Anda di halaman 1dari 24

LAPORAN TEKNIK LAPANG

“IDENTIFIKASI GEJALA PENYAKIT YANG DISEBABKAN OLEH


MIKROBA DAN INSIDENSI SERTA INTENSITAS SERANGANNYA
PADA TANAMAN CABAI (Capsicum annum L.) DI KEBUN CABAI
KAMPUNG DUL, KABUPATEN BANGKA TENGAH”

Disusun Oleh:

Dita Ristia (2031911006)

Efita Karunia Harita (2031911017)

Rahmasari (2031911026)

Shinta Ahsaniyah (2031911028)

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Tanaman cabai (Capsicum spp.) merupakan salah satu tanaman


hortikultura yang dapat dibudidayakan karena memiliki nilai ekonomis tinggi.
Buah cabai dimanfaatkan sebagai sayuran atau bumbu penyedap masakan, dan
juga memiliki nilai gizi. Cabai yang dijadikan sebagai pelengkap bumbu
masakan dipanen ketika buah cabai masih muda berwarna hijau dan cabai
berwarna merah yang sudah masak. Cabai juga digunakan sebagai bahan baku
industri, sehingga dapat membuka kesempatan kerja bagi masyarakat luas
(Setiadi 2004). Masyarakat Bangka umumnya memperoleh cabai impor dari
luar pulau untuk kebutuhan sehari-hari. Namun dewasa ini, petani Bangka
telah banyak membudidayakan tanaman cabai karena nilai ekonomis yang
menjanjikan. Salah satu tempat budidaya tanaman cabai yang ada di Bangka
yaitu di bawah kaki bukit pinteir Kampung Dul, Kabupaten Bangka Tengah.

Seiring berkembangnya teknologi dan kebutuhan manusia menyebabkan


permintaan terhadap ketersediaan cabai meningkat. Oleh karena itu, petani
Bangka mulai mencari alternative dengan membudidayakan tanaman cabai.
Namun, dalam budidaya tanaman cabai diperlukan pengetahuan dan
keterampilan yang memadai. Tanaman cabai memerlukan kondisi lingkungan
yang sesuai untuk tumbuh dengan hasil yang optimal. Peningkatan suhu
tahunan akibat pemanasan global berpengaruh pada pertumbuhan dan
produktivitas tanaman. Selain itu, salah satu faktor penghambat peningkatan
produksi cabai adalah adanya serangan hama dan penyakit (Mulyatri 2003).
Oleh karena itu, pembudidayaan tanaman cabai harus diperhatikan agar
produksi tanaman cabai meningkat dari tahun ketahun dan dalam satu periode
tanam, tanaman cabai dapat dipanen beberapa kali bila musim.

Hama yang sering dijumpai pada tanaman cabai adalah lalat buah, thrips,
tungau, nematode. Penyakit cabai bisa karena kekurangan atau kelebihan
unsur-unsur makanan. Dan penyakit yang paling merugikan adalah penyakit
kriting atau mosaic. Penyakit ini disebabkan oleh virus. Tetapi ada juga
penyakit lain yang merugikan, penyakit akar,penyakit bercak daun, dan
penyakit busuk buah (Pracaya 1994). Serangan organisme pengganggu
tanaman (OPT) pada tanaman cabai yang berupa hama dan penyakit dapat
menurunkan hasil produksi tanaman cabai. Tingkat kehilangan hasil pada
budidaya tanaman cabai dapat mencapai 2%-35% yang disebabkan oleh
penyakit (Fridahaqi 2022). Oleh karena itu, praktikum ini perlu dilakukan agar
mengatahui gejala penyakit pada tanaman cabai dan cara pengendaliannya.
1.2. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam praktikum ini, yaitu:

1. Apa saja penyebab gejala penyakit pada tanaman cabai?

2. Bagaimana insidensi dan intensitas gejala penyakit pada tanaman cabai?

1.3. Tujuan

Tujuan dilakukannya praktikum ini, yaitu:

1. Mengetahui penyebab gejala penyakit pada tanaman cabai

2. Mengetahui insidensi dan intensitas gejala penyakit pada tanaman cabai


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanaman Sakit


Tanaman dikatakan sakit apabila mengalami suatu perubahan dalam proses
fisiologis tubuhnya yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab penyakit
sehingga jelas ditunjukkan adanya gejala. Faktor-faktor penyebab penyakit
tersebut dapat meliputi (Agrios 1997):
- Faktor biotik yaitu: fungi, bakteri, virus, mikoplasma, nematoda, dan
tumbuhan tingkat tinggi;
- Faktor abiotik seperti: cuaca, suhu, mineral, senyawa toksik, dan penyebab
lainnya
Suatu penyakit dapat menimbulkan gejala yang berbeda atau dapat pula
sama dari tanaman-tanaman yang berbeda. Apabila beberapa penyakit
bersama-sama menyerang satu tanaman, maka gejala yang ditunjukkan oleh
tanaman akan sangat sulit untuk dipisahkan atau ditentukan penyebab utama
karena gejala yang timbul merupakan suatu campuran.Gejala tanaman sakit
dapat dibagi berdasarkan sifat gejala yang timbul, pengaruh langsung dan
tidak langsung, berdasarkan ukuran gejala, serta secara morfologis ddan
anatomis (Sutarman 2017).
1. Berdasarkan sifat gejala yang timbul, gejala tanaman yang sakit dibagi
menjadi:
- Gejala lokal (local symptoms): gejala timbul hanya terbatas pada bagian-
bagian tanaman tertentu saja misalnya penyakit pada daun, akar atau buah.
- Gejala sistemik (systemic symptoms): gejala yang timbul disebabkan oleh
penyakit yang menyerang seluruh bagian tanaman: misalnya yang
disebabkan oleh virus, diseluruh bagian tanaman terdapat virus walaupun
tepat infeksi pada bagian tertentu dari tanaman tersebut.
2. Berdasarkan pengaruh langsung dan tidak langsung, gejala tanaman sakit
dibagi menjadi:
- Gejala primer (primary symptoms): gejala yang timbul langsung dibagian
tanaman tempat terinfeksi;
- Gejala sekunder (secondary symptoms); gejala yang timbul pada
jaringanyang tidak diserang yang timbul secara tidak langsung akibat
adanya patogen (penyebab penyakit) di dalam tanaman.
3. Berdasarkan ukuranya, gejala tanaman sakit dibedakan menjadi:
- Gejala mikroskopis (microscopic symtoms): gejala suatu penyakit hanya
dapat dilihat bila menggunakan alat pembesar (mikroskop);

- Gejala makroskopis (macroscopic symptoms): gejala suatu penyakit yang


dapat dilihat dengan mata telanjang.

