Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH MIKROBIOLOGI TERAPAN

ANTIBIOTIK

Disusun Oleh:

Efita Karunia Harita

Farra Oktaviani

Faras Puji Astuti

Firzan Fatansyah

Gita Fitri

PROGRAM STUDI BIOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN, PERIKANAN DAN BIOLOGI

UNIVERSITAS BANGKA BELITUNG

TAHUN 2022
BAB I
PENDAHULUAN

Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang bekerja
mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, dengan toksisitas relatif kecil bagi manusia.
Turunan zat yang dibuat semi-sintesis maupun sintesis dengan khasiat antibakteri, juga termasuk
antibiotik (Tjay & Rahardja 2007). Demam tifoid disebut juga enteric fever, tifus, atau paratifus
abdominalis adalah salah satu infeksi sistemik akut yang disebabkan oleh Salmonella enterik
serotype typhi atau paratyphi (Wibisono et al 2014). Gejala klinis demam tifoid dapat berupa
asimptomatik, simptomatik ringan sampai berat, atau muncul gejala penyakit yang khas disertai
komplikasi, bahkan kematian (Widodo, 2014). Antibiotik chloramphenicol merupakan salah satu
first line drug dari demam tifoid, tetapi masih banyak pula pilihan antibiotik lain sebagai terapi
alternatif di fasilitas pelayanan kesehatan (Mandal et al 2008). Antibiotik memang memiliki
banyak manfaat, tetapi penggunaannya turut berkontribusi terhadap terjadinya resistensi
(Katzung, 2007). Peresepan antiobiotik hendaknya memperhatikan sisi rasionalitas, yaitu tepat
pemilihan jenis antibiotik, tepat dosis, sesuai dengan indikasi dan tepat pasien, efek samping
minimal, tepat kombinasi bila perlu, harga yang terjangkau, dengan peningkatan efek terapeutik
serta penurunan resistensi dan toksisitas obat (Amin et al., 2014).

Tujuan :
a) Memahami Pengertian antibiotik
b) Mengetahui dan memahami cara kerja dari antibiotik
c) .Mengetahui dan memahami pemanfaatan antibiotik

Rumusan Masalah :
a) Apa yang dimaksud dengan antibiotik?
b) Bagaimana cara kerja dari antibiotik?
c) Sejarah penemuan antibiotik?
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Antibiotik
2.1.1 Definisi antibiotik
Antibiotik adalah zat kimiawi, yang dihasilkan oleh mikroorganisme secara
semisintesis, yang mempunyai kemampuan untuk membunuh atau menghambat
pertumbuhan mikroorganisme lain terutama bakteri karena memiliki sifat toksik. Sifat
toksik senyawa-senyawa yang terbentuk mempunyai kemampuan menghambat
pertumbuhan bakteri (efek bakteriostatik) dan ada pula yang langsung membunuh bakteri
(efek bakterisid). Antibiotik adalah obat yang digunakan untuk mengobati infeksi bakteri.
Permasalahan dalam penggunaan terapi antibiotik adalah ketika bakteri sudah resistensi
terhadap antibiotik. Pemilihan antibiotik harus didasarkan atas spektrum antibiotik,
efektivitas klinik, keamanan, kenyamanan dan cocok tidaknya obat yang dipilih untuk
pasien bersangkutan, biaya atau harga obat, serta potensi untuk timbulnya resistensi dan
risiko superinfeksi.

