary venous return ke atrium kiri dan ke
ventrikel kiri. Peningkatan volume ventrikel kiri menyebabkan dilatasi dan
akhirnya hipertrofi ventrikel kiri.4

Volume darah dalam paru yang meningkat , menyebabkan naiknya


tahanan pulmoner. Jika tahanan ini besar maka tekanan ventrikel kanan semakin
meningkat terjadilah right-to-left shunt, dimana darah yang miskin oksigen
mengalir ke ventrikel kiri menyebabkan sianosis. Peningkatan aliran darah
pulmoner menyebabkan peningkatan pulmonary capillary pressure yang dapat
menambah cairan interstisial pulmoner. Ketika kondisi ini parah maka timbul
oedem pulmonal.4

VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah


mengalir langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek
bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Kira – kira 20% dari defek ini pada anak adalah
defek sederhana, banyak diantaranya menutup secara spontan. Kira- kira 50 % -
60% anak-anak menderita defek ini memiliki defek sedang dan menunjukkan
gejalanya pada masa kanak-kanak. Defek ini sering terjadi bersamaan dengan
defek jantung lain. Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut :

8
 Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikei kanan.
 Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya
dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular pulmonar.
 Jika tahanan pulmonar ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat
menyebabkan pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel
kanan ke kiri menyebabkan sianosis ( sindrom eisenmenger ).4

2.7 Manifestasi klinis

Manifestasi klinis yang ditimbulkan tergantung ukuran defek saat


ditemukan. Pada VSD kecil terdengar bising peristolik. Defek kecil bersifat
benigna, dan dapat menutup spontan tergantung tipenya, dan biasanya tidak
mengganggu pertumbuhan anak. Pada VSD besar dapat dijumpai sesak napas dan
gangguan pertumbuhan oleh karena meningkatnya aliran pulmonal.8

1. VSD kecil
a. Biasanya asiptomatik
b. Defek kecil 1-5 mm
c. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
d. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltic yang menjalar
ke seluruh tubuh pericardium dan berakhir pada waktu distolik karena terjadi
penutupan VSD
e. Pada EKG dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas
ventrikel kiri
f. Pada radiologi ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau
sedikit meningkat.
g. Menutup secara spontan pada waktu umur 3 tahun.
2. VSD sedang
a. Sering terjadi simptom pada masa bayi

9
b. Sesak nafas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan
waktu lebih lama untuk makan dan minum
c. Defek 5-10 mm
d. Berat badan sukar naik sehingga tumbuh kembang anak terganggu
e. Mudah menderita infeksi pada paru-paru dan biasanya memerlukan waktu
lama untuk sembuh tetapi umumnya responsive terhadap pengobatan
f. Takipnea
g. Retraksi pada jugulum, sela intercostal, region epigastrium
h. Bentuk dada normal
i. Pada EKG terdapat peningkatan aktivtas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi
ventrikel kiri yang lebih meningkat.
j. Pada radiologi terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus
pulmonalis menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran
pembuluh darah di hilus.
3. VSD besar
a. Sering timbul gejala pada masa neonatus
b. Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam
minggu pertama setelah lahir
c. Pada minggu ke-2 atau ke-3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal
jantung biasanya baru timbul setelah minggu ke-6 dan sering didahului infeksi
saluran nafas bagian bawah
d. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis karena
kekurangan aksigen akibat gangguan pernafasan.
e. Terdapat gangguan tumbuh kembang
f. Pada hasil EKG terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
g. Pada radiologi pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang
tampak menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan
vaskularisasi paru ke perifer11,10

10
2.8 Diagnosis

a. Anamnesis
 DSV kecil umumnya menimbulkan gejala ringan atau tanpa gejala
(asimtomatik), anak tampak sehat.
 Pada penderita DSV defek sedang terdapat gangguan pertumbuhan yaitu
berat badan yang kurang
 Pada DSV defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru
penderita mengalami sesak dan biasanya mengalami infeksi saluran
pernapasan akut (ISPA) berulang, gagal tumbuh, banyak keringat.

b. Pemeriksaan Fisik
 Pada DSV kecil, didapatkan bising holosistolik derajat IV/6 disertai
getaran bising dengan pungtum maksimum pada sela iga 3-4 garis
parasternal kiri yang meluas ke sepanjang tepi kiri sternum.
 Pada defek besar, terdengar bunyi jantung ke-3 disertai bising
middiastolik di apeks, menandakan adanya stenosis relatif katup mitral
akibat aliran darah balik yang berlebih dari paru ke atrium kiri.
 Pada DSV defek besar dengan peningkatan tahanan vaskular paru,
terdapat takipnea disertai retraksi otot-otot pernafasan. Bunyi jantung ke-
2 (komponen pulmonal) terdengar mengeras.
 Pada penderita DSV yang disertai peningkatan tahanan vaskular paru
dengan tekanan ventrikel kiri yang sama dengan tekanan ventrikel kanan,
penderita tidak menunjukkan gagal jantung, tetapi bila keadaan ini
berlanjut sehingga tekanan ventrikel kanan melebihi tekanan ventrikel
kiri, penderita tampak sianosis akibat pirau dari kanan ke kiri. Pada
keadaan ini bising dapat tidak terdengar atau jika terdengar sangat
pendek; dapat terdengar bising holosistolik dari katup trikuspid akibat
insufisiensi trikuspid.

11
c. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendiagnosis VSD
antara lain rontgen thoraks, elektrokardiografi (EKG), dan echocardiografi:
1. VSD kecil
Pada pemeriksaan rontgen thoraks biasanya normal. Pada hasil EKG
juga tidak menunjukkan kelainan. Struktur jantung tampak normal pada
ekokardiografi 2 dimensi. Kadang dapat dilihat defek yang kecil, tetapi
pada umumnya defek kecil sulit dipastikan dengan ekokardiografi. Ruang
jantung dan arteri besar normal, dapat diperlihatkan arus abnormal dari
ventrikel kiri ke ventrikel kanan.

Gambar Echocardiografi pada VSD kecil tipe perimembranosus


2. VSD Sedang
Pada pemeriksaan thoraks tampak kardiomegali akibat hipertrofi
ventrikel kiri, arteri pulmonalis menonjol, aorta menjadi kecil, dan ada
tanda-tanda peningkatan vaskularisasi pulmoner. Jantung kanan relatif

12
normal. Hal ini dapat terjadi karena darah yang seharusnya mengalir ke
aorta, sebagian mengalir kembali ke ventrikel kanan. Atrium kiri yang
menampung darah dari vena pulmonalis yang jumlahnya banyak, akan
melebar dari biasa dan dapat mengalami dilatasi. Akibatnya, otot-otot
ventrikel kiri akan mengalami hipertrofi

Gambar Foto Thorax VSD Sedang


EKG hampir selalu memperlihatkan hipertrofi ventrikel kiri, tetapi
pembesaran atrium kiri lebih jarang ditemukan

Gambar EKG pada VSD Sedang


Ekokardiografi 2D dapat mudah mendeteksi defek septum ventrikel
sedang. Disamping besarnya, lokasi defek juga dapat ditentukan dengan
akurat. Doppler memperlihatkan pirau kiri ke kanan melalui defek.

13
Gambar VSD dengan pirau pada Tipe Membranous
3. VSD Berat
Pada rontgen thorax akan tampak kardiomegali yang massive dengan
kedua ventrikel, atrium kiri, dan arteri pulmonal yang menonjol. Terdapat
juga peningkatan corak vaskularisasi pulmonal, dan oedem pulmonal,
serta efusi pleura bisa juga nampak pada rontgen thoraks

Gambar Foto thorax pada VSD Besar


Pada pemeriksaan elektrokardiogram hering ditemukan hipertrofi
biventrikular. Mungkin juga terlihat pembesaran atrium kiri, sedangkan
pembesaran atrium kanan lebih jarang didapatkan

14
Gambar EKG pada VSD Besar
Pada VSD besar, Echocardiografi dapat berfungsi untuk melihat lokasi
defek, taksiran besar ukuran shunt dengan memperkirakan ukuran relatif
ruanganruangan dan arahnya, gelombang kontinu dopler dapat
merefleksikan perbedaan tekanan ventrikel kiri dan kanan saat systole.

Gambar Echocardiografi pada VSD Besar


Kateterisasi jantung dapat menunjukkan hemodinamik dari VSD,
walaupun sekarang kateterisasi dilakukan apabila data laboratoris tidak
cocok dengan gejala klinis atau ketika penyakit vaskuler pulmonary
dicurigai. Pemeriksaan ini berguna untuk mengukur tekanan dan saturasi
oksigen, serta besar defek.6

2.9 Diagnosis Banding

Sekitar 70% dari penyakit jantung bawaan bersifat asianotik, yang paling
sering antara lain: defek septum ventrikel (VSD), paten duktus arteriosus (PDA),

15
defek septum atrial (ASD), dan stenosis pulmonal. Perbandingan keempat
penyakit jantung bawaan tersebut, sebagai berikut:

Uraian VSD PDA ASD Stenosis


pulmonal

Gejala Asianotik, Asianotik, Asianotik, Asianotik,


klinis murmur murmur murmur murmur
pansistolik yang kontinyu yang sistolik yang sistolik pada
terdengar pada terjadi karena terdengar linea sternalis
linea sternalis variasi ritme pada ICS II kiri atas
kiri bawah dari kiri dan
perbedaan murmur
tekanan darah middiastolik
selama siklus yang
jantung. terdengar
Murmur pada daerah
terdengar sternum
pada daerah kanan bawah
sternum kiri
atas. Pulsus
celer (+)

Bentuk Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali, Kardiomegali,


jantung dengan dengan dengan dengan
pada penonjolan pelebaran penonjolan dilatasi pada
gambaran arteri arteri arteri atrium dan
radiologi pulmonalis dan pulmonalis, pulmonalis, ventrikel
dilatasi atrium arcus aorta dilatasi kanan, arteri
kiri dan tampak ventrikel pulmonalis

16
ventrikel kiri normal, aorta kanan, atrium menonjol, dan
descendens kiri dan aorta mengecil
mengecil, dan ventrikel kiri
dilatasi atrium normal
dan ventrikel
kiri

Corakan Bertambah Bertambah Sangat Berkurang dan


vaskuler melebar tampak
kecilkecil

2.10 Pengaruh VSD pada masa kehamilan

1. Kehamilan dan Fisiologi Kardiovaskuler

Adaptasi normal yang dialami seorang wanita yang mengalami kehamilan


termasuk system kardiovaskuler akan memberikan gejala dan tanda yang sukar
dibedakan dari gejala penyakit jantung. Keadaan ini yang menyebabkan
beberapa kelainan yang tidak dapat ditoleransi pada saat kehamilan. 13

a. Perubahan Hemodinamik
Pada wanita hamil akan terjadi perubahan hemodinamik karena
peningkatan volume darah sebesar 30-50% yang dimulai sejak trimester
pertama dan mencapai puncaknya pada usia kehamilan 32-34 minggu dan
menetap sampai aterm. Sebagian besar peningkatan volume darah ini
menyebabkan meningkatnya kapasitas rahim, mammae, ginjal, otot polos dan
sistem vaskuler kulit dan tidak memberi beban sirkulasi pada wanita hamil
yang sehat. Peningkatan volume plasma (30-50%) relatif lebih besar
dibanding peningkatan sel darah (20-30%) mengakibatkan terjadinya
hemodilusi dan menurunya konsentrasi hemoglobin. Peningkatan volume

