Anda di halaman 1dari 20

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN PADI

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Guna Memenuhi Laporan Praktikum Mata Praktikum


Budidaya Tanaman Pangan

Oleh :
NAMA : DINI FIDYANDINI
NIM : 131510501082
GOLONGAN :B
KELOMPOK : 1 ( SATU )

LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Permasalahan


Indonesia merupakan negara yang dianegrahi tingkat keanekaragaman yang
tinggi baik keanekaragaman flora maupun fauna. Keseragaman tersebut juga
diwujudkan dalam keseragaman fungsi dan peran organisme tersebut (flora dan
fauna) terhadap ekosistem. Perbedaan peran dan fungsi suatu oraganisme akan
mengakibatkan interaksi antar organisme sati dengan organisme lainnya. Bentuk-
bentuk interaksi akan bermacam-macam baik posistif amaupun negatif.
Terjadinya interaksi tersebut disebabkan kebutuhan oranisme satu terhadap
organisme lainnya sehingga akan terdapat satu pihakyang diuntungkan, satu pihak
yang dirugikan, atau kedua belah pihak saling diuntungkan. Interaksi antara
organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan tanaman merupakan salah satu
bentuk interaksi yang dimana OPT diuntungkan dan tanaman dirugikan baik
secara agronomis maupun secara ekonomis.
Kegiatan budidaya tanaman tidak akan pernah terlepas dari dua faktor yang
sangat mempengaruhi kualitas ataupun kuantitas produksi. Padi sebagai salah
satu tanaman yang menghasilkan beras sebagai bahan pangan. Beras merupakan
makanan sumber karbohidrat dan memiliki tingkat nilai permintaan yang tinggi di
Indonesia. Padi merupakan makanan pokok mayoritas penduduk dunia, tak
terkecuali penduduk negara Indonesia sehingga kebutuhan padi di Indonesia
setiap tahun selalu meningkat seiring dengan pertambahan penduduk dan
perbaikan pendapatan perkapita. Oleh karena itu, pemerintah mensuplai padi
tambahan yang harus diimpor karena produksi dalam negeri belum dapat
mencukupi kebutuhan tersebut. Progam intensifikasi dan ekstensifikasi pun
ditingkatakan dalam meningkatkan kuantiatas dan kualitas padi. Keberhasilan
pencapaian progam diperlukan pengenalan mengenai tanaman padi.
Kegiatan budidaya tanaman tidak akan pernah terlepas dari dua faktor yang
sangat mempengaruhi kualitas ataupun kuantitas produksi. Faktor-faktor yang
mempengaruhi produksi dlam suatu budidaya adalah : 1) sifat genetis tanaman,
misalnya : varietas, daya tahan, dan sebagainya; dan 2) faktor lingkungan,
misalnya : temperatur, tata air, udara, perkembangan hama dan penyakit tanaman,
dan sebagainya. Keberadaan OPT secara signifikan merupakan salah satu faktor
pembatas produktivitas tanaman kakao. Hal ini dikarenakan OPT dapat
menggangu proses fisiologis dan morfologis tanaman sehingg tanaman tidak
dapat berproduksi secara optimal. Berbagai jenis OPT pada tanaman padi seperti :
hama walang sangit, hama belalang, hamawereng, penyakit blast, penyakit bercak
daun, penyakit hawar daun dan berbgai jenis gulma harus diketahui identitas
morfologi, biologi, dan gejala yang disebabkan hama/patogen dan gulma tersebut
terhadap tanaman sebagai identitas hama ataupatogen tersebut karena setiap jenis
OPT memeiliki teknik pengendaliannya tersendiri.

