Anda di halaman 1dari 13

A.

Definisi
Ventrikel Septum Defek (VSD) merupakan gangguan atau lubang pada septum
atau sekat diantara rongga ventrikel akibat kegagalan fusi atau penyambungan
sekat interventrikel (kasron, 2012: 137). VSD adalah kelainan jantung bawaan
berupa tidak sempurnanya penutupan dinding pemisah antar ventrikel. Kelainan
ini paling sering ditemukan pada anak-anak dan bayi dan dapat terjadi secara
congenital dan traumatic (I wadyan Sudarta, 2013: 32). VSD yaitu kelainan
jantung bawaan berupa lubang pada septum interventrikuler, lubang tersebut
dapat hanya satu atau lebih yang terjadi akibat kegagalan fungsi septum
interventrikuler semasa janin dalam kandungan, sehingga darah bisa mengalir
dari ventrikel kiri ke kanan ataupun sebaliknya. VSD yaitu defek yang biasanya
terjadi pada septum pars membranaseum dan terletak dibawah katup aorta
kadang defek terjadi pada pars muscolorum. VSD perimembraneus dapat pula
terletak baik dibawah cincin katup aorta maupun pulmonal, keadaan ini disebut
doubly commited vsd VSD biasanya bersifat tunggal tetapi dapat pula multiple,
vsd muskuler yang multiple disebut swiss cheese vsd .

B. Klasifikasi
Menurut ukurannya VSD dapat dibagi menjadi :
1. VSD kecil
a. Biasanya asimptomatik
b. Defek kecil 1 5 mm
c. Tidak ada gangguan tumbuh kembang
d. Bunyi jantung normal, kadang ditemukan bising peristaltik yang menjalar
ke seluruh tubuh perikardium dan berakhir pada waktu distolik karena
terjadi penutupan VSD
e. EKG : dalam batas normal atau terdapat sedikit peningkatan aktivitas
ventrikel kiri
f. Radiologi : ukuran jantung normal, vaskularisasi paru normal atau sedikit
meningkat
g. Menutup secata spontan pada waktu umur 3 tahun
h. Tidak diperlukan kateterisasi jantung
2. VSD sedang
a. Sering terjadi simptom pada masa bayi
b. Sesek nafas pada waktu aktivitas terutama waktu minum, memerlukan
waktu lebih lama untuk makan dan minum, sering tidak mampu
menghabiskan minuman dan makanannnya
c. Defek 5 10 mm
d. BB sukar naik sehingga tumbuh kembang terganggu
e. Mudah menderita infeksi, biasanya memerlukan waktu lama untuk sembuh
tetapi umumnya responsif terhadap pengobatan
f. Takipnue
g. Retraksi
h. Bentuk dada normal
i. EKG : terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kiri maupun kanan, tetapi
kiri lebih meningkat
j. Radiologi : terdapat pembesaran jantung derajat sedang, conus pulmonalis
menonjol, peningkatan vaskularisasi paru dan pembesaran pembuluh darah
di hilus
3. VSD besar
a. Sering timbul gejala pada masa neonates
b. Dispnea meningkat setelah terjadi peningkatan pirau kiri ke kanan dalam
minggu pertama setelah lahir
c. Pada minggu ke 2 atau 3 simptom mulai timbul akan tetapi gagal jantung
biasanya baru timbul setelah minggu ke 6 dan sering didahului infeksi
saluran nafas bagian bawah
d. Bayi tampak sesak nafas pada saat istirahat, kadang tampak sianosis
karena kekurangan oksigen akibat gangguan pernafasan
e. Gangguan tumbuh kembang
f. EKG : terdapat peningkatan aktivitas ventrikel kanan dan kiri
g. Radiologi : pembesaran jantung nyata dengan conus pulmonalis yang
tampak menonjol pembuluh darah hilus membesar dan peningkatan
vaskularisasi paru perifer.

