Anda di halaman 1dari 7

TUGAS KELOMPOK

CASE STUDY
Topik : Virus Entomopatogen
Tugas ini ditujukan untuk memenuhi tugas kelompok mata kuliah Teknologi Perlindungan
Tanaman
Dosen Pengampu : Yusup Hidayat, S.P., M.Phil., Ph.D.

Disusun Oleh :

KELOMPOK 8
Vina Nurfadilah 150510210002
Bunga Marina 150510210014
Raudiatul Jannah 150510210006
Hudaya Aditya M 150510210016
Resti Nurmalasari 150510210029

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS PADJADJARAN
2022
PENDAHULUAN
Entomopatogen merupakan jenis agen hayati yang menginfeksi serangga serta dapat
merusak sistem metabolisme yang berdampak pada perubahan struktur tubuh serangga.
Entomopatogen dapat mensekresikan senyawa berupa metabolit sekunder, enzim tertentu serta
racun yang dapat merusak jaringan tubuh, mengganggu organel serta fungsi sel (Widariyanto,
2017). Virus entomopatogen diperoleh dari serangga mati yang terinfeksi virus. Serangga yang
mati akibat terinfeksi virus yang dapat ditemukan pada permukaan daun, batang, atau organ
lain pada tanaman. Ciri-cirinya adalah larva mati membusuk dan berwarna hitam. Serangga
yang terinfeksi entomopatogen akan mengalami perubahan struktur tubuh secara morfologi dan
anatomi akibat terganggunya sistem metabolisme.
Virus ini bersifat parasit obligat intracellular yang artinya mereka tidak dapat bereplikasi
atau mengekspresikan gennya tanpa bantuan sel hidup. Karena setiap virus memiliki kisaran
sel inang, sejumlah sel inang yang dapat diifeksinya. Untuk dapat bertahan hidup virus
entomopatogen. Untuk dapat bertahan hidup, virus entomopatogen harus mampu 1.
Menemukan sel inang yang di dalamnya virus dapat bereplikasi 2. Mengikat pada sel 3.
Memasuki sel 4. Melepas genomnya agar dapat bereplikasi 5. Mereplikasi genomnya 6.
Transkripsi dan translasi protein virusnya 7. Membungkus genom dan proteinnya 8. keluar dari
sel.
Virus entomopatogen sebagian besar masuk kedalam 4 generasi virus yaitu :
1. Baculovirus
Baculoviruses membuat keluarga virus serangga dan dikelompokkan menjadi dua kelompok
utama atau genera: Nucleopolyhedrovirus atau NPV; dan Granulovirus atau GVs. Kedua
kelompok mengandung untai ganda melingkar Genom DNA sekitar 80-180 kb, yang
terkondensasi dalam nukleokapsid dan diperkirakan mengkodekan dari sekitar 90 hingga 180
gen diantaranya menginfeksi mamalia (Evans dan Entwistle, 1987). Virus dari famili ini yang
diisolasi dari serangga adalah disebut virus polyhedrosis sitoplasma atau cypovirus (CPV).
2. Entomopoxvirus
Poxviridae dipisahkan menjadi dua subfamili: Entomopoxvirinae, yang terdiri dari: poxvirus
serangga; dan Chordopoxvirinae, yang terdiri dari poxvirus vertebrata (Goodwin etal, 1991).
Subfamili pertama atau Entomopoxvirus (EPV), terdiri dari tiga genera berdasarkan serangga
inang dan morfologi virion. Genus virus ditetapkan sebagai Entomopoxvirus A, (hanya
menginfeksi coleopteran), Entomopoxvirus B (menginfeksi lepidopteran dan orthopteran), dan
Entomopoxvirus C (hanya menginfeksi dipteran)(Arif dan Kurstak, 1991).

