Anda di halaman 1dari 49

LAPORAN KASUS :

Congestive Heart Failure et causa Ventricular Septal Defect

OLEH:
ELRICA STELLA OCTAVIANI (130100314)
VERA (130100337)

PEMBIMBING:
dr. MAHRANI LUBIS, M.KED(PED), Sp.A

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN ILMU KIESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
RSUP H. ADAM MALIK MEDAN
2017
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Gagal jantung terjadi ketika jantung tidak mampu memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan metabolik dari tubuh atau kondisi tekanan pengisian jantung
yang secara abnormal meningkat atau keduanya.1 Gagal jantung merupakan kondisi
akhir dan manifestasi yang paling berat akibat dari berbagai penyakit jantung seperti;
aterosklerosis koroner, infark miokard, penyakit katup jantung, hipertensi, penyakit
jantung kongenital, dan kardiomiopati.1
Berdasarkan data dari Kementrian Kesehatan Indonesia pada tahun 2013
prevalensi penyakit gagal jantung di Indonesia adalah sekitar 0,13% atau sekitar
229.696 orang.2
Penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada masa
neonatus, bayi, dan anak.3 Pada masa neonatus, Gagal jantung dapat disebabkan oleh
disfungsi miokard (asfiksia, sepsis, dan lain-lain), beban tekanan (stenosis aorta,
koarktaksio aorta, dan lain-lain), beban volume (defek septum ventrikel, defek
septum atriovenrikularis, dan lain-lain), serta disaritmia. Pada masa bayi, antara usia
1 bulan sampai 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak adalah kelainan
struktural, termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, atau depek
septum atrioventrikularis. Sedangkan pada anak-anak penyebab tersering gagal
jantung adalah penyakit jantung rematik, miokarditis, dan endokarditis.3
Defek septum ventrikel / Ventricular septal defect (VSD) adalah suatu kelainan
kongenital yang ditandai dengan adanya celah yang terbuka pada septum
intraventrikular yang abnormal.1 Insidensi VSD adalah 20% dari seluruh kelainan
kongenital atau 1.5 - 3.5 dari 1000 kelahiran, tidak termasuk kelainan jantung

2
kongenital sianotik. Lokasi paling sering pada septum tersebut adalah pada
membranous (70%) dan muskular (20%), paling jarang pada bagian bawah katup
aorta atau dibawah katup atrioventrikular.1 Di Indonesia angka kejadian penyakit
jantung bawaan adalah 8 tiap 1000 kelahiran hidup. Berdasarkan profil Kesehatan
Indonesia 2008, angka kejadian penyakit jantung dan pembuluh darah di Indonesia
cenderung meningkat dan dapat menyebabkan gangguan tumbuh kembang, kecacatan
dan kematian.4
Tanda dan gejala VSD sebagian besar tergantung pada besar defek. Pada defek
yang kecil dapat bersifat asimptomatik dan pada lesi yang besar dapat berkembang
menjadi gagal jantung kongestif dengan manifestasi berupa takipnea, sulit makan,
gagal tumbuh, dan sering mengalami infeksi saluran pernafasan bawah. Pasien
dengan VSD dapat mengalami komplikasi berupa penyakit vaskular pulmonal dan
perubahan aliran shunt dari kiri ke kanan menjadi kanan ke kiri (Eisenmager)
sehingga menunjukkan gejala sesak nafas dan sianosis.1 Tatalaksana VSD dapat
berupa medika mentosa untuk gagal jantung dan dapat juga berupa paliatif dengan
operasi pembedahan atau kateterisasi dengan okluder.1
Berdasarkan hal diatas, didapatkan bahwa angka insidensi penyakit jantung
bawaan yang cukup tinggi serta kejadian VSD yang cukup banyak berperan dalam
meningkatkan angka morbiditas dan mortalitas yang cukup tinggi. Komplikasi anak
dengan VSD adalah gagal jantung dan gagal tumbuh serta infeksi saluran nafas
berulang. Oleh karena itu, berdasarkan hal tersebut diperlukan kajian lebih lanjut
untuk menegakkan diagnosis dini, penatalaksanaan yang tepat serta pencegahan
komplikasi yang baik guna menurunkan angka morbiditas dan mortalitas anak dengan
VSD.1
Tujuan dari laporan kasus ini adalah untuk melaporkan salah satu kasus
Congestive Heart Failure Ross III ec VSD dan tatalaksananya pada seorang anak
berusia 4 bulan.

3
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami tinjauan ilmu
teoretis penyakit dan mengintegrasikan ilmu kedokteran yang telah didapat terhadap
Congestive Heart Failure Ross III ec VSD serta melakukan penatalaksanaan yang
tepat, cepat, dan akurat sehingga mendapatkan prognosis yang baik.

1.3. Manfaat Penulisan


Manfaat dari penulisan laporan kasus ini adalah untuk memahami dan
memperdalam secara teoritis tentang Congestive Heart Failure Ross III ec VSD.
Selain itu, laporan kasus ini dapat digunakan sebagai bahan informasi dan
pengetahuan bagi pembaca mengenai Congestive Heart Failure Ross III ec VSD.

4
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi Gagal Jantung


Gagal jantung adalah suatu keadaan dimana jantung tidak dapat memompa
darah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolik tubuh. Pada stadium awal
gagal jantung, akan terjadi berbagai macam mekanisme kompensasi untuk
mempertahankan fungsi metabolik normal. Ketika mekanisme kompensasi menjadi
tidak efektif, akibatnya akan muncul manifestasi klinis yang semakin berat.5

2.2. Klasifikasi Klinis Gagal Jantung


Gambaran klinis gagal jantung pediatrik sangat terkait dengan usia.
Bayi dan anak kecil: Presentasi khas ditandai dengan kesulitan dalam memberi
makan. Sianosis, takipnea, sinus takikardia, dan diaphoresis dapat terjadi.
Anak-anak dan remaja yang lebih tua: Kelelahan, sesak napas, takipnea, dan
intoleransi olahraga adalah gejala utama. Nyeri perut, oliguria, dan edema pitting kaki
mungkin juga ditemui.6
Tingkat keparahan gagal jantung pada anak-anak dapat diklasifikasikan
menurut klasifikasi yang Ross yang mengenali empat kelas fungsional dengan tingkat
keparahan fitur klinis yang meningkat dari I sampai IV.7

Table 2.1 Modified Ross Classification for Pediatric Heart Failure. 7


Kelas I Tanpa keterbatasan atau gejala
Kelas II Takipnoe ringan dan/atau berkeringat saat makan,
Dispnoe saat beraktivitas pada anak yang lebih besar
Kelas III Takipnoe yang terlihat jelas atau berkeringat saat makan. Waktu
pemberian makan yang memanjang dengan gagal tumbuh.

5
Takipnoe yang terlihat jelas pada anak yang lebih besar
Kelas IV Gejala seperti takipnoe, retraksi, merintih, atau berkeringat saat
istirahat
2.3. Etiologi Gagal Jantung
Penyebab gagal jantung berbeda-beda menurut kelompok umur, yakni pada
masa neonates, bayi, dan anak.

Periode Neonatus
Disfungsi miokardium relatif jarang terjadi pada masa neonates, dan bila ada
biasanya berhubungan dengan asfiksia lahir, kelainan elektrolit, atau gangguan
metabolik lainnya. Lesi jantung kiri, seperti sindrom hipoplasia jantung kiri,
koarktasio aorta, atau stenosis aorta berat adalah penyebab penting gagal jantung
pada 1 atau 2 minggu pertama. Lesi dengan pirau dari kiri ke kanan (duktus arteriosus
persisten, defek septum ventrikel) biasanya belum memberi gejala gagal jantung
dalam 2 minggu pertama pascalahir, karena resistensi vaskular paru yang masih
tinggi. Namun pada bayi prematur, duktus arteriosus persisten yang besar dapat
menyebabkan gagal jantung pada hari-hari pertama pascalahir. Pada minggu ketiga
atau keempat resistensi vascular paru mulai menurun sehingga pirau kiri ke kanan
makin bertambah, akibatnya sebagian pasien sudah mengalami gagal jantung. Pirau
kiri ke kanan akan mencapai tingkat masksimal dalam bulan ke-2 ke-3 pascalahir.
Disritmia berat dan kelainan hematologik pada neonates mungkin dapat
menyebabkan gagal jantung pada bulan pertama.3

Periode Bayi
Antara usia 1 bulan sampai 1 tahun penyebab gagal jantung yang paling banyak
adalah kelainan struktural, termasuk defek septum ventrikel, duktus arteriosus
persisten, atau defek septum atrioventrikularis. Gagal jantung pada lesi yang lebih
kompleks, seperti transposisi, ventrikel kanan dengan jalan keluar ganda, atresia
trikuspid, atau trunkus arteriosus biasanya juga terjadi pada periode ini.3

6
Periode Anak
Gagal jantung pada penyakit jantung bawaan jarang dimulai setelah usia 1
tahun. Di negara maju, karena sebagian besar pasien dengan penyakit jantung bawaan
yang berat sudah dioperasi, maka praktis gagal jantung bukan menjadi masalah pada
pasien penyakit jantung bawaan setelah usia 1 tahun.
Penyebab utama gagal jantung pada periode ini adalah penyakit jantung
didapat, di Indonesia sebagian besar adalah demam reumatik/ penyakit jantung
reumatik. Miokarditis, endokarditis, penyakit ginjal, hipertensi, tirotoksikosis,
kardiomiopati, serta intoksikasi sitostatik (doksorubisin) merupakan penyebab gagal
jantung yang lain pada kurun usia ini.3

Tabel 2.3.1. Penyebab Gagal Jantung pada Neonatus3


Disfungsi miokard : asfiksia, sepsis, hipoglikemia, dan miokarditis
Beban tekanan : stenosis aorta berat, koarktasio aorta, sindrom hipoplasia
jantung kiri
Beban volume : duktus arteriosus, defek septum ventrikel, defek septum
atrioventrikularis
Disritmia : takikardi supraventrikular, blok jantung komplet