Klasifkasi Defek Septum Ventrikel berdasarkan letak anatomis :


1. Defek di daerah pars membranasea septum, yang disebut defek membrane
atau lebih baik perimembran (karena hamper selalu mengenai jaringan
disekitarnya). Berdasarkan perluasan (ekstensi) defeknya, defek peri
membrane ini dibagi lagi menjadi yang dengan perluasan ke outlet, dengan
perluasan ke inlet, dan defek peri membrane dengan perluasan ke daerah
trabekuler.
2. Defek muskuler, yang dapat dibagi lagi menjadi : defek muskuler inlet, defek
muskuler outlet dan defek muskuler trabekuler.
3. Defek subarterial, terletak tepat dibawah kedua katup aorta dan arteri
pulmonalis, karena itu disebut pula doubly committed subarterial VSD. Defek
ini dahulu disebut defek suprakristal, karena letaknya diatas
supraventrikularis. Yang terpenting pada defek ini adalah bahwa katup aorta
dan katup arteri pulmonalis terletak pada ketinggian yang sama, dengan defek
septum ventrikel tepat berada di bawah katup tersebut, (dalam keadaan
normal katup pulmonal lebih tinggi daripada katup aorta, sehingga pada defek
perimembran lubang terlerak tepat dibawah katup aorta namun jauh dari
katup pulmonal)

C. Etiologi
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak terbanyak, yaitu 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup
sempurna. Kelainan ini umumnya congenital tetapi dapat pula terjadi karena
trauma. VSD lebih sering ditemukan pada anak-anak dan seringkali merupakan
kelainan jantung bawaan. Pada anak-anak, lubangnya sangat kecil, tidak
menimbulkan gejala dan seringkali menutup dengan sendirinya sebelum anak
berumur 18 tahun. Pada kasus yang lebih berat, bisa terjadi kelainan fungsi
ventrikel dan gagal jantung. VSD bisa ditemukan bersamaan dengan kelainan
jantung lainnya. Faktor-faktor tersebut diantaranya :
1. Faktor Prenatal (faktor eksogen)
a. Rubella atau infeksi virus lainnya pada ibu hamil.
b. Gizi ibu hamil yang buruk.
c. Ibu yang alkoholik
d. Usia ibu >40 tahun
e. Ibu menderita diabetes
2. Faktor genetic (faktor endogen)
a. Anak yang lahir sebelumnya menderita PJB
b. Ayah/ibu menderita PJB
c. Kelainan kromosom misalnya sindrom down
d. Lahir dengan kelainan bawaan yang lain
Kelainan ini merupakan kelainan terbanyak, yaitu sekitar 25% dari seluruh
kelainan jantung. Dinding pemisah antara kedua ventrikel tidak tertutup
sempurna. Kelainan ini umumnya congenital, tetapi dapat pula terjadi karena
trauma. Kelainan VSD ini sering bersama-sama dengan kelainan lain misalnya
trunkus arteriosus, Tetralogi Fallot.

D. Tanda dan Gejala


Tanda gejala umum :
1. Murmur
2. Dipsnea (sesak napas)
3. Anoreksia
4. Takipnea (napas cepat)
5. Ujung-ujung jari hiperemik () dan diameter dada bertambah
6. Pada anak yang kurus terlihat impuls jantung yang hiperdinamik
7. Pada palpasi dan auskultasi tekanan arteri pulmonalis yang tinggi dan
penutupan katup pulmonal teraba jelas pada sela iga ketiga kiri dekat
sternum, dan mungkin teraba getaran bising pada dinding dada.

