Kelompok 6
Rika Sri Rahmawati (A24140021)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman yang
memanfaatkan sifat totipotensi sel untuk membentuk individu tanaman secara
utuh dalam kondisi yang sesuai. Dalam praktiknya, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar metode kultur jaringan dapat dilaksanakan, diantaranya adalah
1) laboratorium kultur jaringan tumbuhan, 2) alat dan bahan yang dperlukan
dalam metode kultur jaringan tumbuhan dan 3) metode sterilisasi (Sandra 2013).
Pengenalan alat merupakan langkah krusial sebelum melakukan percobaan atau
penelitian. Mengenal alat artinya dapat mengetahui fungsi masing-masing alat
tersebut serta cara penggunaan alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan
atau penelitian. Mengetahui dan memahami fungsi dan cara penggunaan alat-alat
yang akan digunakan dapat memperlancar jalannya suatu percobaan atau
penelitian (Abbas 2011).
Praktikum pengenalan laboratorium dan alat-alat laboratorium akan
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai teknik kultur jaringan sehingga
dapat memperlacar praktikum akan dilakukan selajutnya.
Tujuan
Mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam bioteknologi tanaman
beserta fungsi, cara penggunaan, dan perawatannya.
Mengenalkan ruangan-ruangan yang ada dalam laboratorium beserta fungsinya.
memperagakan cara kerja alat tersebut. Praktikan masuk kedalam ruangan yang
ada di laboratorium melihat dan mengamati fungsinya.
Praktikan
mencatat
Nama
1.
Botol
Kultur
Gambar
Keterangan
Berfungsi sebagai tempat
untuk mengkulturkan atau
menanam eksplan agar steril
dan terjaga dari kontak
lingkungan luar.
pantip.com
2.
Autoclave
tissuecultureandorchidologi.blo
gspot.co.id
3.
Kompor
Tokopedia.com
4.
Laminar
air flow
aguskrisnoblog.wordpress.com
5.
Petri disc
sripratiwiyantiarsyam.blogspot.
com
6.
Pinset dan
Pisau
Kultur
Untuk
mengambil,
memotong, dan menanam
eksplan di media.
kyoto.zaq.jp
7.
Pembakar
Bunsen
Untuk
membakar
(mensterilkan) alat kultur
yang akan digunakan.
tokoalatkesehatan-murah.com
8.
Alkohol
70%
onemed-dental.com
9.
Botol
Semprot
plasticosgonzalezpg.com
10.
Gelas
Ukur
nannananot.blogspot.com
11.
Ruang
Persiapan
tissuecultureandorchidologi.blo
gspot.com
12.
Ruang
Bahan
eshaflora.blogspot.com
13.
Ruang
Media
balithi.litbang.pertanian.go.id
14.
Ruang
Tanam
gspot.com
15.
Ruang
Kultur
detiktani.com
Pembahasan
Tahap pertama yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah penyiapan alat
dan bahan yang dillakukan di ruang persiapan dan ruang bahan. Ruang persiapan
berisi peralatan kultur jaringan, seperti botol kultur, pisau kultur, pinset,
autoclave, dan sebagainya. Ruang persiapan juga digunakan sebagai tempat
membersihkan peralatan yang telah digunakan dan mensterilkan alat atau media
dengan menggunakan autoclave. Proses sterilisasi dimulai dengan mengecek air
filter dalam autoclave harus mencapai batas yang telah ditentukan kemudian
masukan alat atau media yang akan disterilkan dan tutup autoclave sehingga tidak
ada uap air yang keluar. Autoclave dinyalakan dengan pengaturan timer sekitar 30
menit agar mencapai suhu 121o C dan tekanan 2 atm atau setara dengan 15 psi.
Setelah itu, proses sterilisasi dimulai untuk alat membutuhkan waktu 60 menit
berbeda dengan media yang hanya membutuhkan waktu 20 menit. Suhu dan
tekanan autoclave perlu diturunkan kembali dan membutuhkan waktu sekitar 30
menit.
Ruang bahan terdiri dari 2 bagian, yaitu ruangan dengan kondisi suhu
freezer untuk mempertahankan daya simpan bahan seperti asam amino, ZPT,
benih. Kedua ruangan dengan suhu kamar untuk menyimpan bahan yang tidak
memerlukan perlakuan khusus, seperti alkohol, stok A B C D E, akuades, dan
sebagainya. Tahap selanjutnya adalah pembuatan media yang dapat dilakukan di
ruang tanam dan pemasakan dilakukan di ruang persiapan. Media tanam kultur
jaringan banyak jenisnya, pemilihan media dapat disesuaikan dengan tujuan kultur
jaringan maupun jenis eksplan/tanaman yang digunakan. Media yang telah dibuat
DAFTAR PUSTAKA
Abbas B. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Bandung (ID): Alfabeta.
Edhi Sandra. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan.
Bogor (ID): IPB Press.
10
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN
Kelompok 6
Okky Tiara Sari Dewi / A24140066
11
Latar Belakang
Pengadaan dan ketersediaan bibit bermutu sangat penting peranannya
dalam bidang pertanian untuk menjaga ketersediaan pangan dan keseimbangan
ekonomi suatu negara. Pemenuhan ketersediaan bibit bermutu tidak akan cukup
jika hanya mengandalakan perbanyakan tanman secara konvensional, karena
kebutuhan pangan dan komoditas pertanian lainnya yang tinggi dan diperlukan
dalam waktu yang cepat. Kultur jaringan dapat menjadi solusi untuk penyediaan
bibit bermutu dengan gen yang telah direkayasa dan sebagai konservasi plasma
butfah. Melui kultur in vitro, tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai
dengan kebutuhan dan dapat membantu perbanayakan tanmaan yang tidak bisa
dikerjakan secara konvensional. Menurut Lestari 2008, kultur jaringan merupakan
salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman secara klonal untuk perbanyakan
masal. Keuntungan pengadaan bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat
diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan seragam, selain
itu dapat diperoleh biakan steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai
bahan untuk perbanyakan selanjutnya.
Media tanam merupakan salah satu komponen terpenting dalam kultur
jaringan, dimana di dalam media tanam tersedia nutrisi dan zat yang dikehendaki
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman dan untuk mebentuk bagian
tanaman yang diinginkan. Menurut Purnamaningsih dan Lestari 1998,
penggunaan media tanam dan zat pengatur tumbuh merupakan faktor penting
untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimum. Kombinasi media dasar
dan zat pengatur tumbuh akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dalam
proses morfogenesis dan organogenesis (Lestari 2011). Berdasarkan strukturnya
media dibagi menjadi dua, yaitu media padat dan media cair, dalam media cair
nutrisi dicampurkan pada agar sedangkan nutrisi pada media cair dilarutkan
kedalam air. Komposisi media ada beberapa macam tergantung jenis dan tujuan
perbanyakan tanaman. Komposisi MS (Murasige Skoog digunakan untuk
perbanyakan berbagai jenis tanman baik berkayu maupun herba, komposisi VW
(Vacin and Went) baik untuk tanaman anggrek, komposisi WPM (Woody Plant
Medium) untuk kultur tanaman berkayu.
12
13
D
E
F
VIT
Myo
Gula
Konsentrasi
Volume yang
Konsentrasi
Bahan
larutan Stok
dipipet (ml/liter
dalam media
NH4NO3
KNO3
KH2PO4
H3BO3
Na2MoO4.2H2O
CoCl2.H2O
Kl
CoCl2.H2O
MgSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.5H2O
N2EDTA
FeSO4.7H2O
Thiamine
Niacin
Pyridoxine
Glycin
Myo Inositol
Gula Pasir
(g/L)
82.500
95.000
34.000
1.240
0.05
0.005
0.166
88.000
74.000
4.460
1.720
0.005
3.730
2.780
0.010
0.050
0.050
0.200
10
30
media)
20
20
5
(mg/L)
1.650
1.900
170
6.2
0.250
0.025
0.830
440
370
22.3
8.6
0.025
37.3
27.8
0.1
0.5
0.5
2.0
100
5
5
10
10
10
Metode
1. Mengukur larutan stok dengan pipet seperti pada lampiran 1 dan
memasukkan ke dalam labu takar.
2. Melarutkan gula dengan menambahkan aquades sebanyak 50 mL dan
mencampurkan dengan larutan stok yang telah dipipet.
14
15
komposisi media tanam yang kaya akan nutrisi dan unsur hara sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri dan cendawan. Botol media sebelum pemakaian dan
sesudah diberikan media harus di autoclave pada suhu 121 , tekanan 17.5 psi,
selama 20 menit untuk mematikan benih-benih cendawan dan bakteri.
Pembuatan media tanam memasukkan berbagai unsur hara esensial dalam
pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah unsur hara makro dan mikro yang
tercantum dalam Tabel 1, zat pengatur tumbuh (ZPT), glukosa, bahan organic
yaitu air kelapa, dan agar-agar sebagai pemadat. Zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam praktikum adalah 2ip yang merupakan auksin. Menurut
Purnamaningsih 2002, zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kultur, promotor yang
digunakan antara lain auksin (2,4-D,
3,5-T,
picloram,
GA3,
dan
dan
NAA),
inhibitor
ABA,
16
KESIMPULAN
Media tanam MS (Murashige Skoog) merupakan media tanam yang dapat
digunakan untuk tanaman herba maupun berkayu. Media tanam penting
peranannya dalam menunjang perkembangbiakan eksplan dalam kultur in vitro
karena mengandung unsur-unsur esemsial yang dibutuhkan oleh tanaman,
diantaranya unsur makro dan mikro, gula, bahan organic, ZPT dan agar-agar. Agar
17
tidak terjadi kontaminasi oleh cendawan dan bakteri, media tanam harus di
autoclave dan dikerjakan dengan alat dan bahan yang steril.
DAFTAR PUSTAKA
Lestari E. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1):63-68
Lestari E G. 2008. Kultur Jaringan. AkaDemia. 60 hlm.
Mariska, Ika, D Sukmadjaja. 2003. Perbanyakan Bibit Abaka melalui
Kultur
Jaringan.
Bogor(ID):
Balai
Penelitian
Bioteknologi
dan
Sumberdaya Genetik.
Mulabagal V, Tsay H. 2004. Plant cell cultures- an alternative and efficient
source for the production of biologically important secondary metabolites.
Journal of Applied Science and Engineering. 2(1):29-48
Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan
beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5(2):51-58
18
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH330)
PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK
KULTUR JARINGAN
Kelompok 6
19
20
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan tanaman hias krisan terus meningkat setiap tahunnya namun
tidak disebanding dengan peningkatan produksi tanaman krisan. Menurut
Rukmana dan Mulyana (1997), usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan
pada beberapa kendala, antara lain ketergantungan pada bibit dari luar negeri
seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal.
Kendala lainya adalah penurunan mutu bibit sejalan dengan bertambahnya umur
tanaman induk dan rendahnya mutu bibit yang dihasilkan. Diperlukan solusi
untuk mengatasi kendala dalam produksi tanaman krisan sehingga peningkatan
produksi dapat tercapai.
Perbanyakan krisan biasanya dilakukan secara vegetatif yaitu dengan
memotong bagian-bagian cabang dari batang dan kemudian diberi zat pengatur
tumbuh sebelum ditanam pada tempat pembibitan. Perbanyakan tanaman krisan
melalui kultur jaringan dapat dijadikan solusi sebab menurut Dwimahyani dan
Gandanegara (2001), pembiakan tanaman krisan melalui kultur jaringan akan
dapat menghasilkan jumlah tanaman dalam jumlah besar pada waktu yang
singkat.
Pada
dasarnya
kultur
jaringan
merupakan
suatu
teknik
untuk
21
22
23
1
0
0
0
0
20
0
0
0
25,4
28
7,34
2
0
0
0
10
50
0
0
0
82
52
19,4
Minggu pengamatan
3
4
5
6
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
28
35
37
0
50
50
0
0
0
0
0
0
0
0
30
40
40
40
0
0
0
25
25
25
100 33,75 36,25 47,5 58,75
72
80
80
80
80
26,3 23,175 21,625 22,95 16,375
1
1
0,1
0,13
1
0,65
0,47
0,6
Minggu pengamatan
2
3
4
5
6
2
2
3
3
6
0,7 1,2 1,8
2,1
2,4
0,5 1,1 1,5
1,6
1,6
1,4 1,2 1,6
2,4
2,2
0,65 1,4 0,8
0,8
0,8
1
1
1,04 1,04
1,04
4
4
4,2
4,2
4,2
7
6
2,4
2
2,2
0,8
1,04
4,2
24
8
9
10
Rataan per Minggu
0,85
1
1
0,68
0,75
1
1
1,3
0,875
0
1
1,377
0,9
1,25
1
1,70
0,975
1,25
1
1,836
0,975
1,25
1
2,146
0,975
1,25
1
2,186
Jumlah akar yang terbentuk lebih banyak dibanding dengan jumlah tunas
yang terbentuk, rata-rata jumlah akar yang terbentuk sebanyak 5,169 akar per
eksplan (Tabel 3). Sama seperti tunas penyebaran pembentukkan akar yang terjadi
tidak merata ditunjukkan dengan selisih yang begitu tinggi. Jumlah akar yang
paling banyak adalah 19 akar per eksplan pada ulangan ke 1 sedangkan yang
paling sedikit adalah hanya 0,421 akar per eksplan pada ulangan ke 9.
Tabel 3. Jumlah akar krisan
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan per Minggu
3
0,7
0,6
2,6
0,7
0,565
0
1,75
0
1,75
1,166
7
2
0,8
3,2
0,75
3,043
4
2
0
2
2,479
Minggu pengamatan
3
4
5
7
12
17
3
4
4,7
1,9
2
2
4
4,6
4,8
1,2
0,5
2
4,478 4,739 5,043
5,4
6
6
3,3
3,666 3,923
0
0,25
0,25
1
1
1,4
3,127 3,875 4,711
6
19
6,6
3
4,6
2
5,043
5,4
4
0,25
1,4
5,129
7
19
7
3
4,6
2
5,043
5,4
4
0,25
1,4
5,169
25
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan per Minggu
4
0,9
0,7
1,6
1,5
1,82
6
0,8
6
2,3
0,7
3
1,45
3,52
1
1,6
2,27
5
0
1
2,18
4
2,75
0
1
1,50
7
Minggu pengamatan
3
4
5
7
7
11
3,4
4,1
4,3
2,3
2,3
3
3
4
3,2
2,8
2,7
4,6
5,43
6,73
4,347 4
9
1,8
2,2
2,2
2,92
3,20
2,85
3
5
0
1,5
1
1,105 1,2
1,2
3,33
4,04
2,860 5
4
6
12
5,3
3
3,4
4,6
6,73
9
2,4
7
12
5,6
3,4
3,4
4,6
6,73
9
2,4
3,3
1
1,2
4,29
3
3,3
1
1,2
4,36
3
Pembahasan
Peningkatan persentase kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh
kontaminan (bakteri atau cendawan) yang terus berkembangbiak dan menyebar
menginfeksi bagian lain dari tanaman ataupun media. Sumber kontaminan dapat
berasal dari tanaman yang akan dijadikan eksplan, media tanam yang digunakan,
peralatan kultur yang digunakan maupun praktikan yang melakukan proses kultur
jaringan dengan kurang steril.
Pembentukan tunas dan akar dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh ZPT
yang terkandung dalam media maupun fitohormon yang dihasilkan tanaman.
Media MS (Murashige and Skoog) terdiri dari unsur hara makro dan mikro serta
bebas hormon (Dwimahyani dan Gandanegara 2001). Pembentukkan akar yang
lebih banyak dibandingkan dengan tunas menunujukkan pengaruh auksin yang
dihasilkan pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh sitokinin yang
dihasilkan akar. Pembentukan akar umumnya dimulai dengan pemindahan auksin
golongan indol acetic acid (IAA) yang diproduksi pucuk tanaman ke bagian
batang yang luka untuk menstimulasi pembentukan akar (Muhit 2007). Jumlah
buku yang dihasilkan setiap eksplan dapat menggambarkan jumlah daun yang
tumbuh pada eksplan.
Jumlah akar, tunas dan buku yang terbentuk dapat dikatakan cukup
berkorelasi positif dengan persentase kontaminasi. Pada perlakuan 1,2,3 dan 6
yang tidak mengalami kontaminasi jumlah akar, tunas dan buku yang terbentuk
26
secara umum lebih banyak dibandingkan dengan pada perlakuan lainya (4,5,7,8,9
dan 10). Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Menurut
Fithriyandini (2015)
27
28
DAFTAR PUSTAKA
Dwimahyani I dan
6-Benzylaminopurine
(Bap)
Terhadap
Pertumbuhan
Dan
29
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
STERILISASI UMBI SEBAGAI SUMBER EKSPLAN
Kelompok 6
Okky Tiara Sari Dewi / A24140066
30
Latar Belakang
Bawang merah (Allium
kultur
dapat
sterilan
yang
sering
fungisida. Penggunaan
bahan
sterilan
seperti deterjen
(sunlight, Clorox,
bayclin dan tween 80), bakterisida dan fungisida. Menurut Devy dan Sastra
2006, penggunaan bahan sterilan fungisida (Benlate) dan bakterisida (Agrept),
masing-masing berkonsentrasi 2 g/l selama 24 jam, Clorox 10% selama 15
menit dan selanjutnya eksplan direndam kembali dalam larutan Clorox 5%
selama 20 dapat menekan tingkat kontaminasi pada kultur in vitro tanaman
jahe. Menurut Armila et al 2014,guna mendapatkan tingkat sterilisasi yang baik,
maka penggunaan sterilan bahan kimia dengan ataupun disertai perlakuan fisik
(pembakaran) dianggap penting untuk dilakukan pada kultur jaringan tanaman
31
yang eksplannya bersentuhan langsung dengan tanah, seperti halnya pada tanaman
bawang merah , selain itu penggunaan komposisi media penting diperhatikan.
Tujuan
Mempelajari serta menganalisis cara melakukan sterilisasi umbi sebagai
sumber eksplan dan penggunaan media tanam yang tepat untuk pertumbuhan
vegetative optimum bagi eksplan umbi bawang merah dan bawang putih.
32
Bahan tanaman yang digunakan adalah umbi bawang merah dan umbi
bawang putih. Bahan untuk membuat sterilisasi umbi adalah Dithane M-45
(fungisida), Agrept (bakterisida), detergent, Alkohol 70%, Natrium hipoclorit dari
Clorox (5.25%) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 25%, air steril, bahan penunjang
lain adalah kertas tissue. Media tanam yang digunakan adalah MS0 tanpa zat
pengatur tumbuh dan MS 13K. Alat tanam yang digunakan adalah laminar,
petridish, scapel, pinset dan gunting, alat alat lain yang diperlukan adalah lampu
bunsen, dan handsprayer.
Metode
1. Mencuci umbi bawang merah dan bawang putih yang sudah dikupas
kulitnya dengan air masak, selanjutnya dicuci dengan larutan detergen
guna menghilangkan kotoran yang menempel di bagian permukaan
jaringan.
2. Membilas bahan tanaman dengan air masak, direndam dalam larutan
agrept dan dithane dengan konsentrasi 4g/L selama 3 jam.
3. Membuang larutan dari rendaman, bahan tanaman dimasukkan ke dalam
laminar air flow cabinet.
4. Membilas bahan tanaman menggunakan air steril dua kali, kemudian
direndam dalam larutan Clorox 25% semala 30 menit, untuk bawang
merah dukupas kulit lapisan terluar, sedangkan untuk bawang putih
dipotong bagian atas dan sisi sampingnya hingga meninggalkan bagian
basal plate yang akan menjadi eksplan berukuran sekitar 0.5-1 cm.
5. Merendam bahan tanaman dengan Clorox 10% selama 10 menit.
6. Merendam bahan tanaman dengan Clorox 5% selama 5 menit, kemudian
bagian atas bawang dipotong 2 bawang merah dipotong menjadi 2 bagian,
sedangkan 3 eksplan umbi bawang lainnya tidak dipotong.
7. Menanam bawang merah pada media MS0 dan bawang putih pada MS
13K
8. Bawang merah yang dipotong menjadi 2 bagian ditanam dalam satu botol,
seangkan 3 bawang merah yang tidak dipotong ditanam dalam botol
lainnya.
9. Menanam umbi bawang merah dan bawang putih secara vertical di media.
33
10. Memberi nama setiap kultur dan tanggal tanam, kemudian disimpan dam
ruang kultur dan diamati. Kondisi ruang simpan dan intensitas cahaya
1000 lux, 16 jam/hari, suhu 23 C.
11. Pengamatan meliputi jumlah eksplan steril, jumlah eksplan hijau, jumlah
eksplan bertunas/ kalus, jumlah eksplan berpoliferasi, jumlah tunas/
eksplan sampai 8 mst.