4. Secara morfologi dan antomi gejala penyakit tumbuhan dapat


dikelompokkan menjadi:
a. Hyperplasia adalah pertumbuhan luar biasa oleh perpanjangan atau
pembesaran sel-sel, dinamakan juga hipertropi. Gejala ini meliputi:
- Curl (kriting) ialah gejala pembengkakan tunas atau pengulungan
daun sebagai akibat pertumbuhan tunas atau penggulungan daun
sebagai akibat pertumbuhan setempat dari suatu bagaian anggota
tubuh.
- Scab (kudis) adalah bercak-bercak yang tersembul keatas dan kasar
sebagai akibat pertumbuhan luar biasa dari sel epidermis dan jaringan
di bawahnya.
- Intumesensi adalah gejala kekurangan zat makanan akibat
penggembungan setempat sel epidermis.
- Tumefeksi (tumefacion) adalah penumpukan bahan makanan yang
berlebihan dibagian atas batang atau akar sehingga menimbulkan
pembengkakan; bentuk-bentuknya adalah: puru (galls), bintil (knots),
dan kutil (warts);
- Fasikulasi (fasciculation) yaitu bentuk pertumbuhan yang
menyimpang suatu organ; Proliferasi yaitu pertumbuhan yang
melebihi ukuran normal.
b. Hipoplasia yaitu pertumbuhan regresif dengan ukuran sel-sel; atau
ukurannya tidak dapat mencapai ukuran normal atau kerdil (dwarf).

c. Nekrosis yaitu matinya jaringan baik pada kulit kayu maupun daun yang
disebabkan oleh patogen meliputi gejala:
- Blight yaitu kematian yang cepat dari seluruh anggota tubuh
tumbuhan atau bagian luas dari daun termasuk tulang daun karena
aktifitas patogen.
- Terbakar (scorch/burn) yaitu daun yang menunjukkan kamatian yang
cepat dan meliputi bagian yang luas dan tidak teratur.
- Blast yaitu kematian yang cepat dari bagian pucuk atau bagian
perbungaan.
- Busuk kering (dry rot atau bark rot) terdapat pada kulit kayu;
disebabkan oleh fungi. Jika jaringan kalus terbentuk pada tepi bagian
yang kena infeksi, maka akan terbentuk kanker.
- Busuk basah (wet rot) adalah nekrosisberlendir dan basah, bercak
tidak mempunyai bentuk yang khusus termasuk dalam gejala ini
gejala yang disebabkan oleh fungi, nematoda dan virus adalah busuk
akar (root rot) dan damping off.
2.2 Daur Penyakit (Disease Cycle)
Disease Cycle adalah daur terjadinya penyakit yang melibatkan perubahan
pada tumbuhan dan gejala tumbuhan serta perubahan kehidupaan patogen
pada lama periode dalam satu musim (tanam) dan dari satu musim tanam ke
musim tanam berikutnya Daur penyakit merupakan proses dalam patogenesis
meliputi (Sutarman 2017) :
1. Inokulasi yaitu proses kontaknya inokulum dengan tumbuhan inang; pada
saat ini keberhasilan pendaratan atau sampainya inokulum ke bagian
tanaman atau kondisi predisposisi patogen sangat menentukan tahap awal
dari proses terjadinya penyakit;
2. Penetrasi yaitu masuknya patogen ke dalam jaringan tanaman inang
misalnya melalui kutikula, sel epidermis, atau ruang interselular; proses ini
dimulai dengan perkecambahan spora (pada kasus patogennya adalah
fungi) atau munculnya tabung kecambah yang kemudian berkembang
menjadi struktur yang berperan untuk melekatkan diri ke permukaan
inang, kemudia tumbuh haustorium yaitu suatu struktur atau organ yang
berperan khusus mengambil makanan;
3. Penetrasi atau proses masuknya patogen dan atau bagian tubuh patogen ke
dalam tubuh tanaman bisa melalui lubang alami atau melalui luka seperti
yang biasa dilakukan oleh bakteri; virus masuk melalui luka yang dibuat
oleh (serangga) vektornya, sedangkan fungi melakkan penetrasi selain
melalui lubang alami dan luka juga melakukan penetrasi langsung dengan
menggunakan apresorium yang merupakan ujung hifa yang runcing.
4. Infeksi yaitu proses patogen mengadakan kontak dengan sel-sel jaringan
tumbuhan yang peka dan mengambil makanan dari padanya sehinggga
timbul penyakit. Untuk terjadinya infeksi maka organisme harus dalam
keadaan patogenik, tumbuhan inangnya peka, dan kondisinya sesuai.
Interval antara inveksi pada tumbuhan dan timbulnya gejala penyakit
disebut periode inkubasi;
5. Invasi atau fase penyerangan, di mana untuk fungi akan tumbuh miselium
di dalam sel-sel di lapisan/jaringan kutikula, epidermis, atau jaringan
lainnya atau dapat juga menyelimuti permukaan sel-sel/jaringan; pada saat
ini miselium dapat menyebar atau tumbuh berkembang secara intraselular
atau interselular. Bakteri sebagai sel tunggal dan virus menyerang secara
intraselular atau masing-masing melakukan pertumbuhan di dalam sel,
sedangkan fungi bisa tumbuh dari satu sel menembus sel lainnya;
6. Pertumbuhan dan reproduksi, patogen tumbuh menghasilkan struktur
tubuh yang biasa digunakan untuk kelangsungan hidup jenis ini di luar
sistem patogenisitas atau untuk keperluan tumbuh dan hidup di sistem
patogenisitas yang baru atau pada inang yang baru dan dikenal sebagai
inokulum yaitu seperti: spora, miselium, konidium, sklerotium,
klamidospora.
7. Diseminasi atau pemencaran/penyebaran inokulum yaitu pemindahan
inokulum patogen dari suatu sumber (di bagian inang yang terserang
patogen) ke inang lainnya. Pemencaran inokulum dilakukan melalui:
- Udara; aliran udara akan memindahkan atau memencarkan inokulum;
- Melalui air dapat dalam bentuk: tersebarkan melalui air hujan dan air
irigasi yang bergerak ke permukaan tanah, pemindahan inokulum
melalui percikan air hujan atau penyemprotan.
- Pemencaran oleh manusia.
Ketika patogen merampung seluruh langkah tersebut, maka patogen
dikatakan sudah menyelesaikan siklus penyakitnya. Dari satu siklus,
maka reproduksi lainnya di permukaan tubuh inang.
2.3 Tanaman Cabai
Cabai merah (Capsicum annuum L.) adalah salah satu komoditas sayuran
yang mempunyai nilai ekonomi tinggi (Setiawan et al. 2005). Tanaman cabai
merah merupakan tumbuhan perdu yang berkayu, dan buahnya berasa pedas
yang disebabkan oleh kandungan kapsaisin. Di Indonesia tanaman tersebut
dibudidayakan sebagai tanaman semusim pada lahan bekas sawah dan lahan
kering atau tegalan. (Sumarni dan Muharam 2005). Cabai digunakan sebagai
bahan penyedap makanan karena memiliki rasa pedas. Selain digunakan
sebagai bahan penyedap makanan cabai dikenal kaya akan vitamin, mineral
dan karbohidrat serta kandungan zat-zat gizi lain yang cukup tinggi. Selain
dimanfaatkan sebagai bahan masakan cabai juga dapat dimanfaatkan sebagai
obat tradisional (Ratulangi et al. 2012).
Menurut Alif (2017) klasifikasi tanaman cabai sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Solanales
Family : Solanaceae
Genus : Capcisum
Spesies : Capsicum annum L
Menurut Warisno dan Dahana (2018), morfologi tanaman cabai sebagai
berikut:
a. Daun
Daun tanaman cabai bervariasi menurut spesies dan varietasnya. Daun
cabai umumnya berwarna hijau muda sampai hijau gelap. Bentuk
umumnya bulat telur, lonjong dan oval dengan ujung meruncing,
permukaan daun cabai ada yang halus adapula yang bererut-kerut. Ukuran
panjang daun cabai antara 3-11 cm, dengan lebar antara 1-5 cm.
b. Batang
Tanaman cabai merupakan tanaman perdu dengan batang tidak berkayu. Batang
tanaman cabai berwarna hijau, hijau tua atau hijau muda. batang biasanya tumbuh
sampai ketinggian tertentu, yang membentuk banyak percabangan. batang yang
telah tua (biasanya batang paling bawah) akan muncul warna cokelat seperti kayu.
Untuk jenis cabai rawit biasanya tidak melebihi 100 cm, untuk jenis cabai besar
mencapai ketinggian 2 meter bahkan lebih.
c. Akar
Tanaman cabai memiliki perakaran yang cukup rumit dan hanya terdiri
dari akar serabut saja.Terdapat bintil - bintil yang merupakan hasil
simbiosis dengan beberapa mikroor ganisme. Meskipun tidak memiliki
akar tunggang, namun ada beberapa akar tumbuh ke arah bawah yang
berfungsi sebagai akar tunggang semu.
d. Bunga
Bunga tanamana cabai bervariasi, namun memiliki bentuk yang sama
seperti berbentuk bintang. Bunga pada cabai biasanya tumbuh pada ketiak
daun, dalam keadaan tunggal atau bergerombol dalam tandan. Dalam satu
tandan biasa terdapat 2-3 bunga saja. Bunga tanaman cabai merupakan
bunga sempurna, artinya dalam satu tanaman terdapat bunga jantan dan
bunga betina. Pemasakan bunga jantan dan bunga betina dalam waktu
sama (atau hamper sama), sehingga tanaman dapat melakukan
penyerbukan sendiri. Untuk mendapatkan hasil buah yang baik
diutamakan penyerbukan silang. Penyerbukan tanaman cabai biasanya
dibantu angin atau lebah.
e. Buah
Buah cabai berbeda-beda bentuk dan ukurannya: cabai keriting, cabai
besar, yang lurus dan bisa mencapai ukuran sebesar ibu jari, cabai rawit
yang kecil-kecil tapi pedas, paprika yang berbentuk seperti apel, dan
bentuk-bentuk cabai hias lain yang beragam.
2.4 Syarat Tumbuh Tanaman Cabai
Adapun syarat tumbuh tanaman cabai menurut Suryana (2013) yaitu:
a. Tanah
Tanah merupakan salah satu syarat dalam cara menanam cabe yang baik.
Tanah yang di rekomendasikan untuk menanam cabai adalah tanah yang
gembur dan juga subur dan kaya dengan zat makan (zat hara).
Pertumbuhan cabai akan optimal jika ditanam pada tanah dengan pH 6-7.
b. Iklim
Cabai bisa tumbuh di daerah yang mempunyai banyak curah hujan
ataupun di daerah yang kurang hujan, yang terpenting suhunya sekitar 25-
31 derajat (celcius). Bibit yang sudah berumur 1 bulan harus cepat ditanam
agar tidak layu, dan waktu penanaman yang baik adalah sore hari. Ciri-ciri
benih yang siapa tanam; tidak terserang penyakit dan hama, pertumbuhan
benih seragam.
c. Penanaman
Untuk penanaman usahakan jangan terlalu dekat/rapat jaraknya, hal ini
untuk mengurangi serangan dari hama penyakit. Selain itu juga untuk
mempermudah dalam perawatan. Kira-kira jarak tanam yang ideal adalah
60x60 cm. Tetapi jarak tanam harus disesuaikan dengan musim, bila
kemarau bisa dirapatkan .
2.5 Jenis - Jenis penyakit pada tanaman cabai
Pada umumnya penyakit yang sering menyerang tanaman cabai merah
disebabkan oleh cendawan, terutama disebabkan oleh lahan yang selalu
lembab sehingga memungkinkan cendawan berkembang dengan baik.
Beberapa jenis penyakit penting yang menyerang tanaman cabai merah
(Endrizal 2014), antar lain :
1. Layu Fusarium (Fusarium oxysporum f.sp)
Daun yang terserang mengalami kelayuan mulai dari bagian
bawah, menguning dan menjalar ke atas ke ranting muda. Bila infeksi
berkembang tanaman menjadi layu. Warna jaringan akar dan batang
menjadi coklat. Tempat luka infeksi tertutup hifa putih seperti kapas. Bila
serangan terjadi pada saat pertumbuhan tanaman maksimum, maka
tanaman masih dapat menghasilkan buah. Namun bila serangan sudah
sampai pada batang, maka buah kecil akan gugur.
2. Penyakit Layu Bakteri Ralstonia (Ralstonia solanacearum)
Pada tanaman tua, layu pertama biasanya terjadi pada daun yang
terletak pada bagian bawah tanaman. Pada tanaman muda, gejala layu
mulai tampak pada daun bagian atas tanaman. Setelah beberapa hari gejala
layu diikuti oleh Layu yang tiba-tiba dan seluruh daun tanaman menjadi
layu permanen, sedangkan warna daun tetap hijau, kadang-kadang sedikit
kekuningan. Jaringan vaskuler dari batang bagianbawah dan akar menjadi
kecoklatan. Bila batang atau akar dipotong melintang dan dicelupkan ke
dalam air yang jernih, maka akan keluar cairan keruh koloni bakteri yang
melayang dalam air menyerupai kepulan asap.
Serangan pada buah menyebabkan warna buah menjadi
kekuningan dan busuk. Infeksi terjadi melalui lentisel dan akan lebih cepat
berkembang bila ada luka mekanis. Penyakit berkembang dengan cepat
pada musim hujan. Penyakit ini disebabkan oleh Pseudomonas
solanacearum, bakteri ini ditularkan melalui tanah, benih, bibit, sisa-sisa
tanaman, pengairan, nematoda atau alat-alat pertanian. Selain itu, bakteri
ini mampu bertahan selama bertahun-tahun di dalam tanah dalam keadaan
tidak aktif. Penyakit ini cepat meluas terutama di tanah dataran rendah.
3. Penyakit Busuk Buah Antraknosa (Collectrotichum gloeospoiroides)
Gejala awal penyakit ini ditandai dengan munculnya bercak yang
agak mengkilap, sedikit terbenam dan berair, berwarna hitam, orange dan
coklat. Warna hitam merupakan struktur dari cendawan (mikro skelerotia
dan aservulus), apabila kondisi lingkungan lembab tubuh buah akan
berwarna orange atau merah muda. Luka yang ditimbulkan akan semakin
melebar dan membentuk sebuah lingkaran konsentris dengan ukuran
diameter sekitar 30 mm atau lebih. Dalam waktu yang tidak lama buah
akan berubah menjadi coklat kehitaman dan membusuk, ledakan penyakit
ini sangat cepat pada musim hujan. Serangan yang berat menyebabkan
seluruh buah keriput dan mengering. Warna kulit buah seperti jerami
padi.Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik buah yang masih
muda maupun yang sudah masak.
Cendawan ini termasuk salah satu patogen yang terbawa oleh
benih. Penyebaran penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air hujan
maupun alat semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini
berkisar antara 20–24° C. Penyakit ini menyerang bagian buah cabai, baik
buah yang masih muda maupun yang sudah masak. Cendawan ini
termasuk salah satu patogen yang terbawa oleh benih. Penyebaran
penyakit ini terjadi melalui percikan air, baik air hujan maupun alat
semprot. Suhu optimum bagi perkembangan cendawan ini berkisar antara
20–24° C.
4. Penyakit Virus kuning (Gemini Virus)
Helai daun mengalami vein clearing dimulai dari daun pucuk
berkembang menjadi warna kuning jelas, tulang daun menebal dan daun
menggulung ke atas. Infeksi lanjut dari gemini virus menyebabkan daun
mengecil dan berwarna kuning terang, tanaman kerdil dan tidak berbuah.
Keberadaan penyakit ini sangat merugikan karena mampu mempengaruhi
produksi buah. Selain cabai virus ini juga mampu menyerang tanaman
tomat, buncis, gula bit, babadotan, atau tanaman pertanian yang lain.
Penyakit ini disebabkan oleh virus gemini dengan diameter partikel
isometri berukuran 18–22 nm. Virus gemini mempunyai genome sirkular
DNA tunggal. Virus dapat ditularkan melalui penyambungan dan melalui
vektor Bemisia tabaci.
5. Penyakit bercak daun (Cercospora sp.)
Penyakit ini menimbulkan kerusakan pada daun, batang dan akar.
Gejala serangan penyakit ini mulai terlihat dari munculnya bercak bulat
berwarna coklat pada daun dan kering, ukuran bercak bisa mencapai
sekitar 1 inci. Pusat bercak berwarna pucat sampai putih dengan warna
tepi lebih tua. Bercak yang tua dapat menyebabkan lubang-lubang .Bercak
daun mampu menimbulkan kerugian ekonomi yang besar pada budidaya
cabai, daun yang terserang akan layu dan rontok. Penyakit bercak daun ini
dapat menyerang tanaman muda di persemaian, dan cenderung lebih
banyak menyerang tanaman tua. Serangan berat meyebabkan tanaman
cabai kehilangan hampir semua daunnya, kondisi ini akan mempengaruhi
kemampuan cabai dalam menghasilkan buah. Kondisi lingkungan yang
selalu hujan mendukung perkembangan dan penyebaran penyakit bercak
daun. Pada musim kemarau dan pada lahan yang mempunyai drainase
baik, penyakit layu kurang berkembang.
2.6 Hama penyakit pada tanaman cabai

