TANAMAN KAKAO
LAPORAN PRAKTIKUM
Oleh :
NAMA : DINI FIDYANDINI
NIM : 131510501082
GOLONGAN :B
KELOMPOK : 5 (LIMA
LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015
BAB 1. PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengenali dan mengamabarakan karakteristik dan gejala
yang ditimbulkan hama dan patogen penyakit tanaman kakao berserta cara
pengendaliannya,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
Oleh sebab itu diperlukan suatu teknik pengendalian hama yang efektif dan
efisien dsalam mengurangi jumlah hama maupun penyakit, yaitu IPM. Menurut
Konam dan Namaliu (2009), implementasi IPM ( integrated pest management)
dapat dilakukan dengan pemangkasan kanopi tanaman kakao, meningkatkan
intensitas panen (7-14 hari), sanitasi yang dikhususkan pada buah yang busuk /
rusak, atau pemanfaatan agen hayati. Selain itu, penggunaan IPM dapat
mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao,
mengurangi penggunaan bahan kimia yang tidak perlu, menyediakan alternatif
pengelolaan hama dan penyakit dan memperbaiki hasil serta kualitas kakao, oleh
karena itu dapat meningkatkan pendapatan petani.
Sulistywati (2014) menambahkan pemanfaatan agen hayati dapat dilakukan
dengan berbagai peran organisme tersebut, seperti musuh alami, parasitoid, dan
organisme antagonis (jamur, bakteri, nematoda, dan virus). Berbagai oraganisme
yang dapat dimanfaatkan untuk agen hayati antara lain : Beauveria bassiana,
semut hitam, Dolichoderus thoracicus, dan sebagainya. Pencegahan hama PBK
dapat dikendalikan dengan pencegahan imogo betina hama PBK meletakkan telur
dibuah kakao atau mengurangi sumber infestasi PBK. Salah satu caranya dengan
menggunakan feromon atau kariomon yang merupakan jebakan untuk hama PBK.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM
3.2.2 Bahan
1. Tanaman kakao lindak
4.1 Hasil
Lampiran.
4.2 Pembahasan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor
penting yang menghambat pencapaian sasaran produksi dan mutu hasil.
Oraganisme OPT merupakan oraganisme yang aktivitasnya dapat mengganggu,
merusak tanaman sehingga dapat merugikan tanaman. Berdasarkan definisi
tersebut, terdapat 3 komponen penting didalam ruang lingkup OPT, yaitu 1)
gangguan, 2) kerusakan, dan 3) kerugian. Menurut Triharso (2010), gangguan
adalah perubahan pertanaman yang mengarah kepada penguarangan kualitas atau
kuantitas hasil yang diharapkan, kerusakan adalah setiap penguarangn kualitas
atau kuantitas hasil yang diharapkan sebagai akaibat gangguan, dan kerugian
mengarah kebada pengurangan nilai ekonomi. Berdasarkan konsep segitiga
gangguan, gangguan akan muncul jika faktor lingkungan (sesuai dengan habitat
OPT), organisme pengganggu (virulen dan agresif), dan inang (rentan)
mendukung. Keberadaan OPT akan mengakibatkan 3 aspek tersebut terhadap
tanaman, tak terkecuali tanaman kakao.
Menurut Semangun (2000) menambahakan bahwa kopi lindak (bulk cocoa)
pertama kali di tanam di Indonesia pada tahun 1970-an di Sumatera Utara
(Sumut). Tahun 1979, luas areal perkebunan kakao di Indonesia mencapai 36 ribu
ha dan tahun 1988 meningkat menjadi 89 ribu ha. Peningkatan tersebut diikuti
dengan berbagai masalah hama dan penyakit yang dihadapi. Karmawati, dkk
(2010) menambahkan bahwa diperkirakan rata-rata kehilangan hasil akibat OPT
mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman sehingga dalam budidaya kakao pada
umumnya sekitar 40 % dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya
pengendalian OPT.
.
Berdasarkan UU nomor 12 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1995, kegiatan penanganan OPT merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan UU dan PP
tersebut, sangat diperlukan perhatian pemerintah dibagian perlindungan kakao dan
petani kakao mengetahui ciri dan tanda serangan, sehingga mudah
mengidentifikasi hama penyakit di kebun kakao. Petani sebaiknya mampu
melakukan pengamatan sederhana setiap minggu sehingga dapat memutuskan
tindakan yang paling baik untuk mengelola kebunnya.