2.1.2 Agen Antibiotik


Agen Antibiotik merupakan organisme-organisme yang dapat menghasilkan senyawa
antibiotik didalam mikroba, agen antibiotik berasal dari bakteri dan fungi.Mikroorganisme
penghasil antibiotik tersebar dalam berbagai golongan, meliputi bakteri, Actinomycetes dan
fungi. Pada 22.500 senyawa biologis aktif yang diperoleh dari mikroba, 45% diantaranya
dihasilkan oleh Actinomycetes, 38% oleh fungi dan 17% oleh bakteri uniseluler. Suwandi (1989)
menyatakan bahwa fungi penghasil antibiotik yang terkenal diantaranya adalah Penicilium
menghasilkan penisilin, griseofulvin, Cephalosporium menghasilkan sefalosporin, serta beberapa
fungi lain seperti Aspergillusmenghasilkan fumigasin, Chaetomium menghasilkan chetomin,
Fusarium menghasilkan javanisin dan Trichoderma menghasilkan gliotoxin. Di bawah
permukaan air, kulturP. urticaememproduksi antibiotik patulin dan griseofulvin yang tumbuh
pada media glukosa-nitrat (Sekiguchi & Gaucher, 1977).
Selain itu Sejumlah inhibitor β-laktamase yang berasal dari bakteri Streptomyces, adalah
inhibitor penisilinase yang dihasilkan S. gedanensis (Hata dkk 1972); asam klavunalik,
dihasilkan S. clavul, gerus (Reading & Cole, 1977); asam olivanik, dihasilkanStreptomyces sp.
thienamisin, dihasilkan S. cattelya dan β-laktamase Inhibitor Protein (BLIP),dihasilkan S.
exfoliates. Adapun beberapa jenis bakteri yang menghasilkan antibiotik yaitu, Streptomyces
griseus yang menghasilkan antibiotik streptomycin, Streptomyces aureofaciens yang
menghasilkan antibiotik tetracycline, Streptomyces venezuelae yang menghasilkan antibiotik
chloramphenicol, penicillum menghasilkan antibiotik penisillin, serta Bacisllus polymyxa yang
menghasilkan antibiotik polymixin.

2.1.3 Mekanisme Kerja Antibiotik


Secara umum mekanisme kerja antibiotik pada sel bakteri dapat terjadi melalui bebrapa cara
yaitu :
a. Menghambat sintesis dinding sel bakteri.
b. Menghambat fungsi membran plasma.
c. Menghambat sintesis asam nukleat.
d. Menghambat sintesis protein melalui penghambatan pada tahaptranslasi dan
transkripsi meterial genetik.
e. Menghambat metabolisme folat

Menghambat sintesis dinding sel bakteri.


Tempat kerja antibiotik pada dinding sel bakteri adalah lapisan peptidoglikan. Lapisan ini
sangat penting dalam mempertahankan kehidupan bakteri dari lingkungan yang hipotonik,
sehingga kerusakan atau hilangnya lapisan ini akan menyebabkan hilangnya kekauan dinding sel
dan akan mengakibatkan kematian (Neu dan Gootz, 2001).
Semua antibiotik golongan β-laktam bersifat inhibitor selektif terhadap sintesis dinding
sel bakteri dengan demikian aktif pada bakteri yang dalam fase pertumbuhan. Tahap awal pada
kerja antibiotik ini dimulai dari pengikatan obat pada reseptor sel bakteri yaitu pada protein
pengikat penisilin (PBPs=Penicillin-binding proteins). Setelah obat melekat pada satu atau lebih
reseptor maka reaksi transpeptidasi akan dihambat dan selanjutnya sintesis peptidoglikan akan
dihambat. Tahap berikutnya adalah inaktivasi serta hilangnya inhibitor enzim-enzim autolitik
pada dinding sel. Akibatnya adalah aktivasi enzim-enzim litik yang akan menyebabkan lisis
bakteri.
Menghambat fungsi membran plasma
Membran sitoplasma bakteri dan jamur mempunyai struktur yang berbeda dengan sel-sel
hewan dan dapat lebih mudah dirusak oleh beberapa bahan kimia atau obat. Sebagai contoh
adalah polimiksin B yang bekerja pada bakteri gram negatif yang mengandung lipid bermuatan
positif pada permukaannya. Polimiksin mempunyai aktivitas antagonis Mg2+ dan Ca2+ yang
secara kompetisi menggantikan Mg2+ atau Ca2+ dari gugus fosfat yang bermuatan negatif pada
lipid membran. Polimiksin ini menyebabkan disorganisasi permeabilitas membran sehingga
asam nukleat dan kation-kation akan pecah dan sel akan mengalami kematian. Biasanya
polimiksin tidak digunakan untuk pemakaian sistemik karena dapat berikatan dengan berbagai
ligand pada jaringan tubuh dan juga bersifat toksik terhadap ginjal dan sistem saraf.
Gramisidin juga merupakan antibiotik yang aktif pada membran sel yang bekerja melalui
pembentukan pori pada membran sel dan biasanya hanya digunakan secara topikal. Polien
bekerja pada membran sel jamur dengan mengadakan ikatan pada sterol yang ada pada membran
sel jamur yang tidak ada pada sel bakteri, sebaliknya polimiksin inaktif terhadap jamur (Brooks
dkk., 1998).

