Oleh
Andino Nurponco G.
1414121026
Kelompok 5
JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2015
I. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Adapun tujuan dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Mengetahui jenis penyakit penting tanaman pangan
2. Mengetahui gejala dan tanda penyakit
GAMBAR
KETERANGAN
Karat daun kedelai
disebabkan oleh jamur
Phakopsora pachyrhizi
bawah dan atas daun, coklat muda sampai coklat, bergaris tengah 100-200 m,
sering tersebar merata memenuhi permukaan daun. Parafisa pangkalnya bersatu,
membentuk penutup yang mirip dengan kubah diatas uredium. Parafisa
membengkok dan berbentuk gada atau mempunyai ujung membengkak, hialin
atau berwarna jerami dengan ruang sel sempit. Ujungnya berukuran 7,5-15m
dengan panjang 20-47m. Uredium bentuknya mirip dengan gunung api kecil
yang dibentuk di bawah epidermis, jika dilihat dari atas berbentuk bulat atau
jorong. Di pusat bagian uredium yang menonjol berbentuk lubang yang menjadi
jalan keluarnya urediospora. Urediospora membulat pendek, bulat telur atau
jorong, hialin sampai coklat kekuningan, dengan dinding tebal yang hialin dan
berduri halus.
Menurut Sudjono (1984) pada daun pertama kedelai muda dapat terjadi dua
macam bercak, yaitu yang mempunyai halo berwarna coklat dan yang tidak.
Gejala tampak pada daun, tangkai, dan kadang-kadang pada tangkai. Awalnya
terjadi bercak-bercak kecil coklat kelabu atau bercak yang sedikit demi sedikit
berubah menjadi coklat atau coklat tua. Bercak karat terlihat sebelum bisul-bisul
(pustul) pecah. Bercak tampak bersudut-sudut karena dibatasi oleh tulang daun di
dekat terjadinya infeksi (Semangun, 1991). Pada umumnya serangan terjadi pada
permukaan bawah daun dan serangan awal biasanya terjadi pada daun-daun
bawah yang kemudian berkembang ke daun yang lebih atas. Penyakit karat
kedelai biasanya mulai menyerang pada saat tanaman berumur 3-4 minggu setelah
tanam.
Daur Hidup Penyakit :
Urediospora masuk ke dalam tumbuhan melalui stomata. Setelah mencapai mulut
kulit (stomata), ujung pembuluh kecambah membesar dan membentuk
apresorium. Alat ini membentuk tabung penetrasi yang masuk ke dalam lubang
stomata lalu membengkak menjadi gelembung substomata di dalam ruang udara.
Dari gelembung ini tumbuh hifa infeksi yang berkembang ke semua arah dan
membentuk haustorium yang mengisap makanan dari sel-sel tumbuhan inang
(Semangun, 1996).
atas maupun bawah terdapat warna putih seperti tepung, sangat jelas di pagi hari.
Selanjutnya pertumbuhan tanaman jagung akan terhambat, termasuk pembentukan
tongkol buah, bahkan tongkol tidak terbentuk, daun-daun menggulung serta
terpuntir, bunga jantan berubah menjadi massa daun yang berlebihan.
Penyakit bulai tanaman jagung menyebabkan gejala sistemik dimana gejalanya
meluas ke seluruh bagian tanaman jagung serta menimbulkan gejala lokal
(setempat). Gejala sistemik terjadi bila infeksi cendawan mencapai titik tumbuh
sehingga semua daun akan terinfeksi. Tanaman terinfeksi penyakit bulai saat umur
tanaman masih muda umumnya tidak menghasilkan buah, tetapi bila terinfeksi
saat tanaman sudah tua masih dapat terbentuk buah, sekalipun buahnya kecil-kecil
karena umumnya pertumbuhan tanaman mengerdil.
Penyebab :
Penyakit bulai pada jagung terutama terdapat di dataran rendah. Konidium yang
paling baik berkecambah pada suhu 30 C. Infeksi hanya terjadi kalau ada air, baik
ini air embun, air hujan. Infeksi sangat ditentukan oleh umur tanaman dan umur
daun yang terinfeksi. Tanaman yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan
terhadap infeksi, dan makin muda tanaman, makin rentan pula (Semangun, 1991).
Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap dan suhu tertentu
yaitu 24 C. Penyakit ini merupakan penyakit yang paling berbahaya.
Penyebarannya sangat luas, kehilangan hasil dapat mencapai 90%
(Wakman dan Burhanuddin, 2007).
Faktor yang mempengaruhi :
Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air bebas, gelap, dan suhu tertentu,
P. maydis di bawah suhu 24 oC, P. philippinensis 21-26 oC. Ada beberapa faktor
yang mendorong percepatan perkembangan penyakit bulai yaitu, suhu udara yang
relatif tinggi yang disertai kelembaban tinggi.