17
darah ini mempunyai 2 tujuan yaitu pertama mempermudah pertukaran gas
pernafasan, nutrien dan metabolit ibu dan janin dan kedua mengurangi akibat
kehilangan darah yang banyak saat kelahiran.
Peningkatan volume darah ini mengakibatkan cadiac output saat
istirahat akan meningkat sampai 40%. Peningkatan cadiac output yang terjadi
mencapai puncaknya pada usia kehamilan 20 minggu. Pada pertengahan
sampai akhir kehamilan cadiac output dipengaruhi oleh posisi tubuh. Sebagai
akibat pembesaran uterus yang mengurangi venous return dari ekstremitas
bawah. Posisi tubuh wanita hamil turut mempengaruhi cadiac output dimana
bila dibandingkan dalam posisi lateral kiri, pada saat posisi supinasi maka
cadiac output akan menurun 0,6 l/menit dan pada posisi tegak akan menurun
sampai 1,2 l/menit. Umumnya perubahan ini hanya sedikit atau tidak memberi
gejala, dan pada beberapa wanita hamil lebih menyukai posisi supinasi. Tetapi
pada posisi supinasi yang dipertahankan akan memberi gejala hipotensi yang
disebut supine hypotensive syndrome of pregnancy. Keadaan ini dapat
diperbaiki dengan memperbaiki posisi wanita hamil miring pada salah satu
sisi, Perubahan hemodinamik juga berhubungan dengan perubahan atau
variasi dari cadiac output. Cadiac output adalah hasil denyut jantung dikali
stroke volume. Pada tahap awal terjadi kenaikan stroke volume sampai
kehamilan 20 minggu. Kemudian setelah kehamilan 20 minggu stroke volume
mulai menurun secara perlahan karena obstruksi vena cava yang disebabkan
pembesaran uterus dan dilatasi venous bed. Denyut jantung akan meningkat
secara perlahan mulai dari awal kehamilan sampai akhir kehamilan dan
mencapai puncaknya kira-kira 25 persen diatas tanpa kehamilan pada saat
melahirkan.
Curah jantung (cadiac output) juga berhubungan langsung dengan
tekanan darah merata dan berhubungan terbalik dengan resistensi vascular
sistemik. Pada awal kehamilan terjadi penurunan tekanan darah dan kembali
naik secara perlahan mendekati tekanan darah tanpa kehamilan pada saat

18
kehamilan aterm. Resistensi vascular sistemik akan menurun secara drastic
mencapai 2/3 nilai tanpa kehamilan saat kehamilan sekitar 20 minggu. Dan
secara perlahan mendekati nilai normal pada akhir kehamilan. Cadiac output
sama dengan oxygen consumption dibagi perbedaan oksigen arteri-venous
sistemik Oxygen consumption ibu hamil meningkat 20 persen dalam 20
minggu pertama kehamilan dan terus meningkat sekitar 30 persen diatas nilai
tanpa kehamilan pada saat melahirkan. Peningkatan ini terjadi karena
kebutuhan metabolisme janin dan kebutuhan ibu hamil yang meningkat.
Cadiac output juga akan meningkat pada saat awal proses melahirkan.
Pada posisi supinasi meningkat sampai lebih dari 7 liter/menit. Setiap
kontraksi uterus cadiac output akan meningkat 34 persen akibat peningkatan
denyut jantung dan stroke volume, dan cadiac output dapat meningkat sebesar
9 liter/menit. Pada saat melahirkan pemakaian anestesi epidural mengurangi
cadiac output menjadi 8 liter/menit dan penggunaan anestesi umum juga
mengurangi cadiac output. Setelah melahirkan cadiac output akan meningkat
secara drastis mencapai 10 liter/menit (7-8 liter / menit dengan seksio sesaria)
dan mendekati nilai normal saat sebelum hamil, setelah beberapa hari atau
minggu setelah melahirkan. Kenaikan cadiac output pada wanita hamil
kembar dua atau tiga sedikit lebih besar dibanding dengan wanita hamil
tunggal. Adakalanya terjadi sedikit peningkatan cadiac output sepanjang
proses laktasi.
Perubahan unsur darah juga terjadi dalam kehamilan. Sel darah merah
akan meningkat 20-30% dan jumlah leukosit bervariasi selama kehamilan dan
selalu berada dalam batas atas nilai normal. Kadar fibronogen, factor VII, X
dan XII meningkat, juga jumlah trombosit meningkat tetapi tidak melebihi
nilai batas atas nilai normal. Kehamilan juga menyebabkan perubahan ukuran
jantung dan perobahan posisi EKG. Ukuran jantung berubah karena dilatasi
ruang jantung dan hipertrofi. Pembesaran pada katup trikuspid akan
menimbulkan regurgitasi ringan dan menimbulkan bising bising sistolik

19
normal grade 1 atau 2. Pembesaran rahim keatas rongga abdomen akan
mendorong posisi diafragma naik keatas dan mengakibatkan posisi jantung
berobah kekiri dan keanterior dan apeks jantung bergeser keluar dan keatas.
Perubahan ini menyebabkan perubahan EKG sehingga didapati deviasi aksis
kekiri, sagging ST segment dan sering didapati gelombang T yang inversi atau
mendatar pada lead III.13
b. Distribusi aliran darah
Aliran darah pada wanita hamil tidak sepenuhnya diketahui. Distribusi
aliran darah dipengaruhi oleh resistensi vaskuler lokal. Renal blood flow
meningkat sekitar 30 persen pada trimester pertama dan menetap atau sedikit
menurun sampai melahirkan. Aliran darah ke kulit meningkat 40 - 50 persen
yang berfungsi untuk menghilangkan panas. Mammary blood flow pada
wanita tanpa kehamilan kurang dari 1 persen dari cadiac output. Dan dapat
mencapai 2 persen pada saat kehamilan aterm. Pada wanita yang tidak hamil
aliran darah ke rahim sekitar 100 ml/menit (2 persen dari cadiac output) dan
akan meningkat dua kali lipat pada kehamilan 28 minggu dan meningkat
mencapai 1200 ml/menit pada saat kehamilan aterm, mendekati jumlah nilai
darah yang mengalir ke ginjalnya sendiri. Nilai semasa kehamilan pembuluh
darah Rahim berdilatasi maksimal, aliran darah meningkat akibat
meningkatnya tekanan darah maternal dan aliran darah. Pada dasarnya wanita
hamil selalu menjaga aliran darah ke rahimnya, apabila redistribusi aliran
darah total diperlukan oleh ibu atau jika terjadi penurunan tekanan darah
maternal dan cadiac output, maka aliran darah ke uterus menurun dan tetap
dipertahankan.
Vasokonstriksi yang disebabkan katekolamin endogen, obat
vasokonstriksi, ventilasi mekanik, dan beberapa obat anestetik yang
berhubungan dengan pre eklampsi dan eklampsi akan menurunkan aliran
darah ke rahim. Pada wanita normal aliran darah rahim mempunyai potensi
dapat dibatasi. Dan pada wanita berpenyakit jantung, pengalihan aliran darah

