Anda di halaman 1dari 20

ORGANISME PENGGANGGU TANAMAN (OPT) PADA

TANAMAN KAKAO

LAPORAN PRAKTIKUM

Diajukan Guna Memenuhi Laporan Praktikum Mata Praktikum


Budidaya Tanaman Perkebunan

Oleh :
NAMA : DINI FIDYANDINI
NIM : 131510501082
GOLONGAN :B
KELOMPOK : 5 (LIMA

LABORATORIUM AGROTEKNOLOGI
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS JEMBER
2015

BAB 1. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang permasalahan


Indonesia merupakan negara yang dianegrahi tingkat keanekaragaman yang
tinggi baik keanekaragaman flora maupun fauna. Keseragaman tersebut juga
diwujudkan dalam keseragaman fungsi dan peran organisme tersebut (flora dan
fauna) terhadap ekosistem. Perbedaan peran dan fungsi suatu oraganisme akan
mengakibatkan interaksi antar organisme sati dengan organisme lainnya. Bentuk-
bentuk interaksi akan bermacam-macam baik posistif amaupun negatif.
Terjadinya interaksi tersebut disebabkan kebutuhan oranisme satu terhadap
organisme lainnya sehingga akan terdapat satu pihakyang diuntungkan, satu pihak
yang dirugikan, atau kedua belah pihak saling diuntungkan. Interaksi antara
organisme pengganggu tanaman (OPT) dengan tanaman merupakan salah satu
bentuk interaksi yang dimana OPT diuntungkan dan tanaman dirugikan baik
secara agronomis maupun secara ekonomis.
Kegiatan budidaya tanaman tidak akan pernah terlepas dari dua faktor yang
sangat mempengaruhi kualitas ataupun kuantitas produksi. Kakao sebagai salah
satu tanaman perkebunan penting di Indonesia, karena kakao sebagai
penghasil devisa Negara, sebagai sumber penghasilan bagi petani harus
diperhatikan teknik budidayanya sehingga dapat berproduksit inggi.
Menurut Siswanto dan karmawati (2012), indonesia merupakan salah satu
produsen kakao utama di dunia setelah Pantai Gading dan Ghana. Indonesia
mempunyai tanaman kakao paling luas di dunia yaitu sekitar 1.462.000 ha. yang
terdiri dari 90% perkebunan rakyat dan sisanya perkebunan swasta dan
negara, dengan produksi mencapai 1.315.800 ton/th. Oleh sebab itu,
diperlukan pemilihan komponen-komponenbudidaya tanaman kakao yang tepat
baik pada tahapan pemilihan bahan tanam, persemaian, pengolahan lahan,
penanaman, pemeliharan yang mencakup pemangkasan, irigrasi, pemupukan,
darainase dan pengendalian hama, panen serta pasca panen. Implikasi
keberhasilan usahatani kako tidak terlepas dari aplikasi keseluruhan teknik
budidaya tersebut dengan benar dan tepat
Keberadaan OPT secara signifikan merupakan salah satu faktor pembatas
produktivitas tanaman kakao. Hal ini dikarenakan OPT dapatmenggangu proses
fisiologis dan morfologis tanaman sehingg tanaman tidak dapat berproduksi
secara optimal. Berbagai jenis hama seperti hama penggerek buah kakao (PBK),
pengerek cabang kakao, kutu penghisap buah dan penyakit seperti bususk buah,
kanker cabang, VSD, jamur upas , dan nematoda harus diketahui identitas
morfologi, biologi, dan gejala yang disebabkan hama atau patogen tersebut
terhadap tanaman sebagai identitas hama ataupatogen tersebut karena setiap jenis
OPT memeiliki teknik pengendaliannya tersendiri.

1.2 Tujuan
Mahasiswa dapat mengenali dan mengamabarakan karakteristik dan gejala
yang ditimbulkan hama dan patogen penyakit tanaman kakao berserta cara
pengendaliannya,
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA

Menurut Adejobi, et al (2014), kakao meruapakan komoditas yang sangat


penting karena kakaodiolah menjadi bubuk kakao (untuk minuman), bahan dasar
beberapa jenis cokelat, biskuit, dan berbagai jenis permen. Selaian itu, biji kakao
juga dapat diolah menjadi pemanais makanan, mempercantik kue, parfum, dan
bahan dasar farmasi. Menurut Effendy, et al (2013), Indonesia menempati
peringkat ketiga dalam produksi kakao dunia setelah Ghana dan Pantai Gading.
Perkebunan kakao rakyat di indonesia sekarang diperkirakan sekitar 1.400.000
rumah tanggga dengan luas kebun minimal 2 ha/rumah tangga atu lebih kecil,
khususnya di luar jawa. Rosmana, et al (2013) menambahkan bahwa Sulawesi
merupakan sentra produksi kakao di Indonesia dengan penyumbang produksi
kakao sebesar 60% dari produksi kakao nasional sehingga Sulawesi merupakan
daerah yang potensial
Khususnya Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan sentra produksi kako di
Sulawesi. Kakao yang merupakan komoditas unggulan di Sultra dan tercatat
sampai tahun 2009 luasnya telah mencapai 118.801,34 ha dengan produksi
87.607,75 ton. Salah satu masalah yang paling kritis dihadapi petani dalam
peningkatan produksi kakao di Sultra adalah adanya serangan hama
penggerak buah kakao (PBK) (Cocoa pod borer) oleh Conopomorpha
cramerella Snellen. Hama ini merupakan hama yang paling merusak dan
sangat sulit ditanggulangi dan dapat mengakibatkan kehilangan hasil atau
produksi biji sebesar 82 % (Nuriadi dan Gusnawaty, 2013).
Limbongan (2012) mengkonfirmasi bahwa larva serangga hama ini
memakan plasenta buah dengan membuat saluran makanan menuju biji
sehingga mengakibatkan penurunan hasil dan mutu biji kakao. Kehilangan hasil
terjadi karena buah kakao yang terserang PBK bijinya menjadi lengket dan
kandungan lemaknya menurun. Serangan pada buah kakao muda mengakibatkan
kehilangan hasil yang lebih besar karena buah akan mengalami kerusakan dini
dan tidak dapat dipanen.
Selain PBK, hama yang sering dijumpai pada pertanaman kakao adalah
Helopeltis spp. (Famili Miridae: Ordo Hemiptera). Helopeltis spp., merupakan
salah satu hama utama kakao yang banyak dijumpai hampir di seluruh
provinsi di Indonesia. Jenis Helopeltis yang menyerangtanaman kakao
diketahui lebih dari satu spesies, yaitu H. antonii, H. theivora dan H. Claviver.
Stadium yang merusak dari hama ini adalah nimfa (serangga muda) dan
imagonya. Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara menusukkan
alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian mengisap cairan di dalamnya.
Sambil mengisap cairan, kepik tersebut juga mengeluarkan cairan yang
bersifat racun yang dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar
tusukan (Siswanto dan karmawati, 2012).
Selain hama, penyakit juga dapat menurunkan produksi secara signifikan
pada budidaya kakao, salah satunya adalah penyakit busuk buah. Penyakit busuk
buah merupakan penyakit terpenting karena menyerang hampir di seluruh
areal penanaman kakao dan kerugiannya dapat langsung dirasakan. Penyakit ini
disebabkan oleh Phytopthora palmivora Bute, sejenis jamur yang dapat
mempertahankan hidupnya dalam tanah bertahun-tahun. Penyebaran jamur dari
buah satu ke buah lain melalui berbagai cara ; percikan air hujan,
persinggungan antara buah sakit dan buah sehat, melalui binatang penyebar
seperti tikus, tupai atau bekicot. Spora dapat hidup pada musim kering didalam
tanah dalam bentuk siste yang mempunyai dinding tebal. Kerugian yang
disebabkan penyakit ini cukup besar persentase busuk buah di beberapa
daerah mencapai 30-50% (Karmawati, dkk, 2010).
Sriwati dan Muarif (2012) menambahkan bahwa intensitas serangan P.
palmivora dapat mencapai 85% pada daerah yang mempunyai curah hujan
yang tinggi, dan menimbulkan kerugian lebih 20-40%, dan bahkan
menyebabkan kematian pohon kakao tersebut 10% per tahun. Kerugian akibat
serangan P. palmivora pada tahun 2009 berkisar antara 32 – 52%, dan bahkan
akan meningkat pada daerah yang mendukung perkembangan patogen tersebut.

Oleh sebab itu diperlukan suatu teknik pengendalian hama yang efektif dan
efisien dsalam mengurangi jumlah hama maupun penyakit, yaitu IPM. Menurut
Konam dan Namaliu (2009), implementasi IPM ( integrated pest management)
dapat dilakukan dengan pemangkasan kanopi tanaman kakao, meningkatkan
intensitas panen (7-14 hari), sanitasi yang dikhususkan pada buah yang busuk /
rusak, atau pemanfaatan agen hayati. Selain itu, penggunaan IPM dapat
mengurangi tingkat serangan hama dan penyakit pada tanaman kakao,
mengurangi penggunaan bahan kimia yang tidak perlu, menyediakan alternatif
pengelolaan hama dan penyakit dan memperbaiki hasil serta kualitas kakao, oleh
karena itu dapat meningkatkan pendapatan petani.
Sulistywati (2014) menambahkan pemanfaatan agen hayati dapat dilakukan
dengan berbagai peran organisme tersebut, seperti musuh alami, parasitoid, dan
organisme antagonis (jamur, bakteri, nematoda, dan virus). Berbagai oraganisme
yang dapat dimanfaatkan untuk agen hayati antara lain : Beauveria bassiana,
semut hitam, Dolichoderus thoracicus, dan sebagainya. Pencegahan hama PBK
dapat dikendalikan dengan pencegahan imogo betina hama PBK meletakkan telur
dibuah kakao atau mengurangi sumber infestasi PBK. Salah satu caranya dengan
menggunakan feromon atau kariomon yang merupakan jebakan untuk hama PBK.
BAB 3. METODE PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat


Praktikum Budidaya Tanaman Perkebunan dengan acara :Organisme
Pengganggu Tanaman pada Tanaman Kakao” bertempat di kebun kopi fakultas
pertanian, universitas jember. Praktikum ini dilaksanakan pada tanggal 3 Oktober
2015 mulai dari pukul 07.00 wib sampai dengan selesai.

3.2 Bahan dan Alat


3.2.1 Alat
1. Kamera;
2. Pensil; dan
3. Alat tulis.

3.2.2 Bahan
1. Tanaman kakao lindak

3.3 Cara Kerja


1. Mengamati OPT pada tanaman kakao.
2. Mengambil gambar dengan kamera OPT pada tanaman kakao.
3. Mendeskripsikan secara singkat gambar yang diperoleh dan dibandingkan
dengan literatur.
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil
Lampiran.

4.2 Pembahasan
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) merupakan salah satu faktor
penting yang menghambat pencapaian sasaran produksi dan mutu hasil.
Oraganisme OPT merupakan oraganisme yang aktivitasnya dapat mengganggu,
merusak tanaman sehingga dapat merugikan tanaman. Berdasarkan definisi
tersebut, terdapat 3 komponen penting didalam ruang lingkup OPT, yaitu 1)
gangguan, 2) kerusakan, dan 3) kerugian. Menurut Triharso (2010), gangguan
adalah perubahan pertanaman yang mengarah kepada penguarangan kualitas atau
kuantitas hasil yang diharapkan, kerusakan adalah setiap penguarangn kualitas
atau kuantitas hasil yang diharapkan sebagai akaibat gangguan, dan kerugian
mengarah kebada pengurangan nilai ekonomi. Berdasarkan konsep segitiga
gangguan, gangguan akan muncul jika faktor lingkungan (sesuai dengan habitat
OPT), organisme pengganggu (virulen dan agresif), dan inang (rentan)
mendukung. Keberadaan OPT akan mengakibatkan 3 aspek tersebut terhadap
tanaman, tak terkecuali tanaman kakao.
Menurut Semangun (2000) menambahakan bahwa kopi lindak (bulk cocoa)
pertama kali di tanam di Indonesia pada tahun 1970-an di Sumatera Utara
(Sumut). Tahun 1979, luas areal perkebunan kakao di Indonesia mencapai 36 ribu
ha dan tahun 1988 meningkat menjadi 89 ribu ha. Peningkatan tersebut diikuti
dengan berbagai masalah hama dan penyakit yang dihadapi. Karmawati, dkk
(2010) menambahkan bahwa diperkirakan rata-rata kehilangan hasil akibat OPT
mencapai 30% setiap tahunnya bahkan ada penyakit penting yang dapat
mengakibatkan kematian tanaman sehingga dalam budidaya kakao pada
umumnya sekitar 40 % dari biaya produksi dialokasikan untuk biaya
pengendalian OPT.
.
Berdasarkan UU nomor 12 tahun 1992 dan Peraturan Pemerintah Nomor 6
Tahun 1995, kegiatan penanganan OPT merupakan tanggung jawab
pemerintah dan masyarakat. Oleh sebab itu, untuk melaksanakan UU dan PP
tersebut, sangat diperlukan perhatian pemerintah dibagian perlindungan kakao dan
petani kakao mengetahui ciri dan tanda serangan, sehingga mudah
mengidentifikasi hama penyakit di kebun kakao. Petani sebaiknya mampu
melakukan pengamatan sederhana setiap minggu sehingga dapat memutuskan
tindakan yang paling baik untuk mengelola kebunnya.
Berbagai teknik pengendalian preventif diperlukan untuk menyeimbangkan
populasi OPT. Katasapoetra (1993) menambahkan cara yang digunakan petani
untuk memperkecil daya perkembangan dan serangan OPT, antara lain : 1)
melakukan sistembudidaya yang baik; 2) menghijaukan kembali tanah yang
kosong; 3) menghindari pengundulan hutan; 4 )menjaga kelaestarian tanah dan
air; 5) mencegah kegiatan yang mengancam matinya predator (penggunaan
pestisida); dan 6) pemberdayaan sistem pola tanam (tumpang sari, agroforestri,
dan sebagainya).
Setiap teknik pengendalian satu oraganisme pengganggu akan berbeda
dengan oraganisme pengganggu lainnya sehingga informasi tentang ciri-ciri
morfologi dan biologi oranisme pengganggu, serta gejala yang ditunjukkan pada
tanaman harus diketahui untuk mengetahui identitas organisme pengganggu
tersebut. Berbagai hama penting (Zeuzera coffae virens tox – penggerek cabang,
Helopeltis sp. – kepik penghisap buah, Planococus citri – kutu putih,
Conopomorpha cramerella – penggerek buh (PBK), Clania sp., Hyposidra talaca
Walk –Sunanto, 1992) dan penyakit penting (Phytophthora palmivora busuk
buah/kanker batang, Oncobasidium theobromae - VSD, Colleotricum
gleosporioides – antraknosa, Semangun, 2000) pada tanaman kakao. Akan tetapi,
pada praktikum Identifikasi OPT pada tanaman kakao yang dilakukan di Fak.
Pertanian Univ. Jember, hanya ditemukan berbagai 3 hama (kepik penghisap
buah, penggerek buah/PBK, dan penggerek cabang) dan 3 penyakit (VSD,
antraknosa, dan busuk buah) pada tanaman kakao, antara lain :

1. Hama penggerek cabang kakao


Gambar 4.1 Gejala Tanaman Kakao yang Terserang Hama Penmggerek
Cabang Kakao
(Sumber : Fak. Pertanian Universitas Jember)
Spesies  Spesies : Zeuzera coffae
 Ordo : Lepidoptera
 Famili : Cossidae
Menyerang Larva
Morfologi  Imogo betinabertelur sebanyak 500-1000 butir. Telur tersebut
berukuran p : ± 1mm / l : ± 0,5 mm, bewarna kuning
kemerah-merahan, dan lama stadiumini 10-11 hari.
 Larva bewarna merah cerah sampai ungu sawo, panjangnya 3-
5 cm, dan lama stadium ini 81-151 hari.
 Pupa akan masuk ke dalam kamar, panjangnya 7-12 cm, dan
stadiumini selama 21-32 hari (imago betina) / 27-30hari
(imago jantan) (Sunanto, 1992).
Biologi  Telur diletakkan pada celah-celah kulit tanaman kako.
 Larva menggerak batang sekunder sampai habis dan hanya
tinggal kulitnya saja.
 Panjang liang gerekan ± 40-50 cm dan berdiameter 1-1,2 cm
(Sunanto, 1992).
Gejala a. Jika larva ini menggrek batang kakao maka batang kakao
yang berada diatasnya mati atu mudah patah.
b. Tingkata penyerangan yang tinggi dapat mengakibatkan
tanaman kako kehilangan cabang-cabang produktif.
c. Jika menyerang cabang utama dapat menyebabkan kematian
padatanaman kakao (Sunanto, 1992).
Pengendalian a. Pengendalian preventif
Persiapan budiadaya yang baiak sejak pembibitan,
pengolahan tanah, pembibitan, pemilihan bahan tanam,
pengaturan tanaman naungan,dan pemangkasan.

b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian fisik. A) memotong dan membelah cabang
yang terserang, kemudian membunuh larva dan pupa
tersebut, dan B) menyumbat lubang gerekan dengan kapas
yang dicelupkan dengan insektisida.
 Pengendalian hayati. A) musuh alami : Amyosoma zeuzera,
Eucarcella kockiana, dan Strurnia chatterjaena, dan B)
jamur antagonis Bb (Beuveria bassiana) (Sunanto, 1992).

2. Hama kepik penghisap buah


Gambar 4.2 A) Gejala Serangan pada Buah Kakao, dan B) Kepik
Penghisap Buah (Helopeltis sp.)
A) B)

Sumber : A) Fak. Pertanian Universitas Jember, 2015., dan B)


Karmawati, dkk, 2010)

Serangan Helopeltis sp. menurunkan hasil buah sebanyak 60 % (Karmawati,


dkk, 2010).
Spesies  Spesies : Helopeltis sp.
 Ordo : Hemiptera
 Famili : Miridae
Menyerang Nimfa dan imago
Morfologi  Tipe metamorfosa tiadak sempurna (telur, nimfa dan imago).
 Telur berbentuk lonjong, berwarna putih, pada salah satu
ujungnya terdapat sepasang benang yang tidak sama
panjangnya. Stadium telur berlangsung antara 6-7 hari.
 Nimfa mempunyai bentuk yang sama dengan imago tetapi
tidak bersayap, terdiri dari 5 instar dengan 4 kali ganti
kulit. Stadium nimfa berkisar antara 10-11 hari.
 Imago berupa kepik dengan panjang tubuh kurang lebih
10 mm. Seekor imago betina mampu meletakkan telur hingga
200 butir selama hidupnya (Siswanto dan karmawati, 2012).

Biologi Nimfa dan imago menyerang buah muda dengan cara


menusukkan alat mulutnya ke dalam jaringan, kemudian
mengisap cairan di dalamnya. Sambil mengisap cairan, kepik
tersebut juga mengeluarkan cairan yang bersifat racun yang
dapat mematikan sel-sel jaringan yang ada di sekitar
tusukan. Selain buah, hama ini juga menyerang pucuk dan
daun muda (Siswanto dan karmawati, 2012).
Gejala a. Serangan pada buah muda : terjadinya bercak yang akan
bersatu sehingga kulit buah menjadi retak, buah menjadi
kurang berkembang dan menghambat pekembangan biji.
b. Serangan pada buah tua : terjadinya bercak-bercak cekung
berwarna coklat muda, yang selanjutnya akan berubah
menjadi kehitaman (Gambar 4.2-A).
c. Serangan pada daun : daun timbul bercak-bercak berwarna
coklat atau kehitaman.
d. Serangan pada pucuk : terjadinya layu, kering dan kemudian
mati (Siswanto dan karmawati, 2012).
Pengendalian a. Pengendalian preventif
Peletakan semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Semut
hitam menyebabkan Helopeltis sp. sehingga tidak bisa
meletakkan telur atau mengisap buah karena diserang oleh
semut-semut tersebut. Selain dengan semut hitam,
pengendalian hama ini dapat juga dilakukan dengan
menggunakan semut rangrang (Oecophylla maragdina).
b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian hayati : jamur antagonis Bb (Beuveria
bassiana (Siswanto dan karmawati, 2012).

3. Hama penggerek buah kakao (PBK)


Gambar 4.3 A) Imago PBK, B) Gejala Buah yang Terserang PBK, dan
C) Gejala Buah yang Terserang PBK (dibelah melintang)
A) B) C)

(Sumber : A) dan B) Siswanto dan karmawati, 2012., dan C) Fak.


Pertanian, Universitas Jember

 Penurunan produksi buah kakao yang terserang hama PBK dapat lebih dari
80% dan relatif sulit dikendalikan.
 Selain menurunkan produksi serangan hama ini juga menyebabkan
kualitas biji menjadi rendah.
 Tahun 2000, serangan hama ini mencapai 60.000 ha dengan kehilangan
hasil sebesar Rp 405.643.680.000,-/tahun (Siswanto dan karmawati, 2012).
Spesies Conopomorpha cramerella
Menyerang Larva
Morfologi  Telur berbentuk oval dengan panjang 0,4-0,5 mm dan lebar
0,2-0,3 mm, berwarna orange, dan bewarna kehitaman saat
akan menetas (2-7 hari).
 Larva berwarna putih kekuningan atau kehijauan dengan
panjang maks. 11 mm terdiri dari 5 instar (14–18 hari).
 Pupa berwarna coklat dengan ukuran panjang berkisar
antara 6-7 mm dan lebar 1-1,5 mm terbungkus dalam
kokon berwarna transparan dan kedap air (5-8 hari).
 Imago berwarna hitam dengan bercak kuning berukuran
panjang 7 mm, lama hidup berkisar antara 7-8 hari. Imago
aktif pada malam hari dan siang hari berlindung di tempat
teduh. Seekor betina mampu meletakkan telur antara 50-
100 butir selama hidupnya.
Biologi  Telur diletakkan pada permukaan kulit buah pada lekukan
buah. Setelah menetas larva menggerek masuk kedalam buah.
 Larva merusak buah dengan memakan daging buah,
membuat saluran ke biji.
Gejala Buah yang terserang : bewarna kulit buah, muncul warna
belang hijau kuning atau merah jingga. Buah yang sudah tua
apabila diguncang tidak berbunyi karena bijinya saling melekat.
Pengendalian a. Pengendalian preventif
 Pemangkasan. Tujuan dilakukan pemangkasan untuk
mengatur kondisi lingkungan pertanaman kakao agar
tidak terlalu lembab sehingga tidak mendukung
perkembangan populasi PBK.
 Panen. Intensitas panen yang sering dapat memutus siklus
perkembangan hama PBK.
 Sarungisasi. Tujuannya untuk mencegah serangan PBK,
dengan menggunakan kantong plastik.
b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian hayati. A) jamur antagonis Beauveria
bassiana; dan B) parasitoid telur Trichogrammatoidea
spp., (Siswanto dan karmawati, 2012).

4. Penyakit VSD (vascular-streak dieback)


Gambar 4.4 A) Gejala Daun Kakao yang Terserang, dan B)Tiga Noktah
pada Bekas Tangkai yang Daunnya Terserang
A) B)
Sumber : A) Fak. Pertanian Universitas Jember, 2015., dan B)
Karmawati, dkk, 2010)

 Pertama kali VSD ditemukan diIndonesiapada tahun 1983 di Pulau Sebatik,


perbatasan antara Sabah dan kalimantan Timur.
 Tahun 1984 di temukan di Maluku dan Sulawesi Tenggara.
 Tahun 1985 ditemukandi Jawa Barat dan diikuti provinsi- provinsi lainnya di
Indonesia.
 Kerugian akibat penyakit diindonesia sangat besar (30 - 60%), di Malaysia
sebesar 10-35 %, sedangkan di Papua Nugini sebesar 25-40% (Semangun,
2000) .
Patogen Jamur : Oncobasidium theobromae
Morfologi  Hifa halus, berdinding tipis, hialin atau kekuningan,
tidakberbutir, dan tidak membentuk hubungan ketam.
 Sekat pada hifa tidak teratur dengandiameter hifa 5-6 µm.
 Badiospora berbentuk bulat telur, salah satu sisinya mendatar,
dan berukuran 15-25 × 6,8-8,5 5-6 µm (Semangun, 2000).
Biologi Patogen ini menyerang pada semua stadia tanaman, mulai dari
pembibitan hingga stadium produktif. Penyakit menular dari satu
pohon ke pohon lain melalui spora diterbangkan oleh angin
pada tengah malam. Spora yang jatuh pada daun muda akan
berkecambah apabila tersedia air dan tumbuh masuk ke jaringan
xilem. Setelah 3 - 5 bulan baru terlihat gejala daun menguning
dengan bercak hijau, daun tersebut mudah gugur.
Gejala a. Sari daun kedua atau ketiga dari titik tumbuh menguning
dengan bercak-bercak berwarna hijau (green island).
b. Daun-daun tersebut akhirnya gugur sehingga tampak gejala
ranting ompong.
c. Bekas duduk daun bila disayat terlihat noktah tiga buah
berwarna coklat kehitam-hitaman.
d. Bila ranting dibelah membujur terlihat garis-garis coklat
pada jaringan xilem yang bermuara pada bekas duduk daun.

e. Kalau dari bekas dudukan daun, potongan ranting dan


potongan daun muncul benang berwarna putih maka dapat
dipastikan penyebabnya patogen ini.
Pengendalian a. Pengendalian preventif. Penanaman var. Kakao yang tahan
(contoh : ICS 60 × Sca 6, DR 2 × Sca 12, dan sebagainya).
b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian fisik : Sanitasi.