Siklus Hidup :
Infeksi terutama berasal dari konidia yang terbawa oleh angin, ataupun curah
hujan yang tinggi. Infeksi memerlukan waktu 6-18 jam pada suhu 18-27 C.
Kondisi ideal untuk siklus hidup patogen ini adalah 60 - 70 hari (Lucas at al,
1987).
Pengendalian :
ini bunyinya kresek-kresek pada saat tertiup angin, sehingga untuk memudahkan
akhirnya disebut sebagai penyakit kresek.
Serangan penyakit hawar daun bakteri ini menyerang tanaman padi mulai dari
persemaian sampai tanaman padi menjelang panen. Infeksi dimulai dari bagian
daun melalui luka seperti bekas potongan bibit padi atau lubang alami daun
seperti stomata (lubang daun) dan merusak klorofil daun, sehingga kemampuan
daun untuk melakukan fotosintesis menjadi menurun dan pertumbuhan tanaman
terhambat.
Penyakit hawar daun bakteri (HDB) ini biasanya menyerang tanaman padi pada
saat musim hujan. Kondisi pertanaman dengan kelembaban yang tinggi dan
pemupukan yang tidak berimbang dengan dosis pupuk nitrogen yang tinggi.
Siklus Hidup :
Di luar musim tanam, bakteri dapat hidup dalam tanah selama 1-3 bulan
tergantung pada kelembaban dan keasaman tanah. Bakteri juga dapat bertahan
dalam jerami tanaman terinfeksi, pada singgang, dan pada tanaman inang selain
padi; sehingga dengan demikian penularan penyakit dapat terjadi dari musim ke
musim. Dilaporkan juga bahwa pathogen dapat hidup dalam biji sampai beberapa
saat, tetapi di alam penularan penyakit melalui benih jarang terjadi. Selain itu
bakteri dapat juga menginfeksi tanaman melalui hidatoda daun, melalui luka pada
akar atau bagian tanaman lainnya, tetapi tidak dapat melalui stomata. Kemudian
bakteri memperbanyak diri dalam epithemi yang berhubungan dengan pembuluh
pengangkut, kemudian menyebar ke jaringan lainnya.
Faktor yang Mempengaruhi :
Faktor lingkungan yang sangat berpengaruh terutama adalah kelembaban yang
tinggi sangat memacu perkembangan penyakit ini. Oleh karena itu penyakit hawar
daun bakteri sering timbul terutama pada musim hujan. Pertanaman yang dipupuk
Nitrogen dengan dosis tinggi tanpa diimbangi dengan pupuk Kalium
menyebabkan tanaman menjadi lebih rentan terhadap penyakit hawar daun
bakteri. Oleh karena itu untuk menekan perkembangan penyakit hawar daun
bakteri disarankan tidak memupuk tanaman dengan Nitrogen secara berlebihan,
gunakan pupuk Kalium dan tidak menggenangi pertanaman secara terus menerus,
sebaiknya pengairan dilakukan secara berselang (intermiten).
Pengendalian :
Cara tanam
Untuk memberikan kondisi lingkungan yang kurang mendukung terhadap
perkembangan penyakit HDB sangat dianjurkan tanam dengan system Legowo
dan .menggunakan system pengairan secara berselang (intermitten irrigation).
Sistem tersebut akan mengurangi kelembaban disekitar kanopi pertanaman,
mengurangi terjadinya embun dan air gutasi dan gesekan daun antar tanaman
sebagai media penularan pathogen.
Pemupukan
Pupuk Nitrogen berkorelasi positif dengan keparahan penyakit HDB. Artinya
pertanaman yang dipupuk Nitrogen dengan dosis tinggi menyebabkan tanaman
menjadi lebih rentan dan keparahan penyakit lebih tinggi. Sebaliknya dengan
pupuk Kalium menyebabkan tanaman menjadi lebih tahan terhadap penyakit
hawar daun bakteri. Oleh karena itu agar perkembangan penyakit dapat ditekan
dan diperoleh produksi yang tinggi disarankan menggunakan pupuk N dan K
secara berimbang dengan menghindari pemupukan N terlalu tinggi.
Sanitasi lingkungan
Mengingat pathogen dapat bertahan pada inang alternative dan sisa-sisa tanaman
maka sanitasi lingkungan sawah dengan menjaga kebersihan sawah dari gulma
yang mungkin menjadi inang alternative dan membersihkan sisa-sisa tanaman
yang terinfeksi merupakan usaha yang sangat dianjurkan.
