Anda di halaman 1dari 19

DEFINISI VENTRIKULAR SEPTAL DEFECT ( VSD )

VSD adalah kelainan jantung bawaan berupa tidak sempurnanya penutupan dinding
pemisah antar ventrikel. Kelainan ini paling sering ditemukan pada anak-anak dan bayi dan dapat
terjadi secara congenital dan traumatic (I wadyan Sudarta, 2013: 32).
Ventrikular septal defect menggambarkan suatu lubang pada sekat ventrikel. Defect tesebut
dapat terletak di manapun pada sekat ventrikel, dapat tunggal atau banyak, dan ukuran serta
bentuknya dapat bervariasi (fyler, 1996).
Defek septum ventrikel (VSD/Ventrikular Septal Defect) adalah suatu lubang pada septum
ventrikel. Septum ventrikel adalah dinding yang memisahkan jantung bagian bawah
(memisahkan ventrikel kiri dan ventrikel kanan ).
VSD merupakan gangguan atau lubang pada septum atau sekat diantara rongga ventrikel
akibat kegagalan fusi atau penyambungan sekat interventrikel (kasron, 2012: 137).
Ventrikular septal defect adalah kelainan jantung bawaan yang tersering dijumpai, yaitu
33% dari seluruh kelainan jantung bawaan (Rilantono, 2003). Penelitian lain mengemukakan
bahwa VSD adalah kelainan pada 30-60% PJB dan pada 2-6 per 10000 kelahiran. Sebuah studi
prospektif menunjukkan 80-90% defect trabecular dapat menutup secara spontan setelah lahir.
VSD dapat muncul sendiri atau muncul sebagai bagian dari tetralogy of fallot dan transposisi
arteri besar. VSD bersama dengan penyakit vascular pulmonal dan sianosis sering disebut
sindroma eisenmenger.
Defek septum ventrikel disebabkan oleh keterlambatan penutupan sekat inter ventricular
sesudah kehidupan interauterin 7 minggu pertama, alasan penutupan terlambat atau tidak
sempurna belum diketahui. Kemungkinan faktor keturunan berperan dalam hal ini. Defek septum
ventrikel adalah jenis yang lebih sering pada bayi premature dan pada mereka yang berat badan
lahir rendah, dengan laporan insidensi setinggi 7,06 per 1000 kelahiran premature hidup (fyler,
1996).
Mayoritas defek berada di pars membranosa septum ventrikel. Defek pada region
midportion atau apical septum ventricular merupakan defek muscular. Defek diantara Krista
supra ventricular dan otot papilaris conus arteriosus dapat diasosiasikan dengan stenosis
pulmonal dan tetralogy fallot. Defek suprakrista (superior terhadap Krista supraventrikular)
jarang terjadi, namun berada di bawah katup pulmonal dan mengenai sinus aorta sehingga
menyebabkan insufisiensi aorta.
Kadangkala VSD dapat menutup sendiri, jika VSD besar biasanya selalu harus dioperasi.
VSD ini tergolong penyakit jantung bawaan (PJB) non sianotik dengan vaskularisasi paru
bertambah. VSD ini memiliki sifat khusus, yaitu shunt pada daerah vantrikel , aliran darah pada
arteri pulmonalis lebih banyak, tidak ada sianosis. Defek septum ventrikel biasa sebagai defek
terisolasi dan sebagai komponen anomaly gabungan. Lubangan biasanya tunggal dan terletak
pada bagian membranosa septum. Gangguan fungsional lebih tergantung pada ukurannya dan
keadaan bantalan vaskuler paru, dari pada lokasi defek.
Besarnya defek bervariasi mulai dari ukuran millimeter (mm) sampai dengan centimeter
(cm):
1) VSD kecil : diameter sekitar 1-5 mm, pertumbuhan anak dengan keadaan ini masih normal
walaupun ada kecenderungan terjadi infeksi saluran pernafasan.
2) VSD sedang-sangat besar : diameter lebih dari setengah ostium aorta, tekanan ventrikel kanan
biasanya meninggi.
2.2 ETIOLOGI
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak terbanyak, yaitu 25% dari seluruh kelainan
jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya
congenital tetapi dapat pula terjadi karena trauma. VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak
dan seringkali merupakan kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil,
tidak menimbulkan gejala dan seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak berumur 18
tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi ventrikel dan gagal jantung. VSD
bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan jantung lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal (faktor eksogen)
a. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
b. Gizi ibu hamil yang buruk.
c. Ibu yang alkoholik
d. Usia ibu >40 tahun
e. Ibu menderita diabetes
2. Faktor genetic (faktor endogen)
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah/ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh kelainan
jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup sempurna. Kelainan ini umumnya
congenital, tetapi dapat pula terjadi karena trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama
dengan kelainan lain misalnya trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot.
2.3 MANIFESTASI KLINIS
Tanda gejala umum :
1. Murmur ()
2. Dipsnea (sesak napas)
3. Anoreksia ()
4. Takipnea (napas cepat)
5. Ujung-ujung jari hiperemik () dan diameter dada bertambah
6. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
7. Pada palpasi dan auskultasi tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan penutupan katup
pulmonal teraba jelas pada sela iga ketiga kiri dekat sternum, dan mungkin teraba getaran bising
pada dinding dada.
Tanda gejala berdasarkan lubangnya:
1. Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gejala. Bising pada VSD tipe ini bukan pansistolik,
tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
2. Pada VSD sedang: biasanya juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya kadang-kadang
penderita mengeluh lekas lelah, sering mendapat infeksi pada paru sehingga sering menderita
batuk.
3. Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3 bulan, penderita
menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat badan lambat. Kadang-kadang anak
kelihatan sedikit sianosis, gejala-gejala pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat,
berkeringat banyak dan tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan
terganggu dan sering menderita batuk disertai demam.
2.4 PATOFISIOLOGI
Adanya lubang pada septum interventrikuler memungkinkan terjadinya aliran dari ventrikel
kiri ke ventrikel kanan, sehingga aliran darah ke paru bertambah. Presentasi klinis tergantungnya
besarnya aliran pirau melewati lubang VSD serta besarnya tahanan pembuluh darah paru. Bila
aliran pirau kecil umumnya tidak menimbulkan keluhan. Dalam perjalanannya, beberapa tipe
VSD dapat menutup spontan (tipe perimembran dan muskuler), terjadi hipertensi pulmonal,
hipertrofi infundibulum, atau prolaps katup aorta yang dapat disertai regurgitasi (tipe subarterial
dan perimembran) (rianto, 2003; masud 1992).
Defek septum ventricular ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan
darah mengalir langsung antar ventrikel, biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek ini
bervariasi dari 0,5 – 3,0 cm. Perubahan fisiologi yang terjadi dapat dijelaskan sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya oksigen melalui
defek tersebut ke ventrikel kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya dipenuhi darah, dan
dapat menyebabkan naiknya tahanan vascular pulmoner.
3. Jika tahanan pulmoner ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat, menyebabkan pirau
terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel kanan ke kiri, menyebabkan sianosis.
Keseriusan gangguan ini tergantung pada ukuran dan derajat hipertensi pulmoner. Jika
anak asimptomatik, tidak diperlukan pengobatan; tetapi jika timbul gagal jantung kronik atau
anak beresiko mengalami perubahan vascular paru atau menunjukkan adanya pirau yang hebat
diindikasikan untuk penutupan defek tersebut. Resiko bedah kira-kira 3% dan usia ideal untuk
pembedahan adalah 3 sampai 5 tahun.
Setelah kelahiran (dengan VSD), resitensi pulmonal tetap lebih tinggi melebihi normal
dan ukuran pirau kiri ke kanan terbatas setelah resitensi pulmonal turun pada minggu-minggu
pertama kelahiran, maka terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan. Ketika terjadi pirau yang besar
maka gejala dapat terlihat dengan jelas. Pada kebanyakan kasus, resistensi pulmonal sedikit
meningkat dan penyebab utama hipertensi pulmonal adalah aliran darah pulmonal yang besar.
Pada sebagian paien dengan VSD besar, arteriol pulmonal menebal hal ini dapat menyebabkan
penyakit vaskular paru obstruktif. Ketika rasio resistensi pulmonal dan sistemik adalah 1:1, maka
pirau menjadi bidireksional (dua arah), tanda-tanda gagal jantung menghilang dan pasien
menjadi sianotik. Namun hal ini sudah jarang terlihat karena adanya perkembangan intervensi
secara bedah.
KLASIFIKASI
Klasifikasi VSD berdasarkan lokasi lubang, dibagi menjadi 3 menurut ( Chandrasoma,
2006; Purwaningtyas, 2007) :
a. Tipe perimembran (60%)
b. Tipe subarterial (37%)
c. Tipe muskuler (3%)
Berdasarkan lokasi defek, VSD terbagi atas 4 yaitu :
1. Defek subpulmonal, disebabkan oleh kekurangan septum conal.
2. Defek membranous, terletak dibelakang septum dari katup tricuspid.
3. Defek Atrioventrikular (AV), disebabkan karena kekurangan komponen endokardial dari
septum interventrikuler.
4. Defek muscular, dapat terjadi dibagian manapun dari septum otot.
Berdasarkan ukuran defek, VSD terbagi atas 3 yaitu :
1. Defek kecil, tidak didapatkan gejala dan murmur jantung pada pemeriksaan rutin.