Tabel 2.3.2. Penyebab Gagal Jantung pada Masa Bayi3


Beban volume : defek septum ventrikel, duktus arteriosus persisten, trunkus
arteriosus, transposisi, anomali total drainase vena
pulmonalis, atresia trikuspid.
Kelainan miokardium : miokarditis, penyakit Kawasaki, fibroelastosis endokardial
Gagal jantung sekunder: penyakit ginjal, hipertensi

7
Tabel 2.3.3. Penyebab Gagal Jantung pada Anak3
Demam reumatik / penyakit jantung reumatik
Miokarditis
Endokarditis
Sekunder : penyakit ginjal, tirotoksikosis, kardiomiopati, kor pulmonal

2.4. Patofisiologi Gagal Jantung


Kegagalan jantung dalam memenuhi kebutuhan jaringan diakibatkan oleh
penurunan curah jantung (Cardiac Output). Ada beberapa hal yang mempengaruhi
curah jantung, yaitu:1

a. Isi sekuncup (Stroke Volume)


Dipengaruhi oleh 3 hal :1
 Kontraktilitas (inotropik) : kemampuan instrinsik miokardium untuk
kontraksi, terlepas dari pengaruh preload dan afterload.
 Preload : peregangan (strecth or load) dari miokardium sebelum kontraksi.
Berasosiasi dengan pengisian volume darah vena ke jantung (venous return)
akhir diastol. Peningkatan preload menyebabkan ventrikel kiri lebih distensi
sehingga isi sekuncup bertambah (Hukum Starling)
 Afterload : Beban (load) miokardium selama kontraksi untuk memompa darah
kepembuluh darah sistemik. Besar beban ini berkolerasi dengan tahanan
pembuluh darah arteri (aorta) atau peripheral vascular resistance (arteriole).
Meningkatnya resistensi pembuluh darah artei akan meningkatkan afterload.

8
b. Denyut Jantung (Heart Rate)

Gambar 2.3 Faktor yang mempengaruhi Cardiac Output

Gagal jantung kronik dapat disebabkan oleh kondisi berupa kegagalan kontraksi
ventrikel dan peningkatan afterload (systolic dysfunction) atau gangguan dari
relaksasi/ pengisian ventrikel (diastolic dysfunction). Oleh karena itu saat ini gagal
jantung dikategorikan menjadi 2 kategori, yaitu:1
 Gagal jantung dengan fraksi ejeksi yang menurun (systolic dysfunction)
Fraksi ejeksi merupakan fraksi antara volume akhir diastolik (End Diastolic
Volume) yang di ejeksikan dari ventrikel selama kontraksi sistolik. Maka, fraksi
ejeksi dihitung dengan cara volume sekuncup dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal fraksi ejeksi adalah 55%-75%.
Gangguan ventrikel akibat kontraktilitas ventrikel yang menurun dan
tekanan yang tinggi (pressure overload) menyebabkan menurunnya kapasitas
ejeksi darah ke sistemik. Penurunan kontraktilitas ini dapat disebabkan oleh
destruksi dari miosit, gangguan fungsi miosit, atau fibrosis. Sedangkan Pressure
overload mengganggu ejeksi ventrikel dengan peningkatan resistensi aliran
darah.

9
Hal ini mengakibatkan volume ruang diastolik meningkat akibat gangguan
pengosongan dari ventrikel diperberat dengan venous return yang nomal,
sehingga jumlah darah yang masuk ke jantung tetap normal tetapi jumlah yang
diejeksikan minimal berakibat pada End Diatolic Pressure (EDP) meningkat.
Akibat dari peningkatan EDP ini adalah peningkatan preload yang dikompensasi
oleh miokard sesuai dengan hukum Frank Starling yaitu, peningkatan volume
yang lebih besar dari ruang jantung akan berefek pada semakin bertambah
panjang serabut otot untuk meningkatkan kekuatan kontraksi jantung sehingga
curah jantung bertambah.1
Selama fase diastol, peningkatan tekanan ventrikel kiri yang persisten akan
menyebabkan aliran balik darah ke atrium kiri melalui katup mitral ke vena
pulmonal dan kapiler paru. Hal ini dapat mengakibatkan peningkatan tekanan
hidrostatik kapiler pulmonal yang apabila melebihi 20 mmHg akan
menyebabkan transudasi cairan ke interstisial sehingga akan muncul gejala
edema paru.1
 Gagal jantung dengan fraksi ejeksi normal (diastolic dysfunction)
Hal ini disebabkan oleh abnormalitas dari relaksasi pada awal disatolik atau
peningkatan kekakuan dari dinding ventrikel atau keduanya. Penyebab dari
kekakuan dinding ventrikel ini adalah hipertrofi ventrikel kiri, fibrosis, atau
kardiomiopati restriktif. Pasien dengan diastolic dysfunction dapat menimbulkan
gejala berupa kongestif vaskular akibat tekanan diastolik yang meningkat
menyebabkan retrograde aliran darah ke vena pulmonal dan sistemik.

10
Gambar 2.4 Patofiologi Gagal Jantung
Mekanisme kompensasi dari tubuh terjadi untuk mempertahankan curah jantung
demi mencukupi perfusi ke organ-organ vital. 3 mekanisme kompensasi tersebut
adalah :1

11
1. Mekanisme Frank Starling
Volume sekuncup yang menurun akibat abnormalitas kontraksi ventrikel
akan menyebabkan pengosongan ventrikel tidak sempurna sehingga darah akan
terakumulasi pada fase diastol, hal ini mengakibatkan peningkatan tekanan
diastolik dan volume diastol sehingga miofiber akan meregang untuk
meningkatkan kontraktilitas guna meningkatkan volume sekuncup. Akan tetapi
keuntungan dari mekanisme kompensasi ini ada batasnya. Pada gagal jantung
yang berat yang ditandai dengan gangguan kontraktilitas berat akan
meningkatkan volume dan tekanan akhir diatolik meningkat signifikan sehingga
terjadi retrograde ke atrium kiri dan menyebabkan kongesti pada vaskular (
edema paru dan sistemik).
2. Neurohormonal

Gambar 2.5 Kompensasi Neurohormonal


Tiga mekanisme utama yang terlibat adalah sistem saraf adrenergik, sistem
Renin-angiotensin-aldosteron, dan peningkatan produksi antidiuretik hormon
(ADH).2

12
Mekanisme ini memfasilitasi peningkatan resistensi vaskular sitemik untuk
menjaga perfusi aterial ke organ-organ vital pada penurunan curah jantung.
Selain itu aktivasi neurohormonal akan menyebabkan retensi air dan garam yang
akan meningkatkan volume intravaskular dan preload guna memaksimalisasi
volume sekuncup melalui hukum frank strarling.2
a. Sistem saraf adrenergik
Penurunan curah jantung akan merangsang baroreseptor di sinus carotid dan
arcus aorta. Sinyal ini akan dihantarkan ke pusat pengontrol kardiovaskular di
medulla melalui saraf kranialis IX dan X. Hasilnya adalah peningkatan
simpatis ke jantung dan sirkulasi perifer sehingga denyut jantung meningkat,
kontraktilitas ventrikel meningkat, dan vasokonstriksi akibat stimulasi
reseptor alfa si vena dan arteri. Konstriksi vena akan meningkatkan venous
return dan konstriksi arteriolar akan meningkatkan resistensi vaskular
sistemik untuk menjaga tekanan darah normal (Tekanan darah = curah jantung
x reistensi perifer).
b. Sistem Renin-angiotensin-aldosteron
Renin di sekresikan akibat adanya stimuli berupa penurunan perfusi ke ginjal,
menurunnya hantaran garam kemakula densa dari ginjal dan stimulasi
langsung dari justaglomerular beta reseptor oleh sistem saraf adrenergik.
Renin berperan dalam mediator perubahan angiotensinogen menjadi
angiotensin I lalu oleh angiotensin converting enzyme akan mengubah
angiotensin I menjadi angiotensin II yang merupakan vasokonstriktor yang
poten. Vasokontriksi general akan menyebabkan resistensi vaskular
meningkat sehingga tekanan darah dapat dipertahannkan.
Efek lainnya adalah peningkatan volume intravaskular melalui ransangan ke
hipotalamus untuk stimulasi rasa haus dan ransangan ke korteks adrenal untuk
meningkatkan sekresi aldosteron sehingga reabsorbsi sodium di tubulus ginjal
akan meningkat untuk mempertahannkan volume intravaskular. Peningkatan

13
volume intravaskular iilah yang akan memfasilitasi peningkatan preload
sehingga terjadi peningkatan volume sekuncup melalui hukum frank-starling.
c. Peningkatan produksi antidiuretik hormon (ADH)
ADH akan meningkatkan volume intravaskular memalui retensi air di distal
nefron.
Awalnya mekanisme ini membawa keuntungan bagi tubuh, akan tetapi akan
lama kelamaan akan timbul bahaya seperti peningkatan volume sirkulasi dan
venous return akan memperburuk kondisi jantung akibat akumulasi darah yang
akan berhujung pada eksaserbasi kongesti pulmonal. Selain itu peningkatan
resistensi vaskular sistemik akan meningkatkan afterload sehingga semakin
menurunkan curah jantung. Ditambah lagi dengan peningkatan denyut jantung
akan meningkatkan kebutuhan metabolik otot jantung sehingga memperberat
gagal jantung. Efek lainnya adalah produksi sitokin oleh peningkatan kronik
angiotensin II dan aldosteron yang menyebabkan teraktivasi makrofag dan
stimulasi fibroblas yang berakhir pada terjadinya fibrosis dan remodelling
jantung.1

Gambar 2.6 Mekanisme Kompensasi Neurohormonal dan Efek yang


Ditimbulkan1

14
3. Perkembangan dari hipertrofi ventrikel dan remodelling ventrikel
Untuk mempertahankan curah jantung, jantung akan berkompensasi untuk
meningkatkan kontraksi sistolik dengan cara hiperfrofi otot jantung dan deposisi
matriks ekstraselular. Hasil akhir dari kompensasi ini akan menimbulkan efek
samping berupa peningkatan tekanan dan volume diastolik jantung serta
penurunan fungsi ventrikel yang akan menyebabkan dilatasi chamber.2