1.2 Tujuan
Untuk mengetahui OPT yang ada pada tanaman padi dan cara
pengendaliannya.
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurrut Umadevi, et al (2012), tanaman padi telah ditemukan sejak 5000


SM, akan tetapi praktik budidaya baru dilakukan pada 2000 SM yang diyakini
merupakan tanaman asli (centre of origin) negara Cina, dan negara-negara bagian
timur dan selatan Asia. Stimulasi teknik budidaya yang baik pada tanaman padi
dimulai pada 6500 SM yang dilakukan dinegara Cina sejak zaman purba.
Budidaya padi di India dimulai pada 3000 SM, dimana penduduk asli negara
tersebut menembukan tanaman liar (padi) dan mulai untuk bereksperimen dengan
tanaman tersebut. Selanjutnya, di Afrika pertama kali dibudidayakan pada 3500
SM. Selain itu, lebih dari 2 milyar penduduk Asia memerlukan 80% energi dari
nasi yang mengandung 80% karbohidrat, 7-8% protein, 3% lemak, dan 3% serat.
Sauki, dkk (2014) menambahkan bahwa tanaman padi (Oryza sativa L.)
ialah tanaman penghasil beras yang digunakan sebagai bahan pangan utama
hampir 90 % penduduk Indonesia. Tahun 2009, kebutuhan beras nasional
mencapai sekitar 32 juta ton yang diperoleh dari 66 juta ton gabah padi dari
areal luas panen di seluruh Indonesia 13,2 juta hektar. Kebutuhan akan beras
ini diprediksi akan terus meningkat seiring dengan laju pertambahan populasi
penduduk Indonesia yang tahun 2011 telah mencapai 230 juta jiwa. Tanaman
padi di Indonesia lazim dibudidayakan di lahan sawah, yakni lahan dengan
media tanah berlumpur yang di jenuhi air dan hanya sebagian kecil saja
yang dibudidayakan di lahan kering. Masalah utama produksi padi di Indonesia
adalah serangan OPT.
Menurut Suyamto (2005), hama penting tanaman padi antara lain penggerek
batang padi - stem borer, wereng coklat - brown planthopper, wereng hijau -
green leafhopper, walang sangit - rice bug, tikus – rat, dan ulat tentara/grayak –
armyworm. Sedangakan penyakit penting tanaman padi antara lain hawar daun
bakteri - bacterial leaf blight, blas – blast, hawar pelepah daun - sheath blight,
tungro – tungro, kerdil rumput - grassy stunt, dan kerdil hampa - ragged stunt.