20
dari rahim menjadi masalah karena aliran darah sudah tidak teratur.
Mekanisme perubahan hemodinamik juga tidak sepenuhnya dimengerti, yang
diakibatkan oleh perobahan volume cairan tubuh. Total body water semasa
kehamilan meningkat 6 sampai 8 lifer yang sebagian besar berada pada
ekstraseluler. Segera setelah 6 minggu kehamilan volume plasma meningkat
dan pada trimester kedua mencapai nilai maksimal 1½ dari normal. Masa sel
darah merah juga meningkat tetapi tidak untuk tingkatan yang sama;
hematokrit menurun semasa kehamilan meskipun jarang mencapai nilai
kurang dari 30 persen, Perubahan vaskuler berhubungan penting dengan
perobahan hemodinamik pada saat kehamilan. Arterial compliance meningkat
dan terjadi peningkatan kapasitas venous vascular. Perubahan ini sangat
penting dalam memelihara hemodinamik dari kehamilan normal. Perubahan
arterial yang berhubungan dengan peningkatan fragilitas bila kecelakaan
vaskuler terjadi yang sering terjadi pada kehamilan dapat merugikan
hemodinamik. Peningkatan level hormon steroid saat kehamilan inilah yang
menjadi alasan utama terjadinya perubahan pada vaskuler dan miokard.
c. Perubahan hemodinamik dengan exercise
Kehamilan akan merubah respons hemodinamik terhadap exercise.
Pada wanita hamil derajat exercise yang diberikan pada posisi duduk
menyebabkan peningkatan cadiac output yang lebih besar dibanding dengan
wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama. Dan maksimum
cadiac output dicapai pada tingkatan exercise yang lebih rendah. Peningkatan
cadiac output relatif lebih besar dari peningkatan konsumsi oksigen, sehingga
terdapat perbedaan oksigen arterio-venous yang lebih lebar dari yang
dihasilkan pada wanita tanpa kehamilan dengan derajat exercise yang sama.
Keadaan ini menunjukkan pelepasan oksigen ke perifer sedikit kurang efisien
selama kehamilan.
Pada wanita tanpa kehamilan, latihan akan meningkatkan stroke
volume yang lebih besar dan sedikit peningkatan denyut jantung dari pada

21
yang didapati pada individu yang tidak terlatih. Pada saat kehamilan efek
latihan ini tidak terlihat dan kemungkinan karena peningkatan stroke volume
dibatasi akibat kompresi vena kava inferior atau meningkatnya distensibility
vena.13

2. Mortalitas Maternal dengan Penyakit Jantung Bawaan (PJB)

Risiko komplikasi kardiovaskuler pada maternal dengan penyakit


jantung kongenital tergantung dari tipe malformasi dan gangguan fungsional
yang di hasilkan dalam aktivitas sehari-hari. Yang merupakan perhatian
khusus pada maternal dengan penyakit jantung adalah dekompensasi kardiak
yang di sebabkan oleh ketidak mampuan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
dari perubahan fisiologik pada kehamilan dan kelahiran. Infeksi, pendarahan
dan tromboembolisme berkontribusi meningkatkan risiko komplikasi pada
maternal yang sudah memiliki penyakit jantung. Prediktor risiko mortalitas
maternal dengan penyakit jantung bawaan (PJB) pada tabel 4. Klasifikasi ini
di formulasi oleh Clarks. Penting untuk mengerti efek dari perubahan
fisiologis yang di sebabkan oleh kehamilan pada penyakit jantung secara
spesifik supaya pasien dan dokter dapat merencanakan dan mengantisipasi
komplikasi pada pasien tersebut. Hal ini harus di lakukan dengan cara tim
multidisiplin dari berbagai macam spesialisasi yang mencakup tim obstetri,
perinatology, anestesiologi, neonatologi, kardiologi, intensivist dan bedah
kardiovaskuler. Perubahan hemodinamik pada kehamilan menyebabkan
tekanan pada fungsi kardiovaskuler. Akan tetapi sebagian dari maternal
dengan penyakit jantung akan tetap asimptomatik selama masa kehamilan dan
dapat menjalani proses kehamilan, persalinan dan kelahiran secara baik. Akan
tetapi pada pasien dengan gejala sesak nafas pada aktivitas seharihari ataupun
pada saat istirahat contohnya pada NYHA kategori jekas III dan IV dan
klasifikasi Clark group 2 dan 3 pada tabel di atas. Biasanya tidak dapat
melalui kehamilan persalinan dan kelahiran tampa komplikasi. Oleh karena

22
itu perencanaan pasca operasi seperti support ventilasi dan hemodinamik
monitoring dan perencanaan operasi koreksi terhadap gangguan jantung dapat
di rencanakan sebelum tindakan reversal dari anestesi dan ekstubasi.13

3. Evaluasi Pasien dengan Penyakit Jantung

a. Anamnesis
Pada pasien dengan penyakit jantung yang telah terdiagnosis sebelum
kehamilannya, harus dicari data-data mengenai: usia saat pertama kali
diagnosis ditegakkan, gejala-gejala sebelumnya dan komplikasi yang ada,
prosedur diagnostik sebelumnya termasuk kateterisasi jantung, excercise
test (treadmill) atau ekokardiografi, riwayat pengobatan sebelumnya,
riwayat operasi, derajat kesembuhan, gejala sisa, obat-obat yang dipakai,
diet, pembatasan-pembatasan aktifitas, serta sedapat mungkin didapatkan
catatan medis mengenai perawatan rumah sakit, prosedur diagnostik dan
pengobatan sebelumnya.
Pada pasien tanpa riwayat penyakit jantung sebelumnya, harus
ditanyakan mengenai riwayat demam rematik atau penyakit-penyakit
lainnya yang berhubungan dengan penyakit jantung seperti demam scarlet,
sistemik lupus eritematosus, penyakit paru-paru, penyakit ginjal, difteri
atau pneumonia, riwayat perawatan di Rumah sakit dan riwayat operasi
besar sebelumnya.
Perlu ditanyakan juga mengenai tanda-tanda dan gejala penyakit
jantung seperti sianosis pada waktu lahir atau waktu aktivitas, “squatting”
pada masa kanak-kanak, infeksi saluran napas berulang, gangguan irama
jantung, dispnu pada saat istirahat atau aktifitas, batuk-batuk lama,
hemoptisis, asma, nyeri dada, riwayat keluarga dengan penyakit jantung
dan kelainan-kelainan kongenital.

