Anda di halaman 1dari 21

TUNGRO

dan pengendaliannya

DEPARTEMEN PERTANIAN
BAGIAN PROYEK INFOMASI PERTANIAN
IRAN JAYA
1986.
Kata Pengantar

Salah satu kendala dalam berusaha-tani ialah kurangnya pengetahuan petani


dalam hal pengendalian tungro, sehingga petani tidak memperoleh hasil yang optimal.
Diterbitkannya brosur ini diharapkan akan dapat membantu dan memperlancar
tugas Penyuluh dalam memberikan pelayanan penyuluhan kepada para petani yang
sangat memerlukannya.
Mudah-mudahan dengan diterbitkannya brosur ini upaya peningkatan
pengendalian tungro dapat kita tingkatkan, sehingga para petani dapat memperoleh
hasil yang optimal dari usaha taninya.

Segala saran dan koreksi terhadap isi buku ini senantiasa kami nantikan untuk
perbaikan dimasa mendatang.

Bagian Proyek Informasi Pertanian

Irian Jaya
Daftar Isi

Halaman
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
I. PENDAHULUAN
II. PENYEBAB DAN PENYEBARAN PENYAKIT
A. Penyebab Penyakit
B. Faktor-Faktor yang mendukung penyebaran penyakit tungro
1. Serangga penular
2. Tanaman inang dan faktor lingkungan
III. GEJALA SERANGAN
IV. PENGENDALIAN PENYAKIT TUNGRO
1. Sanitasi
2. Penggunaan varietas tahan
3. Pola tanam
a. Penerapan pola tanam
b. Pergiliran varietas padi
4. Perlakuan dengan Insektisida
V. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMAKAIAN
INSEKTISIDA
Daftar Pustaka
I
Pendahuluan

Penyakit virus tungro sampai saat ini masih merupakan masalah bagi kita dan
telah banyak menimbulkan kerugian besar di beberapa daerah, tentu saja hal ini akan
berpengaruh terhadap produksi dan produktivitas path dan merupakan kendala bagi
swasembada dan keamanan pengadaan pangan Nasional.
Daerah penyebaran Tungro di Indonesia adalah Sulawesi utara, Sulawesi
tenggara, Sulawesi selatan, Kalimantan timur, Kalimantan selatan, Kalimantan barat,
Bali, Nusa tenggara barat, Nusa tenggara timur, dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Penyakit tungro ini di Irian Jaya mulai menyerang pada tahun 1985.
Walaupun usaha pengendalian hama wereng hijau yang merupakan vektor virus tungro
telah banyak dilakukan, tetapi ternyata sampai saat ini hama tersebut masih merupakan
hama utama bagi tanaman padi di Indonesia. Oleh karena itu penerapan pengendalian
berdasarkan konsep pengendalian hams dan penyakit terpadu perlu lebih ditingkatkan
pelaksanaannya.
II
Penyebab dan Penyebaran Penyakit

A. PENYEBAB PENYAKIT

Penyakit tungro disebabkan oleh virus yang disebut dengan virus tungro padi
(VTP). Virus ini bersifat non persisten, artinya virus tersebut hanya dapat menyerang
tanaman dalam masa yang pendek saja.
Sudah diketahui bahwa VTP terdiri dari dua bentuk yaitu yang berbentuk batang
(RTBV = Rice Tungro Bacciliform Virus) dan virus yang bulat isometri (RTSV = Rice
Tungro Spherical Virus). Tanaman yang terserang tungro bisa mengandung kedua virus
tersebut namun dapat juga mengandung hanya salah satu saja. VTP tersebut berada
dalam jaringan tanaman sakit, terutama dalam jaringan daun.