Menurut Kartohardjono (2011), pada tahun 1912, hama penggerek batang


merusak pertanaman padi seluas 38.318 ha di Jawa dengan kehilangan hasil
61.760 ton. PHT adalah suatu sistem pengelolaan populasi hama dengan
menggunakan semua teknik yang sesuai dan kompatibel untuk mengurangi
populasi hama dan mempertahankannya di bawah tingkat kerusakan ekonomis.
Menurut Sarwar (2012), Walang Sangit (Leptocorixa acuta) merupakan
hama yang menghisap cairan bulir pada fase masak susu. Gejala yang
ditampakkkan pada tanaman padu adalah malai berubah warna, mengapur serta
hampa. Hal ini dikarenakan walang sangit menghisap cairan dalam bulir padi.
Fase tanaman padi yang rentan terserang hama walang sangit adalah saat tanaman
padi mulai keluar malai sampai fase masak susu.
Menurut Litsinger, et al (2011), imago walang sangit yang hidup pada
tanaman padi dan yang hidup pada rerumputan, khususnya gulma. Imagowalang
sangit bertelur pada permukaan daun bagian atas padi dan rumput-rumputan
lainnya secara kelompok. Aktif menyerang pada pagi dan sore hari, sedangkan di
siang hari berlindung di bawah pohon yang lembab dan dingin.
Penyakit blas disebabkan oleh infeksi patogen P. oryzae. Gejala
penyakit berupa bercak kelabu dengan tepi coklat berbentuk belah ketupat
dengan bagian ujung runcing. Selain itu ciri khas konidia dengan terbagi atas
tiga ruas. Bagian tanaman yang umum diserang adalah daun, pangkal malai,
cabang dan buku malai. Infeksi patogen dapat terjadi pada daun dan
menyebabkan blas pada daun. Sementara infeksi patogen pada tangkai malai dapat
menyebabkan blas leher. Blas leher sangat berbahaya karena dapat
mengakibatkan kehampaan biji. Infeksi patogen P. oryzae Cav. dapat
mengakibatkan kehilangan hasil yang mencapai 50-90% pada kultivar rentan
atau dapat menggagalkan panen (Taufik, 2011).
Selain penyakit blas, penyakit busuk batang jugaperlu diperhatikan.
Penyakit ini disebabkan oleh jamur dengan spora yang sangat tahan di dalam
tanah. Spora jamur ini menginfeksi pangkal batang ketika spora tersebut
mengapung dipermukaan air dan mencapai tanaman. Infeksi jamur ini
mneyebabkan pelepah daun berubah warnanya menjadi gelap kemudian terkulai.
Infeksi tersebut kemudian meluas kepelepah berikutnya dan pada akhirnya
pada batang. Apabila batang terserang maka seluruh tanaman tumbang atau
tanaman terkulai. Spora jamur ini berada pada jerami dan tanah hingga
musim tanah berikutnya dan akan menginfeksi tanaman baru (Badan Penyuluhan
dan Pengembangan SDM Pertanian, 2015).
Hama dan penyakit dikendalikan dengan pendekatan pengelolaan hama
dan penyakit terpadu (PHT) dilakukan dengan mengkombinasikan berbagai teknik
pengendalian, seperti pengendalian fisik, pengendalian hayati, pengendalian
mekanik, dan penekanan pengendalian kimiawi. Penggunaan pestisida didasarkan
pada pemantauan lapang agar dicapai efisiensi yang tinggi dan pencemaran
lingkungan dapat diminimalisasi. Komponen pengendalian diterapkan sesuai
dengan tahapan budidaya tanaman (Savary, et al,. 2012).
Marlinan, dkk (2012) menambahakan bahwa pengendalian hama dan
penyakit pada tanaman padi dapat dilakukan dengan pemberian pestisida
organik. Pestisida organik didigolongkan menjadi dua jenis, yaitu pestisida
nabati dan pestisida hewani. Sesuai namanya bahan-bahan pembuatan pestisida
nabati berasal dari tumbuh-tumbuhan yang mengandung zat antiserangga,
sedangkan pestisida hewani berasal dari hewan. Bahan dan ramuan pestisida
hewani tidak sebanyak bahan ramuan pestisida nabati, hanya urin sapi yang
diketahui berkhasiat sebagai pestisida, khusunya untuk pemberantasan
penyakit yang disebabkan oleh virus dan cendawan.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Pratikum Budidaya Tanaman Pangan dilaksanakan pada hari Seabtu 08
Oktober 2015 dari pukul 10.00 WIB sampai selesai di Kec.Kreongan, Kab.
Jember.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Bahan
1. Worksheet
3.2.2 Alat
1. Kamera,
2. Alat tulis,
3. Tali rafia,
4. Plastik, dan
5. Ajir .

3.3 Cara Kerja


1. Mahasiswa mengamati hama, penyakit, dan gulma.
2. Melakukan pengamatan gejala serangan, tingkat kerusakan, dan
penyebabnya (jenis hama dan penyebab penyakit) serta memfoto gejala
dan jenis hamanya. Mengamati gejala serangan yang disebabkan dua jenis
hama dan penyakit yang dominan:
a. Hama
Tingkat kerusakan = x 100%

b. Penyakit
Keparahan penyakit (penyakit blast, kresek, bercak daun)

Kp = x 100%

Insiden penyakit (IP) (tungro dan kerdil rumput)


IP = x 100%

3. Untuk mengamati gulma, menentukan luas petak 1 x 1 m2 , dari luas tersebut


mengamati jenis gulma dan populasinya, kemudian mengambil gambar
gulma yang ditemukan.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Tabel 4.1 Hasil Pengamatan Jenis Hama, Penyakit, dan Gulma
Kelompok 1 pada Lahan Pertanaman Padi
Plot Jenis OPT Tingkat Keparahan (%)
Hama walang sangit  KP 1 = 39,30
 KP2 = 30.34
 KP3 = 56,40
 KP4 = 46,15
 KP5 = 35,09
 KP Total : 41, 46
Penyakit Beracak Daun  KP 1 = 26,50
1
 KP2 = 28,39
 KP3 = 36,50
 KP4 = 34,25
 KP5 = 23,23
 KP Total : 29,77
Gulma kayu apu  10 m2
Gulma kangkung  2 m2
Hama walang sangit  KP 1 = 33,81
 KP2 = 34,18
 KP3 = 29,70
 KP4 = 38,62
 KP5 = 34,70
 KP Total : 34,20
Penyakit blast  KP 1 = 21,56
2
 KP2 = 16,04
 KP3 = 23,73
 KP4 = 30,76
 KP5 = 32,40
 KP Total : 24,90
Gulma Enchinocloa crusgalli  1 m2
Gulma krokot  1 m2