Tanda gejala berdasarkan lubangnya:


1. Pada VSD kecil: biasanya tidak ada gejala-gejala. Bising pada VSD tipe ini
bukan pansistolik, tapi biasanya berupa bising akhir sistolik tepat sebelum S2.
2. Pada VSD sedang: biasanya juga tidak begitu ada gejala-gejala, hanya
kadang-kadang penderita mengeluh lekas lelah, sering mendapat infeksi pada
paru sehingga sering menderita batuk.
3. Pada VSD besar: sering menyebabkan gagal jantung pada umur antara 1-3
bulan, penderita menderita infeksi paru dan radang paru. Kenaikan berat
badan lambat. Kadang-kadang anak kelihatan sedikit sianosis, gejala-gejala
pada anak yang menderitanya, yaitu; nafas cepat, berkeringat banyak dan
tidak kuat menghisap susu. Apabila dibiarkan pertumbuhan anak akan
terganggu dan sering menderita batuk disertai demam.
E. Patofisiologi
VSD ditandai dengan adanya hubungan septal yang memungkinkan darah
mengalir langsung antar ventrikel biasanya dari kiri ke kanan. Diameter defek
bervariasi dari 0,5 3,0 cm. Kira kira 20% dari defek ini pada anak adalah defek
sederhana, banyak diantaranya menutup secara spontan. Kira kira 50 % - 60%
anak anak menderita defek ini memiliki defek sedang dan menunjukkan
gejalanya pada masa kanak kanak. Defek ini sering terjadi bersamaan dengan
defek jantung lain. Perubahan fisiologi yang terjadi sebagai berikut :
1. Tekanan lebih tinggi pada ventrikel kiri dan meningkatkan aliran darah kaya
oksigen melalui defek tersebut ke ventrikei kanan.
2. Volume darah yang meningkat dipompa ke dalam paru, yang akhirnya
dipenuhi darah dan dapat menyebabkan naiknya tahanan vaskular pulmonar.
3. Jika tahanan pulmonar ini besar, tekanan ventrikel kanan meningkat
menyebabkan pirau terbalik, mengalirkan darah miskin oksigen dari ventrikel
kanan ke kiri menyebabkan sianosis ( sindrom eisenmenger ).

F. Pemeriksaan Penunjang
1. Kateterisasi jantung
Menunjukkan adanya hubungan abnormal antar ventrikel. Kateterisasi jantung
kanan untuk mengukur tekanan dan saturasi pada aliran darah pulmonal,
sedangkan kateterisasi jantung kiri untuk aliran darah sistemik.
VSD kecil dan sedang yang disuga ada peningkatan tahanan paru.
VSD besar dan atau gagal jantung.
Tujuan kateterisasi jantung terutama untuk mengetahui :
Jumlah defek.
Evaluasi besarnya pirau.
Evaluasi tahanan vaskular paru.
Evaluasi beban kerja ventrikel kanan dan kiri.
Mengetahui defek lain selain VSD.
2. EKG
Gambaran EKG pada pasien VSD dapat menggambarkan besar kecilnya defek
dan hubungannya dengan hemodinamik yang terjadi :
a. Pada VSD kecil, gambaran EKG biasanya normal,namun kadang-kadang
di jumpai gelombang S yang sedikit dalam dihantaran perikardial atau
peningkatan ringan gelombang R di V5 dan V6.
b. Pada VSD sedang, EKG menunjukkan gambaran hipertrofi kiri. Dapat
pula ditemukan hipertrofi ventrikel kanan,jika terjadi peningkatan arteri
pulmonal.
c. Pada VSD besar, hampir selalu ditemukan hipertrofi kombinasi ventrikel
kiri dan kanan.Tidak jarang terjadi hipertrofi ventrikekl kiri dan kanan
disertai deviasi aksis ke kanan (RAD). Defek septum ventrikel
membranous inlet sring menunjukkan deviasi aksis ke kiri. (LAD).
3. Foto toraks menunjukkan hipertropi ventrikel kiri.
4. Gambaran Radiologi Thorax :
a. Pada VSD kecil, memperlihatkan bentuk dan ukuran jantung normal
dengan vaskularisasi paru normal atau sedikit meningkat.
b. Pada VSD sedang, menunjukkan kardiomegali sedang dengan konus
pulmonalis yang menonjol,hilus membesar dengan vaskularisasi paru
meningkat.
c. Pada VSD besar yang disertai hipertrofi pulmonal atau sindroma
eisenmenger tampak konus pulmonal sangat menonjol dengan
vaskularisasi paru yang meningkat di daerah hilus namun berkurang di
perifer
5. Echocardiografi :
a. Pemeriksaan echocardiografi pada VSD meliputi M-Mode, dua dimensi
doppler. Pada doppler berwarna dapat ditemukan lokasi,besar dan arah
pirau.
b. Pada defek yang kecil, M-Mode dalam batas normal sedangkan pada dua
dimensi defek kecil sulit dideteksi.
c. Pada defek sedang lokasi dan ukuran dapat ditentukan dengan
ekokardigrafi dua dimensi, dengan M-Mode terlihat pelebaran ventrikel
kiri atau atrium, kontraktilitas ventrikel masih baik.
d. Pada defek besar, ekokardiografi dapat menunjukkan adanya pembesaran
ke empat ruang jantung dan pelebaran arteri pulmonalis.
6. Hitung darah lengkap adalah uji prabedah rutin.
7. Uji masa protrombin ( PT ) dan masa trombboplastin parsial ( PTT ) yang
dilakukan sebelum pembedahan dapat mengungkapkan kecenderungan
perdarahan.