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MENDUKUNG PENYEBARAN PENYAKIT TUNGRO

Penyebaran penyakit tungro padi (VTP), dipengaruhi oleh beberapa faktor antara
lain :

1. Serangga penular
Virus tungro padi ditularkan melalui serangga penular (vektor) yaitu
wereng hijau (Nephotettix spp) atau wereng loreng [Recilia Dorsalis].
VTP ditularkan secara non persisten oleh vektornya. Serangga vektor
hanya memerlukan waktu pengisapan dari tanaman sakit 3 - 5 menit, kemudian
sudah mampu menularkan virus. kepada tanaman sehat yang rentan. Virus
dapat tetap tahan di dalam badan serangga selama kurang lebih S hari. Setelah
periode tersebut, serangga tidak mempunyai kemampuan lagi untuk
menularkannya. Serangga akan berperan kembali bila tubuhnya telah
mengandung virus tungro, yakni setelah menghisap tanaman yang sakit.
Demikian pula serangga yang telah berganti kulit tidak efektif setelah mengisap
tanaman sakit.

Nephottetix sp. dikenal sebagai wereng hijau, karma warnanya hijau Ban
menyerang bagian daun tanaman path. Serangga dewasa berukuran 4 - 6 mm,
telurnya berbentuk bulat panjang atau lonjong berwarna terang (kuning pucat),
berukuran 1,3 X 0,30 mm. Telur ini diletakkan berderet-deret sebanyak 5 -25
butir. Serangga betina mampu bertelur 200 - 300 butir yang diletakkan di dalam
jaringan pelepah daun. Telur menetas setelah 4 - 8 hari Ban membentuk
serangga muda (nimfa). Nimfa ini mengalami 5 kali ganti kulit selama 16 -18 hari
Ban menjadi dewasa setelah 2 - 3 hari kemudian. Terdapat dua jenis Nephotettix
sp yang dominan yaitu N. Virescensdan N. Nigropictus, keduanya dapat
dibedakan sebagai berikut
- N. Virescena, serangga dewasa berwarna hijau agak kekuningan dengan
Ujung kepala meruncing. Serangga jantan mempunyai ukuran 4 mm Ban
yang betina 6 mm, sedangkan serangga yang masih
Serangga jantan berukuran 3,6 mm, sedangkan serangga muda (nimfa)
berwarna kuning coklat hingga gelap.
Di camping itu terdapat 2 species Nephotettix lainnya yaitu N. malayanus
dan N. parvus.

Reciha dorsalis serangga ini lebih dikenal dengan nama wereng loreng,
karena serangga yang dewasa bersayap putih dengan pits berwarna coklat
muda berbentuk huruf W, ukurannya 3,5- 4,0 mm. Telurnya berbentuk lonjong,
berwarna keputih-putihan yang kemudian akan berubah menjadi gelap
menjelang menetas. Serangga betina mampu bertelur sebanyak 100 - 200 butir,
diletakkan dalam pelepah daun berbentuk barisan. Setelah 7 - 9 hari kemudian,
telur menetas; serangga muda yang keluar berwarna coklat kekuningan dan
akan menjadi serangga dewasa 16 -18 hari kemudian.
Diantara beberapa jenis wereng hijau dan loreng, N. yirescens merupakan
serangga yang paling efektif sebagai vektor, seperti terlihat pada tabel berikut:

Species Wereng Daya tular


N. Virescens 83
N. Malayanus 42
N. Nigropictus 27
N. Parvus 7
Recilia dorsalis 8

Penyebaran/aktivitas VTP selain dipengaruhi oleh Species wereng seperti


tersebut dalam tabel, juga dipengaruhi oleh stadia vektor itu sendiri serta kepa-
datan populasi vektor. Jarak penyebaran VTP oleh wereng hijau dari cumber
inoculum kira-kira 250 mm, tetapi apabila ada angin penyebarannya dapat lebih
luas lagi.