23
b. Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan fisik perlu dievaluasi mengenai berat badan dan
tinggi badan, kelainan pada wajah, jari-jari dan tubuh yang menunjukkan
kelainan kongenital dan perubahan-perubahan pada kulit seperti sianosis,
pucat, angioma, xantelasma, dan xanthoma. Tekanan darah harus diukur
secara hati-hati dengan cuff yang sesuai, kalau perlu pada kedua lengan
dan pada beberapa posisi. Denyut nadi radial harus dinilai dengan cermat,
pada Aorta Insufisiensi dapat dijumpai denyut yang kolaps (Collapsing
pulse), denyut yang lemah pada cadiac output yang rendah, pulsus
alternans atau pulsus paradoksus.
Inspeksi pada kepala dan wajah untuk mencari adanya tanda-tanda
kelainan kongenital, pengukuran JVP dan penilaian denyut karotid dan
kelenjar thyroid. Inspeksi dan palpasi pada dada untuk mencari adanya
kelainan bentuk dinding toraks seperti pectus excavatum, precordial
bulging, denyut apeks kordis, thrill. Pada auskultasi perlu dinilai bunyi
jantung I, II, III, IV, murmur jantung, opening snap, gallop dsb.
Selanjutnya juga perlu dilakukan pemeriksaan pada paru-paru, abdomen
dan ekstremitas serta sistim-sistim organ tubuh lainnya
c. Pemeriksaan Penunjang
1. Laboratorium rutin, seperti hematologis, kimia darah, gula darah.
2. EKG, bila perlu dapat dilakukan monitor 24 jam.
3. Phonokardiogram, untuk menilai bunyi jantung dan murmur.
4. Ekokardiografi.
5. Lain-lain, seperti kultur tenggorok (throat culture), C-reactive protein,
ASTO, kultur darah
d. Diagnosis
Diagnosis biasanya dapat ditegakkan bila ditemukan adanya satu
diantara gejala-gejala berikut :
1. Bising diastolik, presistolik, atau bising jantung terus-menerus;

24
2. Bising jantung yang nyaring, terutama bila disertai thrill;
3. Pembesaran jantung yang jelas pada gambaran foto toraks;
4. Aritmia yang berat.
Kadang-kadang penyakit jantung dalam kehamilan baru diketahui
kalau sudah terjadi dekompensasio seperti adanya sesak nafas, sianosis,
edema atau ascites
e. Penanganan
Pada penderita penyakit jantung diusahakan untuk membatasi
penambahan berat badan yang berlebihan, anemia secepat mungkin
diatasi, infeksi saluran pernafasan atas dan preeklampsia sedapat-dapatnya
dijauhkan karena sangat memberatkan pekerjaan jantung.
Saat-saat berbahaya adalah pada kehamilan 28 – 32 minggu karena
merupakan puncak hemodilusi, partus kala II karena venous return yang
meningkat saat mengedan, dan masa postpartum sebagai akibat
kembalinya cairan tubuh ke dalam sistim sirkulasi sehingga beban jantung
bertambah berat.
Penanganan ibu hamil dengan penyakit jantung membutuhkan kerja
sama tim yang kompak dan terpadu dari berbagai disiplin ilmu seperti
obstetri ginekologi, kardiologi, ilmu penyakit dalam, dan anestesi.
a) Kelas I dan II
Umumnya penderita dapat meneruskan kehamilan sampai
cukup bulan dan melahirkan pervaginam. Namun tetap harus
diwaspadai terjadinya gagal jantung pada kehamilan, persalinan dan
nifas. Faktor pencetus utama terjadinya gagal jantung adalah
endokarditis, oleh karena itu semua wanita hamil dengan penyakit
jantung harus sedapat mungkin dicegah terjadinya infeksi terutama
infeksi saluran napas atas .
Dalam penanganan penyakit jantung selama kehamilan
terdapat 4 hal yang perlu diperhatikan, yaitu :

25
1. cukup istirahat ( 10 jam istirahat malam, ½ jam setiap kali setelah
makan ) dan hanya pekerjaan ringan yang diizinkan.
2. harus dilakukan pencegahan terhadap kontak dengan orang-orang
yang dapat menularkan infeksi saluran nafas atas, merokok,
penggunaan obat-obat yang memberatkan pekerjaan jantung.
3. tanda-tanda dini dekompensasio harus cepat diketahui, seperti
adanya batuk, ronki basal, dispnoe dan hemoptoe.
4. sebaiknya pasien masuk rumah sakit 2 minggu sebelum persalinan
untuk istirahat.
Persalinan biasanya pervaginam, kecuali ada indikasi obstetri
untuk seksio sesarea. Penggunaan teknik analgesia untuk
menghilangkan nyeri persalinan sangat dianjurkan, yang umum
dipakai adalah analgesia epidural. Apabila akan dilakukan seksio
sesarea, kebanyakan klinikus menyukai analgesia epidural namun
penggunaan harus hati-hati pada hipertensi pulmonar. Anestesi umum
dengan tiopental, suksinil kolin, N2O dan 30 % O2 juga memberikan
hasil yang memuaskan.
Beberapa hal penting yang perlu diperhatikan pada persalinan
pervaginam adalah :
1. ibu harus dalam posisi setengah duduk (kepala dan dada
ditinggikan) dan miring ke kiri.
2. Penolong persalinan harus memberikan pendekatan psikologis
supaya ibu tetap tenang dan merasa aman.
3. Untuk mencegah timbulnya dekompensasio kordis sebaiknya dibuat
daftar pengawasan khusus untuk mencatat nadi dan pernapasan secara
berkala (tanda-tanda vital harus dimonitor diantara tiap his, dalam kala
I setiap 10-15 menit dan dalam kala II setiap 10 menit. Apabila
terdapat peningkatan denyut nadi lebih dari 115 x/mt atau peningkatan
respirasi lebih dari 28 x/mt dan disertai dispnu merupakan tanda-tanda