2.5. Manifestasi Klinis Gagal Jantung


Manifestasi klinis ini tergantung pada tingkat cadangan jantung pada berbagai
keadaan. Bayi yang sakit berat atau anak yang mekanisme kompensatoirnya telah
sangat lelah pada saat dimana ia tidak mungkin lagi memperoleh curah jantung yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan metabolisme basal tubuh, akan bergejala pada saat
istirahat. Penderita lain dapat merasa senang bila tenang tetap tidak mampu
menaikkan curah jantung sebagai respons terhadap aktivitas yang ringan sekalipun
tanpa timbul gejala-gejala yang berarti. Sianosis mungkin di pandang hanya "warna
gelap" dan tidak dikenali sebagai tanda abnormal. Riwayat dari bayi muda harus juga
memfokuskan pada pemberian minum. Bayi dengan gagal jantung kongestif sering
minum volume yang sedikit setiap kali minum, menjadi dispnea sewaktu menghisap,
dan dapat berkeringat banyak. Mendapatkan riwayat kelelahan pada anak yang lebih
tua memerlukan pertanyaan spesifik mengenai aktivitas.5
Pada anak, tanda-tanda dan gejala-gejala gagal jantung kongestif serupa
dengan tanda-tanda dan gejala-gejala pada orang dewasa. Tanda-tanda ini meliputi
kelelahan, tidak tahan kerja fisik, anoreksia, nyeri abdomen dan batuk. Dispnea me-
rupakan gambaran kongesti paru. Kenaikan tekanan venosa stemik dapat diukur
dengan penilaian klinis tekanan vena jugularis dan pembesaran hati. Ortopnea dan
ronki basal dapat ada; edema biasanya dapat dilihat pada bagian tubuh. Kardiomegali
selalu ditemukan. Sering ada irama galop; tanda-tanda auskultasi lain khas untuk lesi
jantung spesifik.5

15
Pada bayi, gagal jantung kongestif mungkin lebih sukar ditentukan.
Manifestasi yang menonjol adalah takipnea, kesukaran makan, pertambahan berat
jelek, keringat berlebihan, iritabilitas, nangis lemah, dan pernapasan berisik, berat,
dengan retraksi interkostal dan subkostal serta cuping hidung mengembang. Tanda-
tanda kongesti kardiopulmonal mungkin tidak dapat dibedakan dengan tanda-tanda
bronkiolitis, termasuk mengi sebagai tanda yang paling mencolok. Pneumonitis
dengan atau tanpa atelektase sering ada, terutama lobus medius dan bawah kanan,
karena kompresi bronkus oleh jantung yang membesar. Hepatomegali hampir selalu
terjadi, dan selalu ada kardiomegali. Walaupun takikardia mencolok, irama galop
seringkali dapat dikenali. Tanda-tanda auskultasi lain adalah tanda-tanda yang
dihasilkan oleh lesi jantung yang mendasari. Penilaian klinis tekanan vena jugularis
pada bayi mungkin sukar karena leher pendek dan sukar diamati pada keadaan relaks.
Edema dapat menyeluruh, biasanya melibatkan kelopak mata serta sakrum, dan
jarang, kaki maupun telapak kaki.5

2.6. Diagnosis Gagal Jantung


2.6.1. Anamnesis
Pada bayi, gejala gagal jantung biasanya berpusat pada keluhan orangtua
bahwa bayinya tidak bisa minum, lekas lelah, bernapas cepat, banyak berkeringat,
dan berat badannya sulit naik. Seperti telah beberapa kali disebut, pasien defek
septum ventrikel atau duktus arteriosus persisten yang besar seringkali tidak
menunjukkan gejala pada hari-hari pertama, karena pirau yang terjadi masih minimal
akibat tekanan ventrikel kanan dan arteri pulmonalis yang masih tinggi. Setelah
beberapa minggu (2-12 minggu), biasanya pada bulan ke-2 atau ke-3, gejala gagal
jantung baru nyata. Bayi juga sering mengalami infeksi saluran napas bagian bawah.
Anak yang lebih besar dapat mengeluh lekas lelah dan tampak kurang aktif,
toleransi berkurang, batuk, mengi, sesak napas dari yang ringan (setelah aktivitas fisis
tertentu), sampai sangat berat (sesak napas pada waktu istirahat). Pasien dengan

16
kelainan jantung yang dalam kompensasi karena pemberian obat gagal jantung, dapat
menunjukkan gejala akut gagal jantung bila dihadapkan kepada stres, misalnya
penyakit infeksi akut.3
2.6.2. Pemeriksaan Fisik
Bayi dan anak yang menderita gagal jantung yang lama biasanya mengalami
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih terhambat daripada tinggi badan. Tanda
yang penting adalah takikardia (150/menit atau lebih pada saat istirahat), serta
takipnoe (50/menit atau lebih pada saat istirahat). Pada prekordium dapat teraba
aktivitas jantung yang meningkat. Bising jantung sering ditemukan pada auskultasi,
yang tergantung dari kelainan struktural yang ada. Terdapatnya irama derap
merupakan penemuan yang berarti, khususnya pada neonatus dan bayi kecil.
Bendungan vena sistematik ditandai oleh peninggian tekanan vena jugular,
serta refluks hepato-jugular. Kedua tanda ini sulit diperiksa pada neonates dan bayi
kecil. Hepatomegali merupakan tanda penting lainnya; biasanya hati teraba 2cm atau
lebih di bawah arkus kosta. Edema tidak sering ditemukan pada bayi dan anak kecil.
Ujung-ujung ekstremitas akan teraba dingin, terutama pada gagal jantung akut.3
2.6.3. Foto Dada
Dengan sedikit perkecualian, gagal jantung selalu disertai dengan
kardiomegali yang nyata. Pada paru tampak bendungan vena pulmonal.
2.6.4. Elektrokardiografi
Elektrokardiografi sangat bermanfaat dalam evaluasi serta pemantauan bayi
dan anak dengan gagal jantung. Di samping frekensi QRS yang cepat atau disritmia
dapat ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung serta tanda-tanda penyakit
miokardium atau perikardium, sesuai dengan penyakit atau keadaan patologis yang
mendasarinya.3
2.6.5. Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi sangat membantu dalam menegakkan diagnosis
struktural serta kelainan hemodinamik bayi dan anak yang menderita gagal jantung.

17
Pelbagai kelainan jantung dapat ditegakkan diagnosisnya dengan akurat melalui
pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan M-mode. Pemeriksaan Doppler dan
Doppler berwarna dapat menambah informasi secara bermakna. Apabila
ekokardiografi 2-dimensi lebih banyak membantu dalam penentuan kelainan
struktural, maka ekokardiografi M-mode bermanfaat menentukan dimensi ruang
jantung, tebal dinding belakang ventrikel, septum ventrikel, serta pembuluh darah
besar.3
2.7. Tatalaksana Gagal Jantung
Prinsip Pengobatan
Terdapat tiga aspek yang penting dalam penganggulangan gagal jantung yaitu
pengobatan terhadap gagal jantung, pengobatan terhadap penyakit yang mendasari,
dan pengobatan terhadap faktor pencetus (anemia, infeksi, dan disritmia). Termasuk
dalam pengobatan medikamentosa gagal jantung yaitu mengurangi retensi cairan dan
garam, meningkatkan kontraktilitas otot jantung dan mengurangi beban jantung.3

Pengobatan Umum
a. Istirahat.
Pada gagal jantung akut yang berat pasien perlu dirawat inap. Tirah
baring dengan posisi setengah duduk sangat membantu pasien.
b. Suhu dan kelembaban
Neonatus sangat rentan terhadap perubahan suhu lingkungan,
khususnya suhu dingin, lebih-lebih bila ia menderita penyakit berat. Oleh
karena itu neonates dengan gagal jantung perlu ditempatkan di incubator
dengan pengatur suhu dan kelembaban.3
c. Oksigen
Oksigen biasanya cukup dengan kateter naso-faringeal atau masker,
harus secara rutin diberikan pada setiap pasien gagal jantung akut atau gagal
jantung yang berat.

18
d. Pemberian cairan dan diet
Pada pasien dengan gagal jantung berat seringkali masukan cairan dan
makanan per oral tidak memadai, atau mengandung bahaya terjadinya
aspirasi. Oleh karena itu, pada pasien tersebut seringkali diperlukan
pemberian cairan intravena.3

Medikamentosa
Obat-Obat Inotropik
Obat inotropik yang ideal dapat meningkatkan kontraktilitas otot jantung
tanpa menyebabkan peninggian pemakaian O2 , takikardia, atau aritmia.
a. Digitalis (Digoksin)
Sampai sekarang digoksin masih banyak dipergunakan dalam
pengobatan gagal jantung pada bayi dan anak. Manfaat utamanya adalah
akibat efek inotropik nya, yakni dalam menambah kekuatan dan kecepatan
kontraksi ventrikel. Digoksin juga mengurangi tonus simpatis, menurunkan
resistensi sistemik dengan vasodilatasi perifer, serta menurunkan frekuensi
denyut jantung, Digoksin tidak bermanfaat, bahkan mungkin berbahaya, bila
diberikan pada pasien dengan lesi obstruktif, misalnya koarktasio aorta.
Dosis digoksin bergantung pada umur dan berat badan pasien. Separuh
dosis digitalisasi diberikan sebagai dosis awal, dilanjutkan dengan 1/4 dosis
digitalisasi tiap 8 atau 12 jam setelah dosis awal. Dosis rumat kira-kira adalah
seperempat dosis digitalisasi, diberikan 2 kali sehari tiap 12 jam, dimulai 8
sampai 12 jam setelah dosis digitalisasi terakhir. Pemantauan kadar digoksin
darah tidak diperlukan kecuali bila terdapat tanda intoksikas. Dosis terapeutik
pada bayi dan anak adalah 1-3 ng/ml bila darah diambi 12 jam setelah dosis
terakhir. Karena beda antara dosis terapi dan dosis toksis sempit. maka bahaya
intoksikasi digitalis harus selalu diingat. Ibu perlu diingatkan bahwa bila bayi
muntah setelah minum digoksin pemberiannya tidak perlu diulang.3

19
b. Obat Inotropik Parenteral
Bayi dan anak dengan gagal jantung akut yang berat seringkali
memerlukan obat inotropik yang lebih poten. Untuk keperluan tersebut pada
saat ini telah tersedia beberapa jenis obat inotropik yang diberikan dengan
infus konstan. Yang banyak digunakan pada saat ini adalah dopamin dan
dobutamin. Dopamin merupakan prekursor katekokmin dari epinefrin. Pada
dosis rendah, yakni 2.5 ug/kgBB/menit dopamin terutama ber pengaruh
meningkatkan aliran darah ginjal, sehingga menambah ekskresi air dan garam.
Pada dosis 10-20 ug/kgBB/menit dopamin terutama mempunyai efek
inotropik, namun sering menimbulkan gangguan irama jantung. oleh karena
itu sebagian ahli menyarankan untuk tidak memakai dopamin sebagai
inotropik.3
Dobutamin merupakan obat simpatomimetik yang berkhasiat
inotropik, ia menambah kontraktilitas jantung tanpa meningkatkan frekuensi
jantung dengan bermakna. Dobutamin meningkatkan curah jantung dan
menurunkan resistensi vaskular sistemik.