Menghambat sintesis asam nukleat


Rifampin menghambat pertumbuhan bakteri melalui pengikatan pada DNA dependent
RNA polymerase. Rantai polipeptida dari enzim polimerase melekat pada faktor yang
menunjukkan spesifisitas di dalam pengenalan letak promoter dalam proses transkripsi DNA.
Rifampin berikatan secara nonkovalen dan kuat pada subunit RNA polimerase dan
mempengaruhi proses inisiasi secara spesifik sehingga mengakibatkan hambatan pada sintesis
RNA bakteri. Resistensi terhadap rifampin terjadi karena perubahan pada RNA polimerase
akibat mutasi kromosomal.Semua kuinolon dan fluorokuinolon menghambat sintesis DNA
bakteri melalui penghambatan DNA girase.

Menghambat sintesis protein melalui penghambatan pada tahap translasi dan transkripsi meterial
genetik.
Mekanisme kerja antibiotik golongan ini belum diketahui secara jelas. Bakteri memiliki
ribosom 70S sedangkan mamalia memiliki ribosom 80S. Subunit dari masing-masing tipe
ribosom, komposisi kimiawi dan spesifisitas fungsionalnya jelas berbeda sehingga dapat
dijelaskan mengapa obat-obat antimikroba dapat menghambat sintesis protein pada ribosom
bakteri tanpa menimbulkan efek pada ribosom mamalia Pada sintesis protein mikroba secara
normal, pesan pana mRNA secara simultan dibaca oleh beberapa ribosom yang ada di sepanjang
untai RNA yang disebut sebagai polisom.

Menghambat metabolisme folat


Trimetoprim dan sulfonamid mempengaruhi metabolisme folat melalui penghambatan
kompetitif biosintesis tetrahidrofolat yang bekerja sebagai pembawa 1 fragmen karbon yang
diperlukan untuk sintesis DNA, RNA dan protein dinding sel.

2.1.4 Penggolongan dan cara kerja antibiotik


Dalam Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
2406/Menkes/Per/XII/2011 Tentang Pedoman Umum Penggunaan Antibiotik,
penggolongan antibiotik berdasarkan mekanisme kerja, yaitu :
2. Obat yang menghambat sintesis atau merusak dinding sel bakteri
a. Antibiotik beta-laktam
Antibiotik beta-laktam terdiri dari berbagai golongan obat yang
mempunyai struktur cincin beta-laktam yaitu penisilin, sefalosporin,
monobaktam, karbapenem dan inhibitor beta-laktamase. Obat-obat
antibiotik beaktam umumnya bersifat bakterisid dan sebagian besar efektif
terhadap bakteri Gram-positif dan negatif. Antibiotik beta-laktam
mengganggu sintesis dinding sel bakteri. Yang termasuk antibioik beta-
laktam yaitu:
- Penisilin, contoh obat pada golongan ini yaitu, Penesilin G dan
Penesilin V, Amoksisilin, Ampisilin dan Piperasilin.
- Sefalosporin. Menghambat sintesis dinding sel bakteri dengan
makanisme yang sama dengan Penisilin. Antibiotik yang termasuk
golongan ini yaitu, Sefadroksil, Sefuroksim dan Seftriakson.
- Monobaktam, contoh obat pada golongan ini yaitu, aztreonam
yang menjadi alternatif yang aman untuk pasien yang alergi
terhadap penisilin dan sefalosporin.
- Inhibitor beta-laktam. Antibiotik yang termasuk dalam golongan
ini yaitu Asam klavulamat, Sulbaktam dan Tazobaktam.