2. Defek sedang, menyebabkan timbul gejala pada bayi ( muncul pada bulan pertama
kehidupan).
3. Defek besar, gejala mulai muncul pada minggu pertama kehidupan.
2.6 KOMPLIKASI
1. Endokarditis infektif. Penyakit yang disebabkan infeksi mikroba pada lapisan endotel jantung
ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat pada katup jantung namun dapat terjadi
endokardium di tempat lain.
2. Gagal jantung kronik. Sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan gagal jantung
berupa sesak, fatique, baik dalam keadaan istirahat atau latihan, edema, dan tanda objektif
adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat. Tanda-tanda gagal jantung; nafas cepat, sesak
nafas, retraksi, bunyi jantung tambahan (murmur), edema tungkai, hepatomegali.
3. Obstruksi pembuluh darah pulmonal (Adanya hambatan pada PD pulmonal ).
4. Syndrome eisenmenger (Terjadinya perubahan dari pirau kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri
yang dapat menyebabkan sianosis ).
5. Terjadinya insulisiensi aorta atau stenosis pulmonary ( penyempitan pulmonal ).
6. Penyakit vascular paru progresif sebagai akibat lanjut dari syndrome eisenmenger.
7. Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang : gejala dan tanda berupa batuk-
batuk dengan sesak nafa disertai panas tinggi.
8. Kerusakan system konduksi ventrikel.
2.7 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. EKG : Gambaran EKG pada pasien VSD dapat menggambarkan besar kecilnya defek dan
hubungannya dengan hemodinamika yang terjadi :
a. Pada pasien VSD kecil : gambaran EKG biasanya normal, namun kadang-kadang dijumpai
gelombang S yang sedikit dalam dihantarkan pericardial atau peningkatan ringan gelombang R
di V5 dan V6.
b. Pada VSD sedang : EKG menunjukkan gambaran hipertrofi kiri. dapat pula ditemukan
hipertrofi ventrikel kanan, jika terjadi peningkatan arteri pulmonal.
c. Pada VSD besar, hampir selalu ditemukan hipertrofi kombinasi ventrikel kiri dan kanan. Tidak
jarang terjadi hipertrofi ventrikel kiri dan kanan disertai deviasi aksis ke kanan (RAD). Defek
septum ventrikel membranous inlet sering menunjukkan deviasi aksis ke kiri (LAD).
2. Gambar Radiologi Thorax :
a. Pada VSD kecil : memperlihatkan bentuk dan ukuran jantung normal dengan vaskularisasi
paru normal atau sedikit meningkat.
b. Pada VSD sedang : menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus pulmonalis yang
menonjol, hilus membesar dengan vaskularisasi paru meningkat.
c. Pada VSD besar disertai hipertrofi pulmonal atau sindroma eisenmenger tampak konus
pulmonal sangat menonjol dengan vaskularisasi paru yang meningkat di daerah hilus namun
berkurang perifer.
3. Echokardiografi :
a. Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode, dua dimensi Doppler. Pada
Doppler berwarna dapat ditemukan lokasi, besar dan arah pirau.
b. Pada defek yang kecil, M-Mode dalam batas normal sedangkan pada dua dimensi defek kecil
sulit dideteksi.
c. Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat ditentukan dengan echokardiografi dua dimensi,
dengan M-Modeterlihat pelebaran ventrikel kiri atau atrium, kontraktilitas ventrikel masih baik.
d. Pada defe besar, echokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran ke empat ruang
jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.
4. Echo Transesofageal dapat meningkatkan sensitivitas akan adanya pirau yang kecil dan
foramen oval paten.
5. Liran radionuklir menilai besarnya pirau dari kiri ke kanan.
6. MRI untuk menjelaskan anatominya. Memberikan gambaran yang lebih baik terutama VSD
dengan lokasi apical yang sulit dilihat dengan echocardiologi juga dapat dilakukan besarnya
curah jantung, besaran pirau dan evaluasi kelainan yang menyertai seperti aorta asenden dan
arkus aorta.
7. Katerisasi jantung, masih merupakan diagnosik pasti karena dapat menunjukkan dengan jelas
adanya peningkatan saturasi oksigen antara vena cava ventrikel kanan akibat bercampurnya
darah mengandung oksigen dari atrium kiri, menilai beratnya pirau mengukur tahanan vascular
darah pulmonary.
8. Angiografi kontras ventrikel kanan dan ventrikel kiri dapat menunjukkan kelainan katup terkait
atau anomaly aliran vena pulmonalis.
2.8 PENATAKLASANAAN
1. Umum
a. Tirah baring, posisi setengah duduk.
Pengurangan aktifitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal jantung dewasa, namun
sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang memerlukan banyak tenaga atau isometric harus
dihindari, namun tingkat tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal
jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. saat masa tirah seharian, sebaiknya
menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka ukai yang dapat dikerjakan diatas
tempat tidur ( menghindari anak berteriak-teriak tidak terkendali). Sedasi kadang diperlukan
luminal 2-3 mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
b. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal jantung dengan edema
paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke kiri yang mendasari dengan hipoksemia
kronik. Diberikan oksigen 30-50% dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering
dan memudahkan sekresi saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada
pengobatan gagal jantung kronik.
c. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian 70-80% (2/3) dari kebutuhan. Sebelum ada
agen diuretic kuat, pembatasan diet natrium memainkan peran penting dalam penatalaksanaan
gagal jantung. Makanan rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk
mempertahankan diet adekuat dengan menambah dosis diuretic jika diperlukan. Sebaiknya tidak
menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal jantung parah.
d. Diet makanan berkalori tinggi.
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan kalori karena kebutuhan
metabolism bertambah dan pemasukann kalori berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah
kalori harian. Sebaiknya memakan makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume
yang besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya dalam bentuk yang
agak cair untuk membantu ginjal mempertahankan natrium dan keseimbangan cairan yang
cukup.
e. Pemantauan hemodinamik yang ketat.
Pengamatan dan pencacatan secara teratur terhadap denyut jantung, napas, nadi, tekanan darah,
berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan
keseimbangan asam basa.
f. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika ada. Peningkatan
temperature, seperti yang terjadi saat seorang menderita demam, akan sangat meningkatkan
denyut jantung, kadang-kadang dua kali dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini
kemungkinan karena panas meningkatkan permeabilitas membrane otot ion yang menghasilkan
peningkatkan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal jantung, jika Hb < 7 gr %
berikan tranfusi PRC. Antibiotika sering diberikan sebagai upaya pencegahan terhadap
miokarditis/ endokarditis, mengingat tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat odema
paru pada bayi/anak yang mengalami gagal jantung kiri. Pemberian antibiotic boleh dihentikan
tersebut boleh dihentikan jika odema paru sudah teratasi. Selain itu, antibiotika profilaksis
tersebut juga diberikan jika akan dilakukan tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi
dan operasi. Jika seorang anak dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan
operasi, maka 3 hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan boleh dihentikan tiga hari
setelah operasi.
g. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan gambaran perbaikan
pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila diberikan makanan pipa yang terus-
menerus. Karena penyebab gagal jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk
membuat generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun demekian,
dipegang beberapa prinsip umum secara farmakologis, pengobatan adalah pendekatan 3 tingkat,
yaitu:
· Memperbaiki kinerja pompa jantung
· Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
· Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan menggunakan digitalis, jika
gagal jantung tetap tidak terkendali maka digunakan diuretic (pengurangan prabeban) untuk
mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif,
biasanya dicoba pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator sistemik (pengurangan
beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif, upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa
jantung dapat dicoba dengan agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada
dari cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung. Untuk menilai
hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali terhadap denyut jantung, nafas, nadi,
tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis,
dan kesadaran.
2. Pembedahan
Pembedahan dengan kasus defek sedang/besar, menutup defek dengan dijahit melalui
cardiopulmonary by pass.
a. Operasi paliatif adalah berupa penyempitan arteri pulmonalis untuk mengurangi aliran darah ke
paru-paru. Dengan demekianmaka gejala gagal jantung akan berkurang dan kemungkinan
timbulnya penyakit vaskuler paru dapat dikurangi atau dihambat. Penderita yang telang