Vasodilator
Walaupun digitalis dan diuretik masih dipakai sebagai obat standar, akhir.
akhir ini banyak dipakai vasodilator dalam penatalaksanaan gagal jantung pada bayi
dan anak. Cara kerja obat vasodilator tersebut adalah dengan mempengaruhi preload
dan afterload. Pengobatan gagal jantung pada anak dengan vasodilator telah banyak
dicoba dengan hasil memuaskan. Agar dapat dipilih obat yang tepat untuk gagal
jantung, perlu dipahami prinsip dasar fungsi jantung yang normal maupun abnormal
seperti dikemukaan di atas.3
Berdasar tempat bekerjanya pada pembuluh darah. obat vasodilator dibagi
menjadi tiga kelompok, yakni: (1) dominan pada arteri (arteriolar dilator) misalnya
hidralazin: (2) dominan pada vena (venodilator) misalnya nitrat. rogliserin: dan (3)

20
yang berimbang pada vena dan arteri (mixed dilator) yakni misalnya prazosin,
kaptoril, nitroprusid.
a. Venodilator
Cara kerja venodilator ialah menurunkan tekanan darah sistemik dan
pulmonal mengurangi bendung vena, tetapi tidak meningkatkan curah jantung secara
langsung. Nitrat dan nitrogliserin sangat berguna untuk pasien jantung gagal dengan
edema paru akibat regurgitasi katup mitral atau aorta.3
b. Dilator Arteri
Obat dilator arteri berkhasiat menurunkan afterload dengan akibat
bertambahnya curah jantung tanpa meningkatkan konsumsi oksigen. Akan terjadi
penurunan tekanan pengisian ventrikel karena pengosongan ventrikel lebih baik.
c. Dilator Arteri Vena
Obat ini berkhasiat menurunkan preload dan afterload sehingga menurunkan
tekanan pengisian ventrikel dan penambahan curah jantung; karenanya ia berguna
pada peninggian tekanan pengisian ventrikel yang disertai curah jantung yang rendah.
Termasuk dalam golongan ini antara lain adalah penghambat enzim mengubah renin-
angiotensin aldosteron (kaptopril) yang kini paling banyak dipakai.3

Diuretik
Golongan diuretik bermanfaat mengurangi gejala bendungan, apabila
pemberian digitalis saja ternyata tidak memadai, namun diuretik sendiri tidak
memperbaiki penampilan miokardium secara langsung. Obat yang tersering dipakai
adalah golongan tiazid, asam etakrinik, furosemid, dan golongan antagonis
aldosteron. Furosemid merupakan diuretik yang paling banyak digunakan karena
efektif, aman, dan murah. Namun diuretik menyebabkan ekskresi kalium bertambah.
sehingga pada dosis besar atau pemberian jangka lama diperlukan tambahan kalium
(berupa KC). Kombinasi antara furosemid dengan spironolakton dapat bersifat aditif,

21
yakni menambah efek diuresis, dan oleh karena spironolakton bersifat menahan
kalium maka pemberian kalium tidak diperlukan.3

TERAPI BEDAH
Tindakan bedah menempati peran penting dalam tatalaksana gagal jantung
pada bayi dan anak, baik untuk penyakit jantung bawaan maupun penyakit jantung
didapat. Dalam praktek pediatri, penyakit jantung yang seringkali menyebabkan
gagal jantung adalah lesi dengan pirau kiri ke kanan (defek septum ventrikel, duktus
arteriosus persisten), serta penyakit jantung reumatik terutama kelainan katup mitral
atau aorta.
Secara umum dapat dikatakan bahwa terapi definitif untuk pasien dengan
gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan adalah tindakan bedah. Terdapatnya
gagal jantung menunjukkan bahwa kelainan struktural yang terjadi adalah berderajat
berat. Untuk tiap lesi tertentu, makin dini gagal jantung terjadi makin berat kelainan
yang ada.3
Pada sebagian kecil pasien, gagal jantung yang berat terjadi dalam hari-hari
atau minggu-minggu pertama pascalahir, misalnya pada sindrom hipoplasia jantung
kiri, atresia aorta, koarktasio aorta berat, atau anomali total drainase vena pulmonalis
dengan obstruksi. Terhadap mereka ini terapi medikamentosa saja sulit diharapkan
memberikan hasil, sehingga tindakan invasif diperlukan segera setelah keadaan
pasien dibuat stabil.
Pada gagal jantung akibat penyakit jantung bawaan yang kurang berat,
pendekatan awal yang umum adalah memberikan terapi medis yang adekuat. Bila
terapi medis menolong, yang tampak dengan hilangnya gejala gagal Jantung,
meningkatnya toleransi latihan. serta bertambahnya berat badan dengan cukup
memadai, maka terapi medis diteruskan sambil menunggu saat yang baik untuk
koreksi bedah. 3

22
2.8. Ventricular Septal Defect (VSD)
2.8.1. Definisi dan Klasifikasi
Istilah defek sekat ventrikel menggambarkan suatu lubang pada sekat
ventrikel. Defek sekat ventrikel dapat terletak dimanapun pada sekat ventrikel, dapat
tunggal atau banyak, dan ukuran serta bentuknya dapat bervariasi.13
Menurut American Heart Association, defek septum ventrikel (VSD) adalah
kelainan atau cacat pada septum diantara ventrikel kanan dan kiri. Septum adalah
dinding yang memisahkan sisi kiri dan kanan jantung. Cacat septal kadang disebut
"lubang" di jantung. Ini adalah kelainan jantung kongenital yang paling umum terjadi
pada bayi yang baru lahir, kurang umum dijumpai pada usia remaja dan orang dewasa
karena beberapa VSD dapat menutup dengan sendirinya.8
Klasifikasi DSV sebagai berikut:
a. Perimembranasea, merupakan lesi yang terletak di bawah katup aorta dan
terjadi sekitar 80% dari seluruh kasus VSD.
b. Muskular, merupakan lesi yang terletak di otot-otot septum dan terjadi sekitar
5-20% dari total krjadian VSD.
c. Suprakristal, merupakan lesi yang terletak di bawah katup pulmonalis dan
berhubungan dengan jalur jalan keluar ventrikel kanan. Jenis ini terjadi 5-7%
di negara-negara barat dan 25% di kawasan timur.9

23
Gambar 4.5. Schematic representation of the location of various types of
ventricular septal defects (VSDs) from the right ventricular aspect. A =
Doubly committed subarterial ventricular septal defect; B = Perimembranous
ventricular septal defect; C = Inlet or atrioventricular canal-type ventricular
septal defect; D = Muscular ventricular septal defect.

2.8.2. Epidemiologi
Ventricular Septal Defect (VSD) atau biasa disebut defek septum ventrikel
merupakan penyakit jantung bawaan yang paling sering ditemukan, yaitu sekitar 30%
dari semua jenis penyakit jantung bawaan.3 Diperkirakan kejadian VSD yaitu 0,5 per
1000 kelahiran dan sekitar 4,5 sampai 7 per 1000 kelahiran prematur. Kejadian VSD
pada anak perempuan sedikit lebih banyak dibandingkan anak laki-laki yaitu sekitar
56%.4 Pada sebagian besar kasus, diagnosa kelainan ini ditegakkan setelah melewati
masa neonatus, karena pada minggu-minggu pertama bising yang bermakna biasanya
belum terdengar. 3

24
2.8.3. Etiologi dan Faktor Risiko
Penyakit jantung kongenital mungkin di sebabkan oleh interaksi antara
predisposisi genetik dan faktor lingkungan.10
a. Faktor Genetik

Riwayat dalam keluarga yang menderita kelainan pada jantung atau bukan
pada jantung menjadi suatu faktor risiko utama (mayor). Sekitar 6 % - 10 % penderita
kelainan jantung bawaan mempunyai penyimpangan kromosom, atau dengan kata
lain sekitar 30% bayi yang mempunyai penyimpangan kromosom menderita kelainan
jantung bawaan. Misalnya pada anak dengan Down syndrom maka sekitar 40 %
mempunyai kelainan jantung bawaan.11
Pada kelainan kromosom ada faktor-faktor yang mempengaruhi kelainan,
antara lain:
(a) Usia ibu lanjut berkolerasi dengan frekwensi sindrom Down yaitu suatu
kelainan herediter yang disertai frekwensi kelainan kromosom yang tinggi.

(b) Radiasi diketahui dapat menyebabkan cedera pada kromosom. Namun


demikian tidak terdapat bukti bahwa radiasi pada ibu disertai frekwensi sindrom
Down yang meningkat.