Pencegahan
Untuk daerah endemik penyakit HDB disarankan menanam varietas padi yang
memiliki ketahanan terhadap penyakit HDB. Pencegahan penyebaran penyakit
perlu dilakukan dengan cara antara lain tidak menanam benih yang berasal dari
pertanaman yang terserang penyakit, mencegah terjadinya infeksi bibit melalui
luka dengan tidak melakukan pemotongan bibit dan menghindarkan pertanaman
dari naungan.
Cara lain menghidar dari penyakit ini adalah dengan menggunakan benih yang
agak tahan atau tahan dengan penyakit hawar daun.
Varietas - varietas padi yang agak tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri ini
antara lain Ciliwung, Fatmawati, Mekongga dan Aek Sibundoong (patotipe
IV),Widas, Rokan dan Hipa 3 ( patotipe III dan IV), Ketonggo, Ciherang, Inpari 2
dan Inpari 3 (patotipe III), Tukad Unda dan Tukad Petanu (patotipe VIII), Hipa 4,
Hipa 5 Ceva, Hipa 6 Jete (patotipe IV dan VIII), Inpari 1 dan Inpari 6 Jete
(patotipe III, IV dan VIII).
Sedangkan varietas padi yang tahan terhadap penyakit hawar daun bakteri (HBD)
ini antara lain Memberamo, Cibodas, Maros, Sintanur, Wera, (patotipe III), Way
Apo Buru, Singkil, Konawe, Intani, Sunggal, Ketan Hitam (patotipe III dan IV),
Code, Angke, Ciujung, Inpari 1, Inpari 6 Jete (patotipe III, IV dan VIII) .
4. Tungro
Gejala :
Gejala utama penyakit tungro terlihat pada perubahan warna daun terutama pada
daun muda berwarna kuning oranye dimulai dari ujung daun. Daun muda agak
menggulung, jumlah anakan berkurang, tanaman kerdil dan pertumbuhan
terhambat. Gejala ini biasanya tersebar mengelompok pada areal pertanaman padi
sehingga hamparan tanaman padi terlihat bergelombang karena adanya perbedaan
tinggi tanaman antara tanaman sehat dan tanaman sakit. Gejala biasanya mulai
tampak pada 6-15 hari setelah terinfeksi. Tanaman muda lebih rentan terinfeksi
disbanding tanaman tua. Jika tanaman sampai berumur dua bulan terhindar dari
infeksi, penyakit tungro kurang berpengaruh terhadap kerusakan dan kehilangan
hasil.
Penyebab :
Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk
batang Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro
Spherical Virus (RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan
serologi dan dapat menginfeksi tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya
ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor) tidak terjadi multiplikasi dalam
tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah species wereng
hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan
wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya.
Penularan virus tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah
mengisap tanaman yang terinfeksi virus kemudian berpindah dan mengisap
tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh vektor.
Nimfa wereng hijau dapat menularkan virus, tetapi infektif setelah ganti kulit.
Virus tidak dapat ditularkan melalui telur serangga maupun melalui biji, tanah, air
dan secara mekanis (pergesekan antara bagian tanaman sakit dengan yang sehat).
Pengendalian :
Upaya untuk pengendalian wereng coklat adalah dengan pendekatan teknik budi
daya , teknik kimiawi dan secara hayati serta melakukan deteksi dini dengan
pengamatan secara rutin pada pangkal batang, maksimal 3 hari sekali atau
menggunakan lampu perangkap.
Apabila pengendalian dilakukan dengan teknik budidaya maka :
Penyebab :
Salah satu penyebab penyakit hawar daun adalah Helminthosporium turcicum.
Penyakit hawar daun (H. turcicum) ini mampu menyebabkan kehilangan hasil
hingga 50% bahkan dapat menyebabkan kerugian besar bila serangan patogen
terjadi sebelum pemunculan bunga jantan. Hasil pengamatan di Kebun Percobaan
IPB Cikarawang, luas serangan penyakit ini rata-rata mencapai 100%.
Siklus Hidup :
Proses infeksi pada saat daun dalam keadaan basah dan pada kondisi lingkungan
yang mendukung, perkecambahan akan terjadi setelah 3 jam. Jika konidia
melewati masa kering selama 24 jam maka perkecambahan akan tertunda. Setelah
terjadi infeksi hifa akan mempenetrasi melalui epidermis. Kkolonisasi tergantung
dari salah satu faktor seperti genetik, umur tanaman inang, nutrisi dan faktor
lingkungan seperti suhu dan tanah.
Sporulasi H. turcicum di lapang terjadi pada permukaan tanaman yang terinfeksi,
hingga pada permukaan tanaman yang lain. Selanjutnya spora beradhesi,
melakukan penetrasi awal, kemudian membentuk bercak dan berkembang. Siklus
hidup cendawan H. turcicum berlangsung 23 hari. Dalam 72 jam satu bercak
mampu menghasilkan 100300 konidia (Holliday, 1980).