b. Vankomisin
Vankomisin merupakan antibiotika lini ketiga yang terutama aktif terhadap
bakteri Gram-positif. Vankomisin hanya diindikasikan untuk infeksi yang
disebabkan oleh Streptococcus aureus yang resistensi terhadap metisilin
(MRSA). Semua basil Gram-negatif dan mikobakteri resisten terhadap
vankomisin. Vankomisin diberikan secara intravena, dengan waktu paruh
sekitar 6 jam. Efek sampingnya adalah reaksi hipersensitivitas, demam,
flushing dan hipotensi (pada infus cepat), serta gangguan pendengaran dan
nefrotoksisitas pada dosis tinggi.Contoh obat ini antara lain Vancodex,
Vancomycin Hydrochloride, dan Vancep

c. Basitrasin
Basitrasin adalah kelompok yang terdiri dari antibiotik polipeptida, yang
utama adalah basitrasin A. Basitrasin tersedia dalam bentuk salep mata dan
kulit, serta bedak untuk topikal. Basitrasin jarang menyebabkan
hipersensitivitas. Pada beberapa sediaan, sering dikombinasi dengan
neomisin dan/atau polimiksin. Basitrasin bersifat nefrotoksik bila memasuki
sirkulasi sistemik.Berbagai bakteri kokus dan basil Gram-positif, Neisseria,
H. influenzae, dan Treponema pallidum sensitif terhadap obat ini. Contoh
obat ini antara lain Bacitracin – Polymyxin B, Enbatic, Liposin, NB Topical
Ointment, Nebacetin, Scanderma Plus, dan Tracetin

2. Obat yang memodifikasi atau menghambat sistesis protein


a. Aminoglikosida.
Aminoglikosida bersifat bakterisidal. Antibiotik yang termasuk golongan ini
contohnya Streptomisin, Kanamisin, Neomisin, Gentamisin, Amikasin dan
Tobramisin.
b. Tetrasiklin.
Tetrasiklin adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik. Antibiotik yang
termasuk golongan ini adalah Tetrasiklin, Doksisiklin, Minosiklin,
Klortetrasiklin dan Oksitetrasiklin.
c. Kloramfenikol.
Kloramfenikol merupakan antibiotika berspektrum luas dan bersifat
bakterisidal, dengan kerja menghambat bakteri Gram-positif dan Gram-
negatif, bakteri aerob dan anaerob, Klamidia, Ricketsia dan Mikoplasma.
d. Makrolida. Makrolida aktif terhadap bakteri Gram-positif, tetapi juga dapat
menghambat beberapa Enterococcus dan basil Gram-positif. Antibiotik yang
termasuk ke dalam golongan ini adalah Azitromisin, Eritromisin,
Roksitromisin dan Klaritromisin.
e. Klindamisin.
Klindamisin menghambat sebagian besar bakteri kokus Gram-positif dan
sebagian besar bakteri anaerob, tetapi tidak bias menghambat bakteri Gram-
negatif aerob seperti Haemophilus, Mycoplasma dan Clamydia.
f. Mupirosin.
Mupirosin merupakan obat topical yang menghambat bakteri Gram-positif
dan beberapa Gram-negatif. Tersedia dalam bentuk salep atau krim 2%
untuk penggunaan di kulit.
g. Spektinomisin
Obat ini dapat digunakan sebagai obat alternatif untuk infeksi Gonokokus
bila obat lini pertama tidak dapat digunakan. Diberikan secara intramuscular
(IM).

3. Obat antimetabolit yang menghambat antibiotik-antibiotik esensial dalam


metabolismefolat :
a. Sulfonamida.
Sulfonamide adalah antibiotik yang bersifat bakteriostatik.
b.Trimethoprim.
Trimethoprim dikombinasikan dengan Sulfametoksazol mampu
menghambat sebagian besar patogen saluran kemih, kecuali P.aeruginosa
dan Neisseria sp.

4. Obat yang mempengaruhi sintesis atau metabolisme asam nukleat


a. Kuinolon.
Antibiotik yang termasuk golongan ini yaitu:
- Asam nalidiksat
- Fluorokuinolon golongan ini meliputi Siprofloksasin, Ofloksasin,
Moksifloksasin, Norfloksasin, Levofloksasin dan lain-lain.
Fluorokuinolon biasa digunakan untuk infeksi yang di sebabkan
oleh Gonokokus, Shgella, E.coli, Salmonella, Haemophilus,
Moraxella catarrhalis serta Enterobacteriacea dan P.aerginosa.

b. Nitrofuran
Nitrofuran meliputi Nitrofurantoin, Furazolidin dan Nitrofurazo. Nitrofuran
dapat menghambat bakteri Gram-positif dan negatif, termasuk E.coli,
Staphylococcus sp, Klebsiella sp, Enterococcus sp, Neisseria sp, Salmonella
sp, Shigella sp dan Proteus sp.