(c) Berbagai zat kimia dapat mengubah susunan gen. Diantaranya obat-obatan
anti-kanker mempunyai pengaruh terhadap kromosom sebagai halnya radiasi.12
Jika lesi jantung merupakan bagian dari sindrom akibat mutasi satu gen, pada
umumnya gen dominan autosomal akan muncul 50 % pada anaknya, sedangkan gen
resesif autosomal menimbulkan penyakit pada 25 % anaknya.13
Kelainan kromosomal mempunyai risiko berulang (rekurensi) dan bervariasi
sesuai dengan perubahan kromosomal spesifik yang terjadi. Bentuk pewarisan yang
lain menimbulkan risiko yang berulang jauh lebih rendah. Lebih jauh, jika dua sanak
keluarga derajat pertama mempunyai penyakit jantung kongenital, risiko penyakit
jantung pada bayi yang berikutnya ialah sekitar tiga kali. Anak yang terkena penyakit

25
jantung kongenital berikutnya, paling sering akan mempunyai tipe yang serupa
seperti orang tua atau saudara kandungnya.10
b. Faktor Lingkungan
Faktor lingkungan yang berkontribusi menyebabkan penyakit jantung bawaan
dikelompokkan dari kesehatan ibu berupa usia, Indeks Masa Tubuh sebelum
kehamilan, status diabetes tipe 1. Paparan terhadap ibu selama hamil seperti merokok,
obat-obatan yang digunakan, bahan kimia, dan komplikasi dari kehamilan yaitu
hipertensi, infeksi, diabetes melitus.14
Wanita yang merokok saat hamil pada trimester pertama dapat mengalami
peningkatan hingga 1-2 persen dari seluruh resiko cacat jantung. Dan risiko tersebut
mencapai puncak saat ibu tersebut merupakan perokok berat. Selain itu, wanita
berusia 35 tahun lebih memiliki resiko lebih tinggi untuk memiliki anak penderita
cacat jantung jika mereka merokok. Ibu yang sewaktu hamilnya minum berbagai
obat-obatan seperti thalidomide, cortisone, dan busulfan dapat menyebabkan kelainan
jantung bawaan.14
Ibu yang meminum garam litium saat hamil dapat memperoleh anak yang
menderita penyakit jantung kongenital, dengan insidens lesi katup mitral dan
trikuspid yang abnormal tinggi. Sekitar separuh anak dari ibu yang alkoholik
menderita penyakit jantung kongenital (biasanya pirau kiri-ke-kanan). Asam retinoat
yang digunakan untuk mengobati jerawat dapat menyebabkan berbagai tipe lesi
jantung kongenital. Ibu diabetik atau ibu yang meminum progesteron saat hamil
mungkin mengalami peningkatan risiko untuk mempunyai anak dengan penyakit
jantung kongenital.13 Berdasarkan hasil penelitian Fung et al ,frekuensi dari ibu
dengan infeksi intrauterin saat hamil 5 sampai 9 persen melahirkan anak dengan
penyakit jantung bawaan. Infeksi intrauterin yang langsung seperti setelah usaha
menggugurkan bayi, dapat mengganggu embriogenesis jantung pada janin. Dalam
konteks penelitian, didapat faktor kesehatan dari ibu seperti Indeks Masa Tubuh
(IMT) sebelum kehamilan, umur ibu, paparan terhadap ibu yang merokok dan juga

26
komplikasi dari kehamilan seperti hipertensi, kehamilan diabetes, defisiensi nutrisi,
obat-obat yang digunakan, dan paparan kimia selama fase embrio janin berpotensi
menyebabkan penyakit jantung bawaan pada anak.15
Bila terdapat Rubella (German measles) pada trimester pertama kehamilan,
maka diperhitungkan bahwa seperempat hingga separuh keturunnya akan menderita
kelainan bawaan pada berbagai alat tubuh, termasuk jantung. Juga influenza,
tuberkulosis dan toxoplasmosis disangka dapat menyebabkan kelainnan jantung fetus.
Embriopati rubela sering menyebabkan stenosis pulmonal perifer, duktus srteriosus
paten, dan kadang-kadang stenosis katup pulmonal. Virus lain terutama koksavirus,
diduga menyebabkan penyakit jantung kongenital, berdasarkan penambahan
frekwensi kenaikan titer serum untuk virus tersebut pada ibu yang bayinya menderita
penyakit jantung kongenital.14
Sindrom rubella kongenital merupakan penyakit yang sangat menular
mengenai banyak organ dalam tubuh dengan gejala klinis yang luas. Penularannya
terjadi melalui oral droplet, dari nasofaring atau rute pernapasan, darah, kelenjar
getah bening, urin, cairan serebrospinal, ASI, cairan sinovial, paru dan plasenta pada
infeksi kongenital.16

2.8.4. Patofisiologi
Ukuran fisik defek bukan satu-satunya yang menentukan besar shunt, tetapi juga
ditentukan oleh tingkat tahanan vaskular pulmonal dibanding dengan tahanan
vaskular sistemik.17
Bila ada komunikasi kecil (<0,5 cm2), defek disebut restriktif dan tekanan
ventrikel kanan normal dan tekanan ventrikel kanan normal. Tekanan yang lebih
tinggi pada ventrikel kiri mendorong shunt dari kiri ke kanan, namun ukuran defek
membatasi besarnya shunt. Pada defek besar non restriktif (>1 cm2), tekanan
ventrikel kiri dan kanan seimbang. Pada defek ini, arah dan besar shunt ditentukan
oleh rasio tahanan vaskuler pulmonal terhadap sistemik.17

27
Sesudah lahir, bila VSD besar, tahanan vaskular dapat lebih tinggi dari normal
sehingga shunt dari kiri ke kanan mungkin terbatas. Minggu pertama sesudah lahir,
tahanan vaskular pulmonal turun akibat penurunan normal media areteia dan arteriol
pulmonalis kecil, besar shunt dari kiri ke kanan bertambah.akhirnya terjadi shunt
besar dari kiri ke kanan dan gejala klinis mulai tampak.
Pada VSD yang besar, ketebalan media arteriola bertambah dengan pajanan
terus-menerus bantalan vaskular pulmonal pada tekanan sistolik yang tinggi dan
aliran darah yang tinggi sehingga penyakit obstruksif vaskular pulmonal mulai
terjadi. Bila rasio tahanan pulmonal terhadap sistemik mendekati 1:1, shunt menjadi 2
arah, tanda-tanda gagal jantung mereda dan penderita menjadi sianosis
(eisenmeger).17
Jika shunt dari kiri ke kanan kecil (rasio aliran pulmonal terhadap sistemik
<1,75:1), ruang-ruang jantung tidak akan menjadi cukup besar dan bantalan vaskuler
paru tidak begitu meningkat. Jika shunt cukup besar (rasio aliran pulmonal terhadap
sistemik >2,5:1), akan terjadi kelebihan beban volume atrium kiri dan ventrikel kiri
juga hipertensi ventrikel kanan dan arteri pulmonalis. Maka batang arteri pulmonalis,
atrium kiri, dan ventrikel kiri membesar karena volume aliran darah pulmonal
besar.17

Gambar 2.9 Defek Septum Ventrikel.

28
A.Panah menunjukkan arah aliran dari ventrikel kiri ke ventrikel kanan. B.Gambaran
skematik aliran darah pada VSD unkomplikated. Garis tebal menandakan
peningkatan venous return ke sisi kiri jantung dan menyebabkan pembesaran ruang
jantung.1

2.8.5. Pengaruh VSD Terhadap Tumbuh Kembang


Anak dengan penyakit jantung bawaan dapat menunjukkan gangguan
pertumbuhan. Gagal tumbuh terjadi sudah sejak masa awal bayi. Beberapa keadaan
yang dapat menerangkan gagal tumbuh pada anak dengan penyakit jantung bawaan
adalah keadaan hipoksia dan kesulitan bernapas yang menyebabkan persoalan makan
pada anak.18 Selain itu VSD besar dapat mengakibatkan gagal jantung pada anak.
Pada gagal jantung, tidak adekuatnya darah yang dipompakan ke seluruh tubuh
menyebabkan hipoksia jaringan dan kecenderungan terjadinya infeksi paru.19
Keadaan tersebut akan meningkatkan suhu tubuh dan laju metabolik. Setiap
peningkatan suhu tubuh 1º dari suhu tubuh normal akan meningkatkan laju
metabolik sampai 13%. Akibatnya terjadilah keadaan hipermetabolisme yang dapat
meningkatkan konsumsi oksigen. Sementara itu darah yang dipompakan ke seluruh
tubuh telah bercampur dengan darah yang belum teroksigenasi. kebutuhan oksigen
jaringan tidak dapat terpenuhi sehingga proses pertumbuhan sel-sel pada anak ikut
terganggu.18
Selain itu, seiring masa pertumbuhan anak, kematangan sistem saluran cerna
juga dapat terganggu. Hal ini menyebabkan tidak sempurnanya proses penyerapan
nutrisi khususnya protein yang dapat memicu terhambatnya tumbuh kembang.19
VSD juga ikut mempengaruhi perkembangan pada anak. Seperti yang
diuraikan diatas, anak dengan VSD cenderung mengalami gangguan pertumbuhan.
Sementara itu, peningkatan metabolisme otak pada anak yang kurang gizi sebesar dua
kali lipat.18

29
2.8.6. Manifestasi klinis
Pada VSD kecil, pasien biasanya asimptomatik. Bila VSD besar, terjadi gejala
aliran darah pulmoner berlebih, seperti kesulitan menyusu, sering infeksi saluran
nafas bagian bawah, dan pertumbuhan badan kurang. Gejala gagal jantung kongestif
akibat VSD besar sering terjadi pada bayi. Bila sudah terjadi penyakit vaskular
pulmoner obstruksi yang irreversibel, aliran pirau berbalik dari kanan ke kiri, pasien
sianotik dan kapasitas fungsionalnya menurun.20
Ventrikel septal defek yang kecil akan menimbulkan bising pansistolik yang
ringan pada intercostal ke 4 dan ke 5 kiri, foto toraks yang normal dan gambaran
elektrokardiogram right bundle branch. Tekanan intrakardial masih normal dengan
shunting left-to-right yang minimal. Ventrikel septal defek yang sedang sampai besar
menimbulkan murmur pansistolik yang keras dengan expiratory splitting pada suara
jantung kedua dan adanya pembesaran jantung kiri, akhirnya bisa juga terjadi
pembesaran jantung kanan. Saturasi oksigen pada ventrikel kanan meningkat sebagai
akibat adanya left-to-right shunt. Tekanan end diastolic ventrikel kanan, tekanan
arteri pulmonal dan tekanan end diastolic ventrikel kiri juga meningkat. Ventrikel
septal defek yang sedang biasanya menyebabkan penurunan tahanan vascular
pulmonal, sedangkan VSD yang besar menyebabkan peningkatan tahanan vaskuler
pulmonal tersebut. Peningkatan tahanan vaskuler pulmonal yang berlangsung lama
menyebabkan shunting yang biridectional dan akhirnya right-to-left shunt yang
disertai dengan sianosis dan clubbing.21

2.8.7. Penegakan Diagnosis


Selain dijumpai tanda dan gejala diatas, dan gambaran foto thoraks, serta
EKG yang dijumpai pada penderita VSD, pemeriksaan penunjang lainnya berupa
ekokardiogram akan menunjukkan posisi dan besar VSD. Pada defek yang amat kecil
contohnya pada sekat muskular, defek akan sulit ditayangkan tetapi dapat dilihat
melalui dopler berwarna. Ekokardiogram berguna memperkirakan ukuran shunt dari

30
kiri ke kanan dengan memeriksa tingkat beban volume berlebih atrium kiri dan
ventrikel kiri. Pemeriksaan dopler juga menunjukkan apakah VSD merupakan
restriktif tekanan dengan menghitung perbedaan tekanan disebelah defek dan apakah
beresiko hipertensi pulmonal.10

Gambar 2.10 Gambaran VSD pada foto thoraks : kardiomegali, apeks tertanam
(downward), segmen pulmonal menonjol, vaskularisasi paru meningkat.

2.8.8. Prognosis dan Komplikasi VSD


Perjalanan alamiah VSD tergantung sebagian besar pada ukuran defek.
Sejumlah defek kecil 30-50% akan menutup spontan paling sering selama umur 1
tahun pertama. Sebagia kasus akan terjadi aneurisma sekat ventrikel yang akan
membatasi besarnya shunt. Salah satu resiko jangka lama penderita ini adalah
endokarditis infektif (sekitar 2% dari VSD, lebih sering pada remaja dan jarang pada
usia dibawah 2 tahun) dan resiko ini tidak bergantung pada ukuran VSD.10
Bayi dengan defek yang lebih besar sering mengalami infeksi saluran
pernafasan berulang dan gagal jantung walaupun managemen medik optimal. Pada
bayi, kegagalan pertumbuhan mungkin adalah satu-satunya gejala. Hipertensi
pulmonal juga dapat terjadi.

31
Sejumlah kecil penderita VSD daat mengalami stenosis pulmonalis
infundibuler didapat yang melindungi sikulasi pulmonal dari pengaruh jangka pendek
kelebihan sikulasi pulmonal dan jangka panjang penyakit vaskular pulmonal. Pada
penderita ini gambaran klinis berubah, shunt dapat mengecil , menjadi seimbang atau
bahkan menjadi shunt dari kanan ke kiri. Penderita ini harus dibedakan dengan
eisenmager.10
2.8.9. Tatalaksana VSD
Pada lesi yang kecil, perbaikan secara bedah tidak dianjurkan. Sebagai
perlindungan dari endokarditis infektif, keutuhan gigi primer dan permanen harus
dipertahankan. Profilaksis antibiotik harus diberikan untuk kunjungan ke dokter gigi,
untuk tonsilektomi, adenoidektomi, dan prosedur pembedahan orofaring lain.10
Pada bayi dengan defek yang besar, managemen medik memiliki 2 tujuan
yaitu mengendaliakn gagal jantung dan mencegah terjadinya penyakit vaskuler
pulmonal. Penderita ini dapat menunjukkan tanda-tanda penyakit paru berulang atau
kronis dan gagal tumbuh. Jika pengobatan awal untuk pengendalian gagal jantung
dan mempertahankan pertumbuhan normal berhasil, ukuran shunt dapat berkurang
dengan perbaikan spontan, terutama pada umur 1 tahun pertama. Defek besar dengan
hipertensi pulmonal harus ditutup secara elektif pada umur 6 bulan – 12 bulan atau
lebih awal jika gejala ada. Hasil perbaikan bedah primer sangat baik dan jarang
menimbulkan komplikasi. Resiko bedah tinggi pada defek sekat muskular, terutama
defek apeks dan multipel.10
Penutupan VSD dilakukan dengan transcatheter menggunakan Amplatzer
Septal Occluder (ASO). Sesudah penutupan (obliterasi) shunt, jantung yang
hiperdinamik menjadi tenang, ukuran jantung berkurang kearah normal, getaran dan
bising jantung hilang, hipertensi pulmonal berkurang, serta status klinis membaik.
Kebanyakn bayi mulai tumbuh dan obat-obatan jantung tidak diperlukan lagi.
Tumbuh kejar terjadi pada sebagian besar selama 1-2 tahun berikutnya. Prognosis
jangka lama seseudah pembedahan sangat baik.10

32
BAB 3
STATUS ORANG SAKIT

Nama : Rahma Harahap


Umur : 4 bulan 18 hari
Jenis Kelamin : Perempuan
Alamat : Bargot Topong, Padang Sidempuan Batunadua
No. MR : 034286
Tanggal Masuk : 19 November 2017

ANAMNESA
Keluhan Utama : Sesak Nafas
Telaah :
 Sesak nafas disadari orang tua pasien sejak 1 bulan SMRS dan memberat
dalam 3 hari ini. Sesak nafas dirasakan semakin memberat yaitu saat pasien
sedang menyusui. Riwayat menyusui terputus-putus dengan berkeringat
diumpai. Sesak tidak dipengaruhi oleh cuaca.
 Ibu pasien juga mengeluhkan berat badan anaknya yang naik turun sejak 4
bulan ini dengan berat badan tertinggi 3.8 sampai 4 kg sekitar 12 hari sebelum
masuk rumah sakit.
 Biru pada bibir, lidah, tangan dan kaki tidak dijumpai. Riwayat biru tidak
dijumpai
 Demam dan batuk tidak dijumpai. Riwayat demam dijumpai 4 hari yang lalu.
 Buang air kecil dan buang air besar dalam batas normal.
 Kejang, muntah, dan mencret tidak dijumpai.
 Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama disangkal.

33
Riwayat Penyakit Terdahulu : Pasien merupakan rujukan dari RS Padang Sidempuan
oleh dokter spesialis anak dengan CHF ec. acyanotic
CHD + Bronkopneumonia
Riwayat Penggunaan Obat : Furosemid, Spironolakton, Cefotaxime, Gentamycin
Riwayat Kehamilan : Pasien merupakan anak pertama. Usia ibu saat hamil
adalah 20 tahun. Riwayat ibu demam saat hamil (-).
Riwayat minum obat/ jamu-jamuan (-). Ibu pasien
selalu kontrol rutin ke bidan selama masa kehamilan.
Riwayat Kelahiran : Pasien lahir cukup bulan, lahir normal dan langsung
menangis kuat. BB lahir = 3.1 kg.
Riwayat Tumbuh Kembang : Pasien hanya dapat terlentang
Riwayat Makanan : ASI diberikan sampai usia 4 bulan
Riwayat Imunisasi : BCG 1x, Polio 2x (Kesan: tidak lengkap)

PEMERIKSAAN FISIK
Status Presens
Sensorium : Compos Mentis
Tekanan Darah : 80/60 mmHg
Suhu : 36,7 ̊C
HR : 156 x/i, regular, murmur (-)
RR : 52 x/i , regular, ronkhi (-/-)
BB : 3,2 kg
TB : 52 cm
BB/U : Z score < -3
TB/U : Z score < -3
BB/TB : -1 < Z score < -2
Kesan : Gizi kurang

34
Status Lokalisata
Kepala : Mata: Refleks cahaya (+/+), pupil isokor, konjungtiva palpebral
inferior pucat (+/+), sklera ikterik (-/-), edema palpebra (-/-)
T/H/M: dbn/dbn/dbn
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah Bening (-), TVJ R-2 cmH2O
Toraks : Simetris fusiformis, retraksi epigastrial (+),HR: 156 x/i, reguler,
desah (+) pancystolic grade III/6 sela iga III-IV linea parasternalis
sinistra.
RR: 52 x/i, reguler, ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N, Hepar/Lien: tidak teraba membesar
Ekstremitas : Tekanan darah: 80/60 mmHg, Nadi: 156 x/i, reguler, t/v cukup,
akral hangat, CRT < 3 detik, sianosis (-),edema (-), baggy pants (+)

DIAGNOSA BANDING
 Congestive Heart Failure Ross III ec VSD + Gizi Kurang
 Congestive Heart Failure Ross III ec ASD + Gizi Kurang
 Congestive Heart Failure Ross III ec PDA + Gizi Kurang
DIAGNOSA KERJA
 Congestive Heart Failure Ross III ec VSD + Gizi Kurang
TERAPI
 Tirah Baring
 O2 nasal kanul 1-2 l/menit
 IVFD D5% NaCl 0,225% 5 gtt/menit
 Furosemid 2 x 1,5 mg
 Spironolakton 2 x 6,25 mg
 Vit A 1 x 100.000 IU
 Vit B complex 1 x 1 tab
 Vit C 1 x 50 mg

35
 Asam Folat 1 x 5 mg selanjutnya 1 x 1 mg

RENCANA
 Cek Darah Lengkap
 Cek AGDA
 Foto Toraks
 Echocardiography
 Konsul Kardiologi
 Konsul Gizi

HASIL LABORATORIUM ( Tanggal: 19/11/2017 )