3. Iridovirus
Iridovirus adalah partikel virus ikosahedral besar dengan diameter 120 hingga 300 nm dan
terdiri dari inti pusat asam nukleat dan protein, virion yang bertunas dari membran plasma, dan
tidak tersumbat dalam matriks protein. Iridovirus telah diisolasi dari Diptera, Hemiptera,
Lepidoptera, Coleoptera dan Hymenoptera, menginfeksi serangga milik dua genera: Iridovirus,
yang partikel virus berfluktuasi antara 120 hingga 130 nm dan spesies jenisnya adalah
penggerek padi Chilo supresalis (Balange. 1985); dan Chloriridovirus, dengan partikel virus
yang lebih besar (180 nm) dan jenis spesies diisolasi dari jentik nyamuk Aedes taeniorhinchus.
DNA genom dari Iridovirus adalah molekul linier berfluktuasi 140-303 Kb (Goorha dan Murti,
1982). Replikasi iridovirus meliputi tahap inti dan sitoplasma, tetapi perakitan virion terjadi
eksklusif di sitoplasma (Goohra, 1982). Ciri yang paling khas dari keluarga ini adalah warna-
warni tertentu dari jaringan yang terinfeksi, yang warnanya bervariasi sesuai dengan
spesiesnya.
4. Cypovirus
Famili Reoviridae adalah famili virus dsRNA tersegmentasi dengan 12 genera, beberapa
diantaranya menginfeksi mamalia (Evans dan Entwistle, 1987). Virus ini umumnya diisolasi
dari serangga dan hanya memiliki satu genus: Cypovirus Virus ini memiliki genom dsRNA
linier yang dibagi menjadi 10-12 segmen dengan total sekitar 12 hingga 32 kb. Ukuran dan
jumlah fragmen tergantung pada spesies virion Icosahedral, tidak berselubung. diameter 60-80
nm.
KASUS
1. Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) Terhadap Spodoptera
litura fabricius
Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) merupakan virus
entomopatogen yang berpotensi mengendalikan populasi Spodoptera litura, virus ini memiliki
kisaran inang yang luas diantaranya terhadap S. litura sebagai inang pengganti. Larva S. litura
atau ulat grayak adalah salah satu hama penting pada tanaman sayur-sayuran. Hama S. litura
bersifat polifag dan mempunyai kisaran inang yang cukup luas sehingga keberadaannya sulit
dikendalikan.
HaNPV merupakan hasil isolasi dari larva H.armigera, HaNPV memiliki kisaran inang
yang relatif luas, diantaranya serangga hama seperti Spodoptera litura, Spodoptera exigua,
Crocidolomia pavonana, dan Plutella xylostella yang merupakan serangga dari ordo
Lepidoptera (Miranti, 2008; Meilani dkk, 2010). Dengan kemampuannya HaNPV
menyebabkan HaNPV mulai diproduksi untuk penggunaan dalam skala yang lebih luas, dapat
dihasilkan dalam waktu yang singkat dan biaya produksi yang rendah.
Produksi virus yang paling mudah adalah dengan cara produksi secara in vivo, yaitu
menggunakan inang utama sebagai media perbanyakan virus (Passarelli dan Miller, 1994).
Produksi HaNPV secara in vivo ternyata dapat dilakukan pada inang penganti yaitu larva
Spodoptera litura dengan hasil produksi virus mencapai 1,55 x 1011 polihedra ml-1, lebih
banyak bila virus ini diproduksi pada larva H. armigera sebagai inang utama. Selanjutnya
HaNPV subkultur hasil produksi ini disebut HaNPV1 yang mempunyai beberapa kelebihan,
diantaranya mempercepat waktu kematian larva H. armigera yang merupakan inang utama
menjadi 20% lebih cepat (Miranti dan Wardono, 2009).
2. Patogenisitas Baculovirus oryctes terhadap Kumbang Tanduk (Oryctes rhinoceros
L.)
Kumbang tanduk (Oryctes rhinoceros) merupakan hama penting yang menimbulkan
dampak yang serius pada perkebunan kelapa sawit belum menghasilkan (TBM) maupun yang
sudah menghasilkan (TM). Serangan O. rhinoceros dapat menurunkan produksi tandan buah
segar pada panen tahun pertama hingga 60% dan menimbulkan kematian tanaman muda hingga
25%. Dinas Perkebunan Provinsi Riau (2014) melaporkan bahwa serangan kumbang O.
rhinoceros seluas 12.384,85 ha. Serangan O. rhinoceros di Provinsi Riau menyebar pada
beberapa Kabupaten. Serangan terberat terdapat di Kabupaten 2 Indragiri Hilir dengan luas
lahan yang terserang kumbang O. rhinoceros 2.717 ha, Siak 340 ha, Kampar 579 ha, Kuansing
459 ha dan sisanya menyebar di perkebunan kelapa sawit warga di Kabupaten yang ada di
Riau.
Teknologi pengendalian O. rhinoceros telah tersedia dan lebih banyak ditekankan pada
pemanfaatan agen hayati antara lain Baculovirus oryctes. Baculovirus oryctes telah lama
digunakan sebagai agen hayati O. rhinoceros dan sangat efektif menginfeksi kumbang dewasa
dibanding(Erixon dkk., 2015). Larva yang terserang Baculovirus oryctes kulit tubuhnya akan
membengkak, kulit larva menjadi merah, rapuh dan mudah pecah, sehingga jaringan tubuh
menjadi mudah hancur (Uhan, 2007). Penggunaan Baculovirus oryctes terhadap O. rhinoceros
di perkebunan lebih banyak diaplikasikan terhadap imago atau kumbang dewasa (Sudharto;
Komunikasi pribadi). Aplikasi virus telah dilakukan dengan meneteskan cairan virus ke mulut
kumbang dewasa, kemudian dilepas di lapangan sehingga menularkan virus ke kumbang
lainnya (Uhan, 2007). Karakteristik kumbang dewasa O. rhinoceros terinfeksi Baculovirus
oryctes yaitu terdapat gelembung seperti susu di rektum, yang keluar dari lubang anus serta
saat pembedahan bagian abdomen yaitu usus yang bengkak dan penuh dengan kandungan susu
keputihan. Virus masuk ke dalam tubuh serangga melalui makanan. Polihedra NPV akan larut
dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki sel-sel bagian
perut dalam pencernaan dan larut di dalamnya, kemudian memperbanyak diri. Sel yang
terinfeksi rusak, serangga mati diikuti dengan gejala kerusakan bagian integumen. Cairan tubuh
yang mengandung inclusion body keluar dari tubuh serangga dan menyebar di pertanaman.
Pada kondisi tertentu Baculovirus berbentuk partikel akan tetapi bila kondisi berubah maka
bentuknya pun berubah menjadi bulatan kecil larva.