Faktor yang Mempengaruhi :
Pada H. turcicum suhu optimum untuk perkecambahan konidiumnya lebih kurang
30oC. Jamur ini lebih banyak terdapat di dataran rendah. Suhu optimum untuk
pembentukan peritesium adalah 26-27oC. Konidium tidak terbentuk pada
kelembaban nisbi kurang dari 93%. Pada kelembaban 97-98% jamur akan
membentuk banyak konidium (Semangun,1991).
Terdapat tiga spesies gulma yang dapat menjadi inang alternatif H. maydis yaitu
Leptochloa chinensis, Digitaria ciliaris, dan Echinochloa colona (Koesnang et al.
1996 dalam Pakki, 2005). Govitawawong dan Kengpiem (1975) dalam Pakki,
2005 melaporkan terdapat enam jenis rumput yang terinfeksi H. maydis, yaitu
Jonhson grass, R. exaltata, Setaria sphacelata, Pennisetum setosum, Sorghum
vulgare, dan Brachiaria cumbens. Spesies R. exaltata pada kondisi lapang sangat
rentan sehingga jenis rumput ini cukup potensial sebagai sumber inokulum awal.
Spesies-spesies rumput tersebut dominan ditemukan pada areal pertanaman
jagung sehingga dapat menjadi sumber inokulum awal yang penting. Akibatnya
H. maydis selalu ditemukan pada setiap musim tanam.
Pengendalian :
Semangun (1991) menyatakan di antara varietas bersari bebas yang diketahui
tahan atau cukup tahan terhadap Helminthosporium. sp. diantaranya adalah Metro,
Kania, Harapan, Harapan Baru, Arjuna, Bromo, Rama, Bisma. Diantara varietas
hibrida yang diketahui atau cukup tahan adalah C-4, C-9-10, Pioner 2-5, Pioner 7,
Pioner 10-19, Semar 1-10, dan Bima-1.
Untuk mencegah terjadinya kerugian karena penyakit ini tanaman harus mendapat
air yang cukup, pupuk yang seimbang, dan ditanam secara serentak pada saat
penanaman yang tepat. Pemberian unsur hara yang tepat dianggap sebagai cara
pengendalian yang paling baik (Semangun, 1996).
Jika dibutuhkan penyakit dapat dikendalikan dengan fungisida, antara lain
mankozeb, jamur yang terbawa oleh biji dapat dikendalikan dengan Thiram dan
Karboxin , atau dengan perawatan udara panas selama 17 menit dengan suhu 5455oC (Holliday,1980).
Tingkat kecepatan penyebaran setiap mikroorganisme berbeda. Virus sebenarnya
bukanlah disebut mikroorganisme. Virus disebut sebagai agen alih-alih karena
virus tumbuh dan berkembang bila berada didalam sel hidup. Tingkat infeksi virus
lebih cepat dari pada bakteri dan jamur. Sementara bakteri tingkat infeksinya
tergantung jenisnya. Bakteri yang memiliki flagel (alat penggerak) biasanya akan
lebih cepat dari pada yang tidak memiliki alat penggerak. Jamur memiliki tingkat
infeksi yang lebih lambat dari pada virus dan bakteri. Jamur akan menyerap bahan
organic dari tumbuhan inang yang diserangnya dengan terlebih dahulu
menghancurkannya. Yaitu dengan mematikn dulu sel-selnya dan kemudian
menyerapnya sebagai sari makanan (Martoredjo, 1984).
Tipe penyakit yang ada dalam percobaan ini adalah tipe gejala nekrotik. Karena
jika diperhatikan, gejala tersebut memberikan tanda bahwa adanya sel-sel yang
mati. Contohnya hawar daun padi. Hawar daun padi terbentuk dengan adanya
bercak memanjang dan berkembang semakin memanjang sehingga berkembang
menjadi gejala nekrotik.
IV. KESIMPULAN
Adapun kesimpulan yang diperoleh dari percobaan ini adalah sebagai berikut :
1. Penyakit pada tanaman disebabkan oleh virus, bakteri dan jamur.
2. Tanaman yang terkena virus lebih cepat penyebarannya dibandingkan dengan
bakteri dan jamur.
3. Penyakit Tungro memerlukan vektor wereng batang coklat untuk menginfeksi
tanaman.
4. Pengendalian perlu dilakukan jika masih sempat, namun jika penyakit sudah
terlanjur menyebar dan tidak mungkin dikendalikan maka biarkanlah, karena
hanya akan membuat kita tambah rugi.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN