“MYIASIS”
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
2021
Myiasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infestasi spesies larva lalat
yang menyerang jaringan atau organ vertebrata termasuk manusia.Ini dapat
diklasifikasikan secara entomologis atau menurut tropisme jaringan. Pada manusia,
infestasi larva lalat diptera terjadi pada luka yang bernanah, luka terbuka, terutama
jaringan nekrotik dan dapat mengenai setiap lubang atau rongga seperti mata, telinga,
hidung, mulut, vagina dan anus. Agen primer penyebab miasis terbagi menjadi tiga,
yaitu lalat Cochliomya hominivorax (The New World Screwworm Fly) yang tersebar
di benua Amerika, lalat Wohlfahrtia magnifica yang tersebar di Eropa hingga
Tiongkok, serta lalat Chrysomya bezziana yang tersebar di kawasan Afrika bagian
tropis dan sub tropis, subkontinen India, Asia Tenggara termasuk Indonesia dan
Papua New Guinea (Dulce-Villareal, 2020; Wientarsih, 2017).
Lalat Chrysomya Sp berwarna biru metalik, biru keunguan atau biru
kehijauan. Kepala lalat berwarna oranye dengan mata berwarna merah gelap. Ukuran
lalat ini bervariasi tergantung pada ukuran larvanya. Panjang tubuhnya rata-rata
10mm dengan lebar kepala berkisar rata-rata 4,1mm. Tubuh larva dilengkapi
bentukan duri dengan arah condong ke belakang. Spirakel anterior mempunyai empat
sampai enam papila sedangkan spirakel posterior dilengkapi tiga celah dengan
peritrem yang kuat dan berwarna kehitaman (Hidayat, 2016).
Siklus hidup lalat C. bezziana terbagi menjadi empat tahap, yaitu telur, larva,
pupa dan lalat . Pada tahapan larva, perkembangan L1 sampai dengan L3
memerlukan waktu enam hingga tuj uh hari, selanjutnya L3 akan membentuk pupa
dalam waktu tujuh sampai delapan hari, kemudian menjadi lalat yang akan bertelur
setelah enam hingga tujuh hari. Lalat betina akan meletakkan kumpulan telurnya di
tepi luka pada sore hari atau menjelang petang dalam waktu sekitar 4,1 menit. Jumlah
telur yang dikeluarkan oleh lalat betina berkisar antara 95 sampai 245 (rata-rata 180
telur) . Telur akan menetas menjadi L1 dalam waktu 12 - 24 jam atau sepuluh jam
pada suhu 30°C, selanjutnya LI menuju ke daerah luka yang basah . Sehari kemudian,
LI akan berubah menjadi L2 dan muiai membuat terowongan yang lebih dalam di
daerah luka tersebut dengan cara masuk ke dalam jaringan inang. Larva instar II (L2)
akan berkembang menjadi L3 pada hari keempat bermigrasi keluar dari daerah luka
tersebut dan jatuh ke tanah. Larva tersebut akan membuat terowongan sepanjang 2 - 3
cm untuk menghindari sinar matahari secara langsung . Larva akan membentuk pupa
dalam waktu 24 jam pada suhu 28°C (Wardani, 2017).
Selain ulkus atau luka yang berisi larva hidup , gejala C. bezziana myiasis
sebagian besar tidak spesifik, mulai dari pruritis dan nyeri, hingga kerusakan jaringan
dan / atau tulang yang parah. Gejala lain yang sering dilaporkan termasuk perdarahan,
ulkus, luka, perforasi, keluarnya cairan, bengkak, nyeri, demam, nekrosis , jaringan
parah dan / atau kerusakan tulang, dan bau busuk yang berasal dari luka. Kulit di
sekitar luka yang terinfeksi bisa muncul dengan peradangan, pembengkakan,
kemerahan, dan selulitis. Pasien dengan myiases rongga mulut umumnya memiliki
bau busuk, termasuk halitosis. Ulkus bisa membesar dengan cepat dan ulkus yang
luas ini mungkin terkait dengan komplikasi serius (Zhou, 2019).
Gold Standar untuk diagnosis C. bezziana myiasis adalah bukti entomologis
untuk identifikasi spesies. Larva sampel dibunuh dengan cara direndam dalam air
hampir mendidih (90–100 ° C) selama 30 detik sebelum diawetkan dalam etanol 70%
-95% . Ciri-ciri anatomi larva C. bezziana dapat digunakan untuk identifikasi awal:
bentuk tubuh, permukaan tubuh dengan pita menonjol dari duri seperti duri, papila,
spirakel (posterior dan anterior), batang trakea punggung, kait mulut, dan kerangka
cephalopharyngea (Zhou, 2019).
Hidayat, R., Rahaju, P., Surjotomo, H., & Murdiyo, M. D. (2016). Laporan kasus:
Myiasis pada peristoma trakeostomi. Jurnal Kedokteran Brawijaya, 29(1), 95-98.
https://www.jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article/view/1249
Wientarsih, I., Mustika, A. A., Wardhana, A. H., Darmakusumah, D., & Sutardi, L.
N. (2017). Daun Binahong (Andredera cordifolia Steenis) sebagai alternatif
insektisida terhadap miasis yang disebabkan lalat Chrysomya bezziana. Jurnal
Veteriner, 18(1), 121-127. https://core.ac.uk/download/pdf/207777634.pdf
Zhou, X., Kambalame, D. M., Zhou, S., Guo, X., Xia, D., Yang, Y., Wu, R., Luo, J.,
Jia, F., Yuen, M., Xu, Y., Dai, G., Li, L., Xie, T., Puthiyakunnon, S., Wei, W.,
Xie, L., Liang, S., Feng, Y., Huang, S., … Zhou, X. (2019). Human Chrysomya
bezziana myiasis: A systematic review. PLoS neglected tropical diseases, 13(10),
e0007391. https://doi.org/10.1371/journal.pntd.0007391