Anda di halaman 1dari 10

TUGAS TERSTRUKTUR

BIOTEKNOLOGI PERTANIAN

PEMANFAATAN BAKTERI REDOFIT SEBAGAI AGEN HAYATI


PENGENDALIAN PENYAKIT LAYU BAKTERI PADA TANAMAN
KENTANG

Oleh :
Rosyid Lukman Fathoni
NIM. A1D017069
Kelas A
Dosen: Dyah Susanti, S.P., M.P.

KEMENTERIAN RISET, TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS PERTANIAN
PURWOKERTO
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa

atassegala nikmat-Nya sehingga penulisan Tugas Terstruktur Bioteknologi

Pertanian berhasil diselesaikan. Penulis menyadari bahwa tanpa adanya bantuan

serta bimbingan dari berbagai pihak, Tugas Terstruktur Bioteknologi Pertanian ini

tidak mungkin dapat terwujud. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih

yang sebesar-besarnya kepada

1. Pengampu Mata Kuliah Bioteknologi Pertanian, Bapak Ir. Budi Prakoso,

M.Sc. Ph.D. dan Ibu Dyah Susanti, S.P., M.P.

Penulis menyadari bahwa Tugas Terstruktur Bioteknologi Pertanian ini masih

kurang sempurna. Meskipun demikian, penulis berharap agar Tugas Terstruktur

ini dapat bermanfaat bagi yang memerlukannya.

Purwokerto, 3 Juli 2019

Penulis
1. Permasalahan

Penyakit tanaman adalah sesuatu yang menyebabkan gangguan pada tanaman

sehingga tanaman tersebut tidak dapat bereproduksi atau mati secara

perlahan-lahan. Jenis – jenis penyakit yang menyerang tumbuhan sangat

banyak jumlahnya. Penyakit yang menyerang tumbuhan banyak disebabkan

oleh mikroorganisme, misalnya jamur, bakteri, dan alga. Penyakit tumbuhan

juga dapat disebabkan oleh virus. Penyakit-penyakit tanaman ini

mengakibatkan tidak dapat berfungsinya bagian-bagian tanaman menjalankan

fungsinya akibat kerusakan yang disebabkan oleh mikroorganisme. Bakteri

dapat membusukkan daun, batang, dan akar tumbuhan. Bagian tumbuh

tumbuhan yang diserang bakteri akan mengeluarkan lendir keruh, baunya

sangat menusuk, dan lengket jika disentuh. Setelah membusuk, lama –

kelamaan tumbuhan akan mati. Tumbuhan yang diserang bakteri dapat diatasi

dengan menggunakan bakterisida.

Contoh penyakit yang disebabkan oleh bakteri adalah

Penyakit Layu

Layu bakteri disebabkan oleh bakteri Ralstonia solanacearum. Tanaman yang

terinfeksi akan menjadi layu, kerdil dan daunnya menguning (Alvarez et al.

2010). Hal ini sangat merugikan karena gejala lebih lanjut dapat

menyebabkan kematian dan kegagalan panen pada tanaman cabai. Kejadian

penyakit yang terjadi pada tanaman cabai dapat mencapai 16.6% (Begum et

al. 2012). Bakteri ini dapat bertahan hidup di dalam tanah dan air, meskipun

tanpa tanaman inang. Sisa akar tanaman terinfeksi patogen yang tertimbun di
dalam tanah akan menjadi sumber inokulum berikutnya. Sel bakteri yang

keluar dari sisa akar tanaman terinfeksi dapat menginfeksi tanaman lain, baik

melalui luka alami atau luka akibat adanya gigitan serangga. Penyakit ini

mempunyai distribusi yang luas, sering menyerang tanaman pertanian

termasuk tanaman cabai, baik di negara tropis maupun subtropis. Bakteri R.