1. Thrips ( Thrips parvispinus Karny) & (Thripidae:Thysanoptera)

Hama ini menyerang tanaman dengan menghisap cairan


permukaan bawah daun (terutama daun-daun muda). Serangan ditandai
dengan adanya bercak keperak - perakkan. Daun yang terserang berubah
warna menjadi coklat tembaga, mengeriting atau keriput dan akhirnya
mati. Pada serangan berat menyebabkan daun, tunas atau pucuk
menggulung ke dalam dan muncul benjolan seperti tumor, pertumbuhan
tanaman terhambat dan kerdil bahkan pucuk tanaman menjadi mati. Hama
ini merupakan vektor penyakit virus mosaik dan virus keriting. Pada
musim kemarau perkembangan hama sangat cepat, sehingga populasi lebih
tinggi sedangkan pada musim penghujan populasinya akan berkurang
karena banyak thrips yang mati akibat tercuci oleh air hujan.

2. Lalat Buah (Bactrocera sp.)


Lalat buah menyebabkan kerusakan pada buah cabai yang masih
muda maupun buah yang sudah matang. Buah yang terserang akan
membusuk dan kemudian jatuh ke tanah. Gejala awal terlihat dari adanya
titik hitam pada bagian pangkal buah, titik hitam pada pangkal buah
muncul karena aktifitas lalat buah dewasa yang memasukkan telurnya
pada buah cabai. Telur tersebut akan menetas dan berkembang di dalam
buah cabai. Larva yang terdapat di dalam buah menimbulkan kerusakan
dari dalam, buah menjadi berwarna kuning pucat dan layu. Kualitas buah
cabai yang terserang hama ini akan menurun dan tidak layak untuk
dipasarkan.Serangan berat terjadi pada musim hujan disebabkan oleh
bekas tusukan ovipositor serangga betina terkontaminasi oleh cendawan
sehingga buah yang terserang menjadi busuk dan jatuh ke tanah.

3. Kutu Kebul (Bemisia tabaci)

Gejala serangan pada daun berupa bercak nekrotik, disebabkan


oleh rusaknya sel-sel dan jaringan daun akibat serangan nimfa dan
serangga dewasa. Pada saat populasi tinggi, serangan kutu kebul dapat
menghambat pertumbuhan tanaman. Embun muda yang dikeluarkan oleh
kutu kebul dapat menimbulkan serangan jamur jelaga yang berwarna
hitam, menyerang berbagai stadia tanaman. Keberadaan embun jelaga
menyebabkan terganggunya proses fotosintesis pada daun.Kisaran inang
serangga ini cukup luas dan dapat mencapai populasi yang besar dalam
waktu yang cepat apabila kondisi lingkungan menguntungkan. Beberapa
tanaman pertanian yang menjadi inang kutu kebul adalah kentang, timun,
melon, labu, terong, cabai, lettuce dan brokoli. Selain kerusakan langsung
oleh isapan imago dan nimfa, kutu kebul sangat berbahaya karena dapat
bertindak sebagai vektor virus. Sampai saat ini tercatat 60 jenis virus yang
ditularkan oleh kutu kebul antara lain Geminivirus, Closterovi.

4. Kutu Daun Persik (Myzus persicae)

Kutu daun yang berada pada permukaan bawah daun mengisap


cairan daun muda dan bagian tanaman yang masih muda. Daun yang
terserang akan tampak berbercak-bercak. Hal ini akan menyebabkan daun
menjadi keriting. Pada bagian tanaman yang terserang akan didapati kutu
yang bergerombol. Bila terjadi serangan berat daun akan berkerut-kerut
(menjadi keriput), tumbuhnya kerdil, berwarnakekuningan, daun-daunnya
terpuntir, menggulung kemudian layu dan mati. Kutu daun persik
merupakan hama yang menjadi hama utama karena beberapa alasan
diantaranya mampu bertahan hidup pada hampir semua tanaman budidaya,
merupakan penular yang paling efisien dibandingkan hama lainnya.

5. Kutu Daun (Aphididae)


Serangan berat biasanya terjadi pada musim kemarau. Bagian
tanaman yang diserang oleh nimfa dan imago biasanya pucuk tanaman dan
daun muda. Daun yang diserang akan mengkerut, mengeriting dan
melingkar, menyebabkan pertumbuhan tanaman terhambat dan tanaman
menjadi kerdil. Hama ini juga mengeluarkan cairan manis seperti madu,
yang biasanya disebut dengan embun madu. Embun madu menarik
datangnya semut dan cendawan jelaga. Adanya cendawan pada buah dapat
menurunkan kualitas buah. Aphid juga dapat berperan sebagai vektor virus
(50 jenis virus) seperti, Papaya Ringspot Virus, Watermelon Mosaic Virus,
Cucumber MosaicVirus (CMV).

6. Tungau (Polyphagotarsonemus latus dan Tetranychus sp.)

Tungau menyerang daun-daun muda dengan cara menghisap cairan


tanaman dan menyebabkan kerusakan sehingga terjadi perubahan bentuk
menjadi abnormal dan perubahan warna seperti daun menebal dan berubah
warna menjadi tembaga atau kecokelatan. Daun menjadi kaku dan
melengkung ke bawah, menyusut dan keriting. Tunas dan bunga gugur.
Serangan berat terjadi pada musim kemarau, biasanya serangan bersamaan
dengan serangan Thrips dan kutu daun (Endrizal 2014).
BAB III
METODE PRAKTIKUM

3.1. Waktu dan Tempat


Pengamatan dilakukan pada hari Rabu, 20 April 2022 pukul 07.00
– 09.30 di Kebun Cabai Desa Kampung Dul, Kecamatan Pangkalan Baru,
Kabupaten Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi Kebun
Cabai dekat dengan pintu masuk wisata Bukit Pinteir. Luas Kebun Cabai
yaitu 30 x 30 meter dengan titik koordinat lokasi berada di S 2⁰11′3″ E
106⁰7′5″.
3.2. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam praktikum ini, yaitu alat tulis, kaca
pembesar, dan kamera. Alat tulis digunakan untuk mencatat hasil
pengamatan selama di lapangan. Kaca pembesar digunakan sebagai alat
bantu dalam pengamatan hama dan penyakit pada tanaman cabai.
Sedangkan kamera digunakan untuk mendokumentasikan hasil
pengamatan selama di lapangan.
3.3. Langkah Kerja
Langkah kerja yang dilakukan dalam praktikum ini, yaitu:
a. Literatur tentang hama dan mikroba pada tanaman cabai dibaca
sebagai pedoman selama pengamatan di lapangan.
b. Titik pengamatan ditentukan dengan 4 plot yang berada di dua sudut
kanan dan dua sudut kiri pada petak kebun. Masing-masing plot
diamati 8 tanaman cabai baik yang terkena maupun yang tidak terkena
gejala penyakit.
c. Penyakit tanaman diidentifikasi dengan mencatat gejala-gejala yang
ditemukan.
d. Insidensi/presentase serangan tanaman yang terserang penyakit
dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
a = jumlah tanaman yang terserang
b = jumlah tanaman yang diamati
e. Intensitas gejala serangan dihitung dengan rumus sebagai berikut:

Keterangan:
n = jumlah tanaman pada gejala serangan yang sama
v = nilai skala untuk setiap kategori gejala serangan
Z = nilai skala tertinggi dari kategori gejala serangan
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil
Hasil pada praktikum ini, yaitu:
Tabel 1. Identifikasi Gejala Penyakit Tanaman Cabai

Tabel 2. Insidensi dan Intensitas Penyakit Virus pada Tanaman Cabai


Penyakit Nilai Insidensi Nilai
Penyakit Intensitas
Penyakit
Bercak Daun 28,1 % 22,5 %
Hama lalat penggorok 6,25 % 2,5 %
daun
Bercak Bakteri 3,13 % 0,6 %
Virus Kuning 3,13 % 0,6 %
Cucumo Virus (CMV) 18,75 % 11,25 %
Hama Ulat Grayak 3,13 % 0,6 %