26
dini kegagalan ventrikel, dan pasien perlu diberikan morfin, digitalis,
oksigen dan diuretik).
4. Bila dibutuhkan oksitosin, berikan dalam konsentrasi tinggi (20
U/ltr) dengan tetesan rendah dan pengawasan keseimbangan cairan.
5. Nyeri persalinan dapat diatasi dengan pemberian obat seperti
Tramadol 100 mg supositoria, pethidin 50 mg IM, atau morphin 10-15
mg IM.
6. Persalinan kala II biasanya diakhiri dengan ekstraksi forseps atau
ekstraksi vakum dan sedapat mungkin ibu dilarang mengedan.
7. Penanganan kala III dilakukan secara aktif, namun pemakaian
preparat ergometrin merupakan kontraindikasi, karena kontraksi uterus
yang dihasilkan bersifat tonik dengan akibat terjadi pengembalian
darah ke dalam sirkulasi sistemik kurang lebih 1 liter.
8. Setelah kala III selesai, harus dilakukan pengawasan yang ketat
untuk mengetahui kemungkinan terjadinya gagal jantung atau edema
paru, karena saat tersebut merupakan saat yang paling kritis selama
hamil, pemasangan gurita dengan kantong pasir di dinding perut dapat
dilakukan untuk mencegah perubahan mendadak sirkulasi (kolaps
postpartum).
Dalam kondisi sehari-hari, apabila ditemukan pasien dengan
kegagalan jantung maka penanganan awal harus mencakup langkah-
langkah standar resusitasi, termasuk diantaranya:
 Perhatikan airway, breathing dan circulation.
 Bagi ibu hamil, posisi yang dianjurkan adalah setengah duduk
miring ke kiri, untuk mencegah efek hipotensi akibat penekanan
vena cava inferior oleh uterus gravidarum.
 Pemberian Morfin / petidin, β Bloker atau diuretik.
 Digitalisasi.

27
 Antibiotika untuk profilaksis terhadap endokarditis.
b) Kelas III dan IV
Bila seorang ibu hamil dengan kelainan jantung kelas III dan
IV ada dua kemungkinan penatalaksanaan yaitu : terminasi kehamilan
atau meneruskan kehamilan dengan tirah baring total dan pengawasan
ketat, dan ibu dalam posisi setengah duduk.
Kelas III sebaiknya tidak hamil, kalau hamil pasien harus
dirawat di Rumah Sakit selama kehamilan, persalinan dan nifas,
dibawah pengawasan ahli penyakit dalam dan ahli kebidanan, atau
dapat dipertimbangkan untuk dilakukan abortus terapeutikus.
Persalinan hendaknya pervaginam dan dianjurkan untuk sterilisasi.
Kelas IV tidak boleh hamil. Kalau hamil juga, pimpinan yang
terbaik ialah mengusahakan persalinan pervaginam.
c) Pengawasan Nifas
Pengawasan nifas sangat penting diperhatikan, mengingat
kegagalan jantung dapat terjadi pada saat nifas, walaupun pada saat
kehamilan atau persalinan tidak terjadi kegagalan jantung.
Komplikasi-komplikasi nifas seperti perdarahan post partum, anemia,
infeksi dan tromboemboli akan lebih berbahaya pada pasien-pasien
dengan penyakit jantung.
Sebaiknya penderita penyakit jantung dirawat di rumah sakit
sekurang-kurangnya 14 hari setelah melahirkan dengan istirahat dan
mobilisasi tahap demi tahap serta diberi antibiotika untuk mencegah
endokarditis.
Laktasi dibolehkan bagi wanita yang sanggup secara fisik, namun bagi
penderita penyakit jantung kelas III dan IV tetap dilarang untuk
menyusui.

28
f. Konseling Prakonsepsi, Asuhan Antenatal dan Kontrasespsi
Sebagian besar wanita hamil dengan penyakit jantung sudah
mengetahui tentang kelainan jantung yang dialaminya dan biasanya sudah
mendapat pengobatan atau bahkan telah menjalani operasi jantung, jauh
sebelum kehamilannya. Oleh karena itu konseling prakonsepsi memegang
peranan penting dalam manajemen penyakit jantung dalam kehamilan.
Dalam konseling prakonsepsi, kepada calon ibu hamil dan partnernya
harus diberikan penjelasan yang menyeluruh tentang kondisi penyakit
jantung yang dialami dan risiko-risiko yang akan terjadi dalam
kehamilannya.
Kepada pasien jantung kelas I dan II yang menginginkan kehamilan,
harus dilakukan optimalisasi kondisi jantung sehingga komplikasi yang
dapat terjadi dapat diminimalisasi. Sedangkan bagi pasien dengan kelas III
dan IV dianjurkan untuk tidak menikah, atau bila menikah dianjurkan
menghindari kehamilan. Apabila telah terjadi kehamilan sangat dianjurkan
untuk dilakukan terminasi kehamilan, sebaiknya sebelum minggu ke 12
dimana risikonya masih minimal.
Kebanyakan pasien juga menginginkan informasi tentang risiko bagi
janin yang dikandung, terutama apakah janinnya akan mengalami penyakit
jantung kongenital juga. Pada ibu hamil dengan penyakit jantung berat,
hipoksia berat dan cadiac output yang rendah sering menyebabkan insiden
abortus spontan, lahir mati, bayi berat lahir rendah atau bayi dengan
kelainan kongenital lain.
Pada asuhan antenatal, penting sekali diupayakan supaya ibu mendapat
istirahat yang cukup, sekurang-kurangnya 8-10 jam, dan istirahat baring
sekurang-kurangnya ½ jam setiap kali setelah makan dengan diit rendah
garam, tinggi protein, dan pembatasan masuknya cairan. Kenaikan berat
badan yang berlebihan juga harus diwaspadai, dan total kenaikan berat
badan sebaiknya tidak melebihi 12 kg. Untuk mencegah peningkatan

29
volume darah yang berlebihan dapat diberikan diuretik. Aktivitas fisik
harus dibatasi oleh karena pada wanita hamil dengan penyakit jantung
biasanya tidak dapat meningkatkan cadiac output seperti pada orang
normal sehingga jaringan akan mengambil lebih banyak oksigen dari
darah arteri dengan akibat aliran darah uteroplacenta akan berpindah ke
organ-organ lain.
Status hemodinamik juga harus dipantau secara teratur dan
peningkatan tekanan darah seperti pada preeklampsia harus dihindari.
Pada setiap kunjungan harus ditentukan kelas fungsional pasien, apabila
terjadi dekompensasio kordis maka pasien digolongkan dalam satu kelas
lebih tinggi.
Pemberian suplementasi besi dan asam folat secara dini dan teratur
dapat mencegah anemia yang memperberat kerja jantung. Juga harus
dilakukan pencegahan terhadap infeksi yang dapat mencetuskan terjadinya
gagal jantung. Pemeriksaan antenatal dilakukan 2 minggu sekali dan
setelah kehamilan 28 minggu, seminggu sekali.
Konseling tentang kontrasepsi selama konseling prakonsepsi harus
mencakup keseluruhan informasi tentang metode kontrasepsi yang
tersedia serta efek samping yang dapat ditimbulkan. Secara umum
preparat hormonal kurang disukai, oleh karena resiko tromboemboli yang
dapat terjadi. Namun pemberian preparat progestin parenteral masih
dianjurkan.

