BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
Oleh :
Rosyid Lukman Fathoni
NIM. A1D017069
Kelas A
Dosen: Dyah Susanti, S.P., M.P.
Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa
serta bimbingan dari berbagai pihak, Tugas Terstruktur Bioteknologi Pertanian ini
tidak mungkin dapat terwujud. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih
Penulis
1. Permasalahan
kelamaan tumbuhan akan mati. Tumbuhan yang diserang bakteri dapat diatasi
Penyakit Layu
terinfeksi akan menjadi layu, kerdil dan daunnya menguning (Alvarez et al.
2010). Hal ini sangat merugikan karena gejala lebih lanjut dapat
penyakit yang terjadi pada tanaman cabai dapat mencapai 16.6% (Begum et
al. 2012). Bakteri ini dapat bertahan hidup di dalam tanah dan air, meskipun
tanpa tanaman inang. Sisa akar tanaman terinfeksi patogen yang tertimbun di
dalam tanah akan menjadi sumber inokulum berikutnya. Sel bakteri yang
keluar dari sisa akar tanaman terinfeksi dapat menginfeksi tanaman lain, baik
melalui luka alami atau luka akibat adanya gigitan serangga. Penyakit ini
terinfestasi bakteri akan terbawa melalui bibit, sepatu atau alat pertanian,
sehingga penyebarannya luas (EPPO 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan
tanah dan air dalam waktu yang lama. Selain itu, bakteri ini mempunyai
kisaran inang yang luas (Schloter et al. 2000). Oleh karena itu, diperlukan
adanya metode yang dapat mengatasi penyakit ini, tidak hanya efektif tetapi
transportasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah berharap Propinsi
kentang juga menyerang tanaman inang lain, seperti tanaman tomat, terung,
masuk ke dalam tanaman inang melalui stomata pada daun atau bisa juga
melalui luka tanaman. Bakteri patogen mudah sekali menular melalui air,
tanah yang terinfeksi, benih / bibit, melalui alat pertanian seperti cangkul,
pisau yang biasa digunakan oleh petani kentang untuk membelah umbi bibit.
3. Inovasi solusi
4. Langkah-langkah
al. 2008), tanaman menjadi lebih tahan terhadap tekanan lingkungan dan dapat
Mekanisme penekanan penyakit pada tanaman melalui dua cara yaitu secara
tanaman inang baik secara fisik maupun kimia (Herre et al. 2007). Penelitian
dihasilkan dari cendawan. Seperti yang dilakukan oleh Ding et al. (2010)
aktivitas antibakteri kuat (zona hambat lebih dari 20 mm). Selain itu, Meng et
al. (2012) juga menguji senyawa metabolit yang dihasilkan cendawan endofit.
ada beberapa, yaitu secara langsung (hubungan cendawan endofit dan patogen)
dinding sel patogen seperti kitin, protein, selulosa, hemiselulosa dan DNA.
aktivitas patogen secara langsung dan mendegradasi dinding sel patogen (Gao
menjadi lebih baik dan sulit untuk diinfeksi patogen (Gao et al. 2010).
DAFTAR PUSTAKA
Alvarez B, Elena GB, Maria ML. 2010. On the Life of Ralstonia solanacearum, a
destructive bacterial plant pathogen. Current Research, Technology and Education
Topics in Applied in Microbiology and Microbial Biotechnology.
Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endophytes. New York (US): Marcel Deker Inc.
Begum N, Haque MI, Mukhtar T, Naqvi SM, Wang JF. 2012. Status of bacterial wilt
caused by Ralstonia solanacearum in Pakistan. Pak. J. of Phytopathol. 24(1): 11-
20.
Dai CC, Yu BY, Li X. 2008. Screening of endophytic fungi that promote the growth of
Euphobia pekinensis. Afr. J. of Biotechnol. 7(19): 3505-3510.
Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Tengah. 2006. Jateng Butuh 15.000 Ton Benih
Kentang (On-line). http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/15/ ked13.htm
diakses 7 Juli 2019.
Gao F, Dai C, Liu X. 2010. Mechanisms of fungal endophytes in plant protection against
pathogens. Afr. J. of Microbiol Res. 4(13): 1346-1351.