Anda di halaman 1dari 3

BAB 2.

TINJAUAN PUSTAKA

Daerah Mesoamerika merupakan centre of origin (habitat asli) Jagung


merupakan tanaman. Berdasarkan analisis arkelogi dan pilogenetik, penaman
jagung dimulai sejak 6000 tahun yang lalu. Penyebaran jagung baru dimulai sejak
bangsa eropa menemukannya di Amerika pada abad ke-15 (Departement of
Health and Ageing, 2008). Ammami, et al (2012) menambahakan bahwa jagung
merupakan komoditas pangan yang keberaddan harus konstan. Jagung merupakan
tanaman sereal yangdigunakan untuk bahan pangan, bahan baku camilan, pakan
ternak, sehingga pemasaran jagung berpotensi untuk pemasaran internasional.
Menurut Mustajab, dkk (2015), produksi jagung di Indonesia pada tahun
2012 sebesar 19,37 juta ton. Meskipun demikian, saat ini Indonesia masih
melakukan impor jagung sebesar 3,2 juta ton dari luar negeri. Oleh sebab itu
diperlukan intensifikasi teknik budidaya seperti pengolahan tanah, penanaman,
pemeliharaan (pemupukann, pengendalian OPT dan gulma), serta panen. Selain
teknik budidaya, penggunaan benih bermutu dapat membantu meningkatkan
produktivitas tanaman jagung.
Menurut Badan Penyuluhan Pertanian (2009) keuntungan menggunakan
benih bermutu: 1) Benih tumbuh cepat dan serempak; 2) Jika disemaikan akan
menghasilkan bibit yang tegar dan sehat; 3) Pada saat ditanam pindah, bibit
tumbuh lebih cepat; dan 4) Jumlah tanaman optimum, sehingga akan memberikan
hasil yang tinggi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (2008)
berpendapat bahwa pengolahan tanah merupakan teknik dasar kegiatan budidaya,
karenan pengolahan tanah sangat diperlukan untuk mengkondisiskan media tanam
yang ideal untuk tanaman. Pengolahan tanah untuk penanaman jagung dapat
dilakukan dengan 2 cara yaitu olah tanah sempurna (OTS) dan tanpa olah
tanah (TOT) bila lahan gembur. Namun bila tanah berkadar liat tinggi
sebaiknya dilakukan pengolahan tanah sempurna (intensif). Pada lahan yang
ditanami jagung dua kali setahun, penanaman pada musim penghujan tanah
diolah sempurna dan pada musim tanam berikutnya penanaman dapat
dilakukan dengan tanpa olah tanah untuk mempercepat waktu tanam.
Tumpangsari merupakan salah satubentuk pola tanam yang biasa digunakan
petani jagung. Dewi, dkk (2014) berpendapat bahwa tumpangsari merupakan
salah satu bentuk program intensifikasi pertanian alternatif yang tepat untuk
melipat gandakan hasil pertanian pada daerah-daerah yang kurang produktif.
Hal ini menunjukkan jarak tanam yang rapat memiliki kompetisi yang lebih
besar dalam menyerap cahaya, air dan unsur hara. Jarak tanam lebar kompetisi
antar tanaman dan dalam tubuh tanaman semakin sedikit dibandingkan dengan
jarak tanam yang rapat. Kerapatan tanaman yang terlalu tinggi akan mengurangi
jumlah biji yang menyebabkan pengurangan hasil panen berupa biji.
Selain itu, dalam pola tanam tumpangsari, salah satu faktor utama yang
dapat menghambat pertumbuhan dan hasil tanaman ialah adanya persaingan
cahaya matahari untuk kegiatan fotosintesis. Jika suatu tanaman yang ternaungi,
maka intensitas cahaya yang diterima akan berkurang sehingga menyebabkan
fotosintesis tidak berlangsung secara maksimal. Kondisi ini akan
mempengaruhi jumlah fotosintat yang dihasilkan. Bila jumlah fotosintat tidak
terpenuhi untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman akan
mempengaruhi produksi (Karima, dkk, 2013).
Menurut Ginting, dkk (2013), keberhasilan produksi pertanian melalui
kegiatan intensifikasi tidak terlepas dari kontribusi dan peranan sarana produksi,
antara lain pupuk. Pupuk dikelompokkan menjadi pupuk anorganik dan pupuk
organik. Nazar et al., (2012) menambahakan bahwa setiap tanaman pada dasarnya
membutuhkan unsur hara bagi pertumbuhannya karena unsur hara dibutuhkan
untuk menunjang pertumbuhan tanaman. Peran unsur hara bagi tanamn sangat
besar bagi proses pertumbuhan. Namun, kelebihan dan kekurangan unsur hara
pada tanaman akan mengakibatkan kemeunduran kualitas tanaman itu sendiri.
Govindaraj, et al (2011) berpendapat bahwa tanaman merupakan contoh yang
signifikan organisme autrotop (dapat membuat makanan sendiri). Fotosintesis
yang dapat dilakukan tanaman merupakan sumber pangan hampir organisme di
bumi sehingga keberlanjutannya sangat penting. Kehidupan dan reproduksi
tanaman unsur hara essensial untuk berfotosintesis. Berdasarkan jumlah yang
diserap olah tanaman, Singh, et al (2014) menggolongkanya menjadi 1) unsur
hara makro, yaitu unsur hara yang diserap dalam jumlah sangat besar (nitrogen-N,
fospor-P, dan kalium-K); 2) unsur hara sekunder (kalsium-Ca, magnesium-Mg,
dan sulfur-S); dan 3) unsur hara mikro, yaitu unsur hara yang diserap dalam
jumlah kecil (besi-Fe, tembaga-Cu, mangan-Mn, boron-B, seng-Zn, molibdenum-
Mo, klor-Cl, natrium-Na, nikel-Ni, silikon-Si, dan kobalt-Co).
Keberadaan OPT dan gulma selalu menjadi pembatas sistem budidaya
setiap tanaman. Salah satu hal yang menyebabkan rendahnya produksi jagung
adalah karena masalah gulma yang mengganggu tanaman jagung. Karena
permasalahan gulma ini tanaman tidak dapat mencapai potensi produksi yang
dimiliki. Pengendalian gulma merupakan salah satu cara agar tanaman
jagung dapat mencapai potensi produksinya. Tanaman jagung tidak harus
bersaing dalam perebutan sarana tumbuh dengan gulma, terutama pada fase kritis
tanaman, atau sejak awal tanam hingga sekitar 21 - 28 hari (Mustajab, dkk, 2015).

Anda mungkin juga menyukai