 Pengendalian kimia (Semangun,2000).

5. Penyakit busuk buah


Gambar 4.5 A) Gejala Busuk Buah pada Kakao yang Terserang, dan B)
Patogen Busuk Buah
A) B)

Sumber : A) Fak. Pertanian Universitas Jember, 2015., dan B)


Karmawati, dkk, 2010)

 Kerugian yang akibat penyakit ini cukup besar yaitu mencapai 30-50%.
 Jamur ini dapat mempertahankan hidupnya dalam tanah bertahun-tahun.
Halini dikarenakan pada musim kering spora hidup dalam tanah dalam
bentuk siste yang mempunyai dinding tebal (Karmawati, dkk, 2010).
Patogen Jamur : Phytopthora palmivora
Morfologi  Konodium berbebtuk buah per, berukuran 35-60 × 20-40 µm,
dan membentuk zoosporangium.
 Zoospora tersebut dapat berenang karena memiliki flagella
(Semangun, 2000).
Biologi Penyebaran jamur dari buah satu ke buah lain melaluiberbagai
cara : percikan air hujan, persinggungan antara buah sakit
dan buah sehat, melalui binatang penyebar seperti tikus, tupai
atau bekicot.
Gejala a. Buah yang terinfeksi akan membusuk disertai bercak
coklat kehitaman dengan batas yang jelas, gejala ini
dimulai dengan ujung atau pangkal buah.
b. Hal ini disebabkan adanya lekukan pada pangkal buah
yang menjadi tempat tergenangnya air sehingga sopra
menyebabkan infeksi mulai dari pangkal atau ujung
buah tempat menggantung air.
c. Pembusukan pada buah hanya berlangsung beberapa hari
saja sehingga tidak dapat dipanen.
Pengendalian a. Pengendalian preventif.
 Mengurangi kelembapan kebun (memperbaiki drainase,
memangkas tanaman kako dan pohon naungan dengan
teratur, dan mengendalikan gulma).
 Mempertahankan seresah sebagai mulsa.
 Panen. Intensitas panen yang sering dapat memutus siklus
perkembangan patogen busuk buah.
b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian fisik. A) Sanitasi : memetik buah yang
busuk; dan B) perbaikan lingkungan dilakukan dengan
pengaturan dan pemangkasan pohon penaung
 Pengendalian kimiawi.

(Sumber : Karmawati, dkk, 2010).

6. Penyakit busuk buah


Gambar 4.6 Gejala Antraknosa pada Tanaman Kakao

(Sumber : Fak. Pertanian Universitas Jember, 2015)


 Kerugian akibat penyakit ini dikarenakan terjadinya pengurangan jumlah
buah pertanamab dan jumlah biji per buah. Selain itu, penyakit ini dapat
mengurangi kandungan pati pada buah (Semangun, 2000).
Patogen Jamur : Colletotrichum gleosporioides
Morfologi  Jamur ini memilki tubuh buah berupa aservulus yang
menyembul pada permukaan atas dan bawah daun.
 Konidium tidak berwarna, bersel satu, jorong memanjang
dan terbentuk pada ujung koniodiofor (Semangun, 2000).
Biologi Penyebaran jamur dari buah satu ke buah lain melalui
berbagai cara : percikan air hujan, dan angin (Semangun, 2000).
Gejala a. Daun muda : terbentuk bintik-bintik kecil padadaun dan
mudah gugur.
b. Daun tua : terbentuk bercak nekrosis yang akhirnya akan
menjadi lubang.
c. Ranting : daunya terserang sehingga daunnya gugur dan
mati pucuk sehingga ranting akan tampak seperti sapu
Pengendalian a. Pengendalian preventif.
 Penanaman var. Kakao yang tahan (contoh : ICS 60 × Sca
6, DR 2 × Sca 12, dan sebagainya).Mempertahankan
seresah sebagai mulsa.
 Pengaturan naungan dan pemberianpupuk seimbang..
b. Pengendalian kuartif
 Pengendalian kimiawi.
BAB 5. PENUTUP

