Disusun Oleh:
Rahmasari (2031911026)
TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Hama yang sering dijumpai pada tanaman cabai adalah lalat buah, thrips,
tungau, nematode. Penyakit cabai bisa karena kekurangan atau kelebihan
unsur-unsur makanan. Dan penyakit yang paling merugikan adalah penyakit
kriting atau mosaic. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Tetapi ada juga
penyakit lain yang merugikan, penyakit akar,penyakit bercak daun, dan
penyakit busuk buah (Pracaya 1994). Serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) pada tanaman cabai yang berupa hama dan penyakit dapat
menurunkan hasil produksi tanaman cabai. Tingkat kehilangan hasil pada
budidaya tanaman cabai dapat mencapai 2%-35% yang disebabkan oleh
penyakit (Fridahaqi 2022). Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan agar
mengatahui gejala penyakit pada tanaman cabai dan cara pengendaliannya.
1.2. Rumusan Masalah
1.3. Tujuan
c. Nekrosis yaitu matinya jaringan baik pada kulit kayu maupun daun yang
disebabkan oleh patogen meliputi gejala:
- Blight yaitu kematian yang cepat dari seluruh anggota tubuh
tumbuhan atau bagian luas dari daun termasuk tulang daun karena
aktifitas patogen.
- Terbakar (scorch/burn) yaitu daun yang menunjukkan kamatian yang
cepat dan meliputi bagian yang luas dan tidak teratur.
- Blast yaitu kematian yang cepat dari bagian pucuk atau bagian
perbungaan.
- Busuk kering (dry rot atau bark rot) terdapat pada kulit kayu;
disebabkan oleh fungi. Jika jaringan kalus terbentuk pada tepi bagian
yang kena infeksi, maka akan terbentuk kanker.
- Busuk basah (wet rot) adalah nekrosisberlendir dan basah, bercak
tidak mempunyai bentuk yang khusus termasuk dalam gejala ini
gejala yang disebabkan oleh fungi, nematoda dan virus adalah busuk
akar (root rot) dan damping off.
2.2 Daur Penyakit (Disease Cycle)
Disease Cycle adalah daur terjadinya penyakit yang melibatkan perubahan
pada tumbuhan dan gejala tumbuhan serta perubahan kehidupaan patogen
pada lama periode dalam satu musim (tanam) dan dari satu musim tanam ke
musim tanam berikutnya Daur penyakit merupakan proses dalam patogenesis
meliputi (Sutarman 2017) :
1. Inokulasi yaitu proses kontaknya inokulum dengan tumbuhan inang; pada
saat ini keberhasilan pendaratan atau sampainya inokulum ke bagian
tanaman atau kondisi predisposisi patogen sangat menentukan tahap awal
dari proses terjadinya penyakit;
2. Penetrasi yaitu masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inang
misalnya melalui kutikula, sel epidermis, atau ruang interselular; proses ini
dimulai dengan perkecambahan spora (pada kasus patogennya adalah
fungi) atau munculnya tabung kecambah yang kemudian berkembang
menjadi struktur yang berperan untuk melekatkan diri ke permukaan
inang, kemudia tumbuh haustorium yaitu suatu struktur atau organ yang
berperan khusus mengambil makanan;
3. Penetrasi atau proses masuknya patogen dan atau bagian tubuh patogen ke
dalam tubuh tanaman bisa melalui lubang alami atau melalui luka seperti
yang biasa dilakukan oleh bakteri; virus masuk melalui luka yang dibuat
oleh (serangga) vektornya, sedangkan fungi melakkan penetrasi selain
melalui lubang alami dan luka juga melakukan penetrasi langsung dengan
menggunakan apresorium yang merupakan ujung hifa yang runcing.
4. Infeksi yaitu proses patogen mengadakan kontak dengan sel-sel jaringan
tumbuhan yang peka dan mengambil makanan dari padanya sehinggga
timbul penyakit. Untuk terjadinya infeksi maka organisme harus dalam
keadaan patogenik, tumbuhan inangnya peka, dan kondisinya sesuai.
Interval antara inveksi pada tumbuhan dan timbulnya gejala penyakit
disebut periode inkubasi;
5. Invasi atau fase penyerangan, di mana untuk fungi akan tumbuh miselium
di dalam sel-sel di lapisan/jaringan kutikula, epidermis, atau jaringan
lainnya atau dapat juga menyelimuti permukaan sel-sel/jaringan; pada saat
ini miselium dapat menyebar atau tumbuh berkembang secara intraselular
atau interselular. Bakteri sebagai sel tunggal dan virus menyerang secara
intraselular atau masing-masing melakukan pertumbuhan di dalam sel,
sedangkan fungi bisa tumbuh dari satu sel menembus sel lainnya;
6. Pertumbuhan dan reproduksi, patogen tumbuh menghasilkan struktur
tubuh yang biasa digunakan untuk kelangsungan hidup jenis ini di luar
sistem patogenisitas atau untuk keperluan tumbuh dan hidup di sistem
patogenisitas yang baru atau pada inang yang baru dan dikenal sebagai
inokulum yaitu seperti: spora, miselium, konidium, sklerotium,
klamidospora.
7. Diseminasi atau pemencaran/penyebaran inokulum yaitu pemindahan
inokulum patogen dari suatu sumber (di bagian inang yang terserang
patogen) ke inang lainnya. Pemencaran inokulum dilakukan melalui:
- Udara; aliran udara akan memindahkan atau memencarkan inokulum;
- Melalui air dapat dalam bentuk: tersebarkan melalui air hujan dan air
irigasi yang bergerak ke permukaan tanah, pemindahan inokulum
melalui percikan air hujan atau penyemprotan.
- Pemencaran oleh manusia.
Ketika patogen merampung seluruh langkah tersebut, maka patogen
dikatakan sudah menyelesaikan siklus penyakitnya. Dari satu siklus,
maka reproduksi lainnya di permukaan tubuh inang.
2.3 Tanaman Cabai
Cabai merah (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas sayuran
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Setiawan et al. 2005). Tanaman cabai
merah merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, dan buahnya berasa pedas
yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin. Di Indonesia tanaman tersebut
dibudidayakan sebagai tanaman semusim pada lahan bekas sawah dan lahan
kering atau tegalan. (Sumarni dan Muharam 2005). Cabai digunakan sebagai
bahan penyedap makanan karena memiliki rasa pedas. Selain digunakan
sebagai bahan penyedap makanan cabai dikenal kaya akan vitamin, mineral
dan karbohidrat serta kandungan zat-zat gizi lain yang cukup tinggi. Selain
dimanfaatkan sebagai bahan masakan cabai juga dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional (Ratulangi et al. 2012).
Menurut Alif (2017) klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capcisum
Spesies : Capsicum annum L
Menurut Warisno dan Dahana (2018), morfologi tanaman cabai sebagai
berikut:
a. Daun
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Daun
cabai umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap. Bentuk
umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing,
permukaan daun cabai ada yang halus adapula yang bererut-kerut. Ukuran
panjang daun cabai antara 3-11 cm, dengan lebar antara 1-5 cm.
b. Batang
Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang tidak berkayu. Batang
tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua atau hijau muda. batang biasanya tumbuh
sampai ketinggian tertentu, yang membentuk banyak percabangan. batang yang
telah tua (biasanya batang paling bawah) akan muncul warna cokelat seperti kayu.
Untuk jenis cabai rawit biasanya tidak melebihi 100 cm, untuk jenis cabai besar
mencapai ketinggian 2 meter bahkan lebih.
c. Akar
Tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit dan hanya terdiri
dari akar serabut saja.Terdapat bintil - bintil yang merupakan hasil
simbiosis dengan beberapa mikroor ganisme. Meskipun tidak memiliki
akar tunggang, namun ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah yang
berfungsi sebagai akar tunggang semu.
d. Bunga
Bunga tanamana cabai bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama
seperti berbentuk bintang. Bunga pada cabai biasanya tumbuh pada ketiak
daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu
tandan biasa terdapat 2-3 bunga saja. Bunga tanaman cabai merupakan
bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan
bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu
sama (atau hamper sama), sehingga tanaman dapat melakukan
penyerbukan sendiri. Untuk mendapatkan hasil buah yang baik
diutamakan penyerbukan silang. Penyerbukan tanaman cabai biasanya
dibantu angin atau lebah.
e. Buah
Buah cabai berbeda-beda bentuk dan ukurannya: cabai keriting, cabai
besar, yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit
yang kecil-kecil tapi pedas, paprika yang berbentuk seperti apel, dan
bentuk-bentuk cabai hias lain yang beragam.
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Adapun syarat tumbuh tanaman cabai menurut Suryana (2013) yaitu:
a. Tanah
Tanah merupakan salah satu syarat dalam cara menanam cabe yang baik.
Tanah yang di rekomendasikan untuk menanam cabai adalah tanah yang
gembur dan juga subur dan kaya dengan zat makan (zat hara).
Pertumbuhan cabai akan optimal jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7.
b. Iklim
Cabai bisa tumbuh di daerah yang mempunyai banyak curah hujan
ataupun di daerah yang kurang hujan, yang terpenting suhunya sekitar 25-
31 derajat (celcius). Bibit yang sudah berumur 1 bulan harus cepat ditanam
agar tidak layu, dan waktu penanaman yang baik adalah sore hari. Ciri-ciri
benih yang siapa tanam; tidak terserang penyakit dan hama, pertumbuhan
benih seragam.
c. Penanaman
Untuk penanaman usahakan jangan terlalu dekat/rapat jaraknya, hal ini
untuk mengurangi serangan dari hama penyakit. Selain itu juga untuk
mempermudah dalam perawatan. Kira-kira jarak tanam yang ideal adalah
60x60 cm. Tetapi jarak tanam harus disesuaikan dengan musim, bila
kemarau bisa dirapatkan .
2.5 Jenis - Jenis penyakit pada tanaman cabai
Pada umumnya penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah
disebabkan oleh cendawan, terutama disebabkan oleh lahan yang selalu
lembab sehingga memungkinkan cendawan berkembang dengan baik.
Beberapa jenis penyakit penting yang menyerang tanaman cabai merah
(Endrizal 2014), antar lain :
1. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp)
Daun yang terserang mengalami kelayuan mulai dari bagian
bawah, menguning dan menjalar ke atas ke ranting muda. Bila infeksi
berkembang tanaman menjadi layu. Warna jaringan akar dan batang
menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa putih seperti kapas. Bila
serangan terjadi pada saat pertumbuhan tanaman maksimum, maka
tanaman masih dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah
sampai pada batang, maka buah kecil akan gugur.
2. Penyakit Layu Bakteri Ralstonia (Ralstonia solanacearum)
Pada tanaman tua, layu pertama biasanya terjadi pada daun yang
terletak pada bagian bawah tanaman. Pada tanaman muda, gejala layu
mulai tampak pada daun bagian atas tanaman. Setelah beberapa hari gejala
layu diikuti oleh Layu yang tiba-tiba dan seluruh daun tanaman menjadi
layu permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit
kekuningan. Jaringan vaskuler dari batang bagianbawah dan akar menjadi
kecoklatan. Bila batang atau akar dipotong melintang dan dicelupkan ke
dalam air yang jernih, maka akan keluar cairan keruh koloni bakteri yang
melayang dalam air menyerupai kepulan asap.
Serangan pada buah menyebabkan warna buah menjadi
kekuningan dan busuk. Infeksi terjadi melalui lentisel dan akan lebih cepat
berkembang bila ada luka mekanis. Penyakit berkembang dengan cepat
pada musim hujan. Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas
solanacearum, bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa
tanaman, pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu, bakteri
ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah dalam keadaan
tidak aktif. Penyakit ini cepat meluas terutama di tanah dataran rendah.
3. Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Collectrotichum gloeospoiroides)
Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang
agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange dan
coklat. Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro skelerotia
dan aservulus), apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah akan
berwarna orange atau merah muda. Luka yang ditimbulkan akan semakin
melebar dan membentuk sebuah lingkaran konsentris dengan ukuran
diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam waktu yang tidak lama buah
akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, ledakan penyakit
ini sangat cepat pada musim hujan. Serangan yang berat menyebabkan
seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami
padi.Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik buah yang masih
muda maupun yang sudah masak.
Cendawan ini termasuk salah satu patogen yang terbawa oleh
benih. Penyebaran penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air hujan
maupun alat semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini
berkisar antara 20–24° C. Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik
buah yang masih muda maupun yang sudah masak. Cendawan ini
termasuk salah satu patogen yang terbawa oleh benih. Penyebaran
penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air hujan maupun alat
semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini berkisar antara
20–24° C.
4. Penyakit Virus kuning (Gemini Virus)
Helai daun mengalami vein clearing dimulai dari daun pucuk
berkembang menjadi warna kuning jelas, tulang daun menebal dan daun
menggulung ke atas. Infeksi lanjut dari gemini virus menyebabkan daun
mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
Keberadaan penyakit ini sangat merugikan karena mampu mempengaruhi
produksi buah. Selain cabai virus ini juga mampu menyerang tanaman
tomat, buncis, gula bit, babadotan, atau tanaman pertanian yang lain.
Penyakit ini disebabkan oleh virus gemini dengan diameter partikel
isometri berukuran 18–22 nm. Virus gemini mempunyai genome sirkular
DNA tunggal. Virus dapat ditularkan melalui penyambungan dan melalui
vektor Bemisia tabaci.
5. Penyakit bercak daun (Cercospora sp.)
Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada daun, batang dan akar.
Gejala serangan penyakit ini mulai terlihat dari munculnya bercak bulat
berwarna coklat pada daun dan kering, ukuran bercak bisa mencapai
sekitar 1 inci. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna
tepi lebih tua. Bercak yang tua dapat menyebabkan lubang-lubang .Bercak
daun mampu menimbulkan kerugian ekonomi yang besar pada budidaya
cabai, daun yang terserang akan layu dan rontok. Penyakit bercak daun ini
dapat menyerang tanaman muda di persemaian, dan cenderung lebih
banyak menyerang tanaman tua. Serangan berat meyebabkan tanaman
cabai kehilangan hampir semua daunnya, kondisi ini akan mempengaruhi
kemampuan cabai dalam menghasilkan buah. Kondisi lingkungan yang
selalu hujan mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit bercak
daun. Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase
baik, penyakit layu kurang berkembang.
2.6 Hama penyakit pada tanaman cabai
Keterangan:
a = jumlah tanaman yang terserang
b = jumlah tanaman yang diamati
e. Intensitas gejala serangan dihitung dengan rumus sebagai berikut:
Keterangan:
n = jumlah tanaman pada gejala serangan yang sama
v = nilai skala untuk setiap kategori gejala serangan
Z = nilai skala tertinggi dari kategori gejala serangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
Hasil pada praktikum ini, yaitu:
Tabel 1. Identifikasi Gejala Penyakit Tanaman Cabai
4.2. Pembahasan
a) Diagnosis Awal dan Identifikasi Penyakit di Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lapangan pada tanaman
cabai di Kebun Cabai Desa Kampung Dul, Kecamatan Pangkalan Baru,
Kabupaten Bangka Tengah ditemukan adanya beberapa penyakit seperti
bercak daun yang diduga disebabkan oleh jamur Cercospora sp, penyakit yang
disebabkan hama lalat penggorok daun, bercak bakteri, virus kuning, cucumo
virus, dan hama ulat grayak. Gejala yang terlihat pada tanaman sampel yang
diamati pada tanaman cabai yang berpenyakit terdapat pada Tabel 1.
Penyakit yang umum dijumpai pada tanaman cabai adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur patogenik. Penyebab penyakit yang menyerang
tanaman cabai di Indonesia adalah relatif sama, hanya beragam secara
kuantitatif dan kualitatif sesuai keadaan setempat. Penyakit yang ditemukan
menunjukkan gejala bervariasi pada tanaman cabai di Kebun Cabai Desa
Kampung Dul, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, yaitu
terdapat penyakit bercak daun dengan gejala awal pada daun terdapat bercak
bulat kecil dan klorosis dan gejala lanjut nekrosis sampai terbentuk berlobang.
Daun yang mula-mula terserang adalah daun bagian bawah selanjutnya bisa
sampai ke daun bagian atas. Berdasarkan gejala di lapangan penyakit bercak
daun ini diduga disebabkan oleh jamur Cercospora sp.
Menurut Semangun (2007), gejala bercak daun yang disebabkan oleh
jamur Cercospora sp adalah berupa bercak-bercak bulat, kecil dan klorosis.
Bercak dapat meluas, pusatnya berwarna pucat sampai putih, dengan tepi yang
lebih tua warnanya. Bercak-bercak yang tua dapat berlubang. Apabila pada
daun terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur atau langsung
gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang,
tangkai daun, maupun tangkai buah, tetapi bercak sangat jarang timbul pada
buah.
Hal ini juga dinyatakan oleh Setiadi (2011) bahwa gejala penyakit bercak
daun cercospora ditandai dengan adanya bercak-bercak berwarna kepucatan
yang awalnya berukuran kecil, akhirnya secara perlahan membesar. Pada
bagian pinggiran daun terdapat bercak berwarna lebih tua dari warna bercak
dibagian tengahnya. Selain itu, sering terjadi sobekan di pusat bercak tersebut.
Jika sudah seperti ini daun akan langsung gugur. Walaupun terkadang tidak
langsung gugur, tetapi berubah warna menjadi kekuning-kuningan sebelum
akhirnya gugur.
Gejala penyakit lainnya pada tanaman cabai yaitu adanya liang korokan
beralur warna putih bening yang diduga disebabkan oleh serangan lalat
pengorok daun (Liriomyza sp.). Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan
terlihat larva yang aktif bergerak. Larva hidup dan makan di dalam liang
korokan. Pada serangan lanjut, warna liang korokan berubah menjadi
kecoklatan, daun layu, dan gugur. Imago lalat pengorok daun menusukkan
opivositornya pada daun-daun muda, walaupun gejala juga muncul pada daun-
daun yang muncul berikutnya (Baliadi 2009). Reed et al. (1989) menyatakan,
serangan imago L. cicerina pada kacang arab (Cicer arietinum) menimbulkan
gejala bintik-bintik pada daun.
Kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza sp. pada tanaman dibedakan
menjadi dua, yakni kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan
langsung disebabkan oleh perilaku makan larva. Aktivitas larva dapat
menurunkan kapasitas fotosintesis tanaman (Trumble et al. 1985). Kerusakan
tersebut terjadi pada jaringan palisade daun saat larva membuat liang korokan
serpentin. Serangan berat mengakibatkan desikasi dan pengguguran daun
lebih dini. Kehilangan hasil akibat korokan pada kedelai berkisar antara 15
20% (Baliadi 2009). Kerusakan tidak langsung terjadi karena tusukan-tusukan
pada permukaan daun menyebabkan tanaman cabai rentan terhadap serangan
patogen tular tanah. Hal serupa terjadi pada tanaman kacang hijau (Baliadi
2009).
Imago lalat pengorok daun berukuran sekitar 2 mm. Bagian dorsal
berwarna gelap, namun skutelumnya kuning terang. Imago betina L. trifolii
memiliki ovipositor yang berkembang sempurna, dan alat ini merupakan ciri
pembeda dengan lalat jantan (Karel dan Autrique 1989). Lalat betina membuat
beberapa tusukan pada bagian atas permukaan daun yang diawali pada daun
bagian atas. Telur hanya diletakkan pada beberapa aktivitas penusukan,
sedangkan aktivitas penusukan lainnya adalah perilaku makan. Bekas tusukan
baik untuk makan maupun peletakan telur dengan jelas terlihat berupa bintik-
bintik putih. Saat menetas, larva mengorok bagian jaringan palisade. Larva
mengalami tiga instar, larva instar akhir berukuran 23 mm berwarna kuning.
Larva dewasa jatuh ke tanah dan membentuk pupa pada serasah tanaman.
Imago terbang saat ke luar dari pupa. Siklus hidup dari stadia telur sampai
imago berlangsung sekitar 21 hari pada buncis (Katundu 1980).
Pada tanaman cabai juga ditemukan penyakit kuning yang disebabkan oleh
virus gemini. Menurut Agrios (1996), salah satu cara penularan virus gemini
yaitu dengan menggunakan vector, yakni serangga kutu kebul. Kutu kebul
memiliki tipe mulut yang menusuk menghisap sehingga dapat membawa virus
tumbuhan seperti virus gemini pada yang stiletnya (virus stilet–borne). Virus
tersebut terakumulasi secara internal. Setelah virus masuk jaringan serangga,
maka serangga tersebut mengintroduksi virus kembali ke dalam tumbuhan
melalui alat mulutnya. Peningkatam jumlah populasi kutu kebul dapat
meningkatkan penyebaran virus gemini yang diikuti oleh meningkatnya
kejadian penyakit kuning. Tanaman cabai yang terserang virus ini
menunjukkan gejala daun dengan warna yang tidak merata, daun keriting,
daun kecil-kecil, dan tanaman kerdil. Gejala ini sesuai dengan pendapat
menurut Hendrawanto (2007) yang melaporkan bahwa tanaman cabai yang
terserang virus ini menunjukkan gejala daun menguning cerah/pucat, daun
keriting, daun kecil-kecil, tanaman kerdil, bunga rontok, tanaman tinggal
ranting dan batang saja, kemudian akan mati.
Penyakit bercak bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
campestris juga ditemukan pada tanaman cabai. Gejala yang ditimbulkan pada
tanaman cabai yang terserang bakteri Xanthomonas campestris yaitu bercak
awal pada daun berukuran kecil berbentuk sirkuler spot berair kemudian
menjadi nekrotik dengan warna coklat di bagian tengah dan pucat pada
pinggirannya. Pada bagian atas daun bercak seperti tenggelam, sedangkan
pada bagian bawah daun bercak seperti menonjol. Bercak yang menyatu akan
berwarna coklat dengan pinggiran berwarna jerami. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zulfian (2020) yang menyatakan bahwa Bercak bakteri
Xanthomonas campestris ini menyerang daun, buah dan batang. Di tempat
yang terserang akan menimbulkan bintik-bintik berwarna cokelat di bagian
tengah dan dikelilingi lingkaran klorosis tidak beraturan. Gejalanya sangat
jelas terlihat di permukaan daun sebelah atas. Pada buah cabai rawit gejala
serangannya ditandai bercak cokelat.
Cucumber Mosaic Virus merupakan salah satu jenis virus yang
menyebabkan penyakit pada tanaman. Penyakit ini juga ditemukan pada
pengamatan tanaman cabai di Kampung Dul. Cucumber Mosaic Virus (CMV)
merupakan spesies pada genus Cucumovirus dan famili Bromoviridae
(Roossinck et al., 1999 dalam Balaji, 2008). Cucumber Mosaic Virus (CMV)
adalah virus polyhedral tripartite dengan diameter 29 nm. Gejala infeksi virus
CMV pada tanaman dijumpai berupa daun-daun yang belang hijau tua dan
muda dengan berbagai macam corak. Bentuk daun dapat berubah menjadi
kerut dan kerdil atau tepi daun menggulung kebawah. Jaringan daun berubah
warna terutama daerah diantara tulang-tulang daun, selain itu tanaman juga
akan terhambat pertumbuhannya (Semangun 2000). Menurut Lecoq et al.
(1998), daun tanaman yang terserang CMV akan mengalami mosaik, nekrosis,
malformasi pada daun sehingga ukuran daun cenderung mengecil, daun
mengalami penebalan dan agak menguning serta buah akan mengalami
perubahan warna dan perubahan bentuk. Tingkat keparahan gejala tergantung
dari konsentrasi virus dengan tanaman. Pada gejala mosaik ringan daun,
mungkin perlu bantuan cahaya untuk mengrtahui terdapat mosaik di daun
tersebut.
