PENDAHULUAN
Latar Belakang
Patogen pada tanaman menjadi masalah penting dalam budidaya tanaman, karena dapat
menurunkan hasil produksi. Adanya suatu penyakit pada tanaman menunjukkan bahwa tidak
terjadi keseimbangan biologi di alam secara normal dan adanya gangguan secara fisiologis
karena interaksi pathogen dan tanaman (Suanda, 2019). Penyakit tanaman terjadi karena
adanya factor yang mendukung seperti pathogen yang cocok, tanaman, dan lingkungan ketiga
factor ini sering disebut segitiga penyakit. Dengan kita mengetahui segitiga penyakit kita
dapat mengetahui cara pengendalian dan hal hal apa saja yang perlu kita lakukan dalam
meminimalisir pathogen yang hadir pada suatu tanaman. Ini merupakan strategi dalam
peningkatan kembali kualitas serta kuantitas hasil produksi. Tanaman dikatakan sehat normal
apabila tanaman tersebut dapat melaksanakan fungsi-fungsi fisiologisnya sesuai dengan
potensial genetik terbaik yang dimilikinya (Taufik et al., 2013).
Tanaman yang terserang penyakit dapat dilihat dengan mengenali adanya tanda sebagai
ciri khas dari interaksi pathogen ke tanaman. Dan pada waktu yang lama dapat dilihat
dengan melihat gejala yang muncul pada bagain tanaman. Gejala dapat terjadi pada bagian
akar, batang, daun dan buah. Tanaman yang sudah terinfeksi oleh pathogen mengalami
erubahan yang sangat jelas seperti; layu pada daun, tanaman kerdil karena proses
pertumbuhannnya terhambat, daun menguning, munculnya bercak bercak kecil yang lama
kelamaan akan menyebar keseluruh batang atau daun, adanya busuk pada akar , batang
ataupun buah, akar mudah rebah dapat disebabkan oleh virus dan bakteri. (Taufik et al.,
2013) menjelaskan bahwa Faktor lingkungan juga mempengaruhi penyakit, lingkungan yang
cocok seperti suhu dan kelembapan dan adanya tanaman akan mempengarhi proses infeksi
pathogen ketanaman. Untuk mendukung perkembangan penyakit maka harus adanya
interaksi adanya tiga komponen yaitu patogen yang virulen, tanaman yang rentan dan
lingkungan yang mendukung.
Gejala serangan penyakit layu bakteri pada tanaman memperlihatkan tingkat ketahanan
tanaman terhadap serangan penyakit tersebut (Ningtyas et al., 2015). konsep segitiga
penyakit menunjukkan hubungan atau pengaruh yang kuat terhadap munculnya penyakit pada
suatu tanaman. (Muthoni et al., 2012) menyatakan bahwa gejala kelayuan yang diikuti
dengan gejala lain yakni epinasti, klorosis dan kekerdilan pada tanaman terjadi pada varietas
yang tahan. Siklus hidup patogen dimulai dari pertumbuhan hingga menghasilkan organ
reproduksi. Siklus penyakit meliputi: perubahan patogen dalam tubuh tanaman dan
serangkaian perubahan pada tanaman inang dan keberadaan patogen (siklus hidup patogen) di
dalamnya dalam rentang waktu selama masa pertumbuhan tanaman. (Sudiarta et al., 2013)
menjelaskan Faktor pendukung yang mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan penyakit
untuk menyerang tanaman melalui cuaca, suhu, kelembaban, hama dan bahkan oleh
lingkungan ( factor biotik dan abiotic).
Tujuan
PELAKSANAAN PRAKTIKUM
Waktu dan Tempat
Adapun waktu dan tempat pelaksanaan praktikum ilmu penyakit tanaman dilaksanakan
pada hari Jumat, 2 Oktober 2021 baik secara offline dan online
Cara Kerja
1. Potonglah bagian jaringan yang sehat dan yang sakit selebar 0.5 cm x 0.5 cm,
diameter gabus ubi kayu.