4.2. Pembahasan
a) Diagnosis Awal dan Identifikasi Penyakit di Lapangan
Berdasarkan hasil pengamatan gejala penyakit di lapangan pada tanaman
cabai di Kebun Cabai Desa Kampung Dul, Kecamatan Pangkalan Baru,
Kabupaten Bangka Tengah ditemukan adanya beberapa penyakit seperti
bercak daun yang diduga disebabkan oleh jamur Cercospora sp, penyakit yang
disebabkan hama lalat penggorok daun, bercak bakteri, virus kuning, cucumo
virus, dan hama ulat grayak. Gejala yang terlihat pada tanaman sampel yang
diamati pada tanaman cabai yang berpenyakit terdapat pada Tabel 1.
Penyakit yang umum dijumpai pada tanaman cabai adalah penyakit yang
disebabkan oleh jamur patogenik. Penyebab penyakit yang menyerang
tanaman cabai di Indonesia adalah relatif sama, hanya beragam secara
kuantitatif dan kualitatif sesuai keadaan setempat. Penyakit yang ditemukan
menunjukkan gejala bervariasi pada tanaman cabai di Kebun Cabai Desa
Kampung Dul, Kecamatan Pangkalan Baru, Kabupaten Bangka Tengah, yaitu
terdapat penyakit bercak daun dengan gejala awal pada daun terdapat bercak
bulat kecil dan klorosis dan gejala lanjut nekrosis sampai terbentuk berlobang.
Daun yang mula-mula terserang adalah daun bagian bawah selanjutnya bisa
sampai ke daun bagian atas. Berdasarkan gejala di lapangan penyakit bercak
daun ini diduga disebabkan oleh jamur Cercospora sp.
Menurut Semangun (2007), gejala bercak daun yang disebabkan oleh
jamur Cercospora sp adalah berupa bercak-bercak bulat, kecil dan klorosis.
Bercak dapat meluas, pusatnya berwarna pucat sampai putih, dengan tepi yang
lebih tua warnanya. Bercak-bercak yang tua dapat berlubang. Apabila pada
daun terdapat banyak bercak, daun cepat menguning dan gugur atau langsung
gugur tanpa menguning lebih dahulu. Bercak sering terdapat pada batang,
tangkai daun, maupun tangkai buah, tetapi bercak sangat jarang timbul pada
buah.
Hal ini juga dinyatakan oleh Setiadi (2011) bahwa gejala penyakit bercak
daun cercospora ditandai dengan adanya bercak-bercak berwarna kepucatan
yang awalnya berukuran kecil, akhirnya secara perlahan membesar. Pada
bagian pinggiran daun terdapat bercak berwarna lebih tua dari warna bercak
dibagian tengahnya. Selain itu, sering terjadi sobekan di pusat bercak tersebut.
Jika sudah seperti ini daun akan langsung gugur. Walaupun terkadang tidak
langsung gugur, tetapi berubah warna menjadi kekuning-kuningan sebelum
akhirnya gugur.
Gejala penyakit lainnya pada tanaman cabai yaitu adanya liang korokan
beralur warna putih bening yang diduga disebabkan oleh serangan lalat
pengorok daun (Liriomyza sp.). Apabila liang korokan tersebut dibuka, akan
terlihat larva yang aktif bergerak. Larva hidup dan makan di dalam liang
korokan. Pada serangan lanjut, warna liang korokan berubah menjadi
kecoklatan, daun layu, dan gugur. Imago lalat pengorok daun menusukkan
opivositornya pada daun-daun muda, walaupun gejala juga muncul pada daun-
daun yang muncul berikutnya (Baliadi 2009). Reed et al. (1989) menyatakan,
serangan imago L. cicerina pada kacang arab (Cicer arietinum) menimbulkan
gejala bintik-bintik pada daun.
Kerusakan yang disebabkan oleh Liriomyza sp. pada tanaman dibedakan
menjadi dua, yakni kerusakan langsung dan tidak langsung. Kerusakan
langsung disebabkan oleh perilaku makan larva. Aktivitas larva dapat
menurunkan kapasitas fotosintesis tanaman (Trumble et al. 1985). Kerusakan
tersebut terjadi pada jaringan palisade daun saat larva membuat liang korokan
serpentin. Serangan berat mengakibatkan desikasi dan pengguguran daun
lebih dini. Kehilangan hasil akibat korokan pada kedelai berkisar antara 15
20% (Baliadi 2009). Kerusakan tidak langsung terjadi karena tusukan-tusukan
pada permukaan daun menyebabkan tanaman cabai rentan terhadap serangan
patogen tular tanah. Hal serupa terjadi pada tanaman kacang hijau (Baliadi
2009).
Imago lalat pengorok daun berukuran sekitar 2 mm. Bagian dorsal
berwarna gelap, namun skutelumnya kuning terang. Imago betina L. trifolii
memiliki ovipositor yang berkembang sempurna, dan alat ini merupakan ciri
pembeda dengan lalat jantan (Karel dan Autrique 1989). Lalat betina membuat
beberapa tusukan pada bagian atas permukaan daun yang diawali pada daun
bagian atas. Telur hanya diletakkan pada beberapa aktivitas penusukan,
sedangkan aktivitas penusukan lainnya adalah perilaku makan. Bekas tusukan
baik untuk makan maupun peletakan telur dengan jelas terlihat berupa bintik-
bintik putih. Saat menetas, larva mengorok bagian jaringan palisade. Larva
mengalami tiga instar, larva instar akhir berukuran 23 mm berwarna kuning.
Larva dewasa jatuh ke tanah dan membentuk pupa pada serasah tanaman.
Imago terbang saat ke luar dari pupa. Siklus hidup dari stadia telur sampai
imago berlangsung sekitar 21 hari pada buncis (Katundu 1980).
Pada tanaman cabai juga ditemukan penyakit kuning yang disebabkan oleh
virus gemini. Menurut Agrios (1996), salah satu cara penularan virus gemini
yaitu dengan menggunakan vector, yakni serangga kutu kebul. Kutu kebul
memiliki tipe mulut yang menusuk menghisap sehingga dapat membawa virus
tumbuhan seperti virus gemini pada yang stiletnya (virus stilet–borne). Virus
tersebut terakumulasi secara internal. Setelah virus masuk jaringan serangga,
maka serangga tersebut mengintroduksi virus kembali ke dalam tumbuhan
melalui alat mulutnya. Peningkatam jumlah populasi kutu kebul dapat
meningkatkan penyebaran virus gemini yang diikuti oleh meningkatnya
kejadian penyakit kuning. Tanaman cabai yang terserang virus ini
menunjukkan gejala daun dengan warna yang tidak merata, daun keriting,
daun kecil-kecil, dan tanaman kerdil. Gejala ini sesuai dengan pendapat
menurut Hendrawanto (2007) yang melaporkan bahwa tanaman cabai yang
terserang virus ini menunjukkan gejala daun menguning cerah/pucat, daun
keriting, daun kecil-kecil, tanaman kerdil, bunga rontok, tanaman tinggal
ranting dan batang saja, kemudian akan mati.
Penyakit bercak bakteri yang disebabkan oleh bakteri Xanthomonas
campestris juga ditemukan pada tanaman cabai. Gejala yang ditimbulkan pada
tanaman cabai yang terserang bakteri Xanthomonas campestris yaitu bercak
awal pada daun berukuran kecil berbentuk sirkuler spot berair kemudian
menjadi nekrotik dengan warna coklat di bagian tengah dan pucat pada
pinggirannya. Pada bagian atas daun bercak seperti tenggelam, sedangkan
pada bagian bawah daun bercak seperti menonjol. Bercak yang menyatu akan
berwarna coklat dengan pinggiran berwarna jerami. Hal ini sesuai dengan
pendapat Zulfian (2020) yang menyatakan bahwa Bercak bakteri
Xanthomonas campestris ini menyerang daun, buah dan batang. Di tempat
yang terserang akan menimbulkan bintik-bintik berwarna cokelat di bagian
tengah dan dikelilingi lingkaran klorosis tidak beraturan. Gejalanya sangat
jelas terlihat di permukaan daun sebelah atas. Pada buah cabai rawit gejala
serangannya ditandai bercak cokelat.
Cucumber Mosaic Virus merupakan salah satu jenis virus yang
menyebabkan penyakit pada tanaman. Penyakit ini juga ditemukan pada
pengamatan tanaman cabai di Kampung Dul. Cucumber Mosaic Virus (CMV)
merupakan spesies pada genus Cucumovirus dan famili Bromoviridae
(Roossinck et al., 1999 dalam Balaji, 2008). Cucumber Mosaic Virus (CMV)
adalah virus polyhedral tripartite dengan diameter 29 nm. Gejala infeksi virus
CMV pada tanaman dijumpai berupa daun-daun yang belang hijau tua dan
muda dengan berbagai macam corak. Bentuk daun dapat berubah menjadi
kerut dan kerdil atau tepi daun menggulung kebawah. Jaringan daun berubah
warna terutama daerah diantara tulang-tulang daun, selain itu tanaman juga
akan terhambat pertumbuhannya (Semangun 2000). Menurut Lecoq et al.
(1998), daun tanaman yang terserang CMV akan mengalami mosaik, nekrosis,
malformasi pada daun sehingga ukuran daun cenderung mengecil, daun
mengalami penebalan dan agak menguning serta buah akan mengalami
perubahan warna dan perubahan bentuk. Tingkat keparahan gejala tergantung
dari konsentrasi virus dengan tanaman. Pada gejala mosaik ringan daun,
mungkin perlu bantuan cahaya untuk mengrtahui terdapat mosaik di daun
tersebut.
Infeksi virus dapat menyebar dari satu sel ke sekitarnya melalui
plasmodesmata, pada waktu mencapai vaskular partikel-partikel virus
bersamasama dengan asimilat akan memasuki hampir semua jaringan floem
dan menyebar secara pasif pada bagian-bagian tanaman yang menggunakan
asimilat, seperti perakaran, bagian tanaman yang muda dan yang sedang
berkembang, serta ke bagian buah. Virus selanjutnya akan masuk ke jaringan
parenkhim dan bergerak lambat dari sel ke sel. Proses tersebut menyebabkan
terjadinya variasi gejala. Pada kondisi tersebut, virus menyebar dalam sistem
inangnya dan infeksi menjadi sistemik (Duriat 2006).
Selain itu ada juga serangan dari hama ulat grayak pada tanaman cabai.
Serangan ini ditandai dengan daun-daun yang terlihat berwarna agak putih,
karena yang tertinggal hanya selaput daun bagian atas. Bagian daging daun
sebelah bawah telah dimakan oleh ulat. Pada awal serangan daun terlihat
berlubang-lubang, lama kelamaan hanya tertinggal tulang-tulang daun. Hama
ini menyerang bagian daun tanaman cabai secara bergerombol. Daun yang
terserang berlubang dan meranggas. Pertumbuhan populasi ulat grayak
(Spodoptera litura) dipicu oleh situasi dan kondisi lingkungan, yakni:
1) Cuaca panas.
Menurut hasil wawancara terhadap Pak Kadir selaku pemilik
kebun menyatakan bahwa dalam beberapa akhir bulan ini cuaca di daerah
Kampung Dul berada pada kondisi yang kering dan suhu tinggi. Sehingga
hal ini meningkatkan metabolisme serangga hama. Akibatnya jumlah telur
yang dihasilkan meningkat dan akhirnya mendorong peningkatan
populasi.
2) Penanaman tidak serentak dalam satu areal yang luas.
Penanaman tanaman seperti cabai yang tidak serentak menyebabkan
tanaman berada pada fase pertumbuhan yang berbeda-beda sehingga
makanan ulat grayak selalu tersedia di lapangan. Akibatnya, pertumbuhan
populasi hama makin meningkat karena makanan tersedia sepanjang
musim.
3) Aplikasi insektisida.
Penggunaan insektisida yang kurang tepat baik jenis maupun dosisnya,
dapat mematikan musuh alami serta meningkatkan.