Darah Lengkap
Hemoglobin : 8.1 g/dL (12– 16)
Eritrosit : 3.71 juta/µL (3.70 – 5.70)
Leukosit : 10.47 /µL (5000 - 14,500)
Hematokrit : 25.7 % (37 - 41)
Trombosit : 558.000/µL (150,000 - 440,000)

Metabolisme Karbohidrat (Tanggal: 19/11/2017)


Glukosa Darah (sewaktu) : 140 mg/dL (< 200 mg/dL)

Elektrolit
Natrium (Na) : 126 mEq/L (135 - 155)
Kalium (K) : 3.67 mEq/L (3.6 - 5.5)
Klorida (Cl) : 83 mEq/L (96 – 100)

Analisis Gas Darah (Tanggal: 19/11/2017)


pH : 7.5 (7.37-7.45)

36
pCO2 : 38.3 mmHg (33-44)
pO2 : 147.30 mmHg (71-104)
HCO3 : 29.6 mmol/L (22-29)
BE : 6.0 mmol/L (-2)-3
O2 Saturasi : 99.5 % (94-98)

Pemeriksaan Radiologi

Uraian Hasil Pemeriksaan


- Trakea di medial
- Tulang-tulang dan soft tissue baik
- Jantung ukuran membesar ( CTR 65%)
- Kedua sudut costophrenicus lancip
- Vaskular paru bertambah ramai

Kesimpulan Radiologis
- Kardiomegali dengan vaskular paru yang meningkat

37
BAB 4
FOLLOW-UP

Follow-up Tanggal : 19/11/2017


TANGGAL S O A P
19/11/17 Sesak Nafas Sens: Compos Mentis  CHF Ross III  O2 Nasal Kanul
(+) TD: 80/60 mmHg ec dd VSD 1-2 l/menit
T: 36,7 ̊C ASD  IVFD D5%
BB: 3,2 kg PDA + Gizi NaCl 0,225% 10
Kurang + gtt/men (mikro)
Kepala anemia  Spironolakton 2
Mata : refleks cahaya (+/+), x 6,25 mg
pupil isokor, konjungtiva  Furosemid 2 x
palpebra inferior pucat 1,5 mg
(+/+)  Vit A 1 x
T/H/M : dbn / dbn/ dbn 100.000
Leher  Vit B complex 1
Pembesaran KGB (-) x 1 tab
Thorax  Vit C 1 x 50 mg
Simetris
 Asam Folat 1 x 5
fusiformis,retraksi(+)
mg (H1)
epigastreal,
selanjutnya 1 x 1
HR : 152 x/i, reguler, desah
mg
(+) pancystolic grade III/6
 Diet F75 25 cc/ 2
di ICS III-IV
jam + 0,5cc
RR : 48 x/i, reguler, ronkhi
mineral mix
(-/-), wheezing(-/-)

38
Abdomen R/
Soepel, peristaltik (+) N,  Echocardiograph
Hepar/Lien:Tidak teraba y tanggal 20-11
Ekstremitas  Transfusi PRC
Nadi : 152 x/i, t/v cukup, target 12
CRT < 3 detik, akral Kebutuhan: 4 x
hangat, baggy pants (+) 3,2 x (12-8,1)
= 50 cc
Kemampuan : 7
x 3,2 = 21 cc
Transfusi I 25 cc
II 25 cc / 12 jam

Pemeriksaan Echocardiography (Tanggal 20-11-2017)

Kesimpulan:
- VSD
- Hipertensi Pulmonal

39
Follow-up Tanggal : 20/11/2017
TANGGAL S O A P
20/11/17 Sesak Nafas Sens: Compos Mentis  CHF Ross III  O2 Nasal Kanul
(+) TD: 90/60 mmHg ec VSD + 1-2 l/menit
T: 36,8 ̊C Hipertensi  IVFD D5%
Pulmonal+ NaCl 0,225% 10
Kepala Gizi Kurang + gtt/men (mikro)
Mata : refleks cahaya (+/+), anemia  Spironolakton 2
pupil isokor, konjungtiva x 6,25 mg
palpebra inferior pucat  Furosemid 2 x
(+/+) 1,5 mg
T/H/M : dbn / dbn/ dbn  Sildenafil 3 x 5
Leher mg
Pembesaran KGB (-)  Vit A 1 x
Thorax 100.000
Simetris  Vit B complex 1
fusiformis,retraksi(+) x 1 tab
epigastreal,
 Vit C 1 x 50 mg
HR : 120 x/i, reguler, desah
 Asam Folat 1 x 5
(+) pancystolic grade III/6
mg (H1)
di ICS III-IV LMCS
selanjutnya 1 x 1
RR : 48 x/i, reguler, ronkhi
mg
(-/-), wheezing(-/-)
 Diet F75 25 cc/ 2
jam + 0,5cc
Abdomen
mineral mix
Soepel, peristaltik (+) N,
Hepar/Lien:Tidak teraba
R/
Ekstremitas
 Transfusi PRC II

40
Nadi : 120 x/i, t/v cukup, 25 cc
CRT < 3 detik, akral  Cek Darah
hangat, baggy pants (+) Lengkap post
transfusi
Hasil Echocardiography:
VSD
Hipertensi pulmonal

Follow-up Tanggal : 21/11/2017


TANGGAL S O A P
21/11/17 Sesak Nafas Sens: Compos Mentis  CHF Ross III  O2 Nasal Kanul
(+) TD: 90/60 mmHg ec VSD + 1-2 l/menit
T: 36,6 ̊C Hipertensi  IVFD D5%
BB: 3.8 kg Pulmonal+ NaCl 0,225% 10
Gizi Kurang+ gtt/men (mikro)
Kepala anemia  Spironolakton 2
Mata : refleks cahaya (+/+), x 6,25 mg
pupil isokor, konjungtiva  Furosemid 2 x
palpebra inferior pucat (-/-) 1,5 mg
T/H/M : dbn / dbn/ dbn  Sildenafil 3 x 5
Leher mg
Pembesaran KGB (-)  Vit B complex 1
Thorax x 1 tab
Simetris  Vit C 1 x 50 mg
fusiformis,retraksi(+)
 Asam Folat 1 x 1
epigastreal,
mg
HR : 134 x/i, reguler, desah
 Diet F75 25 cc/ 2

41
(+) pancystolic grade III/6 jam
di ICS III-IV LMCS
RR : 44 x/i, reguler, ronkhi
(-/-), wheezing(-/-)

Abdomen
Soepel, peristaltik (+) N,
Hepar/Lien:Tidak teraba
Ekstremitas
Nadi : 134 x/i, t/v cukup,
CRT < 3 detik, akral
hangat, baggy pants (+)

Hasil Laboratorium:
Hb : 11,3 g/dl
Ht: 33,4 %
Leukosit: 6980 /ul
Eritrosit: 4,65 juta/ul
Trombosit: 371000 /ul

42
BAB 5
DISKUSI KASUS

TEORI KASUS
Manifestasi Klinis
Bayi dengan gagal jantung kongestif
Sesak nafas disadari orang tua pasien
sering minum volume yang sedikit setiap kali
sejak 1 bulan SMRS dan memberat dalam 3
minum, menjadi dispnea sewaktu menghisap,
hari ini. Sesak nafas dirasakan semakin
dan dapat berkeringat banyak.
memberat yaitu saat pasien sedang menyusui.
Pada bayi, gagal jantung kongestif
Riwayat menyusui terputus-putus dengan
mungkin lebih sukar ditentukan. Manifestasi
berkeringat diumpai. Sesak tidak dipengaruhi
yang menonjol adalah takipnea, kesukaran
oleh cuaca.
makan, pertambahan berat jelek, keringat
Ibu pasien juga mengeluhkan berat badan
berlebihan, iritabilitas, nangis lemah, dan
anaknya yang naik turun sejak 4 bulan ini
pernapasan berisik, berat, dengan retraksi
dengan berat badan tertinggi 3.8 sampai 4 kg
interkostal dan subkostal serta cuping hidung
sekitar 12 hari sebelum masuk rumah sakit.
mengembang.
Biru pada bibir, lidah, tangan dan kaki tidak
dijumpai. Riwayat biru tidak dijumpai
Klasifikasi Ross untuk Gagal Jantung
Demam dan batuk tidak dijumpai. Riwayat
 Kelas I : Asimptomatik demam dijumpai 4 hari yang lalu.
 Kelas II : Dispnea saat beraktivitas Buang air kecil dan buang air besar dalam
 Kelas III : Dispnea saat beraktivitas, batas normal.
lamanya waktu menghabiskan makanan Kejang, muntah, dan mencret tidak dijumpai.
disertai gagal tumbuh Riwayat keluarga dengan keluhan yang sama
 Kelas IV : Gejala-gejala seperti disangkal.
takipnea, retraksi, grunting, atau banyak
berkeringat saat istirahat

43
Pemeriksaan Fisik
Bayi dan anak yang menderita gagal
Sesak nafas dialami pasien sejak pasien lahir.
jantung yang lama biasanya mengalami
Sesak nafas dirasakan semakin memberat
gangguan pertumbuhan. Berat badan lebih
yaitu saat pasien sedang menyusui sehingga
terhambat daripada tinggi badan. Tanda yang
menyusui menjadi terhambat.
penting adalah takikardia (150/menit atau
Status Lokalisata
lebih pada saat istirahat), serta takipnoe
Kepala : Mata: Refleks cahaya (+/+),
(50/menit atau lebih pada saat istirahat). Pada
pupil isokor, konjungtiva
prekordium dapat teraba aktivitas jantung
palpebral inferior pucat
yang meningkat. Bising jantung sering
(+/+), sklera ikterik (-/-),
ditemukan pada auskultasi, yang tergantung
edema palpebra (-/-)
dari kelainan struktural yang ada.
T/H/M: dbn/dbn/dbn
Terdapatnya irama derap merupakan
Leher : Pembesaran Kelenjar Getah
penemuan yang berarti, khususnya pada
Bening (-), TVJ R-2 cmH2O
neonatus dan bayi kecil.
Toraks : Simetris fusiformis, retraksi
Bendungan vena sistematik ditandai
epigastrial (+),HR: 156 x/i,
oleh peninggian tekanan vena jugular, serta
reguler, desah (+)
refluks hepato-jugular. Kedua tanda ini sulit
pancystolic grade III/6 sela
diperiksa pada neonates dan bayi kecil.
iga III-IV linea
Hepatomegali merupakan tanda penting
parasternalis sinistra.
lainnya; biasanya hati teraba 2cm atau lebih
RR: 52 x/i, reguler, ronkhi
di bawah arkus kosta. Edema tidak sering
(-/-), wheezing (-/-)
ditemukan pada bayi dan anak kecil. Ujung-
Abdomen : Soepel, peristaltik (+) N,
ujung ekstremitas akan teraba dingin,
Hepar/Lien: tidak teraba
terutama pada gagal jantung akut.
membesar
Ekstremitas : Tekanan darah: 80/60
mmHg, Nadi: 156 x/i,
reguler, t/v cukup, akral