2. Untuk umbi bawang merah, kupaslah bagian kulit. Lalu ambil bagian dalamnya
dengam jarum atau pisau bedah
3. Letakkan diatas preparat dan tetesi dengan aquades atau air steril lalu tutup dengan
cover glass
4. Amati dimikroskop bagaimana perbedaan jaringan dan sel yang sehat dan yang sakit
5. Dokumenasikan makro dan mikronya
Adapun Hasil yang didapat dari praktikum mengenai penyakit tanaman ini adalah
sebagai berikut ditampilkan dalam table perbedaan jaringan tanaman yang sakit dan sehat
(Tabel 1), (table 2), (table 3)
Batang Ubi
Sehat sakit
Akar Cabai
Sehat Sakit
PEMBAHASAN
Busuk akar pada tanaman cabai biasanya disebabkan oleh patogen yang ditularkan melalui
tanah, yakni Phytophthora capsici. Penyakit ini menyebar melalui air dan paling sering terjadi
selama periode hujan lebat. Penyakit tersebut juga bisa muncul di awal musim pada
tanaman muda yang terlalu banyak disiram. Dari hasil identifikasi ditemukan jamur
Colletotrichum capsici pada cabai (Gambar 1). C.capsici merupakan jenis jamur penyebab
penyakit antraknosa yang menyerang cabai yang sangat merugikan. Penyakit antraknosa
dapat menyerang cabai sejak dalam persemaian, biasanya menyerang pada bagian biji,
batang, daun, dan terutama pada buah.
Gambar 1. Penampang makroskopis Collectotrichum capsici pada cabai (Pratiwi et al., 2016)
Tanaman ubikayu atau yang biasa disebut dengan singkong (Manihot esculenta Crantz).
Salah satu hama penting ubikayu ialah kutu putih. Hama ini menyerang dengan cara
mengisap cairan daun dan batang. Kerusakan yang ditimbulkan pada tanaman adalah kerdil
pada titik tumbuh (bunchytop), ruas batang pendek, dan daun baru yang tumbuh menjadi
kecil serta mengerut. Tanaman ubikayu yang terkena bunchy-top mengalami penurunan
produksi akibat berkurangnya fotosintat yang diperlukan untuk pertumbuhan dan
perkembangan tanaman sehingga menghambat proses pertumbuhan umbi. Ubi kayu yang
sudah terkena gejala penyakit akan menurunkan produksi hasil dari umbi. (Ramadhan et al.,
2021) Menjelaskan bahwa Klon ubikayu yang ditanam diduga dapat berpengaruh terhadap
variasi penurunan produksi. Setiap klon ubikayu memiliki ketahanan terhadap serangan hama
yang berbeda-beda. Ketahanan klon ubikayu terhadap serangan hama dipengaruhi oleh
kandungan senyawa sianida yang terkandung di dalamnya.
Salah satu penyakit yang terdapat pada bawang merah yang ditemukan di lahan
pengamatan tanaman bawang merah yaitu mati pucuk oleh cendawan Phytophthora sp.
(Triwidodo & Tanjung, 2020). Penyakit mati pucuk Phytophthora sp. menginfeksi daun dan
menimbulkan gejala busuk basah pada pemukaan ujung daun. Masa cendawan dapat
berbentuk seperti beludru pada udara lembab. Masa cendawan semakin lama akan menyebar
pada permukaan daun, serangan yang berat membuat tanaman mati dengan daun melilit
seperti dipilin (Gambar 3). Pathogen Phytophthora sp. terus mengalami pertumbuhan dan
perkembangan seiring dengan bertambahnya umur tanaman bawang merah.
(Gambar 3). Penyakit mati pucuk: (a) gejala mati pucuk, (b) mikroskopis cendawan
Phytopthora sp. dengan perbesaran 40x10, (c) m ikroskopis cendawan Phytopthora sp.
Watanabe (1994) dalam jurnal (Triwidodo & Tanjung, 2020)
Gejala infeksi akibat cendawan Alternaria sp. ditunjukkan berupa adanya bercak berukuran
kecil, melekuk ke dalam, berwarna putih dengan pusat yang berwarna ungu (kelabu), bercak
akan berkembang menyerupai cincin dengan bagian tengah yang berwarna ungu (Gambar 4).
Tepi cincin berwarna kemerahan dikelilingi warna kuning yang dapat meluas ke bagian atas
maupun bawah bercak. Konidia cendawan ini dapat menyebabkan perubahan warna daun
menjadi kuning. Hasil pengamatan mikroskopis ditemukan cendawan Alternaria sp. dengan
kondia yang mempunyai sekat melintang dan membujur
Konidia cendawan Alternaria sp.: (a) bentuk mikroskopis pada perbesaran 40x10,(b) bentuk
mikroskopis Barnett dan Hunter 1998 dalam jurnal (Triwidodo & Tanjung, 2020).