G. Komplikasi
1. Endokarditis infektif. Penyakit yang disebabkan infeksi mikroba pada lapisan
endotel jantung ditandai oleh vegetasi yang biasanya terdapat pada katup
jantung namun dapat terjadi endokardium di tempat lain.
2. Gagal jantung kronik. Sindrom klinik yang komplek yang disertai keluhan
gagal jantung berupa sesak, fatique, baik dalam keadaan istirahat atau latihan,
edema, dan tanda objektif adanya disfungsi jantung dalam keadaan istirahat.
Tanda-tanda gagal jantung; nafas cepat, sesak nafas, retraksi, bunyi jantung
tambahan (murmur), edema tungkai, hepatomegali.
3. Obstruksi pembuluh darah pulmonal (Adanya hambatan pada PD pulmonal).
4. Syndrome eisenmenger (Terjadinya perubahan dari pirau kiri ke kanan
menjadi kanan ke kiri yang dapat menyebabkan sianosis).
5. Terjadinya insulisiensi aorta atau stenosis pulmonary ( penyempitan pulmonal
).
6. Penyakit vascular paru progresif sebagai akibat lanjut dari syndrome
eisenmenger.
7. Radang paru-paru (pneumonia/bronkopneumonia) berulang : gejala dan tanda
berupa batuk-batuk dengan sesak nafa disertai panas tinggi.
8. Kerusakan system konduksi ventrikel.