dilakukan tindakan ini harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus dengan membuka
penyempitan arteri pulmonalis. Tindakan ini hendaknya jangan dilakukan terlalu lama karena
penyempitan arteri pulmonalis dapat menyebabkan kontriksi arteri pulmonalis yang mungkin
memerlukan koreksi bedah tersendiri.
b. Operasi korektif adalah operasi dilakukan dengan sternotomi median dengan bantuan mesin
jantung-paru. Keputusan untuk melakukan operasi korektif sangat bergantung pada kemampuian
tim bedah dengan segala fasilitas pendukungnya. Di Negara maju terdepat kecendurungan untuk
langsung melakukan operasi penutupan defek meskipun pada bayi kecil. mortalitas keseluruhan
akibat operasi dilaporkan sekitar 5-15%. Prognosa operasi makin baik bila tahanan paru-paru
rendah dan penderita dalam kondisi baik dengan berat badan diatas 15 kg.
Pada VSD besar dengan hipertensi yang belum permanen, biasanya pada keadaan menderita
gagal jantung, dalam pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfuse
eritrosit selanjutnya diteruskan dengan terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu
penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen, operasi paliatif atau operasi
koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami aterosklerosis. Bila defek
ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami
dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan
ke ventrikel kiri melalui defek.
a) Antibiotic profilaksis; mencegah endokarditis pada tindakan tertentu.
b) Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun.
c) Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam keadaan baik,
beratbadan 15 kg.bila sudah terjadi sindrom eisenmenger maka tidak dapat dioperasi. Sindrom
eisenmenger diderita pada penderita dengan VSD berat, yaitu ketika tekanan ventrikel kanan
sama dengan ventrikel kiri, sehingga shuntnya sebagian atau seluruhnnya telah menjadi dari
kanan ke kiri sebagai akibat terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
d) Penatalaksanaan bedah; perbaikan defek septum ventrikel.
Perbaikan dini lebih disukai jika defeknya besar. Bayi dengan gagal jantung kronik mungkin
memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam bentuk pengikatan atau penyatuan arteri
pulmonalis jika mereka tidak dapat distabilkan secara medis. Karena kerusakan yan irreversible
akibat penyakit vascular paru, pembedahan hendaknya tidak ditunda sampai melewati usia pra
sekolah atau jika terapat resisentasi vaskuler pulmoner progresif. Dilakukan sternotomi median
dan bypass kardiopulmoner, dengan penggunaan hipotermia pada beberapa bayi. Untuk defek
membranosa pada bagian atas septum , insisi atrium kanan memungkinkan dokter bedahnya
memperbaiki defek itu dengan bekerja melalui katup tricuspid. Jika tidak, diperlukan
ventrikulotomi kanan atau kiri. Umumnya penambalan pericard diletakkan di atas lesi, meskipun
penjahitan langsung juga dapat digunakan jika defek tersebut minimal. Pengikatan yang
dilakukan tadi diangkat dan setiap deformitas karenanya diperbaiki.respon bedah harus
mencakup jantung yang secara hemodinamik normal, meskipun kerusakan yang disebabkan
hipertensi pulmoner itu bersifat irreversible.
3. Farmakologi
a. Vasopresor atau vasodilator adalah obat-obat yang dipakai untuk anak dengan defek septum
ventricular dan gagal jantung kronik cepat.
b. Dopamine (intropin) memiliki efek inotropik positif pada miokard, menyebabkan peningkatan
curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik serta tekanan nadi, sedikit sekali atau tidak ada
efeknya pada tekanan diastolic, digunakan untuk mengobati gangguan hemodinamika yang
disebabkan bedah jantung terbuka (dosis diatur untuk mempertahankan tekanan darah dan
perfusi ginjal).
c. Isoproternol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada miokard, menyebabkan peningkatan
curah jantung dan kerja jantung. Menurunkan tekanan diastolic dan tekanan rata-rata sambil
meningkatkan tekanan sistolik.
Penatalaksanaan Medis
a. Pada VSD kecil : ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan. Diperlukan
operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
b. Pada VSD sedang : jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu sampai umur 4-5
tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil. Bila terjadi gagal jantung diobati
dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal, operasi dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau
sampai berat badannya 12 kg.
c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya pada keadaan
menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya menggunakan digitalis. Bila ada anemia