5.1 Kesimpulan
1. Hama dan penyakit dapat mengakibatkan terganggunya proses
pertumbuhan, perkembangan hingga proses produksi buah yang pada
akhirnya dapat pula menyebabkan kematian pada tanaman kakao.
2. Hama penting tanaman kakao antara lain : Zeuzera coffae virens tox –
penggerek cabang, Helopeltis sp. – kepik penghisap buah, Planococus citri
– kutu putih, Conopomorpha cramerella – penggerek buh (PBK), Clania
sp., Hyposidra talaca Walk, dan penyakit penting tanaman kakao antara
lain : Phytophthora palmivora busuk buah/kanker batang, Oncobasidium
theobromae - VSD, Colleotricum gleosporioides – antraknosa.
3. Cara yang digunakan petani untuk pengendalian preventif terhadap serangan
OPT, antara lain : 1) melakukan sistem budidaya yang baik; 2)
menghijaukan kembali tanah yang kosong; 3) menghindari pengundulan
hutan; 4 )menjaga kelaestarian tanah dan air; 5) mencegah kegiatan yang
mengancam matinya predator (penggunaan pestisida); dan 6) pemberdayaan
sistem pola tanam (tumpang sari, agroforestri,dan sebagainya).

5.2 Saran
Sebaiknya jawaban dari soal pembahasan didiskusikan sehingga tidak
memberikan makna yang banyakdan ambigu terhadap para praktikan.
DAFTAR PUSTAKA

Adejobi, K. B., O. S. Akanbi., O. Ugioro., S. A. Adeosun., M. I. Nduka., Adeniyi.


2014. Comparative Effects of NPK Fertilizer, Cowpea Pod Husk and
some tree Crops Wastes on Soil, Leaf Chemical Properties and Growth
Performance of Cocoa (Theobroma cacao L.). Academic, 8(2) :103-107

Effendy., N. Hanani., B. Setiawan., and A. W. Muhaimin. 2013. Effect


Characteristics of Farmers on the Level of Technology Adoption Side-
Grafting in Cocoa Farming at Sigi Regency-Indonesia. Agricultural
Science, 5(12) : 72-78

Karmawati, E., Z. Mahmud., M. Syakir., S. J. Munarso., K. Ardana., dan Rubiyo.


2010. Budidaya dan Pasca panen Kakao. Bogor : Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan

Konam, J dan Y. Namaliu . 2009. Pengelolaan Hama dan Penyakit Terpadu


untuk Produksi Kakao Berkelanjutan. Papua Nugini : Lembaga Kelapa
Kakao

Limbongan, Jermia. 2012. Karakteristik Morfologis dan Anatomis Klon Harapan


Tahan Penggerek Buah Kakao Sebagai Sumber Bahan Tanam. Litbang
Pertanian, 31(1) : 14-21

Nuriyadi dan Gusnawaty. 2013. Kaji Tindak Pengendalian Hama Penggerek Buah
Kakao (Conopomorpha cramerella Snellen) dengan Pestisida Nabati.
Agroteknos, 3(1) : 14-18

Prawoto. A dan E. Martini. 2014. Budidaya Kakao di Kebun Campur. Sulawesi :


Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan Afgor Sulawesi

Rosmana, A., Hikmawati., M. Zulfikar., Asman., and Fadillah. 2013.


Identification of a Disease on Cocoa Caused by Fusarium in Sulawesi.
Pelita Perkebunan, 29(3) : 210 – 219

Semangun, Haryono. 2000. Penyakit-penyakit Tanaman Perkebunan. Yogyakarta :


Gadjah Mada University Press

Siswanto dan E. Karmawati. 2012. Pengendalian Hama Utama Kakao dengan


Pestisida Nabati dan Agens Hayati. Perspektif, 11(2) : 103 – 99

Sriwati, R and R. Muarif. 2012. Characteristic Symptoms of Phytophthora


palmivora on Cocoa Leaves. Natural, 2(2) : 30-35
Sulistyowati, Endang. 2014. Effectiveness of sex pheromone in controlling cocoa
cod borer, Conopomorpha cramerella (snell.). Pelita perkebunan, 30(2) :
115—122
Sunanto, Hatta. 1992. Coklelat : Budidaya, Pengolahan Hasildan Aspek
Ekonominya.Yogyakarta : Karnisius

Triharso. 2010 .Dasar-dasar perlindungan Tanaman. Yogyakarta : Gadjah Mada


University Press

Anda mungkin juga menyukai