2. Tanaman hung dan faktor lingkungan


Tanaman padi merupakan inang utama bagi VTP maupun serangga
penularannya. Perkembangan penyakit tungro maupun vektornya dipengaruhi
oleh kepekaan tanaman path terhadap virus maupun terhadap serangga
penularannya (vektornya).
Selain kepekaan tanaman, perkembangan VTP dan vektornya juga
dipengaruhi oleh faktor lingkungan baik faktor biologic maupun non biologic.
Faktor biologis antara lain adanya parasit pathogen dan predator dari serangga
penular (vektor), kompetisi antar species, serta adanya tanaman inang pengganti
(inang alternatif) bagi VTP maupun vektor.
Di Indonesia yang tergolong parasit penting bagi wereng hijau antara lain
parasit Anagrus spp dan Gonatocerus spp, serta parasit nimfa dan dewasa
Elenchus spp dan Echttrodelphax spp. sedangkan phatogen penting adalah
cendawan Entomopthora spp dan Isaria spp serta Hirsutella spp [StilbaceaeJ.
Adapun beberapa predator yang banyak dikenal Cyrtorrhinuslevidipennis Renter,
Microveliado reglasi Scot, Casnodea interstialis, Paederus tamulus, Coccinella
spp, Verania sppSerta laba-laba Lycosa pseudoanulata.
Hasil penilitian di IRRI menunjukkan bahwa kompetisi antara wereng hijau
dan wereng coklat berakibat menurunnya populasi wereng hijau.
Inang pengganti yang merupakan habitet tambahan bagi wereng antara lain:
jagung, tebu, kacang tanah, kedele, ubi kayu, ubi jalan. Dilaporkan wereng coklat
dan hijau didapati juga pada Pematang -pematang yang banyak ditumbuhi
tanaman padi liar dan rerumputan. Rerumputan yang berperan sebagai inang
penggantl adalah Ecginochloa colonum (tutori), Echinochloa crusgalt (jawan) dan
Paspalum vaginatum.
Wereng hijau dipematang semacam ini lebih banyak didapati dari pada wereng
coklat atau wereng lainnya.
Dari kenyataan ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa peranan
pematang yang ditumbuhi oleh jenis rerumputan tertentu cukup penting bagi
pertumbuhan dan perkembangan wereng hijau.
Faktor non biologis yang mempengaruhi perkembangan VTP dan
serangga penular yaitu curah hujan, temperatur dan teknologi modern. Oleh
karena itu populasi serangga penular dan intensitas serangan penyakit tungro
bervariasi dari bulan kebulan dan dari musim kemusim. Curah hujan yang tinggi
berpengaruh langsung terhadap aktivitas serangga, sedangkan meningkatnya
kelembaban udara memacu perkembangan jamur pathogen untuk tumbuh lebih
baik pada tubuh serangga, hal ini dapat menghambat perkembangan serangga.
Teknologi modern yang diterapkan oleh manusia merupakan salah satu
faktor yang mempengaruhi ekosistim sawah. Cara bercocok tanam varietas,
pemupukan, pengairan dan penggunaan pestisida merupakan hal-hal yang
panting dalam berbunganya dengan pertumbuhan populasi serangga penular.
Varietas peka, penanaman padi terus menerus dan tidak serempak,
pemupukan nitrogen yang berat dan tidak seimbang serta pengairan yang baik,
akan memberi kondisi lingkungan yang cukup baik dan menguntungkan terhadap
pertumbuhan populasi wereng padi.
Penggunaan pestisida yang tidak tepat dapat menimbulkan pengaruh
samping negatif seperti resistensi, resurgensi timbulnya hama sekunder dan atau
hams baru serta keracunan pada manusia dan hewan bukan sasaran.
III
Gejala Serangan

Gejala serangan penyakit virus tungro pada tanaman padi tergantung ketahanan
tanaman dan umur tanaman sewaktu terinfeksi. Secara garis besar gejala-gejala
tersebut adalah sebagai berikut:

1. Daun-daun menjadi berwarna kuning oranye atau jingga dan daun-daun muda
yang baru keluar memendek dan menggulung.
2. Pertumbuhan tanaman terhambat atau kerdil.
3. Anakan berkurang.
4. Bila serangan telah terjadi, sejak di pesemaian atau pada tanaman muda yang
berumur kurang dari satu bulan, bulir yang dihasilkan relatif lebih kecil, bahkan
bila serangan berat, tanaman tidak menghasilkan bulir sama sekali.
5. Bila infeksi terjadi setelah tanaman berbunga atau berumur kira-kira 60 hari, hasil
tanaman tidak berpengaruh.

Gejala tanaman padi yang terserang virus tungro sangat mirip dengan gejala
tanaman yang kekurangan unsur hara (penyakit fisiologis), sehingga untuk menentukan
apakah suatu tanaman terserang virus tungro atau karena kekurangan unsur hara
dapat dilakukan test sederhana yaitu penularan secara buatan melalui perantaraan
vektor (wereng hijau), caranya sebagai berikut:

1. Buat pesemaian padi dari varietas peka di dalam pot yang disungkup dengan
kasa kedap wereng.
2. Bila pesemaian telah berumur 7 hari, kemudian di infeksi dengan wereng hijau
yang diambil dari tanaman yang diduga terserang virus tungro.
3. Pengamatan dilakukan setelah 10 hari, jika pesemaian menunjukkan gejala yang
sama dengan gejala tanaman terserang virus tungro, berarti pertanaman
terserang virus tungro dan bukan kekurangan hara.
IV
Pengendalian Penyakit Tungro

Agar pengendalian penyakit tungro/vektornya dapat berhasil baik dalam arti


dapat dipertanggung jawab kan baik dari segi ekonomis maupun ekologis maka Konsep
Pengendalian Hama Terpadu harus diterapkan. Adapun komponen pengendalian yang
dapat diterapkan secara terpadu untuk mengatasi hama/penyakit tersebut adalah
sebagai berikut:

1. SANITASI.
Tujuan sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Tanaman sakit yang
berumur kurang dari 2 bulan sisa-sisa tanaman sakit dan tanaman inang peng-
ganti harus dimusnahkan. Apabila serangan terjadi pada tanaman yang sudah
keluar malainya, sanitasi dilakukan dengan cara selektif yaitu ditujukan pada
tanaman yang terserang. Cara pemusnahannya (sanitasi) dengan membakar
atau membenamkan seluruh bagian tanaman, sisa-sisa tanaman dan
rerumputan kedalam Lumpur, kemudian diikuti dengan pengolahan tanah dan
lahan dibiarkan dalam keadaan terolah sampai dengan saat mulai bertanam
secara bersamaan. Inang pengganti yang ada disekitar areal pertanaman padi
jugs hams dimusnahkan.

2. PENGGUNAAN VARIETAS TAHAN


Pengendalian hama dan penyakit dengan menggunakan varietas tahan
merupakan cara paling aman dan murah bagi petani. Penanaman varietas padi
tahan terhadap tungro dan wereng hijau telah lama dilakukan, namun demikian
pelaksanaannya di lapangan masih terus diadakan perbaikan. Hasil evaluasi
ketahanan varietas dari tahun ke tahun ternyata bervariasi, artinya varietas yang
semula tahan setelah ditanam beberapa musim menjadi tidak tahan. Usaha
untuk memantapkan ketahanan varietas dilakukan dengan cara

- memilih varietas yang mempunyai resistensi horisontal


- pergiliran tanaman dengan non padi
- menanam tanaman peka sebagai perangkap, kemudian diperlukan
dengan pestisida
- pergiliran varietas
- menanam beberapa varietas yang mempunyai gentahan beraneka ragam
Daftar kelompok varietas padi berdasarkan tetua ketahanan terhadap tungro
dan umur tanaman.

Umur tanaman Genjah Dalam


Tetua 95 - 125 hari 125 -160 hari

T0 Atomita 1- Brantas
Atomita 2- Cisadane
Pelita Ayung

T1 PB 26 Serayu
PB 30 Citarum,
PB 46.

T2 Asahan PB 32
PB 36 Semeru
PB 38 Cimandiri
Sadang Barito
Porong Kruing Aceh
Bogowoto Cipunegara
Tondano

T 3A. PB 28 PB 34
PB 50 PB 54
PB 52, Citanduy

T 3B. PB 56
Mara

3. POLA TANAM
Di dalam pole penanaman padi di kenal penanaman padi sekali atau due kali
dalam satu tahun, bahkan pada lahan yang beririgasi baik penanaman padi di-
lakukan secara terus menerus. Penanaman secara terus menerus tersebut
mendorong serangga penular maupun virus tungro menyesuai diri dengan ling-
kungannya, sehingga akan mampu berkembang den berhasil menghancurkan
varietas tanaman yang semula dikatakan tahan. Di samping itu penanaman yang
tidak serentak memungkinkan tersedianya makanan den tempat berlindung bagi
serangga penular den VTP sepanjang tahun. Untuk mengatasi masalah tersebut
perlu dilaksanakan langkah-langkah sebagai berikut

a. Penerapan pole tanam.


Pole tanam dilaksanakan dengan pergiliran tanaman bukan padi.
Penanaman padi paling banyak dilakukan due kali dalam satu tahun den
bile memungkinkan agar ada mesa tidak ada tanaman (mesa bero)
dengan harapan dapat memutuskan daun hidup atau rantai makanan
serangga penular.

b. Pergiliran varietas padi.


Di daerah ya ditanami padi due kali setahun disarankan adanya pergiliran
varietas padi. Yang ditanami dimulai dari musim hujan (MH) ke musim
kemarau seperti tergambar pada pole berikut:
Keterangan

T0 : Tidak memiliki ketahanan


T1 : Memiliki tetua/gen tahan
T2 : Memiliki tetua/gen tahan
T3 : Memiliki tetua/gen tahan
: Arah pergiliran varietas dari musim hujan ke musim kemarau.

Hal yang perlu diperhatikan agar pola pergiliran tanaman dapat berjalan dengan baik
adalah:

- Tidak menanam satu golongan varietas yang sama tetuanya secara terus
menerus selama periode dan tempat tertentu. Contoh tidak di anjurkan
penanaman varietas padi dari musim hujan ke musim kemarau dengan
menggunakan pola:
PB 36 - PB 38 atau PB 36 +PB 42 den lain-lain, sebaiknya dengan pole PB 42 -
PB 54 atau Brantas + Serayu.
- Penanaman dilakukan dengan serentak, paling sedikit mencakup areal satu
wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP).
- Untuk daerah-daerah yang dikatagorikan sebagai daerah serangan penyakit
tungro disarankan tidak menanam varietas padi yang tidak mempunyai tetua
tahan (TO).

4. Perlakuan dengan Insektisida


Sampai sekarang pestisida masih dianggap sebagai sate-satunya senjata
pamungkas dalam menanggulangi hama maupun penyakit. Apabila di suatu
daerah penggunaan varietas tahan belum cukup/mampu untuk menanggulangi
penyakit tungro dapat dilakukan dengan pemberian Insektisida adalah balk di
pesemaian maupun di pertanaman. Pada prinsipnya pemberian Insektisida
adalah untuk mengendalikan serangga penular, yaitu menekan perkembangan
populasi wereng hijau, mengingat pestisida yang digunakan untuk pengendalian
virus (virusida) sampai saat ini belum diketemukan.

Tabel : Dosis pemberian insektisida butiran untuk mengendalikan penyakit tungro.

Tingkatan
Waktu Dosis Insektisida
Pertanaman
1. Pesemaian 1 hari sebelum 4 kg/500 m2 - Furadan 3 G
saber - Curater 3 G
- Darmafur 3 G

2. Petanaman sesaat-sebelum 17 kg/Ha - Furadan 3 G


tanam - Curater 3 G
- Darmafur 3 G
Selain insektisida butiran dapat pula digunakan Insektisida Sevin 85 SP, Azodrin 15
WSC, Durban 20 EC, Lebaycid 50 EC. Sumithion SO EC, den Agrothion SO EC.
Perlakuan dilaksanakan apabila dipertanaman ditemukan populasi wereng hijau yang
melebihi ambang ekonomi.
Dengan kaitannya dengan ambang ekonomi make peran pengamatan di lapangan
sangat panting untuk menentukan kapan penyemprotan insektisida dilakukan.
Adapun ambang ekonomi penyakit tungro den wereng hijau adalah sebagai berikut:
1. Bile dari 10 ayunan faring diperoleh 10 ekor wereng
hijau dilakukan penyemprotan di pertanaman.
2. Bile ditemukan penyakit tungro den dari 10 ayunan faring diperoleh 1 ekor
wereng hijau, tanaman terserang dimusnahkan den penyemprotan dilakukan di
petak tersebut serta daerah sekelilingnya.
Hal -hal yang harus di perhatikan dalam pemakaian
IV
Insektisida.

1. Waktu pemberian insektisida yang tepat, yaitu bile populasi hama telah
mencapai betas populasi yang akan merugikan.
2. Dalam menggunakan insektisida dosisnya harus sesuai dengan petunjuk yang
ada pada kemasannya.
Dosis yang digunakan tidak boleh terlalu tinggi ataupun terlalu rendah. Sebab
dosis yang tinggi dapat menghilangkan keselektifan insektisida, sedangkan dosis
yang terlalu rendah akan menurunkan daya buruk den mempercepat proses
resistensi hama.
Jadi dosis yang digunakan hendaklah cukup untuk menurunkan populasi hama
sampai bates yang tidak merugikan den tidak ditujukan untuk mencapai daya
bunuh 100 % Sebab kalau tidak demikian di samping tidak ekonomis juga akan
menimbulkan masalah ekologis yang lebih rumit/sulit mengatasinya.
3. Dalam menggunakan insektisida ada beberapa hal yang perlu diperhatikan agar
tidak membahayakan si pemakai
a. Jika insektisida berbentuk butiran, dianjurkan memakai sarung tangan
waktu menaburkan.
b. Kalau menyemprot harus diperhatikan
- Sebelum mulai bekerja, gunakanlah perlengkapan kerja seperti kaos
panjang, penutup mu lot dan hidung atau masker, sarong tangan, 'tu-
tup kepala dan celana panjang.
- sediakan wadah/ember untuk tempat mencampur, corong dan
pengaduk.
- periksa alat semprot; usahakan supaya bersih dan tidak bocor, jangan
sekali-kali meniup nozle yang tersumbat.
- Hindarkan jangan sampai insektisida terkena kulit, mats, mulut, hidung
dan pakaian. Apabila ada luka pads kulit, sebaiknya luka tersebut
ditutup sebelum bekerja.
- Takar insektisida sesuai kebutuhan. Usahakan tidak ada sisa setelah
pekerjaan selesai.
- Aduk hingga merata dan masukkan ke dalam tangki dengan bantuan
corong.
- Menyemprot jangan berlawanan arch angin, karena partikel-partikel
insektisida dapat mengenai badan.
- Jangan makan, minum atau merokok selama bekerja.
- Waktu menyemprot yang baik : pagi jam 07.00 -11.00 dan sore hari
jam 15.00 -18.00.

Apabila mungkin, berilah insektisida dalam kemasan botol atau bungkusan sehingga
habis dalam sekali pakai. Hal ini dapat mengurangi resiko bahaya dalam penyimpanan.
DAFTAR PUSTAKA

1. Anonim, 1985/1986
Pengendalian Hama terpadu pads padi, Balai Informasi Pertanian Banjarbaru.

2. Anonim, 1985
Penyakit Tungro & Cara mengatasinya, Balai Informasi Pertanian Hawa Timor.

3. Kasno & Bambang Suharto.


Pengendalian Hama Wereng coklat dan Penyakit Tungro secara terpadu.

4. S. Tarigar, 1984, Program produksi benih sehubungan dengan pelaksanaan


Rotasi tanaman/varietas.

5. Tatang Suryana, 1985.


Aspek Populasi Beberapa Spesies Hama Wereng Tanaman Padi.

Makalah disampaikan pada temu lapang Pengendali an Penyakit Tungro di


Daerah Banyumas, Jawa Tengah, 18 September 1985. 16 P.

6. Utami Raharjo, 1982, Pengaruh Perubahan Komposisi & kesukaan memangsa


Lycor LPP (Tesis Fak Pertanian UGM).

Anda mungkin juga menyukai