4.2 Pembahasan
Oraganisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan oraganisme yang
aktivitasnya dapat mengganggu, merusak tanaman sehingga dapat merugikan
tanaman. Berdasarkan definisi tersebut, terdapat 3 komponen penting didalam
ruang lingkup OPT, yaitu 1) gangguan, 2) kerusakan, dan 3) kerugian. Menurut
Triharso (2010), gangguan adalah perubahan pertanaman yangmengarah kepada
penguarangan kualitas atau kuantitas hasil yang diharapkan, kerusakan
adalahsetiap penguarangn kualitas atau kuantitas hasil yang diharapkan sebagai
akaibat gangguan, dan kerugian mengarah kebada pengurangan nilai ekonomi.
Berdasarkan konsep segitiga gangguan, gangguan akan muncul jika faktor
lingkungan (sesuai dengan habitat OPT), organisme pengganggu (virulen dan
agresif), dan inang (rentan) mendukung. Keberadaan OPT akan mengakibatkan 3
komponen tersebut (gangguan, kerusakan, dan kerugian) terhadap tanaman, tak
terkecuali tanaman padi
Setiap teknik pengendalian satu oraganisme pengganggu akan berbeda
dengan dengan oraganisme pengganggu lainnya sehingga informasi tentang ciri-
ciri morfologi dan biologi oranisme pengganggu, serta gejala yang ditunjukkan
pada tanaman harus diketahui untuk mengetahui identitas organisme pengganggu
tersebut. Selain itu, setiap jenis hama akan menyerah fase pertumbuhan pada
tanaman tertentu (fase persemaian, fase vegetatif atau fase generatif). Gambar 4.1
menunjukkan jenis-jenis hama yang menyerang tanamnan padi berdasarkan fase
tanaman padi tersebut.
Gambar 4.1 Serangan hama berdasarkan stadia pertumbuhan padi

(Sumber : Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian,2015)


Menurut Suyamto (2005), hama penting tanaman padi antara lain penggerek
batang padi - stem borer, wereng coklat - brown planthopper, wereng hijau -
green leafhopper, walang sangit - rice bug, tikus – rat, dan ulat tentara/grayak –
armyworm. Sedangakan penyakit penting tanaman padi antara lain hawar daun
bakteri - bacterial leaf blight, blas – blast, hawar pelepah daun - sheath blight,
tungro – tungro, kerdil rumput - grassy stunt, dan kerdil hampa - ragged stunt.
Akan tetapi, pada praktikum Identifikasi OPT pada tanaman padi yang dilakukan
di Kec Kreongan,Kab Jember , kelompok1 hanya menemukan berbagai 1 hama
padi dan 1 penyakit pada tanaman padi, antara lain :
1. Hama walang sangit
Gambar 4.1 Hama Walang Sangit (Kiri) dan Bulir Padi yang Terserang
Hama Walang Sangit (Kanan)

(Sumber : Suyamto, 2005)


Leatemia dan Rumthe (2011) melaporkan bahwa kerusakan yang hebat
disebabkan oleh imago yang menyerang tepat pada masa berbunga,
sedangkan nimpa merusak pada instar ketiga dan seterusnya. Tingkat
serangan dan menurunnya hasil akibat imago lebih besar dibandingkan
nimfa. Populasi 5 ekor walang sangit pada tiap 9 rumpun tanaman akan
merugikan hasil sebesar 15%, sedangkan 10 ekor pada 9 rumpun tanaman akan
mengurangi hasil sampai 25%. Kerusakan yang tinggi biasanya terjadi pada
tanaman di lahan yang sebelumnya banyak ditumbuhi rumput-rumputan serta
pada tanaman yang berbunga paling akhir.
Tabel 4.2 Kriteria Penilaian Intensitas Kerusakan pada Walang Sangit

(Sumber : Leatemia dan Rumthe, 2011)


Berdasarkan Tabel 4.2 dapat diketahui bahwa intensitas serangan walang
sangit pada plot 1 (Gol/Kel : B/1) pada lahan pertanaman padi di Kec. Kreongan,
Kab. Jember dikategorikan sedang (41, 46 %)dan pada plo 2 intensitas serangan
walang sangit juga dikategorikan sedang (34,20 %). Berikut identifikasi
morfologi, gejala, dan teknikpengendalian hama walang sangit.
Spesies Leptocorisa oratorius (Fabricius)
Hemiptera: Alydidae
Menyerang Imago dan nimfa instar 3
Morfologi Serangga dewasa (imago) walang sangit berwarna hijau
kuning kecoklatan dengan panjang 1,5 - 3 cm
Biologi Serangga apabila diganggu akan mempertahankan diri dengan
mengeluarkan bau. Selain sebagai mekanisme pertahanan diri,
bau yang dikeluarkan juga digunakan untuk menarik walang
sangit lain dari spesies yang sama.
Gejala a. Fase pertumbuhan tanaman padi yang rentan terhadap
serangan walang sangit adalah dari keluarnya malai sampai
matang susu.
b. Kerusakan yang ditimbulkannya menyebabkan beras berubah
warna dan mengapur, serta hampa.
c. Ambang ekonomi walang sangit adalah lebih dari 1 ekor
walang sangit per dua rumpun pada masa keluar malai sampai
fase pembungaan.
d. Mekanisme merusaknya yaitu menghisap butiran gabah yang
sedang mengisi (Suyamto, 2005)
Pengendalian a. Pengendalian preventif
 Kendalikan gulma di sawah dan di sekitar pertanaman.
 Ratakan sawah dan pupuk secara merata agar pertumbuhan
tanaman seragam.
 Tangkap walang sangit dengan menggunakan jaring
sebelum stadia pembungaan.
 Umpan walang sangit dengan menggunakan ikan yang
sudah busuk, daging yang sudah rusak, atau dengan
kotoran ayam.
b. Pengendalian kuartif
 Aplikasi insektisida dilakukan apabila serangan sudah
mencapai ambang ekonomi.
 Aplikasi insektisida sebaiknya dilakukan pada pagi-pagi
sekali atau sore hari ketika walang sangit berada di kanopi.
 Penggunaan insektisida (bila diperlukan) antara lain
 yang berbahan aktif : BPMC, fipronil, metolkarb,MIPC,
atau propoksur.

2. Penyakit bercak cokelat


Gambar 4.2 Gejala Penyakit Bercak Cokelat pada Daun Tanaman Padi
(Kiri), Patogen Penyebab Bercak Coklat Daun Padi
(Helminthosporium oryzae ) (Tengah), dan Skala Keparahan
Infeksi penyakit Bercak Cokelat

(Sumber : Silitonga, 2003)


Berdasarkan Tabel 4.2 (tengah) diketahui bahwa tingkat keparahan infeksi
penyakit bercak daun cokelat pada plot 1 (Gol/Kel : B/1) pada lahan pertanaman
padi di Kec. Kreongan, Kab. Jember termasuk skala 7 (29,28 %). Sedangakan
pada plo 2 tingkat keparahan infeksi penyakit bercak daun cokelat termasuk skala
6 (24,89 %). Berikut identifikasi morfologi, gejala, dan teknik pengandalian
penyakit bercak daun cokelat.
Spesies Helminthosporium oryzae (Fungi)
Morfologi Cendawan Helminthosporium oryzae atau Drechslera
oryzae (Cochliobolus miyabeanus). Konidia H. Oryzae
berwarna coklat, bersekat 6-17, berbentuk silindris, agak
melengkung, dan bagian tengahnya agak melebar. Konidia ini
di bentuk pada tangkai sederhana yang tumbuh pada bercak.
Biologi Konidia ini dapat di sebarkan oleh angin dan dapat terbawa
benih. Sisa tanaman di lapang dan beberapa jenis gulma seperti
Leersia sp., Cynodon sp,. dan Digitaria sp. yang terinfeksi
dapat menjadi sumber penularan.
Gejala a. Bercak muda berbentuk bulat kecil, berwarna coklat gelap.
b. Bercak yang sudah tua berukuran lebih besar (0,4 - 1 cm
x 0,1 – 0,2 cm), berwarna coklat pada pusat kelabu.
c. Kebanyakan bercak mempunyai warna kuning di
sekelilingnya dan bila serangan menghebat seluruh
permukaan bulir dapat tertutup massa konidia dan tangkainya.
Pengendalian Pengendalian preventif
 Menanaman tanaman varietas yang tahan.
 Menggunakan benih yang sehat atau beri perlakuan
fungisida atau air panas pada benih.
 Mempupuk yang seimbang terutama K yang cukup.
Selain hama dan penyakit,gulma merupakan salah satu faktor bitik yang
dapat menyebabakan kehilangan hasil panen tanaman padi. Gulma menyaingi
tanaman padi dalam mengambil unsur hara, air, ruang, dan cahaya. Menurut
Kastanja (2011), penurunan hasil padi akibat gulma berkisar antara 6-87 %. Data
yang lebih rinci penurunan hasil padi secara nasional akibat gangguan gulma 15-
42 % untuk padi sawah dan padi gogo 47-87 %. Program pengendalian gulma
yang tepat untuk memperoleh hasil yang memuaskan perlu dipikirkan terlebih
dahulu. Pengetahuan tentang biologis dari gulma (daur hidup), faktor yang
mempengaruhi pertumbuhan gulma, pengetahuan mengenai cara gulma
berkembang biak, menyebar dan bereaksi dengan perubahan lingkungan dan cara
gulma tumbuh pada keadaan yang berbeda-beda sangat penting untuk diketahui
dalam menentukan arah program pengendalian. Keberhasilan dalam pengendalian
gulma harus didasari dengan pengetahuan yang cukup dari sifat biologi gulma
tersebut. Berdasarkan bentuk daunya gulma digolongkan menjadi tiga, yaitu : 1)
Golongan rerumputan; 2) Golongan rumput teki; dan 3) Golongan berdaun lebar.
Hasil inventarisasi gulma pertanaman padi di Kec. Kremongan, Kab.
Jember disajikan pada Tabel 4.1, pada plot 1 dan plot 2 (Gol/Kel : B/1)
menunjukkahan perbedaan hasil yang sangat nyata terhadap jenis gulma yang
ditemukan. Jenis gulma yang ditemukan pada plot 1 adalah kayu apu (10 m 2),
bayam berduri (1 m2), dan kangkung (2 m2). Sedangakan pada plot 2 adalah
Echinochloa colona (1 m2) dan krokot (1 m2). Identifikasi gulma tersebut akan
disajikanpada Tabel 4.3.
Tabel 4.3 Inventarisasi Gulma yang ditemukan pada pertanaman padi
di Kec. Kremongan, Kab. Jember (Gol/Kel : B/1)
No Spesies Keterangan
1 Echinochloa  Habitat
colona Dataran rendah, dataran tinggi.
 Morfologi
Tumbuh dalam rumpun dan tegak, tingginya mencapai
0,6 m.
 Kelembaban
Kering sampai basah
 Pengendalian secara budidaya
Tanam dan penggenangan dilakukan lebih awal;
penyiangan dengan tangan
 Siklus hidup
Sepanjang tahun
 Cara perkembangbiakan
Biji/ stolon
 Masa berbunga
30 ampai 45 hari
 Dormansi
Rendah atau tidak ada; memerlukan cahaya untuk
perkecambahan
 Catatan :
Salah satu gulma terburuk di dunia; kejenuhan tanah
sangat mengurangi munculnya benih yang terkubur;
responsif terhadap hara; memproduksi akar yang
berlimpah/banyak; makanan ternak yang baik; tanaman C 4
; terdorong tumbuh di lokasi tanpa olah tanah daya saing :
tinggi kontaminasi benih : ya, dan memerlukan cahaya
matahari, naungan parsial
2 Kayu Apu  Habitat
(Pistia stratiotes L) Dataran rendah
 Morfologi
Tanaman terna stoloniferous yang mengambang,
kadang-kadang berakar, tingginya kira-kira 0,1 m
 Kelembaban
Tergenang samapi lembab
 Pengendalian secara budidaya
Pengeringan sawah dan pencabutan dan membuang
 Siklus hidup
Sepanjang tahun
 Cara perkembangbiakan
Planlet/ tanaman kecil dan biji
 Dormansi
ya, tampaknya membutuhkan waktu perendaman yang
lama
 Catatan
Biji berkecambah sementara terendam; daya tahan
hidup dapat diperpanjang dalam kondisi tidak
tergenang; sensitif dingin, sehingga tidak
biasanya ditemukan di daerah beriklim sedang; daya
saing: kemungkinan rendah; kontaminasi benih: tidak
mungkin; dan masa tanaman dewasa : stadia stolon
dengan 5-6 daun; dewasa pada 120 hari.