H. Penatalaksanaan
1. Umum
a. Tirah baring, posisi setengah duduk
Pengurangan aktifitas fisik merupakan sandaran utama pengobatan gagal
jantung dewasa, namun sukar pada anak. Olahraga kompetitif, yang
memerlukan banyak tenaga atau isometric harus dihindari, namun tingkat
tingkat kepatuhan anak dalam hal ini sangat rendah. Jika terjadi gagal
jantung berat, aktivitas fisik harus sangat dibatasi. saat masa tirah seharian,
sebaiknya menyibukkan mereka dengan kegiatan ringan yang mereka ukai
yang dapat dikerjakan diatas tempat tidur (menghindari anak berteriak-
teriak tidak terkendali). Sedasi kadang diperlukan luminal 2-3
mg/kgBB/dosis tiap 8 jam selama 1-2 hari.
b. Penggunaan oksigen.
Penggunaan oksigen mungkin sangat membantu untuk penderita gagal
jantung dengan edema paru-paru, terutama jika terdapat pirau dari kanan ke
kiri yang mendasari dengan hipoksemia kronik. Diberikan oksigen 30-50%
dengan kelembaban tinggi supaya jalan nafas tidak kering dan memudahkan
sekresi saluran nafas keluar. Namun, oksigen tidak mempunyai peran pada
pengobatan gagal jantung kronik.
c. Koreksi gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Pembatasan cairan dan garam. Dianjurkan pemberian 70-80% (2/3) dari
kebutuhan. Sebelum ada agen diuretic kuat, pembatasan diet natrium
memainkan peran penting dalam penatalaksanaan gagal jantung. Makanan
rendah garam hampir selalu tidak sedap, lebih baik untuk mempertahankan
diet adekuat dengan menambah dosis diuretic jika diperlukan. Sebaiknya
tidak menyarankan untuk membatasi konsumsi air kecuali pada gagal
jantung parah.
d. Diet makanan berkalori tinggi.
Bayi yang sedang menderita gagal jantung kongestif banyak kekurangan
kalori karena kebutuhan metabolism bertambah dan pemasukann kalori
berkurang. Oleh karena itu, perlu menambah kalori harian. Sebaiknya
memakan makanan berkalori tinggi, bukan makanan dengan volume yang
besar karena anak ini ususnya terganggu. Juga sebaiknya makanannya
dalam bentuk yang agak cair untuk membantu ginjal mempertahankan
natrium dan keseimbangan cairan yang cukup.
e. Pemantauan hemodinamik yang ketat.
Pengamatan dan pencacatan secara teratur terhadap denyut jantung, napas,
nadi, tekanan darah, berat badan, hepar, desakan vena sentralis, kelainan
paru, derajat edema, sianosis, kesadaran dan keseimbangan asam basa.
f. Hilangkan faktor yang memperberat (misalnya demam, anemia, infeksi) jika
ada. Peningkatan temperature, seperti yang terjadi saat seorang menderita
demam, akan sangat meningkatkan denyut jantung, kadang-kadang dua kali
dari frekuensi denyut normal. Penyebab pengaruh ini kemungkinan karena
panas meningkatkan permeabilitas membrane otot ion yang menghasilkan
peningkatkan perangsangan sendiri. Anemia dapat memperburuk gagal
jantung, jika Hb < 7 gr % berikan tranfusi PRC. Antibiotika sering diberikan
sebagai upaya pencegahan terhadap miokarditis/ endokarditis, mengingat
tingginya frekuensi ISPA (Bronkopneumoni) akibat odema paru pada
bayi/anak yang mengalami gagal jantung kiri. Pemberian antibiotic boleh
dihentikan tersebut boleh dihentikan jika odema paru sudah teratasi. Selain
itu, antibiotika profilaksis tersebut juga diberikan jika akan dilakukan
tindakan-tindakan khusus misalnya mencabut gigi dan operasi. Jika seorang
anak dengan gagal jantung atau kelainan jantung akan dilakukan operasi,
maka 3 hari sebelumnya diberikan antibiotika profilaksis dan boleh
dihentikan tiga hari setelah operasi.
g. Penatalaksanaan diit pada penderita yang disertai malnutrisi, memberikan
gambaran perbaikan pertumbuhan tanpa memperburuk gagal jantung bila
diberikan makanan pipa yang terus-menerus. Karena penyebab gagal
jantung begitu bervariasi pada anak, maka sukar untuk membuat
generalisasi mengenai penatalaksanaan medikamentosa. Walaupun
demekian, dipegang beberapa prinsip umum secara farmakologis,
pengobatan adalah pendekatan 3 tingkat, yaitu:
Memperbaiki kinerja pompa jantung
Mengendalikan retensi garam dan air yang berlebihan
Mengurangi beban kerja
Pendekatan pertama adalah memperbaiki kinerja pompa dengan
menggunakan digitalis, jika gagal jantung tetap tidak terkendali maka
digunakan diuretic (pengurangan prabeban) untuk mengendalikan retensi
garam dan air yang berlebihan. Jika kedua cara tersebut tidak efektif,
biasanya dicoba pengurangan beban kerja jantung dengan vasodilator
sistemik (pengurangan beban pasca). Jika pendekatan ini tidak efektif,
upaya lebih lanjut memperbaiki kinerja pompa jantung dapat dicoba dengan
agen simpatomimetik atau agen inotropik positif lain. Jika tidak ada dari
cara-cara tersebut yang efektif, mungkin diperlukan transplantasi jantung.
Untuk menilai hasilnya harus ada pencatatan yang teliti dan berulangkali
terhadap denyut jantung, nafas, nadi, tekanan darah, berat badan, hepar,
desakan vena sentralis, kelainan paru, derajat edema, sianosis, dan
kesadaran.

2. Pembedahan
Pembedahan dengan kasus defek sedang/besar, menutup defek dengan dijahit
melalui cardiopulmonary by pass.
a. Operasi paliatif adalah berupa penyempitan arteri pulmonalis untuk
mengurangi aliran darah ke paru-paru. Dengan demekianmaka gejala gagal
jantung akan berkurang dan kemungkinan timbulnya penyakit vaskuler paru
dapat dikurangi atau dihambat. Penderita yang telang dilakukan tindakan ini
harus diikuti dengan operasi penutupan defek sekaligus dengan membuka
penyempitan arteri pulmonalis. Tindakan ini hendaknya jangan dilakukan
terlalu lama karena penyempitan arteri pulmonalis dapat menyebabkan
kontriksi arteri pulmonalis yang mungkin memerlukan koreksi bedah
tersendiri.
b. Operasi korektif adalah operasi dilakukan dengan sternotomi median dengan
bantuan mesin jantung-paru. Keputusan untuk melakukan operasi korektif
sangat bergantung pada kemampuian tim bedah dengan segala fasilitas
pendukungnya. Di Negara maju terdepat kecendurungan untuk langsung
melakukan operasi penutupan defek meskipun pada bayi kecil. mortalitas
keseluruhan akibat operasi dilaporkan sekitar 5-15%. Prognosa operasi
makin baik bila tahanan paru-paru rendah dan penderita dalam kondisi baik
dengan berat badan diatas 15 kg.
Pada VSD besar dengan hipertensi yang belum permanen, biasanya pada
keadaan menderita gagal jantung, dalam pengobatannya menggunakan
digitalis. Bila ada anemia diberi transfuse eritrosit selanjutnya diteruskan
dengan terapi besi. Operasi dapat ditunda sambil menunggu penutupan spontan
atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6 bulan.
Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang permanen, operasi paliatif
atau operasi koreksi total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis
mengalami aterosklerosis. Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi
beban yang berat sekali dan akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila
defek tidak ditutup, kelebihan tekanan pada ventrikel kanan dapat disalurkan
ke ventrikel kiri melalui defek.
a) Antibiotic profilaksis; mencegah endokarditis pada tindakan tertentu.
b) Penanganan gagal jantung jika terjadi operasi pada umur 2-5 tahun.
c) Prognosis operasi baik jika tahanan vascular paru rendah, pasien dalam
keadaan baik, beratbadan 15 kg.bila sudah terjadi sindrom eisenmenger
maka tidak dapat dioperasi. Sindrom eisenmenger diderita pada penderita
dengan VSD berat, yaitu ketika tekanan ventrikel kanan sama dengan
ventrikel kiri, sehingga shuntnya sebagian atau seluruhnnya telah menjadi
dari kanan ke kiri sebagai akibat terjadinya penyakit vaskuler pulmonal.
d) Penatalaksanaan bedah; perbaikan defek septum ventrikel.
Perbaikan dini lebih disukai jika defeknya besar. Bayi dengan gagal jantung
kronik mungkin memerlukan pembedahan lengkap atau paliatif dalam
bentuk pengikatan atau penyatuan arteri pulmonalis jika mereka tidak dapat
distabilkan secara medis. Karena kerusakan yan irreversible akibat penyakit
vascular paru, pembedahan hendaknya tidak ditunda sampai melewati usia
pra sekolah atau jika terapat resisentasi vaskuler pulmoner progresif.
Dilakukan sternotomi median dan bypass kardiopulmoner, dengan
penggunaan hipotermia pada beberapa bayi. Untuk defek membranosa pada
bagian atas septum , insisi atrium kanan memungkinkan dokter bedahnya
memperbaiki defek itu dengan bekerja melalui katup tricuspid. Jika tidak,
diperlukan ventrikulotomi kanan atau kiri. Umumnya penambalan pericard
diletakkan di atas lesi, meskipun penjahitan langsung juga dapat digunakan
jika defek tersebut minimal. Pengikatan yang dilakukan tadi diangkat dan
setiap deformitas karenanya diperbaiki.respon bedah harus mencakup
jantung yang secara hemodinamik normal, meskipun kerusakan yang
disebabkan hipertensi pulmoner itu bersifat irreversible.