diberi transfuse eritrosit terpampat selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapatditunda
sambil menunggu penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6
bulan.
d. Pada VSD dengan hipertensi pulmonal permanen : operasi paliatif atau operasi total sudah
tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel
kanan akan diberi beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila
defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat di salurkan ke ventrikel kiri
melalui defek.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN VSD
3.1 PENGKAJIAN
1). Pengkajian Umum
a. Identitas Klien
Nama, tanggal lahir, jenis kelamin, suku/bangsa, agama, alamat, nama ayah, tanggal MICU,
tanggal MRS, tanggal pengkajian, diagnosa medis, no.register, sumber informasi.
b. Keluhan Utama
Keluhan orang tua pada waktu membawa anaknya ke dokter tergantung dari jenis defek yang
terjadi baik pada ventrikel maupun atrium, tapi biasanya terjadi sesak, pembengkakan pada
tungkai dan berkeringat banyak.
c. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat kesehatan sekarang
Anak mengalami sesak nafas berkeringat banyak dan pembengkakan pada tungkai tapi biasanya
tergantung pada derajat dari defek yang terjadi.
2. Riwayat kesehatan lalu
a) Prenatal History
Diperkirakan adanya keabnormalan pada kehamilan ibu (infeksi virus Rubella), mungkin ada
riwayat pengguanaan alkohol dan obat-obatan serta penyakit DM pada ibu.
b) Intra natal
Riwayat kehamilan biasanya normal dan diinduksi.
c) Riwayat Neonatus
Ø Gangguan respirasi biasanya sesak, takipnea
Ø Anak rewel dan kesakitan
Ø Tumbuh kembang anak terhambat
Ø Terdapat edema pada tungkai dan hepatomegali
Ø Sosial ekonomi keluarga yang rendah.
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
a) Adanya keluarga apakah itu satu atau dua orang yang mengalami kelainan defek jantung
b) Penyakit keturunan atau diwariskan
c) Penyakit congenital atau bawaan
2). Pemeriksaan Fisik
a. B1 (Breath)
Inspeksi: gambaran bentuk dada, simetris, adanya insisi, selang di dada atau penyimpangan lain.
Gambarkan pengunaan otot-otot pernafasan tambahan: gerakan cuping hidung, retraksi sub
sterna dan interkostal atau sub clavia. Tentukan rata-rata pernafasan dan keteraturannya. Bila
diintubasi catat ukuran pipa endotrakeal, jenis dan setting ventilator. Ukur saturasi oksigen
dengan menggunakan oximetri pulse dan analisa gas darah.
Palpasi: Pemeriksaan fokal fremitus, pergerakan retraksi dada ada krepetasi atau tidak.
Pergerakan dada simetris.
Perkusi: ada suara sonor atau hipersonor saar dilakukan perkusi.
Auskutasi: gambarkan bunyi nafas, kesamaan bunyi nafas, berkurang / tidaknya udara nafas,
stidor, crakles, wheezing.
b. B2 (Blood)
Inspeksi: perhatikan denyut dan irama jantung, kaji warna kuku, membrane mukosa bibir.
Gambarkan warna bayi atau anak (mungkin menunjukkan latar belakang masalah jantung,
pernafasan, darah). Sianosis, pucat juindice, mouting.
Palpasi: ada nyeri dada atau tidak saat dipalpasi, terutama pada dekat sternum.
Perkusi: Normalnya timbul suara pekak atau sonor.
Auskultasi: Tentukan poin maksimum impuls, poin dimana bunyi jantung terdengar paling
keras. Kaji apakah ada bunyi jantung murmur atau bunyi abnormal jantung lainnya.
c. B3 (Brain)
Inspeksi: Observasi reflek moro, sucking, Gambarkan respon pupil pada bayi yang usia
kehamilannya lebih dari 32 minggu.
Palpasi: Lakukan pemeriksaan babinski, plantar dan reflek lain yang diharapkan. Tentukan
tingkat respon, refleks patela, ada nyeri atau tidak pada (kepala, vertebra torakalis)
Perkusi: Ada suara pekak atau sonor normalnya jika di bagian tulang, ada suara redup pada
bagian abdomen.
Auskultasi: tidak ada pemeriksaan auskultasi, tetapi ada pemeriksaan rinne atau tes
pendengaran. Normalnya pasien mendengar bunyi AC dua kali lebih lama daripada ketika ia
mendengar bunyi BC (AC>BC)
d. B4 (Bladder)
Inspeksi: Observasi warna dan konsistensi urine normalnya putih bening, ada lesi atau tidak
pada abdomen.
Palpasi: Ada nyeri saat di palpasi organ ginjal. (palpasi bimanual)
Perkusi: Normalnya pekak, ada cairan atau tidak pada abdomen. (pemeriksaan unduluting fluid
wafe, atau shifting dullnes)
Auskultasi: -
e. B5 (Bowel)
Inspeksi: Tentukan adanya distensi abdomen, meningkatnya lingkar perut, kulit yang terang,
adanya eritema dinding abdomen, tampaknya peristaltic, bentuk usus yang dapat dilihat, status
umbilicus, observasi jumlah, warna, dan konsistensi feces.
Auskultasi: Gambarkan bising usus (ada/tidak).
Perkusi: Normalnya redup pada abdomen dan pekak pada area hati, ada cairan atau tidak pada