3 Krokot  Habitat
(Portulaca Dataran tinggi
oleracea L)  Morfologi
Tanaman terna sukulen yang bercabang menyebar;
tingginya mencapai 0,5 m
 Kelembaban
Kering samapi lembab
 Pengendalian secara budidaya
Penggenangan; diulang penanaman yang dangkal
meskipun dengan mudah berakar kembali
 Siklus hidup
Tahunan
 Cara perkembangbiakan
Biji/potongan batang
 Catatan
Salah satu gulma terburuk di dunia, lebih memilih tanah
yang subur; pertumbuhan lambat sampai sekitar 14 hari;
pakan ternak babi dan dikonsumsi oleh manusia; daya
saing: rendah sampai moderate (sedang); berat benih:
0,07; waktu pemasakan: bunga dalam 1 bulan,
pemasakan dalam 2-4 bulan; dan banyak memerlukan
matahari sampai parsial naungan.
4 Kangkung  Habitat
(Ipomoea aquatica Dataran rendah
Forssk.)  Morfologi
Tanaman merambat, penyebarannya luas dan banyak
cabang
 Kelembaban
Tergenang samapi lembab
 Pengendalian secara budidaya
Mencabut secara fisik meskipun mudah membentuk
akar kembali dari buku-buku (node)
 Siklus hidup
Sepanjang tahun
 Cara perkembangbiakan
Biji/runners (batang yang panjang di atas tanah)
 Dormansi
Ya, memerlukan kulit biji pecah
 Catatan
Daya saing: rendah; kontaminasi benih: ya; berat benih:
36; waktu berbunga: 45-60 hari; bunga: putih sampai
krem atau ungu; dan memerlukan cahaya cerah/ banyak
matahari.

5 Bayam berduri  Habitat


(Amaranthus Dataran tinggi
spinosus)  Morfologi
Tanaman tegak; banyak cabang; duri aksilari tajam;
tinggi tanaman mencapai 1 m
 Kelembaban
Lembab
 Pengendalian secara budidaya
Penyiangan dengan tangan pada awal (sebelum tumbuh
duri) atau secara budidaya; penggenangan.
 Siklus hidup
Tahunan
 Cara perkembangbiakan
Biji
 Dormansi
Bervariasi; tidak terjadi dormansi sampai 4 bulan;
viabilitas/daya hidupnya lama; tidak memerlukan
cahaya untuk perkecambahan
 Catatan
Salah satu gulma terburuk di dunia; tanaman C 4 ;
menyukai tanah yang subur dan bersuhu tinggi; kadang-
kadang dikonsumsi oleh manusia; tanaman muda
beracun bagi ternak; daya saing: moderat/ sedang
sampai tinggi; kontaminasi benih: tidak diketahui; berat
benih: 0,2; bunga: hijau pucat – semburat ungu; dan
cahaya : cerah/ banyak matahari; sensitif naungan.
(Sumber : Caton, et al, 2011)
BAB 5. PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan sebelumnyadapat disimpulkan bahwa :
1. Hama penting tanaman padi antara lain penggerek batang padi - stem borer,
wereng coklat - brown planthopper, wereng hijau - green leafhopper,
walang sangit - rice bug, tikus – rat, dan ulat tentara/grayak –armyworm.
Sedangakan penyakit penting tanaman padi antara lain hawar daun bakteri -
bacterial leaf blight, blas – blast, hawar pelepah daun - sheath blight, tungro
– tungro, kerdil rumput - grassy stunt, dan kerdil hampa - ragged stunt.
2. Hama yang ditemukan pada lahan praktikum adalah hama walang sangit
dengan kategori intensitas penyerangan sedang
3. Penyakit yang ditemukan pada lahan praktikum adalah penyakit bercak
coklat daun padi dengan skala 7 pada plot 1 dan skala 6 pada plot 2.
4. Inventarisasi gulma yang ditemukan pada lahan praktikum antara lain : kayu
apu, bayam berduri, krokot, echinocloa colona, dan kangkung.