Infeksi virus dapat menyebar dari satu sel ke sekitarnya melalui
plasmodesmata, pada waktu mencapai vaskular partikel-partikel virus
bersamasama dengan asimilat akan memasuki hampir semua jaringan floem
dan menyebar secara pasif pada bagian-bagian tanaman yang menggunakan
asimilat, seperti perakaran, bagian tanaman yang muda dan yang sedang
berkembang, serta ke bagian buah. Virus selanjutnya akan masuk ke jaringan
parenkhim dan bergerak lambat dari sel ke sel. Proses tersebut menyebabkan
terjadinya variasi gejala. Pada kondisi tersebut, virus menyebar dalam sistem
inangnya dan infeksi menjadi sistemik (Duriat 2006).
Selain itu ada juga serangan dari hama ulat grayak pada tanaman cabai.
Serangan ini ditandai dengan daun-daun yang terlihat berwarna agak putih,
karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian atas. Bagian daging daun
sebelah bawah telah dimakan oleh ulat. Pada awal serangan daun terlihat
berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama
ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang
terserang berlubang dan meranggas. Pertumbuhan populasi ulat grayak
(Spodoptera litura) dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:
1) Cuaca panas.
Menurut hasil wawancara terhadap Pak Kadir selaku pemilik
kebun menyatakan bahwa dalam beberapa akhir bulan ini cuaca di daerah
Kampung Dul berada pada kondisi yang kering dan suhu tinggi. Sehingga
hal ini meningkatkan metabolisme serangga hama. Akibatnya jumlah telur
yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan
populasi.
2) Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas.
Penanaman tanaman seperti cabai yang tidak serentak menyebabkan
tanaman berada pada fase pertumbuhan yang berbeda-beda sehingga
makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan
populasi hama makin meningkat karena makanan tersedia sepanjang
musim.
3) Aplikasi insektisida.
Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya,
dapat mematikan musuh alami serta meningkatkan.
KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
Alif. S. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Keriting. Yogyakarta: Bio Genesis.
Agrios, GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi ke-tiga. Gajah Mada
University Press. 669 hlm.
Agrios, GN. 1997. Planti Panthology, 4rt ed. Academic Press. San Diego.
Baliadi, Y. 2009. Fluktuasi populasi lalat pengorok daun, Liriomyza sp. pada
tanaman kedelai di kebun percobaan Kendalpayak dan pengaruh
serangannya terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,
Malang
Karel, A.K. and A. Autrique. 1989. Insects and other pests in Africa, p. 455504.
In H.F. Schwartz and M.A. Pastor-Corrales (Eds). Bean Production
Problems in The Tropics. CIAT, Columbia.
Katundu, J.M. 1980. Agromyzid leafminer: a new insect pest to Tanzania. Trop.
Grain Legume Bull. 20: 810.
Mardinus. 2003. Patologi Benih dan Jamur Gudang. Andalas Univesity Press.
Padang.
Ratulangi, M.M., Semberl, D.T, Rante, C.S., Dien, M.F., Meray, E.R.M.,
Hamming. 2012. Diaognosis dan Insiden Panyakit Pada Beberapa Varietas
Tanaman Cabe diKota Bitung dan Kabupaten Minahasa. Jurnal Eugenia.
18(20): 81-88.
Reed, W., S.S. Lateef, S. Sithanantham, and C.S. Pawar. 1989. Pigeonpea and
Chickpea Insect Identification Handbook. Information Bulletin No. 26.
ICRISAT, Patancheru, Andhra Pradesh, India.120 pp.
Setiadi. 2011. Bertanam cabai di lahan dan pot. Penebar Swadaya. Jakarta.
Setiawan, A.B., S. Purwanti, dan Toekidjo. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Benih
Lima Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L) di Dataran Menengah.
Vegetalika, 1(3):1-11.
Suryana. 2013. Menanam Cabe : Cara Menanam Cabe dan Budidaya Cabe.
Dayat Suryana
Sumarni dan Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah Panduan Teknis
PTT Cabai No.2. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.
Trumble, J.T., I.P. Ting, and L. Bates. 1985. Analysis of physiological, growth,
and yield responses of celery to Liriomyza trifolii. Entomol. Exp. Appl.
38: 15-21.
Warisno dan Dahana, Kres. 2018. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.