abdomen (pemeriksaan unduluting fluid wafe, atau shifting dullnes).
Palpasi: Palpasi area hati
f. B6 (Bone) dan Muskuloskeletal.
Inspeksi: Gambarkan gerakan bayi : random, bertujuan, twitching, spontan, tingkat aktivitas
dngan stimulasi, evaluasi saat kehamilan dan persalinan. Gambarkan sikap dan posisi bayi/anak :
fleksi atau ekstensi. Gambarkan adanya perubahan lingkar kepala (bila ada indikasi) ukuran,
tahanan fontanel, dan garis sutura. Gambarkan respon pupil pada bayi yang usia kehamilannya
lebih dari 32 minggu.
Palpasi: Ada nyeri atau tidak saat ditekan pada daerah dada, ekstremitas atas ataupun bawah.
Ada suara krepetasi atau tidak pada persendian.
Perkusi: Normalnya pekak atau sonor.
Auskultasi: -
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Penurunan curah jantung yang berhubungan dengan malformasi jantung.
2. Nyeri berhubungan dengan luka insisi, pembedahan.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan sesak, hipoksemia, penurunan kemampuan
difusi.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kelelahan pada saat
makan dan meningkatnya kebutuhan anak.
5. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara pemakaian oksigen oleh
tubuh dan suplai oksigen ke sel.
6. Gangguan pertumbuhan dan perkembangan berhubungan dengan tidak adekuatnya suplai
oksigen dan zat nutrisi ke jaringan.
7. Resiko infeksi berhubungan dengan luka insisi, pembedahan.
8. Cemas berhubungan dengan ketidaktahuan terhadap penyakitnya
3.3 RENCANA KEPERAWATAN
N Diagnosa Tujuan dan Intervensi Rasional
O keperawatan kriteria hasil keperawatan
(NOC) (NIC)
1 Penurunan Tujuan: Setelah1. Observasi kualitas
1. Memberikan data
curah jantung diberikan asuhan dan kekuatan denyut untuk evaluasi intervensi
yang keperawatan selama jantung , nadi perifer, dan memungkinkan
berhubungan 1 x 24 jam warna dan kehangatan deteksi dini terhadap
dengan diharapkan kulit. adanya komplikasi.
malformasi penurunan curah2. Tegakkan derajat
2. Mengetahui
jantung jantung tidak terjadi. cyanosis (misal : warna perkembangan kondisi
Kriteria Hasil : membran mukosa klien serta menentukan
Anak akan derajat finger). intervensi yang tepat.
menunjukkan tanda-3. Berikan obat – obat
3. obat – obat digitalis
tanda membaiknya digitalis sesuai order. memperkuat
curah jantung. 4. Berikan obat – obat kontraktilitas otot jantung
diuretik sesuai order sehingga cardiak outpun
meningkat / sekurang –
kurangnya klien bisa
beradaptasi dengan
keadaannya.
4. Mengurangi timbunan
cairan berlebih dalam
tubuh sehingga kerja
jantung akan lebih
ringan.
2. Nyeri Setelah diberikan1. Pantau dan catat R1: Mengontrol tingkat
berhubungan asuhan keperawatan PQRST respon nyeri dan menilai
dengan luka selama 1 x 24 jam2. Anjurkan klien untuk tingkat respon nyeri
insisi, diharapkan nyeri melaporkan nyeri pasien.
pembedahan. berkurang. dengan segera R2: Nyeri dapat diatasi
Kriteria hasil: 3. Lakukan manajemen dengan segera.
1. Pasien nyeri keperawatan : R3: Setelah dilakukan
menyatakan a. Atur posisi fisiologis manajemen keperawatan
penurunan nyeri
b. Istirahatkan klien nyeri, nyeri dapat
dada, TTV normal,
c. Beri O2 tambahan teratasi. Dan pasien
wajah rileks. d. Manajemen merasa nyaman.
lingkungan (tenang) R4: Dengan diberikan
e. Teknik relaksasi terapi analgesik respon
pernapasan nyeri yang dirasakan
f. Teknik distraksi pasien teratasi
4. Kolaborasi pemberian
terapi farmakologis
analgesik.
3. Gangguan Setelah diberikan1. Berikan respirasi1. Untuk meminimalkan
pertukaran gas asuhan keperawatan support ( 24 jam post resiko kekurangan
berhubungan selama 1 x 24 jam op ) oksigen.
dengan sesak, diharapkan 2. Untuk mengetahui
hipoksemia, gangguan 2. Analisa gas darah adanya hipoksemia dan
penurunan pertukaran gas tidak3. Batasi cairan hiperkapnia.
kemampuan terjadi dengan 3. Untuk meringankan
difusi. kriteria hasil : kerja jantung.
- Pertukaran gas
tidak terganggu.
- Pasien tidak sesak.
4. Perubahan Setelah diberikan1. Hindarkan kegiatan 1. menghindari kelelahan
nutrisi kurang asuhan keperawatan perawatan yang tidak pada klien
dari selama 1 x 24 jam perlu pada klien 2. klien diharapkan lebih
kebutuhan diharapkan 2. Libatkan keluarga termotivasi untuk terus
tubuh kebutuhan nutrisi dalam pelaksanaan melakukan latihan
berhubungan terpenuhi dengan aktifitas klien aktifitas
dengan Kriteria hasil :
3. Hindarkan kelelahan 3. jika kelelahan dapat
kelelahan 1. makanan habis 1
yang sangat saat makan diminimalkan maka
pada saat porsi.
dengan porsi kecil tapi masukan akan lebih
makan dan2. Mencapai BB
sering mudah diterima dan
meningkatnya normal.
kebutuhan 3. Nafsu makan4. Pertahankan nutrisi nutrisi dapat terpenuhi