Perubahan morfologi kumbang setelah aplikasi B. oryctes. (a) kumbang O. rhinoceros


masih hidup 2 hari setelah aplikasi (hsa), (b) kumbang O. rhinoceros sudah replikasi 3 hsa yang
sudah mengeluarkan cairan kekuningan di bagian anus, (c) kumbang O. rhinoceros terinfeksi
dan mati 5 hsa yang sudah mengeluarkan rektum dari lubang anus
KESIMPULAN
Entomopatogen merupakan jenis agen hayati yang menginfeksi serangga serta dapat
merusak sistem metabolisme yang berdampak pada perubahan struktur tubuh serangga. Virus
entomopatogen diperoleh dari serangga mati yang terinfeksi virus. Virus ini bersifat parasit
obligat intracellular yang artinya mereka tidak dapat bereplikasi atau mengekspresikan gennya
tanpa bantuan sel hidup. Virus entomopatogen sebagian besar masuk kedalam 4 genera virus
yaitu Baculovirus, Entomopoxvirus, Iridovirus dan Cypovirus.
Pada study case ini kami mengangkat 2 kasus yang membahas tentang virus
entomopatogen pada hama tumbuhan. Virus yang pertama adalah Helicoverpa armigera
Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) terhadap Spodoptera litura fabricius yang berpotensi
mengendalikan populasi Spodoptera litura. HaNPV hasil isolasi memiliki banyak kisaran
inang, kemampuan ini menyebabkan HaNPV mulai diproduksi untuk penggunaan dalam skala
yang lebih luas. Virus yang kedua yaitu Patogenisitas Baculovirus oryctes terhadap Kumbang
Tanduk (Oryctes rhinoceros L.). Karakteristik kumbang dewasa O. rhinoceros terinfeksi
Baculovirus oryctes yaitu terdapat gelembung seperti susu di rektum, Polihedra NPV akan
larut dan pecah serta melepaskan partikel-partikel virus yang kemudian memasuki sel-sel
bagian perut dalam pencernaan dan larut di dalamnya, kemudian memperbanyak diri. Sel yang
terinfeksi rusak, serangga mati diikuti dengan gejala kerusakan bagian integumen. Cairan
tubuh yang mengandung inclusion body keluar dari tubuh serangga dan akan menyebar di
pertanaman.
DAFTAR PUSTAKA

Miranti, M., & Niloperbowo, W. (2009). Pengaruh Konsentrasi Infeksi Helicoverpa armigera
Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV) pada Tingkat Kematian, Waktu Kematian dan
produktivitas Produksi Polihedra dalam Larva Spodoptera litura F. sebagai Inang
Pengganti. Jurnal Agrikultura, 20, 5-11.

Miranti, M. (2008). Produksi Helicoverpa armigera Nuclear Polyhedrosis Virus (HaNPV)


secara in vivo pada Inang pengganti. Disertasi. Disertasi

Melanie, M., Rustama, M. M., Kasmara, H., Sejati, S. A., Fitriani, N., & Madihah, M. (2017).
PATOGENESITAS Helicoverpa armigera POLYHEDROSIS VIRUS SUB KULTUR
(HaNPV1) TERHADAP Spodoptera litura Fabricius. Prosiding SNaPP: Sains,
Teknologi, 7(1), 144-155.

Passarelli, A. L., & Miller, L. K. (1994). In vivo and in vitro analyses of recombinant
baculoviruses lacking a functional cg30 gene. Journal of virology, 68(2), 1186-1190.

Anda mungkin juga menyukai