Penggolongan berdasarkan spektrum atau kisaran terjadinya, antibiotik dapat dibedakan menjadi
dua kelompok yaiu (Pratiwi 2008):
1. Antibiotik berspektrum sempit (narrow spektrum), yaitu antibiotik yang hanya mampu
menghambat segolongan jenis bakteri saja, contohnya hanya mampu menghambat atau
membunuh bakteri gram negatif saja. Yang termasuk dalam golongan ini yaitu penisilin,
strepomisin, neomisin, basitrasin.
2. Antibiotik berspektrum luas (broad spektrum), yaitu antibiotik yang mampu menghambat
atau membunuh bakteri dari golongan gram positif maupun negatif. Yang termasuk
dalam golongan ini adalah tetrasiklin dan derivatnya, kloramfenikol, ampisilin,
sefalosporin, carbapenem dan lain-lain. Biasanya digunakan untuk mengobati penyakit
infeksi yang belum diidentifikasi dengan kultur dan isolasi bakteri maupun uji
sensitifitas.
Pada penggunaan antibiotik spektrum luas, tumpang tindih antara bakteriostatik dan
bakterisidal menjadi tidak jelas. Pada konsentrasi tinggi, obat-obat golongan
bakteriostatik dapat memiliki efek bakterisidal pada mikroba yang sesuai. Sebagai
contohnya: Antibiotik golongan makrolid adalah golongan bakteriostatik, tetapi
eritromisin, azitromisin dan klaritomisin menunjukkan kerja bakterisidal pada in vitro
terhadap Streptococcus pyogenes dan Streptococcus pneumonia. Kloramfenikol memiliki
efek bakterisidal terhadap Streptococcus pneumonia, tetapi memiliki efek bakteriostatik
pada Streptococcus aureus dan Streptococcus grup B. Klindamisin dapat memiliki efek
bakterisidal tergantung mikroorganisme penyebab dan lingkungan. Linezolid memiliki
efek bakteriostatik pada pengobatan Staphylococcus dan Enterococcus, namun memilik
efek bakterisidal terhadap Streptococcus. Sebaliknya, antibiotik bakterisidal spektrum
luas juga memiliki efek bakteriostatik. Antibiotik bakterisidal dalam konsentrasi rendah
biasanya memiliki efek bakteriostatik, misalnya Quinupristin-dalfopristin memiliki efek
bakterisidal terhadap Staphylococcus dan Streptococcus namun memiliki efek
bakteriostatik terhadap Enterococcus faecium.

2.1.5 Prinsip Penggunaan Antibiotik


Menurut Menkes RI (2011), tentang pedoman umum penggunaan antibiotik, ada beberapa faktor
yang harus dipertimbangkan pada penggunaan antibiotik, diantaranya :
a. Resistensi mikroorganisme terhadap antibiotik Resistensi adalah kemampuan
bakteri untuk menetralisir dan melemahkan daya kerja antibiotik. Hal ini dapat
terjadi dengan beberapa cara, yaitu :
1. Merusak antibiotik dengan antibiotik yang diproduksi
2. Mengubah reseptor titik tangkap antibiotik
3. Mengubah fisiko-kimiawi target sasaran antibiotik pada sel bakteri.
4. Antibiotik tidak dapat menembus dinding sel, akibat perubahan sifat
dinding sel bakteri.
5. Antibiotik masuk ke dalam sel bakteri, namun segera dikeluarkan dari
dalam sel melalui mekanisme transport aktif ke luar sel. Penyebab utama
resistensi antibiotik adalah penggunaan yang meluas dan irasional.

b. .Faktor farmakokinetik dan farmakodinamik Pemahaman mengenai sifat


farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotik sangat diperlukan untuk
menetapkan jenis dan dosis antibiotik secara tepat, agar dapat menunjukkan
aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik.
c. Faktor interaksi dan efek samping obat Pemberian antibiotik secara bersamaan
dengan antibiotik lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang
tidak diharapkan. Berbagai macam efek dari interaksi dapat terjadi mulai dari
yang ringan seperti penurunan 10 absorpsi obat atau penundaan absorpsi sampai
meningkatkan efek toksik obat lainnya.
d. Faktor biaya Antibiotik yang tersedia di Indonesia bisa dalam bentuk obat
generik dan obat paten atau obat yang memiliki merek dagang. Harga antibiotik
pun sangat beragam, harga antibiotik dengan merek dagang atau antibiotik paten
bisa lebih mahal dibandingkan dengan generiknya, begitu pula untuk obat
antibiotik sediaan parenteral yang harganya bisa 1000 kali lebih mahal
dibandingkan dengan sediaan oral. Setepat apapun antibiotik yang diresepkan
apabila jauh dari tingkat kemampuan pasien tentu tidak akan bermanfaat dan
dapat mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi.

2.1.6 Pemilihan antibiotik


Penggunaan antibiotik secara umum dapat dibagi menjadi tiga yakni, untuk terapi
empiris, terapi definitif dan terapi profilaksis atau preventif. Jika bakteri penyebab suatu penyakit
infeksi belum dapat diidentifikasi secara pasti, maka penggunaan antibiotik dilakukan secara
empiris dimana jenis antibiotik yang digunakan harus dapat memberi efek pada semua jenis
bakteri patogen yang dicurigai. Oleh karena itu, biasanya digunakan jenis antibiotik yang
berspektrum luas, baik digunakan secara tunggal maupun kombinasi. Tetapi jika bakteri
penyebab suatu penyakit infeksi telah dapat diidentifikasi secara pasti, maka digunakan terapi
definitif. Jenis antibiotika yang digunakan adalah antibiotik berspektrum sempit untuk bakteri
patogen tertentu.

2.1.6 Bahaya Penggunaan Antibiotik yang Tidak Benar


Antibiotik yang dikonsumsi tidak tepat waktu dan tidak tepat sasaran dapat menyebabkan
kerugian bagi konsumennya. Berikut dua kerugian akibat konsumsi antibiotik yang tidak benar :
a. Infeksi berulang
Saat antibiotik dikonsumsi tidak tepat waktu, maka semua bakteri penyebab infeksi
tidakterbunuh, sehingga infeksi berulang dapat terjadi di tempat yang sama bahkan muncul
ditempat lain.
b. Resistensi bakteri terhadap antibiotik
Bakteri menjadi resisten terhadap antibiotik apabila tidak tuntas mengkonsumsi
antibiotik. Terdapat bebetapa faktor yang menyebabkan terjadinya resistensi , antara lain ;
1. Penggunaannya yang kurang tepat (irrasional)seperti: Penggunaan yang terlalu
singkat, dosis yang terlalu rendah, diagnosa awal salah dan dalam potensi yang
tidak kuat.
2. Faktor yang berhubungan dengan pasien. Pasien dengan pengetahuan yang salah
akan cenderung menganggap wajib dibarikan antibiotik dalam penanganan
penyakit meskipun disebabkan oleh virus, seperti flu, demam dan batuk-pilek
yang banyak dijumpai di masyarakat. Pasien yang membeli antibiotik sendiri
tanpa resep dokter (self medication), atau pasien dengan kemampuan financial
yang rendah seringkali tidak mampu menuntaskan regimen terapi.
3. Peresepan dalam jumlah yang besar dapat meningkatkan unnecessary health care
expenditure dan seleksi resistensi terhadap obat-obatan baru.
4. Promosi komersial dan penjualan besar-besaran oleh perusahaan farmasi serta
didukung pengaruh globalisasi, menyebabkan jumlah antibiotik yang beredar
semakin uas sehingga masyarakat mudah memperoleh antibiotik.
5. Lemahnya pengawasan yang dilakukan pemerintah dalam distribusi dan
pemakaian antibiotik. Selain itu juga kurangnya komitmen dari instansi terkait
baik untuk meningkatkan mutu obat maupun mengendalikan penyebaran infeksi.
A. SEJARAH BAKTERI PENGHASIL ANTIBIOTIK
1. Sejarah Bakteri subtilis
Pada awalnya bernama Vibrio subtilis oleh Christian Gottfried Ehrenberg, dan berganti
nama Bacillus subtilis oleh Ferdinand Cohn pada tahun 1872 (subtilis menjadi Latin
untuk 'baik').
2. Sejarah Bakteri Streptomyces griseus
Sejarah taksonomi S. griseus dan strain yang terkait filogenetis telah bergolak. S.
griseus pertama kali dijelaskan pada tahun 1914 oleh Krainsky, yang disebut spesies
Actinomyces griseus. Nama itu diubah pada tahun 1948 oleh Waksman dan Henrici ke
S. griseus. Kepentingan dalam strain tersebut berasal dari kemampuan mereka untuk
menghasilkan streptomisin, senyawa yang menunjukkan aktivitas bakterisida signifikan
terhadap organisme seperti Yersinia pestis (agen penyebab wabah) dan Mycobacterium
tuberculosis (agen penyebab tuberkulosis). Streptomisin ditemukan di laboratorium
Selman Waksman, meskipun mahasiswa PhD Albert Schatz tidak mungkin melakukan
sebagian besar pekerjaan pada strain bakteri dan antibiotik yang mereka hasilkan.