3. Farmakologi
a. Vasopresor atau vasodilator adalah obat-obat yang dipakai untuk anak
dengan defek septum ventricular dan gagal jantung kronik cepat.
b. Dopamine (intropin) memiliki efek inotropik positif pada miokard,
menyebabkan peningkatan curah jantung dan peningkatan tekanan sistolik
serta tekanan nadi, sedikit sekali atau tidak ada efeknya pada tekanan
diastolic, digunakan untuk mengobati gangguan hemodinamika yang
disebabkan bedah jantung terbuka (dosis diatur untuk mempertahankan
tekanan darah dan perfusi ginjal).
c. Isoproternol (isuprel) memiliki efek inotropik positif pada miokard,
menyebabkan peningkatan curah jantung dan kerja jantung. Menurunkan
tekanan diastolic dan tekanan rata-rata sambil meningkatkan tekanan
sistolik.

Penatalaksanaan Medis
a. Pada VSD kecil : ditunggu saja, kadang-kadang dapat menutup secara spontan.
Diperlukan operasi untuk mencegah endokarditis infektif.
b. Pada VSD sedang : jika tidak ada gejala-gejala gagal jantung, dapat ditunggu
sampai umur 4-5 tahun karena kadang-kadang kelainan ini dapat mengecil.
Bila terjadi gagal jantung diobati dengan digitalis. Bila pertumbuhan normal,
operasi dapat dilakukan pada umur 4-6 tahun atau sampai berat badannya 12
kg.
c. Pada VSD besar dengan hipertensi pulmonal yang belum permanen: biasanya
pada keadaan menderita gagal jantung sehingga dalam pengobatannya
menggunakan digitalis. Bila ada anemia diberi transfuse eritrosit terpampat
selanjutnya diteruskan terapi besi. Operasi dapatditunda sambil menunggu
penutupan spontan atau bila ada gangguan dapat dilakukan setelah berumur 6
bulan.
d. Pada VSD dengan hipertensi pulmonal permanen : operasi paliatif atau operasi
total sudah tidak mungkin karena arteri pulmonalis mengalami arteriosklerosis.
Bila defek ditutup, ventrikel kanan akan diberi beban yang berat sekali dan
akhirnya akan mengalami dekompensasi. Bila defek tidak ditutup, kelebihan
tekanan pada ventrikel kanan dapat di salurkan ke ventrikel kiri melalui defek.

DAFTAR PUSTAKA
Kasron. 2012. Kelainan dan Penyakit Jantung: Pencegahan Serta Pengobatannya.
Yogyakarta: Nuha Medika
Wilkinson, Judith M dan Nancy R. Ahern. 2009. Buku Saku Diagnosis
Keperawatan: Diagnosis NANDA, Intervensi NIC, Kriteria Hasil NOC, Ed. 9.
Jakarta: EGC.
Sudarta, I Wayan. 2013. Asuhan Keperawatan Klien Dengan Gangguan Sistem
Kardiovaskuler. Yogyakarta: Gosyen Publishing
Kasron. 2012. Buku Ajar Gangguan Sistem Kardiovaskuler. Yogyakarta: Nuha
Medika

Anda mungkin juga menyukai