b) Insidensi dan Intensitas Penyakit pada Tanaman Cabai


Dari hasil analisis data insidensi penyakit, dapat diketahui bahwa insidensi
penyakit yang paling tinggi mencapai 28,1 % pada gejala penyakit bercak
daun yang disebabkan oleh Cercospora sp. dan hasil pengamatan intensitas
penyakit tanaman cabai setelah dianalisis secara statistik deskriptif dapat
dilihat pada Tabel 2 yang memperlihatkan bahwa intensitas penyakit yang
tertinggi pada tanaman cabai yaitu pada penyakit bercak daun juga yang
mencapai 22,5 %. Nilai intensitas ini masuk kategori serangan dengan skala 1.
Kategori serangan 1 masih termasuk rendah, rendah nya intensitas serangan
penyakit tersebut disebabkan oleh adanya perlakuan dari petani. Seperti
penyemprotan dengan fungisida Dithane dan Bion M. Selain itu petani juga
rutin melakukan pemupukan pada tanaman cabai, yaitu 2 kali seminggu.
Walaupun demikian serangan penyakit tetap ada ditemukan pada tanaman
cabai. Adanya serangan penyakit pada tanaman cabai disebabkan oleh faktor
teknis budidaya, seperti jarak tanam, mutu benih dan penanaman cabai yang
terus menerus.
Jarak tanam yang digunakan yaitu 50x60 cm, sedangkan jarak tanam yang
ideal menurut Kurnianti (2012) yaitu 60x60 cm pada musim kemarau dan
musim penghujan bisa diperlebar 70x70 cm. Tujuannya adalah untuk menjaga
kelembaban udara di sekitar pertanaman cabai. Jarak tanam yang rapat akan
menyebabkan daun tanaman yang satu akan bersentuhan dengan yang lainnya,
sehingga penyebaran penyakit akan semakin cepat. Selain itu apabila turun
hujan maka daun akan lambat kering dan udara di sekitar tanaman juga akan
menjadi lebih lembab sehingga jamur akan lebih cepat berkembang biak. Hal
ini sesuai dengan pendapat Semangun (2007) yang menyatakan bahwa jarak
tanam juga mempengaruhi proses perkembangbiakan penyakit bercak daun
cabai. Apabila jarak tanam lebih rapat maka akan menyebabkan
perkembangbiakan penyakit tersebut semakin mudah dan cepat.
Selain jarak tanam, perkembangan penyakit juga bisa dipengaruhi oleh
angin, karena spora dari jamur bisa menyebar melalui angin. Spora jamur akan
mudah diterbangkan angin dari bagian tanaman yang terinfeksi ke bagian
tanaman sehat yang lainnya. Selain itu faktor mutu benih juga bisa dapat
mempengaruhi penyebaran penyakit. Berdasarkan informasi yang diperoleh
dari petani, benih yang dipakai oleh petani adalah benih varietas lokal yang
berasal dari tanaman induk sebelumnya. Benih sebelumnya bisa saja sudah
terinfeksi, sehingga tanaman berikutnya akan ikut terinfeksi.
Mardinus (2003) menyatakan bahwa benih sehat ialah benih yang bebas
dari patogen penyebab penyakit, baik yang berasal dari lapangan, terbawa
waktu panen, pengangkutan, maupun pada waktu penyimpanan. Sebaliknya
benih yang tidak sehat atau benih yang mengandung patogen penyakit, apabila
digunakan sebagai bibit (bahan perbanyakan), tidak saja menimbulkan
penyakit yang sama di lapangan tetapi juga dapat menurunkan persentase
benih yang berkecambah serta mengakibatkan kurang baiknya pertumbuhan
bibit yang dihasilkan. Pertumbuhan selanjutnya tanaman yang dihasilkan akan
tetap tidak bagus sehingga dapat menurunkan produksi baik kualitas maupun
kuantitas. Selain faktor benih dan jarak tanam, penanaman tanaman cabai
yang dilakukan secara terus menerus pada lahan yang berdekatan akan
menyebabkan perkembangan penyakit akan semakin meningkat. Hal ini
disebabkan tanaman inang dari jamur patogen tersebut selalu tersedia.
BAB V

KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA

Alif. S. 2017. Kiat Sukses Budidaya Cabai Keriting. Yogyakarta: Bio Genesis.

Agrios, GN. 1996. Ilmu Penyakit Tumbuhan Edisi ke-tiga. Gajah Mada
University Press. 669 hlm.

Agrios, GN. 1997. Planti Panthology, 4rt ed. Academic Press. San Diego.

Baliadi, Y. 2009. Fluktuasi populasi lalat pengorok daun, Liriomyza sp. pada
tanaman kedelai di kebun percobaan Kendalpayak dan pengaruh
serangannya terhadap pertumbuhan tanaman kedelai. Laporan Hasil
Penelitian. Balai Penelitian Tanaman Kacang-kacangan dan Umbi-umbian,
Malang

Endrizal. 2014. Hama dan Penyakit Pada Tanaman Cabai Serta


Pengendaliannya. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jambi. Jambi

Hendrawanto, A. A. 2007. Hubungan Dinamika Populasi Kutu Kebul (Bemisia


tabaci) dan Curah Hujan Terhadap Penyakit Kuning pada Per tanaman
Cabai (Capsicum annum L.) di Lampung Barat. Skripsi. Universitas
Lampung. Bandar Lampung. 38 hlm.

Karel, A.K. and A. Autrique. 1989. Insects and other pests in Africa, p. 455504.
In H.F. Schwartz and M.A. Pastor-Corrales (Eds). Bean Production
Problems in The Tropics. CIAT, Columbia.

Katundu, J.M. 1980. Agromyzid leafminer: a new insect pest to Tanzania. Trop.
Grain Legume Bull. 20: 810.

Kurnianti, N. 2012. Budidaya Cabai. http://www.tanijogonegoro.com/2012/10/ca


ra-praktis-budidaya-cabai.html . diakses tanggal 15 oktober 2013

Mardinus. 2003. Patologi Benih dan Jamur Gudang. Andalas Univesity Press.
Padang.

Mulyatri. 2003. Peranan Pengolahan Tanah dan Bahan Organik terhadap


Konservasi Tanah dan Air. Pros. Sem. Nas. Hasil-hasil Penelitian dan
Pengkajian Teknologi Spesifik Lokasi.

Pracaya, 1994. Bertanam Lombok. Penerbit Kanisius, Yogyakarta.

Ratulangi, M.M., Semberl, D.T, Rante, C.S., Dien, M.F., Meray, E.R.M.,
Hamming. 2012. Diaognosis dan Insiden Panyakit Pada Beberapa Varietas
Tanaman Cabe diKota Bitung dan Kabupaten Minahasa. Jurnal Eugenia.
18(20): 81-88.

Reed, W., S.S. Lateef, S. Sithanantham, and C.S. Pawar. 1989. Pigeonpea and
Chickpea Insect Identification Handbook. Information Bulletin No. 26.
ICRISAT, Patancheru, Andhra Pradesh, India.120 pp.

Rhaisyarara Fridahaqi. 2022. Distribusi, intensitas kejadian dan keparahan


penyakit busuk buah pada tanaman cabai (capsicum annuum l.) di
Kabupaten Bangka. skripsi thesis, Universitas Bangka Belitung.

Semangun, H. 2007. Penyakit-Penyakit Tanaman Hortikultura di Indonesia. Gajah


Mada University Press. Yogyakarta.

Setiadi. 2011. Bertanam cabai di lahan dan pot. Penebar Swadaya. Jakarta.

Setiadi. 2004. Bertanam Cabai. Penebar Swadaya. Jakarta 21Hl.

Setiawan, A.B., S. Purwanti, dan Toekidjo. 2012. Pertumbuhan dan Hasil Benih
Lima Varietas Cabai Merah (Capsicum annuum L) di Dataran Menengah.
Vegetalika, 1(3):1-11.

Suryana. 2013. Menanam Cabe : Cara Menanam Cabe dan Budidaya Cabe.
Dayat Suryana

Sumarni dan Muharam. 2005. Budidaya Tanaman Cabai Merah Panduan Teknis
PTT Cabai No.2. Balai Penelitian Tanaman Sayuran. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Hortikultura. Badan Penelitian dan Pengembangan
Pertanian.

Sutarman. 2017. Dasar-Dasar Ilmu Penyakit Tanaman. Umsida Press.

Trumble, J.T., I.P. Ting, and L. Bates. 1985. Analysis of physiological, growth,
and yield responses of celery to Liriomyza trifolii. Entomol. Exp. Appl.
38: 15-21.

Warisno dan Dahana, Kres. 2018. Peluang Usaha dan Budidaya Cabai. Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

Anda mungkin juga menyukai