5.2 Saran
Sebaiknya jawaban dari soal pembahasan didiskusikan sehingga tidak
memberikan makna yang banyakdan ambigu terhadap para praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Badan Penyuluhan dan Pengembangan SDM Pertanian. 2015. Pengendalian


Hama Terpadu (PHT) Sesuai dengan Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) Sasaran. Bogor : Pusat Pelatihan Pertanian

Caton, B. P., M. Mrtimer., J. E.Hill., and D. E.Jonhson. 2011. Gulma Padi di Asia.
Philippines: IRRI

Kartohardjono, Arifin. 2011. Penggunaan Musuh Alami Sebagai Komponen


Pengendalian Hama Padi Berbasis Ekologi. Pengembangan inovasi
pertanian, 4(1) : 29-46

Kastanja, Ariance. 2011. Identifikasi Jenis dan Dominansi Gulma pada


Pertanaman Padi Gogo (Studi Kasus di Kecamatan Tobelo Barat,
Kabupaten Halmahera Utara). Agroforestri, 4(1) : 40-46

Leatemia, J. A dan R. Y. Rumthe. 2011. Studi Kerusakan Akibat Serangan Hama


pada Tanaman Pangan di Kecamatan Bula, Kabupaten Seram Bagian
Timur, Propinsi Maluku. Agroforestri, 4(1) : 52-57

Litsinger, A. J., Bernard L. Canapi, and Jovito P. Bandong. 2011. Cultural


Practices Mitigate Irrigated RiceInsect Pest Losses in the Philippines.
Philippine Science, 140 (2) : 179-194.

Marlina, N, E. Adi Saputro, dan N. Amir. 2012. Respons Tanaman Padi (Oryza
sativa L.) terhadap Takaran PupukOrganik Plus dan Jenis Pestisida
Organik dengan System of Rice Intensification(SRI) di Lahan Pasang
Surut. Lahan Suboptimal, 1 (2) : 138-148.

Sarwar, M. 2012. Effects of potassium fertilization on population build up of rice


stem borers (lepidopteron pests) and rice (Oryza sativa L.) yield.
Cereals and Oil seeds, 3(1) : 6-9.

Sauki, A., A. Nugroho., dan R. Soelistyono. 2014. Pengaruh Jarak Tanam dan
Waktu Penggenangan pada Metode SRI (System of Rice Intensification)
terhadap Pertumbuhan dan Hasil Tanaman Padi (Oryza sativa L.).

Savary, S., F. Horgan, L. Willocquet, K.L. and Heong. A review of principles for
sustainable pest management in rice. Elsivier, 3 (2) : 54-63.

Silitong, T. S., I. H. Somantri., A. A. Daradjat., dan H. Kurniawan. 2003. Panduan


Sistem Karakterisasi dan Evaluasi Tanaman Padi. Bogor : Sekretariat
Komisi Nasional Plasma Nutfah
Suyamto. 2005. Masalah Lapang Hama, Penyakit, Hara pada Tanaman Padi.
Jakarta : Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan

Taufik, M. 2011. Evaluasi Ketahanan Padi Gogo Lokal Terhadap Penyakit Blas
(Pyricularia Oryzae) Di Lapang. Agriplus, 21 (3) : 11-17.

Triharso. 2010 .Dasar-dasar perlindungan Tanaman. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press

Umadevi, M., R. Puspha., K. P. Sampathkumar., and D. Bhowmik. 2012. Rice-


Traditional Medicinal Plant in India. Pharmacognosy and
Phytochemistry, 1(1) : 6-13

Anda mungkin juga menyukai