2.11 Tatalaksana

Penatalaksaan pada VSD dapat berdasarkan dari besar atau defek pada
septum yang terjadi;

30
 Defek septum ventrikel kecil

Pasien defek septum ventrikel kecil tidak memerlukan penanganan


medik atau bedah apapun, kecuali pemberian antibiotik profilaksis untuk
mencegah endokarditis pada tindakan tertentu. 30-40% pasien pada VSD kecil
akan menutup pada usia 6 bulan, Pasien harus terus diobservasi sampai
defeknya menutup Apabila defeknya sudah menurun, maka pasien dapat
kontrol ulang setiap 3-5 tahun apabila tidak ada keluhan. Dengan
bertambahnya usia dan berat badan, maka lubang menjadi relatif kecil
sehingga keluhan akan berkurang dan kondisi secara umum membaik
walaupun pertumbuhan masih lebih lambat dibandingkan dengan anak yang
normal. VSD tipe perimembranus dan muskuler akan mengecil dan bahkan
menutup spontan pada usia dibawah 8–10 tahun.

 Defek septum ventrikel sedang

Pada VSD sedang lebih jarang mengalami penutupan secara spontan.


Defek ini tidak perlu dilakukan pembedahan selama tahanan pembuluh
pulmonal normal dan jumlah shunting <2 kali aliran sistemik

Sebagian kecil golongan ini tidak dapat diatasi dengan obat, anak tetap
dalam keadaan gagal jantung kronik atau failure to thrive. Pasien ini perlu
koreksi bedah segera. 7 Pasien VSD sedang dengan tahanan vaskular paru
yang normal dengan tekanan arteri pulmonalis kurang dari setengah tekanan
sistemik, kecil kemungkinannya untuk menderita obstruksi vaskular paru.
Mereka hanya memerlukan terapi medik, dan sebagian akan menjadi
asimtomatik. Terapi bedah dipertimbangkan bila setelah umur 4-5 tahun defek
kelihatannya tidak mengecil dengan pemeriksaan kateterisasi ulang.

31
 Defek septum ventrikel besar

Sama dengan VSD sedang, VSD besar jarang menutup secara spontan.
Tetapi, walaupun defek yang besar yang mengakibatkan gagal jantung. Pada
pasien dengan gagal jantung dapat diberikan diuretik untuk mengurangi
kongesti pulmonal, ACE inhibitor untuk mengurangi tekanan pulmonal dan
sistemik, serta digoksin diberikan apabila diuresis dan pengurangan afterload
tidak mengurangi gejala klinis. Tetapi, masih ada beberapa kontroversi
terhadap efek digoksin.

Indikasi untuk terapi pembedahan pada VSD yaitu pasien pada usia
berapapun dengan VSD besar dimana gejala klinis dan failure to thrive tidak
dapat dikontrol dengan terapi medikamentosa, bayi usia 6-12 bulan dengan
defek yang besar disertai hipertensi pulmonal, pasien usia >24 bulan dengan
rasio Qp:Qs lebih dari 2:1, pasien dengan VSD tipe outlet berapapun
ukurannya juga dilakukan pembedahan karena resiko terjadinya regurgitasi
katup aorta.

Jenis tindakan bedah pada Ventrikel Septum Defect (VSD):

A. Operasi paliatif
Berupa binding/ penyempitan arteri pulmonalis untuk mengurangi aliran
darah ke paruparu. Dengan demikian maka gejala gagal jantung akan
berkurang dan kemungkinan timbulnya penyakit vaskuler paru dapat
dikurangi atau dihambat. Penderita yang telah dilakukan tindakan ini
harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus dengan membuka
penyempitan arteri pulmonalis. Tindakan ini hendaknya jangan dilakukan
terlalu lama karena penyempitan arteri pulmonalis dapat menyebabkan
konstriksi arteri pulmonalis yang mungkin memerlukan koreksi bedah
tersendiri.

32
B. Operasi korektif
Operasi dilakukan dengan sternotomi median dengan bantuan mesin
jantung-paru. Keputusan untuk melakukan operasi korektif sangat
bergantung pada kemampuan tim bedah dengan segala fasilitasi
pendukungnya. Di Negara maju terdapat kecenderungan untuk langsung
melakukan operasi penutupan defek meskipun pada bayi kecil. Mortalitas
keseluruhan akibat operasi dilaporkan sekitar 5-15%. Prognosis operasi
makin baik bila tahanan paru rendah dan penderita dalam kondisi baik
dengan berat badan diatas 15 kg
 Perawatan:

- Untuk mencegah endokarditis infektif, maka kesehatan gigi dan mulut harus
dijaga
- Pencegahan infeksi terhadap ISPA, hal tersebut dikarenakan pada anak yang
menderita penyakit jantung bawaan sering menderita ISPA dan dapat
berujung pada pneumonia yang berat.
- Jika tidak terdapat hipertensi pulmonal,maka tidak perlu ada pembatasan
olahraga.
- Pemberian oksigen yang efektif, perbanyak istirahat untuk mengurangi
penggunaan oksigen yang berlebihan didalam jaringan.
 Medikamentosa
Terapi gagal jantung simptomatik6 :
- Diuretik, contoh furosemid 1-2 mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis
- inotropik (contoh: digoxin 10-20 µg/kgBB/hari)
- ACE inhibitor, contoh kaptopril 0,1-0,5mg/KgBB/hari
Pada pasien vsd kecil sebenarnya tidak memelukan terapi pengobatan,
namun jika berkembang menjadi gagal jantung, maka hal tersebut harus
diobati. Tatalaksana gagal jantung (jika ada) diindikasikan dengan digoksin

33
dan diuretik, selama 2-4 bulan untuk melihat apakah kegagalan pertumbuhan
dapat membaik. Penggunanaan furosemid dapat menyebabkan kehilangan
kalium dalam tubuh, maka, penggunaan diuretik dapat digantikan dengan
spironolakton untuk meminimalisir kehilangan kalium. Pemberian ACE-
inhibitor dapat juga diberikan, namun ACE inhibitor tidak dapat diberikan
pada pasien dengan hipokalemi karena dapat meningkatkan toksisitasnya,
Oleh karena itu ACE inhibitor dapat diberikan bersamaan dengan
spironolakton (dosis spironolakton 1-3mg/KgBB/hari dibagi dalam 2-3 dosis),
Jika tatalaksana medikamentosa tidak dapat mengatasi gagal jantung,
intervensi merupakan indikasi.
2.12 Prognosis