Berbagai teknik pengendalian preventif diperlukan untuk menyeimbangkan
populasi OPT. Katasapoetra (1993) menambahkan cara yang digunakan petani
untuk memperkecil daya perkembangan dan serangan OPT, antara lain : 1)
melakukan sistembudidaya yang baik; 2) menghijaukan kembali tanah yang
kosong; 3) menghindari pengundulan hutan; 4 )menjaga kelaestarian tanah dan
air; 5) mencegah kegiatan yang mengancam matinya predator (penggunaan
pestisida); dan 6) pemberdayaan sistem pola tanam (tumpang sari, agroforestri,
dan sebagainya).
Setiap teknik pengendalian satu oraganisme pengganggu akan berbeda
dengan oraganisme pengganggu lainnya sehingga informasi tentang ciri-ciri
morfologi dan biologi oranisme pengganggu, serta gejala yang ditunjukkan pada
tanaman harus diketahui untuk mengetahui identitas organisme pengganggu
tersebut. Berbagai hama penting (Zeuzera coffae virens tox – penggerek cabang,
Helopeltis sp. – kepik penghisap buah, Planococus citri – kutu putih,
Conopomorpha cramerella – penggerek buh (PBK), Clania sp., Hyposidra talaca
Walk –Sunanto, 1992) dan penyakit penting (Phytophthora palmivora busuk
buah/kanker batang, Oncobasidium theobromae - VSD, Colleotricum
gleosporioides – antraknosa, Semangun, 2000) pada tanaman kakao. Akan tetapi,
pada praktikum Identifikasi OPT pada tanaman kakao yang dilakukan di Fak.
Pertanian Univ. Jember, hanya ditemukan berbagai 3 hama (kepik penghisap
buah, penggerek buah/PBK, dan penggerek cabang) dan 3 penyakit (VSD,
antraknosa, dan busuk buah) pada tanaman kakao, antara lain :
b. Pengendalian kuartif
Pengendalian fisik. A) memotong dan membelah cabang
yang terserang, kemudian membunuh larva dan pupa
tersebut, dan B) menyumbat lubang gerekan dengan kapas
yang dicelupkan dengan insektisida.
Pengendalian hayati. A) musuh alami : Amyosoma zeuzera,
Eucarcella kockiana, dan Strurnia chatterjaena, dan B)
jamur antagonis Bb (Beuveria bassiana) (Sunanto, 1992).
Penurunan produksi buah kakao yang terserang hama PBK dapat lebih dari
80% dan relatif sulit dikendalikan.
Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan
kualitas biji menjadi rendah.
Tahun 2000, serangan hama ini mencapai 60.000 ha dengan kehilangan
hasil sebesar Rp 405.643.680.000,-/tahun (Siswanto dan karmawati, 2012).
Spesies Conopomorpha cramerella
Menyerang Larva
Morfologi Telur berbentuk oval dengan panjang 0,4-0,5 mm dan lebar
0,2-0,3 mm, berwarna orange, dan bewarna kehitaman saat
akan menetas (2-7 hari).
Larva berwarna putih kekuningan atau kehijauan dengan
panjang maks. 11 mm terdiri dari 5 instar (14–18 hari).
Pupa berwarna coklat dengan ukuran panjang berkisar
antara 6-7 mm dan lebar 1-1,5 mm terbungkus dalam
kokon berwarna transparan dan kedap air (5-8 hari).
Imago berwarna hitam dengan bercak kuning berukuran
panjang 7 mm, lama hidup berkisar antara 7-8 hari. Imago
aktif pada malam hari dan siang hari berlindung di tempat
teduh. Seekor betina mampu meletakkan telur antara 50-
100 butir selama hidupnya.
Biologi Telur diletakkan pada permukaan kulit buah pada lekukan
buah. Setelah menetas larva menggerek masuk kedalam buah.
Larva merusak buah dengan memakan daging buah,
membuat saluran ke biji.
Gejala Buah yang terserang : bewarna kulit buah, muncul warna
belang hijau kuning atau merah jingga. Buah yang sudah tua
apabila diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat.