B. CIRI-CIRI BAKTERI PENGHASIL ANTIBIOTIK


1. Ciri-ciri Bakteri Bacillus subtilis
Sebagian motil dan adapula yang non motil. Semua membentuk endospora yang
berbentuk bulat dan oval. Baccillus subtlis merupakan jenis kelompok bakteri termofilik
yang dapat tumbuh pada kisaran suhu 45 °C – 55 °C dan mempunyai pertumbuhan suhu
optimum pada suhu 60 °C – 80 °C.

Klasifikasi Bacillus subtilis:


Kingdom : Bacteria
Class : Bacilli
Family : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Species : Bacillus subtilis
2. Ciri-ciri Streptomyces Griseus
S. griseus dan strain terkait baru-baru ini terbukti alkaliphilic, yaitu, mereka tumbuh
terbaik pada pH basa. Meskipun organisme ini tumbuh pada kisaran pH yang luas (5- 11),
mereka menunjukkan optimum pertumbuhan pada pH 9. Mereka menghasilkan massa
spora berwarna abu-abu dan pigmen terbalik abu-kuning ketika mereka tumbuh sebagai
koloni. Spora memiliki permukaan yang halus dan disusun sebagai rantai lurus.

Klasifikasi Streptomyces Griseus :


Domain : Bakteri
Phylum : Actinobacteria
Orde : Actinomycetales
Famili : Streptomycetaseae
Genus : Streptomyces
Spesies : S.Griseus

C. REPRODUKSI
1. Bacillus subtilis
Dapat membagi simetris untuk membuat dua sel anak (pembelahan biner), atau
asimetris, menghasilkan endospora tunggal yang dapat bertahan hidup selama puluhan
tahun dan tahan terhadap kondisi lingkungan yang kurang menguntungkan seperti
kekeringan, salinitas, pH ekstrim, radiasi, dan pelarut. endospora terbentuk pada waktu
stres gizi, yang memungkinkan organisme untuk bertahan di lingkungan sampai
kondisi menjadi baik. Sebelum proses sporulasi sel mungkin menjadi motil dengan
memproduksi flagella, mengambil DNA dari lingkungan, atau menghasilkan antibiotik.
tanggapan ini dipandang sebagai upaya untuk mencari nutrisi dengan mencari
lingkungan yang lebih menguntungkan, memungkinkan sel untuk menggunakan materi
genetik yang menguntungkan baru atau hanya dengan membunuh kompetisi.
2. Streptomyces griseus
Siklus hidup Streptomyces griseus ialah dengan membentuj rantai spora yang di sebut
arthospore ketika kekurangan nutrisi di lingkungan bakteri tersebut tumbuh. Di
samping itu cara reproduksi lain dari Streptomyces Griseus ialah dengan cara
membelah diri (Acker,et all.1954).

D. UKURAN DAN BENTUK


1. Bacillus subtilis : ukuran 0,7 – 3,0 mikrometer denganbentuk elipsodeal atau batang.
2. Streptomyces Griseus : ukuran 0,2- 10 mikrometerberbentuk bulat,bercabang atau
benang rapuh.