44
hangat, CRT < 3 detik,
sianosis (-),edema (-), baggy
pants (+)

Pemeriksaan Penunjang
Foto Dada
Hemoglobin : 8.1 g/dL
Dengan sedikit perkecualian, gagal
Eritrosit : 3.71 juta/µL
jantung selalu disertai dengan kardiomegali
Leukosit : 10470 /µL
yang nyata. Pada paru tampak bendungan
Hematokrit : 25.7 %
vena pulmonal.
Trombosit : 558.000/µL
Elektrokardiografi
Elektrokardiografi sangat bermanfaat
Hasil Echocardiography:
dalam evaluasi serta pemantauan bayi dan
VSD
anak dengan gagal jantung. Di samping
Hipertensi pulmonal
frekensi QRS yang cepat atau disritmia dapat
ditemukan pembesaran ruang-ruang jantung
serta tanda-tanda penyakit miokardium atau
perikardium, sesuai dengan penyakit atau
keadaan patologis yang mendasarinya.
Ekokardiografi
Pemeriksaan ekokardiografi sangat
membantu dalam menegakkan diagnosis
struktural serta kelainan hemodinamik bayi
dan anak yang menderita gagal jantung.
Pelbagai kelainan jantung dapat ditegakkan
diagnosisnya dengan akurat melalui
pemeriksaan ekokardiografi 2-dimensi dan

45
M-mode. Pemeriksaan Doppler dan Doppler
berwarna dapat menambah informasi secara
bermakna. Apabila ekokardiografi 2-dimensi
lebih banyak membantu dalam penentuan
kelainan struktural, maka ekokardiografi M-
mode bermanfaat menentukan dimensi ruang
jantung, tebal dinding belakang ventrikel,
septum ventrikel, serta pembuluh darah besar.
Penatalaksanaan
Pengobatan umum : istirahat, oksigen,
 Tirah Baring
pemberian cairan dan diet.
 O2 nasal kanul 1-2 l/menit
Pengurangan preload dapat dicapai dengan
 IVFD D5% NaCl 0,225% 5 gtt/menit
diuretik oral (PO) atau intravena (IV)
 Furosemid 2 x 1,5 mg
(misalnya furosemid, tiazida, metolazone).
 Spironolakton 2 x 6,25 mg
Dilator vena (misalnya nitrogliserin) dapat
 Vit A 1 x 100.000 IU
diberikan, namun pemakaiannya kurang
 Vit B complex 1 x 1 tab
umum pada praktik pediatrik. Kontraktilitas
 Vit C 1 x 50 mg
dapat didukung dengan agen IV (misalnya
 Asam Folat 1 x 5 mg selanjutnya 1 x 1
dopamin) atau agen campuran (misalnya
mg
dobutamin, inamrinone, milrinone). Digoxin
tampaknya memiliki beberapa keuntungan
dalam gagal jantung kongestif, namun
mekanisme pastinya tidak jelas.

46
BAB 6
KESIMPULAN

Seorang pasien anak atas nama R, perempuan, usia 4 bulan 18 hari datang ke IGD RS
USU dengan keluhan sesak nafas sejak pasien lahir sehingga menyusui menjadi
terputus-putus. Keluhan berat badan pasien yang naik turun juga dialami pasien.
Dengan pemeriksaan fisik dan laboratorium, pasien didiagnosa dengan Congestive
Heart Failure ec Ventricle Septal Defect + Gizi Kurang + Anemia dan ditatalaksana
dengan terapi cairan IVFD D5% NaCl 0.225%, O2 1-2 lpm, Furosemid 2 x 1,5 mg,
Spironolakton 2 x 6,25 mg, Vit A 1 x 100.000 IU, Vit B complex 1 x 1 tab, Vit C 1 x
50 mg, Asam Folat 1 x 5 mg selanjutnya 1 x 1 mg. Setelah dirawat selama 3 hari,
pasien mengalami perbaikan dan pasien pulang berobat jalan pada tanggal 22-11-
2017.

47
DAFTAR PUSTAKA
1. Lilly L.S. Heart Failure and Congenital Heart Disease. In: Pathopysiology of
Heart Disease. Edisi 5. Philladelphia: Lipincott Williams and Wilknis; 2011.
hal. 216-236,372-373.
2. Kementrian Kesehatan Republik Indonesia. Situasi Kesehatan Jantung.
[online]. 2013 [Diakses pada 1 Desember 2017]; Available from : URL:
www.depkes.go.id/download/pusdatin/infodatin/infodatin-jantung.pdf
3. Sastroasmoro S, Madiyono B. Buku ajar kardiologi anak. Ikatan Dokter Anak
Indonesia. 2009. P.28-30;429-441.
4. Penyakit jantung bawaan, Angka tinggi dengan tenaga terbatas [online]. 2010
[Disitasi 29 November 2017]; Available from: URL :
http://www.inaheart.org/index.php/ public/information/news.detail/12
5. Bernstein D. Heart Failure. In: Behrman RE, editor. Nelson Textbook of
Pediatrics. Edisi 20. Philadelphia: Elsevier; 2016. p. 2282-2288.
6. Kantor PF, Lougheed J, Dancea A, McGillion M, Barbosa N, Chan C, et al.
Presentation, diagnosis, and medical management of heart failure in children:
Canadian Cardiovascular Society guidelines. Can J Cardiol 2013;29:1535-52.
7. Ross RD, Bollinger RO, Pinsky WW. Grading the severity of congestive heart
failure in infants. Pediatric Cardiology 1992;13:72-5.
8. American Heart Association. Ventricular Septal Defect. [Online] Available at:
http://www.heart.org/HEARTORG/Conditions/CongenitalHeartDefects/About
CongenitalHeartDefects/Ventricular-Septal-Defect-
VSD_UCM_307041_Article.jsp#.WfGLhDRx3IU [Accessed 5 Des 2017]
9. Rao, P. S., 2005. Diagnosis and Management of Acyanotic Heart Disease: Part
II – Left-To-Right Shunt Lesions. Indian Journal of Pediatrics, Volume 72, p.
503-512.
10. Hoffman, J. I. E., 2007. Penyakit Jantung Kongenital. In Rudolph, A.M.,
Hoffman, J.I.E. & Rudolph, C.D.Buku Ajar Pediatri Rudolph. 20th ed. Jakarta:
EGC. p. 1603-04.
11. Arief, I., 2007. Faktor Risiko dan Tanda-tanda Anak dengan Penyakit Jantung
Bawaan: 1-10.
12. Rukmono,. Himawan, Sutisna,. 2006. Patologi. Jakarta: Bagian Patologi
Anatomik. FKUI: 62-64.
13. Kumar, Contran. 2012. Buku Ajar Patologi Robbins vol. 2. Ed 20. Jakarta:
EGC.p.40-42.
14. Hinton, R., 2013. Genetic and Environmental Factors Contributing to
Cardiovascular Malformation: A Unified Approach to Risk. American Heart
Assosiation: 1-3. Diunduh dari:
http://jaha.ahajournals.org/content/2/3/e000292 [Diakses 2 Desember 2017].
15. Fung, A., Manlhiot, C., Naik, S., Rosenberg, H., Smythe, J., Mondal, T., et
al.,2013. Impact of Prenatal Risk Factors on Congenital Heart Disease in the
Current Era. American Heart Association: 1-12.

48
16. Soedarmo, S. dan Poorwo, S. 2008. Buku Ajar Infeksi dan Pediatri Tropis. Ed
2. Jakarta: Ikatan Dokter Anak Indonesia: 122-127.
17. Nelson WD, Kliegman R, Arvin AM,. Penyakit jantung kongenital Asianosis.
In: Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Jilid 2. Edisi 15. Vol 2: Jakarta; 2000.
Hal.1573,1578-1580.
18. Samudro H. Tumbuh kembang pada anak dengan penyakit jantung bawaan.
MK FK UKI. 2012;28(1) [diakses pada 2 Desember 2017] diunduh dari:
https://www.academia.edu/8799837/Tumbuh_Kembang_pada_Anak_dengan_P
enyakit_Jantung_Bawaan
19. Salih AF. Effect of ventricular septal defect on children’s growth pattern in
slemani pediatric teaching hospital. Pediatrics & Therapeutics.2015;5(4)
[diakses pada 2 Desember 2017] diunduh dari:
https://www.omicsonline.org/open-access/effects-of-ventricular-septal-defect-
on-childrens-growth-pattern-inslemani-pediatric-teaching-hospital-2161-0665-
1000266.php?aid=62844
20. Rilantono, Lily I. 2012. Penyakit Kardiovaskular (PKV).Jakarta: Badan
Penerbit FK UI.
21. Nasution AH. Anastesi pada Ventrikel Septal Defek. MKN.2008; 41(2)
[diakses pada 2 Desember 2017] diunduh dari:
http://repository.usu.ac.id/bitstream/handle/123456789/18380/mkn-jun2008-
41%20(1).pdf;jsessionid=6226C540A3AF9BE5151D89C957AA288D?sequenc
e=1

49

Anda mungkin juga menyukai