Pengendalian a. Pengendalian preventif
Pemangkasan. Tujuan dilakukan pemangkasan untuk
mengatur kondisi lingkungan pertanaman kakao agar
tidak terlalu lembab sehingga tidak mendukung
perkembangan populasi PBK.
Panen. Intensitas panen yang sering dapat memutus siklus
perkembangan hama PBK.
Sarungisasi. Tujuannya untuk mencegah serangan PBK,
dengan menggunakan kantong plastik.
b. Pengendalian kuartif
Pengendalian hayati. A) jamur antagonis Beauveria
bassiana; dan B) parasitoid telur Trichogrammatoidea
spp., (Siswanto dan karmawati, 2012).
Kerugian yang akibat penyakit ini cukup besar yaitu mencapai 30-50%.
Jamur ini dapat mempertahankan hidupnya dalam tanah bertahun-tahun.
Halini dikarenakan pada musim kering spora hidup dalam tanah dalam
bentuk siste yang mempunyai dinding tebal (Karmawati, dkk, 2010).
Patogen Jamur : Phytopthora palmivora
Morfologi Konodium berbebtuk buah per, berukuran 35-60 × 20-40 µm,
dan membentuk zoosporangium.
Zoospora tersebut dapat berenang karena memiliki flagella
(Semangun, 2000).
Biologi Penyebaran jamur dari buah satu ke buah lain melaluiberbagai
cara : percikan air hujan, persinggungan antara buah sakit
dan buah sehat, melalui binatang penyebar seperti tikus, tupai
atau bekicot.
Gejala a. Buah yang terinfeksi akan membusuk disertai bercak
coklat kehitaman dengan batas yang jelas, gejala ini
dimulai dengan ujung atau pangkal buah.
b. Hal ini disebabkan adanya lekukan pada pangkal buah
yang menjadi tempat tergenangnya air sehingga sopra
menyebabkan infeksi mulai dari pangkal atau ujung
buah tempat menggantung air.
c. Pembusukan pada buah hanya berlangsung beberapa hari
saja sehingga tidak dapat dipanen.
Pengendalian a. Pengendalian preventif.
Mengurangi kelembapan kebun (memperbaiki drainase,
memangkas tanaman kako dan pohon naungan dengan
teratur, dan mengendalikan gulma).
Mempertahankan seresah sebagai mulsa.
Panen. Intensitas panen yang sering dapat memutus siklus
perkembangan patogen busuk buah.
b. Pengendalian kuartif
Pengendalian fisik. A) Sanitasi : memetik buah yang
busuk; dan B) perbaikan lingkungan dilakukan dengan
pengaturan dan pemangkasan pohon penaung
Pengendalian kimiawi.
5.1 Kesimpulan
1. Hama dan penyakit dapat mengakibatkan terganggunya proses
pertumbuhan, perkembangan hingga proses produksi buah yang pada
akhirnya dapat pula menyebabkan kematian pada tanaman kakao.
2. Hama penting tanaman kakao antara lain : Zeuzera coffae virens tox –
penggerek cabang, Helopeltis sp. – kepik penghisap buah, Planococus citri
– kutu putih, Conopomorpha cramerella – penggerek buh (PBK), Clania
sp., Hyposidra talaca Walk, dan penyakit penting tanaman kakao antara
lain : Phytophthora palmivora busuk buah/kanker batang, Oncobasidium
theobromae - VSD, Colleotricum gleosporioides – antraknosa.
3. Cara yang digunakan petani untuk pengendalian preventif terhadap serangan
OPT, antara lain : 1) melakukan sistem budidaya yang baik; 2)
menghijaukan kembali tanah yang kosong; 3) menghindari pengundulan
hutan; 4 )menjaga kelaestarian tanah dan air; 5) mencegah kegiatan yang
mengancam matinya predator (penggunaan pestisida); dan 6) pemberdayaan
sistem pola tanam (tumpang sari, agroforestri,dan sebagainya).
5.2 Saran
Sebaiknya jawaban dari soal pembahasan didiskusikan sehingga tidak
memberikan makna yang banyakdan ambigu terhadap para praktikan.
DAFTAR PUSTAKA
Nuriyadi dan Gusnawaty. 2013. Kaji Tindak Pengendalian Hama Penggerek Buah
Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dengan Pestisida Nabati.
Agroteknos, 3(1) : 14-18