kalori. meningkat. dengan mencegah 4. peningkatan kebutuhan


kekurangan kalium dan metabolisme harus
natrium, memberikan dipertahan dengan nutrisi
zat besi. yang cukup baik.

5. Sediakan diet yang 5. Mengimbangi


seimbang, tinggi zat kebutuhan metabolisme
nutrisi untuk mencapai yang meningkat.
pertumbuhan yang 6. anak yang mendapat
adekuat. terapi diuretik akan
6. Jangan batasi minum kehilangan cairan cukup
bila anak sering minta banyak sehingga secara
minum karena fisiologis akan merasa
kehausan. sangat haus.

5. Intoleransi Setelah diberikan1. Anjurkan klien untuk1. melatih klien agar


aktivitas asuhan keperawatan melakukan permainan dapat beradaptasi dan
berhubungan selama 1 x 24 jam dan aktivitas yang mentoleransi terhadap
dengan diharapkan pasien ringan. aktifitasnya.
ketidak dapat melakukan2. Bantu klien untuk2. melatih klien agar
seimbangan aktivitas secara memilih aktifitas sesuai dapat toleranan terhadap
antara mandiri dengan usia, kondisi dan aktifitas.
pemakaian kriteria hasil : kemampuan. 3. mencegah kelelahan
oksigen oleh - pasien mampu
3. Berikan periode berkepanjangan.
tubuh dan melakukan aktivitas
istirahat setelah
suplai oksigen mandiri.
melakukan aktifitas.
ke sel.

6. Gangguan Setelah diberikan1. Monitor tinggi dan


1. mengetahui perubahan
pertumbuhan asuhan keperawatan berat badan setiap hari berat badan
dan selama 1 x 24 jam dengan timbangan yang2. tidur dapat
perkembangan diharapkan sama dan waktu yang mempercepat
berhubungan pertumbuhan dan sama dan pertumbuhan dan
dengan tidak perkembangan tidak didokumentasikan perkembangan anak.
adekuatnya terganggu dengan dalam bentuk grafik.
suplai oksigen kriteria hasil : - BB2.
Ajarkan anak untuk
dan zat nutrisi dan TB mencapai sering beristirahat dan
ke jaringan. ideal hindarkan gangguan
pasa saat tidur.

7. Resiko Setelah diberikan


1. Pantau tanda dan
1. Infeksi dapat terdeteksi
infeksi asuhan keperawatan gejala infeksi (misalnya lebih dini.
berhubungan selama 1 x 24 jam suhu tubuh, denyut
2. Resiko terjadi infeksi
dengan luka diharapkan resiko jantung, suhu kulit, lesi dapat di hambat. (infeksi
insisi, infeksi tidak terjadi. kulit, penampilan luka). tidak terjadi)
pembedahan.
Kriteria Hasil: 2. Bersihkan, pantau,
1. Infeksi akibat luka dan fasilitasi proses
insisi dan penyembuhan luka
pembedahan tidak yang di tutup dengan
terjadi. jahitan, klip, atau
2. staples.

8. Cemas Setelah diberikan


1. Orientasikan klien
1. Menyesuaikan klien
berhubungan asuhan keperawatan dengan lingkungan dengan lingkungan
dengan selama 1 x 24 jam2. Ajak keluarga untuk sekitar.
ketidaktahuan diharapkan cemas mengurangi cemas2. Peran keluarga dalam
terhadap berkurang dengan klien jika kondisi sudah mengatasi cemas pasien
penyakit. kriteria hasil : stabil sangat penting.
- Pasien tidak bertanya-
3. Jelaskan keadaan
3. Untuk mempersiapkan
tanya.
yang fisiologis pada klien lebih awal dalam
- Cemas berkurang.
klien post op mengenal situasinya.
Pasien tidak tampak
bingung.

Anda mungkin juga menyukai