Pada VSD yang kecil prognosisnya baik. Pasien dengan defek sedang
atau besar menunjukan gejala semasa bayi. Bila dengan atau tanpa penanganan
pasien dapat hidup lebih dalam 2 tahun, pada umumya keluhan berkurang,
mungkin akibat mengecilnya defek. Sebagian kecil pasien akan mengalami gagal
jantung kronik dengan hambatan tumbuh kembang yang berat. Kira-kira 50%
pasien hipertensi pulmonal bervariasi ringan-sedang (hiperkinetik) akan menjadi
hipertensi pulmonal berat, tetapi hanya sebagian kecil (10%) terjadi pada masa
bayi dan anak kecil. Dikatakan dalam kepustakaan bahwa lebih kurang 1%
pasien mengalami kelainan obstruksi vaskular paru sejak lahir (hipertensi
pulmonal primer).

Penyebab utama kematian pada defek septum ventrikel adalah gagal


jantung kronik dan hipertensi pulmonal ireversibel. Pneumonia sering
memperberat gagal jantung dan mempercepat kematian. Pasien dengan defek
kecil mempunyai risiko lebih tinggi unutk menderita endokarditis bakterialis
daripada pasien dengan defek besar. Angka kematian keseluruhan untuk defek
sedang dan besar, dengan penanganan medik dan bedah yang adekuat adalah
sekitar 5%.14

34
2.13 Komplikasi

a. Gagal jantung
b. Endokarditis infektif
c. Insufisiensi aorta atau stenosis pulmoner
d. Penyakit vaskular paru progresif
e. Kerusakan sistem konduksi ventrikel.8,13

35
BAB III
KESIMPULAN
Penyakit jantung kongenital merupakan penyakit kelainan struktural dan
fungsional akibat gangguan pembentukan dan pembuluh darah saat dalam janin dan
menetap ketika lahir. Ventrikel Septal Defek merupakan bagian dari penyakit jantung
kongenital asianotik. VSD merupakan kelainan kongenital jantung tersering, dimana
terdapat defek pada septum interventrikel yang menyebabkan adanya pirau dari kiri
ke kanan. Gejala klinis dari VSD tergantung besar defek yang terjadi, defek yang
kecil terkadang tidak menimbulkan keluhan, dan defek yang besar dapat
menimbulkan aliran ke paru meningkat, sehingga dapat menyebabkan sesak. Pada
Ventrikel Septal Defek Sedang, biasanya menimbulkan gejala seperti sesak,
diaforetik, infeksi saluran nafas, gangguan pertumbuhan, dan terdengar bunyi khas
holosistolik. Gejala ini tergantung pada besarnya ukuran defek. Klasifikasi VSD
dapat dibagi berdasarkan lokasinya, ukuran, dan manifestasi klinis yang tampak.
Dalam tatalaksana penyakit, VSD kecil hingga besar memiliki penatalaksaan yang
berbeda. Tatalaksana VSD bisa dengan observasi, tindakan invasive non-bedah dan
juga pembedahan untuk menutup defek septum.

36
DAFTAR PUSTAKA
1. Rilantono L.I., 1996. Defek Septum Ventrikel. Buku Ajar Kardiologi. Jakarta:
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. pp: 232-235
2. Herintya F., Wahab A.S., 2003. Defek Sekat Ventrikel (Ventriculer Septal
Defect). Yogyakarta: Yayasan Penerbitan IDI bekerjasama dengan Bagian
Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Gadjah Mada. pp: 1-
21.
3. Ekici F., Tutar E., Atalay S., Arsan S., Özçelik N., 2008. The Incidence and
Follow-up of Isolated Ventricular Septal Defect in Newborns by
Echocardiographic Screening. Turk J Pediatr. 50: 223-27.
4. Wahab A.S., 2009. Kardiologi Anak: Penyakit Jantung Kongenital yang
Tidak Sianotik. Jakarta: EGC. pp: 37-51
5. Layangool T., Kirawittaya T., Sangtawesin C., Kojaranjit V., Makarapong P.,
Pechdamrongsakul A., Intasorn Y., Noisang P., 2008. Natural Aortic Valve
Complications of Ventricular Septal Defect: A Prospective Cohort Study. J
Med Assoc Thai. 91(Suppl 3): S53.
6. Lisa C., Wahab A.S., 1994. Defek Septum Ventrikel. Dalam Sastroasmoro S.
& Madiyono B., Buku Ajar Kardiologi Anak. Jakarta: IDAI. pp: 192-203
7. Kapita Selekta Kedokteran, 2000. Defek Septum ventrikel, Bab VI Ilmu
Kesehatan Anak Ed. III Jilid 2 Editor: Arif Mansjoer, et al. Jakarta : Media
Aesculapius FK UI hal.445- 447.
8. Perhimpunan Dokter Penyakit Dalam Indonesia, 2009. Ilmu Penyakit
Dalam.Ed. V Jilid 2 Editor : Aru W.S.., et al. Jakarta : FKUI.
9. Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta:
IDAI. pp: 38- 40
10. Ghanie A., 2014. Penyakit Jantung Kongenital. dalam Setiati S., et al. (eds)
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi VI. Jakarta: Interna Publishing.
pp: 1261-1262

iii
11. Prema R., 2013. Ventricular Septal Defect.
http://emedicine.medscape.com/article/892980-overview#aw2aab6b2b2
Diakses pada 19 Desember 2018.
12. Webb GD, Smallhorn JF, Therrien J, Redington AN, 2011. Congenital heart
disease. In : Bonow RO, Mann DL, Zipes DP, Libby P, eds.Braunwald’s
Heart Disease : A Textbook of Cardiovascular Medicine.9th ed. Philadephia,
Pa: Saunders Elsevier:chap 65.
13. Purwoko, P. (2021). Komplikasi Ibu Hamil dengan Penyakit Jantung. Jurnal
Anestesi Obstetri Indonesia, 4(2).jurnalanestesiobstetri-indonesia.id
14. Rilantono LI, Baraas F, Karo SK, Roebiono PS (Eds). Buku Ajar Kardiologi.
Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas; 2002.

iv

Anda mungkin juga menyukai