Selain itu, infeksi penyakit mati pucuk muncul diduga karena selama pengamatan
berlangsung sedang terjadi musim hujan. Siang hingga malam hari terjadi hujan sehingga
suhu menjadi dingin dan kelembapan udara meningkat yang menyebabkan cendawan
penyakit mampu tumbuh dan berkembang. (Purwanto et al., 2016) Menjelaskan epidemi
penyakit menunjukkan adanya faktor suhu, kelembapan, dan kecepatan angin kuadrat lebih
besar maka pengaruhnya terhadap laju infeksi penyakit sangat tinggi.
DAFTAR PUSTAKA
Muthoni, J., Shimelis, H., & Melis, R. (2012). Management of Bacterial Wilt [Rhalstonia
solanacearum Yabuuchi et al., 1995] of Potatoes: Opportunity for Host Resistance in
Kenya. Journal of Agricultural Science, 4(9). https://doi.org/10.5539/jas.v4n9p64
Ningtyas, D. A., Basuki, N., & Respatijarti. (2015). Seleksi Sifat Ketahanan Tanaman Cabai
Besar ( Capsicum annuum L .) Pada Populasi F2 Terhadap Penyakit Layu Bakteri
(Ralstonia solanacearum). Jurnal Produksi Tanaman, 3(8), 632–639.
Pratiwi, N. ., Juliantari, E., & Napsiyah, L. (2016). Identifikasi Jamur Penyebab Penyakit
Pascapanen pada Beberapa Komoditas Bahan Pangan. Jurnal Riau Biologia, 1(14), 86–
94.
Purwanto, D. S., Nirwanto, H., & Wiyatiningsih, S. (2016). Model Epidemi Penyakit
Tanaman : Hubungan Faktor Lingkungan terhadap Laju Infeksi dan Pola Sebaran
Penyakit Bulai (Peronosclerospora maydis) pada Tanaman Jagung di Kabupaten
Jombang. Plumula, 5(2), 138–152.
http://www.ejournal.upnjatim.ac.id/index.php/plumula/article/viewFile/764/635
Ramadhan, D. A., Susilo, F. X., Yasin, N., & Swibawa, I. G. (2021). Pengaruh Serangan
Hama Kutu Putih (Phenacoccus manihoti Matile-Ferrero) Terhadap Produksi Ubikayu
(Manihot esculenta Crantz). Jurnal Agrotek Tropika, 9(2), 207–214.
Sopialena. (2017). Segitiga Penyakt Tanaman (Desember 2).
Suanda, I. W. (2019). Karakterisasi Morfologi Trichoderma sp. Isolat JB Dan Daya
Hambatnya Terhadap Jamur Fusarium sp. Penyebab Penyakit Layu Dan Jamur Akar
Putih Pada Beberapa Tanaman. Jurnal Widya Biologi, 10(02), 99–112.
https://doi.org/10.32795/widyabiologi.v10i02.407
Sudiarta, Wiratama, I. D. M. P., Putu, I., Sumiartha, Ketut, I. M. S., Utama, & Supartha, M.
(2013). Kajian Ketahanan Beberapa Galur dan Varietas Cabai terhadap Serangan
Antraknosa di Desa Abang Songan Kecamatan Kintamani Kabupaten Bangli. E-Jurnal
Agroekoteknologi Tropika ISSN: 2301-6515, 2(2).
Taufik, M., , Sarawa, A. H., & Amelia, K. (2013). Analisis Pengaruh Suhu Dan Kelembapan
Terhadap Perkembangan Penyakit Tobacco mosaic virus Pada Tanaman Cabai. Jurnal
Agroteknos, 3(2), 94–100.
Triwidodo, H., & Tanjung, M. H. (2020). Hama Penyakit Utama Tanaman Bawang Merah
(Allium Ascalonicum) dan Tindakan Pengendalian di Brebes, Jawa Tengah. Agrovigor:
Jurnal Agroekoteknologi, 13(2), 149–154.
LAMPIRAN
Kaca preparat dan cover pisau
Jarum suntik
glass