solanacearum dapat menular melalui saluran irigasi atau permukaan air,

pencangkulan, pemangkasan atau ketika pindah tanam. Tanah yang

terinfestasi bakteri akan terbawa melalui bibit, sepatu atau alat pertanian,

sehingga penyebarannya luas (EPPO 2004). Hal ini sesuai dengan pernyataan

Alvarez et al. (2010) bahwa pengendalian penyakit layu bakteri sulit

dilakukan karena bakteri R. solanacearum dapat bertahan hidup di dalam

tanah dan air dalam waktu yang lama. Selain itu, bakteri ini mempunyai

kisaran inang yang luas (Schloter et al. 2000). Oleh karena itu, diperlukan

adanya metode yang dapat mengatasi penyakit ini, tidak hanya efektif tetapi

juga ramah lingkungan. Menurut Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa

Tengah (2006), pertanaman kentang di Jawa Tengah rata-rata 10.000 ha/tahun

yang berarti membutuhkan 15.000.000 kg benih kentang bersertifikat.

Namun, kebutuhan tersebut baru terpenuhi 4 persen dan keterbatasan itu

dikarenakan penangkar benih kentang hanya terpusat di Kabupaten

Wonosobo dan Banjarnegara. Selama ini apabila ketersediaan benih kentang

bersertifikat di wilayah Jawa Tengah tidak mencukupi, para petani kentang

akan membeli benih di wilayah Jawa Barat khususnya Kecamatan

Pangalengan Kabupaten Bandung. Namun, hal tersebut juga akan menjadikan


pertimbangan bagi para petani kentang karena akan menambah biaya

transportasi yang lebih tinggi. Oleh karena itu, Pemerintah berharap Propinsi

Jawa Tengah mampu berswasembada benih kentang bersertifikat untuk

memenuhi kebutuhan benih secara regional dan mampu berkontribusi secara

nasional. Jadi, untuk memenuhi kebutuhan tersebut diperlukan upaya untuk

memperbanyak benih kentang bersertifikat. Diharapkan sampai tahun 2010

mendatang terjadi peningkatan produksi pada tiap kelas benih kentang.

Penyakit layu bakteri dapat mengurangi kehilangan hasil pada tanaman

kentang, terutama pada fase pembibitan. Penyakit layu bakteri disebabkan

oleh bakteri Ralstonia solanacearum (Pseudomonas solanacearum).

Klasifikasi dari patogen ini termasuk ordo Burkholdeiales dan famili

Ralstoniaceae. Patogen ini selain menyebabkan penyakit layu bakteri pada

kentang juga menyerang tanaman inang lain, seperti tanaman tomat, terung,

cabai, paprika, kacang dan jahe. Bakteri P. solanacearum diketahui

mempunyai banyak ras yang berbeda virulensi / keganasan nya. Patogen

masuk ke dalam tanaman inang melalui stomata pada daun atau bisa juga

melalui luka tanaman. Bakteri patogen mudah sekali menular melalui air,

tanah yang terinfeksi, benih / bibit, melalui alat pertanian seperti cangkul,

pisau yang biasa digunakan oleh petani kentang untuk membelah umbi bibit.

Faktor lingkungan yang dapat menunjang perkembangan penyakit,

diantaranya suhu lingkungan 24 – 350C yang merupakan suhu optimal bagi

pertumbuhan patogen. Meningkatnya populasi patogen juga dipengaruhi oleh

cuaca kering dan curah hujan yang banyak.


2. Solusi yang diterapkan

Solusi dari pemanfaatan Bakteri Endofit adalah :

Untuk meningkatkan pertumbuhan tanaman padi gogo.

3. Inovasi solusi

Sebagai agensia pengendali hayati.

4. Langkah-langkah

Agen hayati merupakan setiap organisme yang meliputi spesies, varietas,

semua jenis serangga, nematoda, protozoa, cendawan (fungi), bakteri, virus,

mikoplasma, serta organisme lainnya dalam semua tahap perkembangannya

dapat di pergunakan untuk keperluan pengendalian hama dan penyakit atau

organisme pengganggu dalam proses produksi, pengolahan hasil pertanian, dan

berbagai keperluan lainnya (Harman, 2000).

Cendawan endofit merupakan cendawan yang dapat mengolonisasi

jaringan tanaman tanpa menimbulkan gejala penyakit dan tidak menimbulkan

kerugian (Bacon dan White 2000). Cendawan endofit pada umumnya

bermanfaat bagi tanaman inang, seperti memacu pertumbuhan tanaman (Dai et

al. 2008), tanaman menjadi lebih tahan terhadap tekanan lingkungan dan dapat

menekan penyakit tanaman (Ganley et al. 2008; Motaal et al. 2010).

Mekanisme penekanan penyakit pada tanaman melalui dua cara yaitu secara

langsung (antibiosis), menghasilkan senyawa yang dapat menghambat

pertumbuhan patogen dan tidak langsung, yaitu dengan menginduksi ketahanan

tanaman inang baik secara fisik maupun kimia (Herre et al. 2007). Penelitian

cendawan endofit telah banyak dilakukan, namun penelitian cendawan endofit


pada tanaman hortikultura terutama tanaman cabai sebagai agens hayati di

Indonesia masih relatif sedikit.

Pemanfaatan cendawan endofit sebagai agens biokontrol terhadap R.

solanacearum masih secara in vitro, yaitu dengan mengekstrak senyawa yang

dihasilkan dari cendawan. Seperti yang dilakukan oleh Ding et al. (2010)

mengisolasi cendawan endofit dari tanaman Camptotecha acuminate

(Nyssaceae) dan melaporkan bahwa terdapat sembilan taksa cendawan endofit,

beberapa diantaranya Colletotrichum, Alternaria dan Pestalotiopsis dan

Diaporthe. Selanjutnya cendawan ini difermentasi untuk mendapatkan senyawa

metabolit sekundernya dan diuji aktivitas antibakterinya terhadap R.

solanacearum. Ternyata hanya isolat XSJ01 (Penicillium sp.) yang mempunyai

aktivitas antibakteri kuat (zona hambat lebih dari 20 mm). Selain itu, Meng et

al. (2012) juga menguji senyawa metabolit yang dihasilkan cendawan endofit.

Cendawan endofit yang didapatkan berasal dari tanaman Populus deltoides

(cottonwood). Sebelumnya, cendawan endofit difermentasi kemudian

dilakukan ekstraksi dan fraksinasi. Terdapat empat senyawa yang didapatkan

yaitu palmariol B, 4- hydroxymellein, alternariol 9-methyl ether dan botrallin.

Senyawa 4- 8 hydroxymellein mempunyai sifat antibakteri yang lebih tinggi

dibandingkan dengan senyawa lainnya, yang ditandai dengan sedikitnya massa

bakteri yang tumbuh. Sebaliknya, senyawa botrallin mempunyai kemampuan

antibakteri yang paling lemah diantara senyawa lainnya.

Cendawan endofit umumnya bersifat menguntungkan bagi tanaman

inang. Penelitian mengenai cendawan endofit sebagai agen biokontrol telah


banyak dikaji. Mekanisme cendawan endofit dalam menekan penyakit tanaman

ada beberapa, yaitu secara langsung (hubungan cendawan endofit dan patogen)

dan tidak langsung (induksi ketahanan tanaman). Mekanisme penghambatan

langsung biasanya terjadi karena cendawan endofit menghasilkan senyawa

aktif yang dapat menekan perkembangan patogen, baik bersifat antifungal

maupun antibakteri. Cendawan endofit yang masuk ke dalam kelompok ini

mampu menghasilkan satu atau lebih senyawa semacam antibiotik, seperti

senyawa terpenoid, alkaloid, senyawa aromatik dan polipeptida. Cendawan

endofit Acremonium zeae menghasilkan antibiotik pirosidin yang mampu

menghambat patogen A. flavus dan F. verticillioides. Selain itu, cendawan

endofit Phomopsis cassia juga dapat menghasilkan antibiotik cadinane

sesquiterpenes yang mampu menghambat Cladosporium sphaerospermum dan

C. cladosporioides. Selain menghasilkan senyawa aktif, cendawan endofit juga

menghasilkan enzim litik yang mampu mendegradasi senyawa penyusun

dinding sel patogen seperti kitin, protein, selulosa, hemiselulosa dan DNA.

Cendawan endofit akan menghasilkan enzim untuk menghidrolisis dinding sel

tanaman ketika mengkolonisasi permukaan tanaman. Enzim ini dapat menekan

aktivitas patogen secara langsung dan mendegradasi dinding sel patogen (Gao

et al. 2010). Penghambatan secara tidak langsung dapat melalui induksi

ketahanan tanaman, yaitu SAR (systemic acquired resistance) dan ISR

(induced systemic resistance). SAR, diinduksi oleh infeksi patogen yang

diperantarai asam salisilat dan berhubungan dengan akumulasi PR

(pathogenesis related) protein. ISR diinduksi oleh beberapa rhizobacteria non


patogen, diperantarai oleh asam jasmonik atau etilen, tidak berhubungan

dengan akumulasi PR protein. Mekanisme lainnya yaitu cendawan endofit

sebagai elisitor yang dapat merangsang tanaman menghasilkan senyawa

metabolit aktif sehingga meningkatkan ketahanan tanaman. Cendawan endofit

juga dapat mendukung pertumbuhan tanaman, yaitu dengan meningkatkan zat

pengatur tumbuh seperti sitokinin dan auksin, sehingga pertumbuhan tanaman

menjadi lebih baik dan sulit untuk diinfeksi patogen (Gao et al. 2010).
DAFTAR PUSTAKA

Alvarez B, Elena GB, Maria ML. 2010. On the Life of Ralstonia solanacearum, a
destructive bacterial plant pathogen. Current Research, Technology and Education
Topics in Applied in Microbiology and Microbial Biotechnology.

Bacon CW, White JF. 2000. Microbial Endophytes. New York (US): Marcel Deker Inc.

Begum N, Haque MI, Mukhtar T, Naqvi SM, Wang JF. 2012. Status of bacterial wilt
caused by Ralstonia solanacearum in Pakistan. Pak. J. of Phytopathol. 24(1): 11-
20.

Dai CC, Yu BY, Li X. 2008. Screening of endophytic fungi that promote the growth of
Euphobia pekinensis. Afr. J. of Biotechnol. 7(19): 3505-3510.

Dinas Pertanian Tanaman Pangan Jawa Tengah. 2006. Jateng Butuh 15.000 Ton Benih
Kentang (On-line). http://www.suaramerdeka.com/harian/0605/15/ ked13.htm
diakses 7 Juli 2019.

Ding T, Jiang T, Zhou J, Xu L, Gao ZM. 2010. Evaluation of antimicrobial activity of


endophytic fungi from Camptotheca acuminate (Nyssaceae). Online J. Genetics
and Molecular Res. 9(4): 2104-2112.

Ganley RJ, Sniezko RA, Newcombe G. 2008. Endophyte-mediated resistance against


white pine blister rust in Pinus monticule. Forest Ecol. and Management. 255:
2751-2760.

Gao F, Dai C, Liu X. 2010. Mechanisms of fungal endophytes in plant protection against
pathogens. Afr. J. of Microbiol Res. 4(13): 1346-1351.

Meng X, Ziling M, Jingfeng L, Liang X, Lingyun Z, Youliang P, Ligang Z, Mingan W.


2012. Benzopyranones from the endophytic fungus Hyalodendriella sp.
Ponipodef12 and their bioactivities. Molecules. 17:11303-11314.

Anda mungkin juga menyukai