E. KARAKTERISTIK BAKTERI PENGHASILANTIBIOTIK


1. Karakteristik dinding sel Bacillus subtilis:
Gram-positif, tebal (15-80 nm), berlapis tuggal (mono), kandungan lipid rendah (1-4%),
peptidoglikan ada sebagai lapisan tunggal, komponen utama merupakan lebih dari 50%
berat kering pada beberapa sel bakteri, ada asam tekoat, lebih rentan, pertumbuhan
dihambat dengan nyata, relatif rumit pada banyak spesies, lebih resisten.
2. Karakteristik diding sel Streptomyces griseus
Streptomyces griseus adalah bakteri gram positif, bersifat aerobik, dan berserabut.
Bakteri ini bersifat mesofil dengan suhu optimal untuk pertumbuhannya sekitar 25-35’C.
Genus Streptomyces termasuk Streptomyces griseus pada tanah berfungsi untuk menjaga
bau tanah dan kesuburan tanah. Streptomyces griseus menghasilkan banyak metabolit
sekunder yang berguna seperti inhibitor antibiotik dan berkontribusi 70% dari antibiotik
terjadi secara alamiah. Disamping itu memiliki 'geome sequencing’ yang mampu
memberikan kontribusi untuk memproduksi metabolit sekunder antikanker. Oleh karena
itu fungsi dari Streptomyces griseus dapat menghasilkan streptomisin dan menghasilkan
grisein (Waksman, et all. 1948).

F. JUMLAH DAN LETAK FLAGELLA


1. Bacillus subtilis
Monotrik: bakteri yang mempunyai flagella yang berjumlahsatu pada salah satu ujung
selnya.
2. Streptomyces Griseus :Tidak di ketahui
G. CARA HIDUP BAKTERI PENGHASIL ANTIBIOTIK
Bacillus subtilis : Dapat membentuk endospora, untukbertahan hidup kondisi lingkungan
yangekstrim dari suhu dan pengeringan.
Streptomyces griseus : Siklus hidup streptomyces griseusialah dengan membentuk rantaispora
yang disebut arthosporeketika kekurangan nutrisi dilingkungan bakteri tersebuttumbuh.

H. PERANAN
Bacillus subtilis: Berperan dalam pembuatan antibiotic basitrasin.
Streptomyces Griseus: Bakteri penghasil antibiotic streptomycin.

KESIMPULAN

Antibiotik merupakan zat yang dihasilkan oleh jamur dan bakteri, yang bekerja
mematikan atau menghambat pertumbuhan bakteri, dengan toksisitas relatif kecil bagi manusia.
Turunan zat yang dibuat semi-sintesis maupun sintesis dengan khasiat antibakteri, juga termasuk
antibiotic. Pemilihan antibiotik harus didasarkan atas spektrum antibiotik, efektivitas klinik,
keamanan, kenyamanan dan cocok tidaknya obat yang dipilih untuk pasien bersangkutan, biaya
atau harga obat, serta potensi untuk timbulnya resistensi dan risiko superinfeksi.
DAFTAR PUSTAKA

Brooks GF, Butel JS, dan Morse SA. 1998. Jawetz, Melnick, & Adelberg’s Medical
Microbiology, 21st ed. Prentice Hall International Inc. 145 – 176.

Neu HC, Gootz TD. 2001.Antimicrobial chemotherapy. Medmicro.

Hata, T., Omura, S., Iwaw, Y., Ohno, H., Takeshima, T. & Yamaguchi, N. 1972. Studies on
Penicillinase Iinhibitors Produces by Microorganisms. J. Antibiot, 25:473- 473.

Katzung, Bertram G. 2012. Farmakologi Dasar dan Klinik Edisi 10. EGC, Jakarta

Kemenkes RI, 2011, Modul Penggunaan Obat Rasional, Bina Pelayanan Kefarmasian, Jakarta.

Mandal., et al. 2009. Lecture Notes Penyakit Infeksi. Edisi Keenam. Alih bahasa oleh Surapsari,
Juwalita. Jakarta : Erlangga.

Pratiwi, Sylvia., T., 2008, Mikrobiologi Farmasi, Jakarta, Erlangga.

Sekiguchi, J & G. M Gaucher. 1977. Conidiogenesis & Secondary Metabolism in Penicillium


urticae. Applied and Environmental Microbiology. 33(1): 147-158.

Suwandi, U. 1989. Mikroorganisme Penghasil Antibiotik. Cermin Dunia Kedokteran. 58: 37-40

Tjay, T.H & Rahardja, K., 2007, Obat-Obat Penting Khasiat, Penggunaan dan Efek-Efek
Sampingya, PT. Elex Media Komputindo, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai