Cara vector menyebarluaskan penyakit pada tanaman, serta contoh
patogen vector penyakit tanamannya. Vector penyakit tanaman umunya adalah serangga. Cara serangga menyebarluaskan penyakit pada tanaman dapat secara mekanik atau disebut periode makan akuisisi. Periode makan akuisisi ini yaitu saat serangga memakan tanaman yang terserang penyakit dan terjadi inkubasi di tubuh serangga. Serangga ini kemudian jika memakan tanaman lain yang sehat (periode makan inokulasi) akan melepaskan dan menularkan virus dari tanaman sakit sebelumnya (Khuluq et al., 2020). Pada tingkat seluler, interaksi vektor dengan virus menunjukkan respon protein vektor terhadap partikel virus dalam tubuhnya yang terlibat dalam penularan virus pada tanaman. Populasi vektor memiliki virulensi tinggi terhadap penularan tungro meskipun populasi vektor rendah dan sumber inokulum jarang ditemukan di lapangan. Virulensi merupakan kompleksitas interaksi antara serangga vektor dan inangnya atau antara mekanisme pertahanan tanaman dan virulensi herbivor, sehingga menimbulkan gejala penyakit (Senoaji et al., 2021). Penularan virus dapat terjadi melalui serangga vektor. Salah satu jenis serangga yang dapat menjadi vektor virus adalah kutu daun. Beberapa virus yang menginfeksi Cucurbitaceae yaitu Cucumber Mosaic Virus (CMV), Papaya Ringspot Virus (PRSV) dan Zucchini Yellow Mosaic Virus (ZYMV) ditularkan secara non persisten oleh spesies kutu daun Aphis gossypii, Aphis craccivora dan Myzus persicae. (Khuluq et al., 2020).
Khuluq, M., Phabiola, T. A., & Wijaya, I. N. (2020). Penularan Virus
Bergejala Mosaik Pada Tanaman Melon (Cucumis melo L.) Secara Mekanis dan Melalui Vektor Kutu Daun. Jurnal Agroekoteknologi Tropika ISSN, 2301, 6515. Senoaji, W., Raharjo, B. T., & Tarno, H. (2021). Hubungan antara profil protein populasi vektor wereng hijau Nephotettix virescens dan gejala penularan tungro pada tanaman padi. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan, 5(1), 25-36.
2. Penjelasan lima jenis patogen jamur pada tanaman
a. Peronosclerospora spp. adalah salah satu patogen dari golongan jamur yang menimbulkan penyakit bulai tanaman jagung (P. maydis, P. philippinensis dan P. sorghi). Jamur ini bersifat parasit obligat, artinya bertahan hidup dan berkembang hanya pada tanaman hidup. Lingkungan yang lembab akan menyebabkan penularan semakin cepat. Infeksi Peronosclerospora spp terjadi dari konidia yang tumbuh di permukaan daun dan masuk jaringan tanaman melalui stomata. Gejala serangan mula- mula tampak garis putih atau menguning sejajar pada tulang dengan adanya batas yang jelas, menyebar, kemudian menyebabkan klorotik (Matruti et al., 2018). b. Fusarium oxysporum penyebab busuk akar dan layu Fusarium pada tanaman hortikultura. Patogen Fusarium ini dapat memproduksi beberapa toksin di antaranya fusaric acid dan fumonisin. Akar tanaman yang terinfeksi patogen akan terlihat ditumbuhi dengan benang– benang jamur berwarna putih (miselia) dan tanman menjadi layu. Jamur Fusarium sp. mengadakan infeksi pada akar, terutama melalui luka pada akar tanaman, lalu menetap dan berkembang di berkas pembuluh angkut, sehingga pengangkutan air dan hara terganggu yang menyebabkan tanaman menjadi layu (Suanda, 2019). c. Curvularia sp. sudah dikenal menjadi patogen pada beberapa jenis tanaman, karena memiliki kisaran inang yang luas mampu menginfeksi berbagai jenis tanaman dari famili Leguminaceae, Cucurbitaceae, Compositae, Solanaceae, Malvaceae dan Graminae. Curvularia, khususnya C. lunata dapat bersifat patogenik atau menjadi alergen (penyebab alergi) pada manusia dan hewan, karena kemampuannya menghasilkan toksin yang berbahaya, yaitu brefeldin dan curvularin. Pada daun tanaman sawi yang terinfeksi jamur Curvularia terlihat bercak hitam dan berukuran kecil-kecil tetapi disertai dengan menguningnya daun, menunjukkan bahwa jamur ini memproduksi toksin sebagai alat patogenisitasnya (Suganda & Wulandari, 2018). d. Colletotrichum sp. menyerang tanaman cabai. Cirinya berupa bintik berwarna kehitaman pada buah cabai merah. Bintik tersebut akan melebar dan menyebabkan buah menjadi busuk. Gejala tersebut dinamakan dengan penyakit antraknosa. Secara makroskopis, jamur Colletotrichum sp. memiliki koloni berwarna abu-abu dengan tepi berwarna putih, permukaan halus dan rata, arah pertumbuhan ke samping, koloni beraturan, hifa halin bercabang, dan konidianya memanjang dengan ujung membulat (Wakhidah et al., 2021). e. Jamur Phytophthora sp. merupakan jamur patogen yang secara makroskopis memiliki koloni berwarna putih, permukaan halus dan rata seperti kapas. Arah pertumbuhan miselium ke samping dan keatas. Bentuk koloni beraturan membentuk lingkaran. Secara mikroskopis, Phytophtora sp. memiliki spora berebentuk bulat telur berwarna cokelat dengan panjang antara 8,75- 12,5µm. Konidia Phytophthora sp. memiliki ukuran diameter rata-rata 14,2-19 µm × 14,4-22,2 µm. Miselium menghasilkan sporangiofor bercabang yang menghasilkan sporangia berbentuk lemon pada ujung sporangiofor, pembengkakan miselium menjadi sporangiofor inilah yang menjadi ciri khas jamur Phytophthora sp. Gejala serangannya yaitu ujung cabai merah membusuk hingga menyebabkan daun rontok (Wakhidah et al., 2021).
Matruti, A. E., Kalay, A. M., & Uruilal, C. (2018). Serangan
Perenosclerospora spp Pada Tanaman Jagung Di Desa Rumahtiga, Kecamatan Teluk Ambon Baguala Kota Ambon. Agrologia, 2(2). Suanda, I. W. (2019). Karakterisasi morfologis Trichoderma sp. isolat jb dan daya hambatnya terhadap jamur Fusarium sp. penyebab penyakit layu dan jamur akar putih pada beberapa tanaman. Jurnal Widya Biologi, 10(02), 99-112. Suganda, T., & Wulandari, D. Y. (2018). Curvularia sp. jamur patogen baru penyebab penyakit bercak daun pada tanaman sawi. Agrikultura, 29(3), 119-123. Wakhidah, N., Kasrina, K., & Bustamam, H. (2021). Keanekaragaman Jamur Patogen pada Tanaman Cabai Merah (Capsicum annuum L.) di Dataran Rendah. Konservasi Hayati, 17(2), 63-68. 3. Perbedaan nematoda endoparasite dan ectoparasite a. Nematoda ektoparasit tinggal di luar tanaman dan melakukan penetrasi hanya dengan sebagian kecil tubuhnya. Sedangkan nematoda endoparasit seluruh atau sebagian besar tubuhnya masuk ke dalam jaringan; b. Nematoda endoparasitik yang berpindah-pindah dan semua stadiumnya terdapat di dalam jaringan korteks inangnya dan mengambil makanan dari inangnya sedangkan ektoparasitik terdapat di luar jaringan inangnya dan mengambil makanan dari lingkungan luar tanaman (Durahman et al., 2014). c. Ektoparasit lebihbebas berpindah dari suatu inang ke inang yang lain sehingga potensi penyebarannya lebih besar. Pada ektoparasit, nematoda akan mudah ditemukan di jaringan luar sedangkan pada endoparasite harus dicari hingga ke jaringan tanaman; d. Ektoparasit dapat menyebabkan bekas luka yang terlihat pada tanaman sedangkan endoparasite akan merusak metabolisme yang terjadi dalam (Musyaffak et al., 2010).
Durahman, D., Tarno, H., & Rahardjo, B. T. (2014). Eksplorasi Nematoda
Parasit Tumbuhan pada Tanaman Nilam (Pogostemon cablin Benth) di Kecamatan Kesamben Kabupaten Blitar. Jurnal HPT (Hama Penyakit Tumbuhan), 2(4), 1-10. Musyaffak, M., Abida, I. W., & Muhsoni, F. F. (2010). Analisa tingkat prevalensi dan derajat infeksi parasit pada ikan kerapu macan (Ephinephilus fuscoguttatus) di lokasi budidaya berbeda. Jurnal Kelautan: Indonesian Journal of Marine Science and Technology, 3(1), 82-90.