7
0.3
0.4
0.8
0.7
0.6
8
0.3
0.3
0.5
0.6
0.6
34
7
2.2
1.4
1.6
1.5
1.3
8
1.9
1.4
1.5
1.6
1.3
7
1.4
1.8
1.3
1.3
0.6
8
1.4
1.7
1.3
1.3
0.6
Pembahasan
Sterilisasi pada umbi bawang merah dan bawang putih keduanya direndam
dalam dithane dan agrept, menurut Budiono 2003 multiplikasi in vitro tunas
bawang merah pada sterilisasi eksplan menggunakan dithane dan agrept dengan
perendaman selama 24 jam, serta clorox 10% selama 20 menit dapat menekan
tingkat kontaminasi mencapai 90%, sedangkan pada praktikum perendaman
dithane dan agrept selama 3 jam serta clorox 10% selama 10 menit, menunjukkan
adanya tingkat kontaminasi yang cukup tinggi, yakni rata-rata hanya mencapai
kurang dari 50%. Kontaminasi paling tinggi dialami oleh umbi bawang putih
terutama yang ada pada botol 1, hasilnya terus mengalami penurunan jumlah
eksplan steril sampai minggu ke 8 hanya 0.3 eksplan. Kontaminasi umbi bawang
merah rata-rata 50%, namun kontaminasi paling rendah terdapat pada umbi
bawang merah dengan perlakuan 1/2, yakni jumlah eksplan steril cenderung
konstan diatas sampai pengamatan terakhir yakni minggu ke 8 setelah penanaman.
35
Kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh spora jamur dan bakteri, eksplan
yang terkontaminasi oleh bakteri ditandai dengan munculnya cairan seperti susu
berwarna putih. Pada ekspan umbi bawang merah maupun putih hasilnya terdapat
pencoklatan atau browning, menurut
atau
pada
jaringan
pula
media
hampir
semuanya
menghasilkan
klorofil
sehingga
dapat
berfotosintesis. Tidak semua eksplan yang steril dapat menghasilkan tunas, ada
juga yang tetap menjadi umbi yang steril diakibatkan karena konsentrasi auksin
dan sitokinin dalam umbi (internal) yang rendah, karena setiap umbi mempunya
jumlah auksin dan sitokonin yang berbeda-beda. Jumlah eksplan yang bertunas
atau berkalus pada umbi bawang putih rata-rata sama pada kedua perlakuan
bahkan pada botol 2 jumlah eksplan yang bertunas lebih tinggi dari jumlah
eksplan yang hijau, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian umbi yang tidak
kelihatan zat hijaunya namun langsung bertunas. Sama halnya dengan umbi
bawang merah, jumlah eskpan yang hijau hampir semuanya bertunas.
Jumlah tunas pada umbi bawang merah dengan perlakuan 1/2 umbi lebih
rendah dibanding jumlah tunas pada bawang merah utuh namun mengalami
peningkatan yang relatif kecil setiap minggunya, berbeda dengan perlakuan
eksplan umbi bawang merah utuh yang cenderung konstan. Jumlah tunas bada
umbi bawang merah utuh lebih banyak dari umbi bawang merah yang dipotong
setengah karena basal plate umbi bawang merah utuh lebih besar, artinya zat
pertumbuhan, genetik, dan faktor-faktor lain yang menunjang pertumbuhan lebih
banyak dari umbi yang dipotong setengah, karena basal platenya juga setengah.
Jumlah eksplan yang bertunas pada umbi bawang putih pada botol 2 lebih tinggi
dari botol 1, begitu juga pada eksplan yang berproliferasi. Proliferasi umbi
36
bawang merah yang setengah lebih tinggi dari yang utuh, dikarenakan
kecenderungan pada eksplan yang kecil pada sel-selnya untuk terus membelah
dan bertambah besar, berbeda dengan ekslpan umbi bawang merah yang utuh,
karena basal platenya dari awal sudah besar.
KESIMPULAN
Sterilisasi umbi bawang merah dan bawang putih harus menggunakan
bakterisida dan fungisida dengan konsentrasi dan lama perendaman yang tepat
untuk menghilangkan kontaminasi pada eksplan, supaya jumlah eksplan yang
steril tinggi. Jumlah eksplan hijau menunjukkan adanya kemampuan eksplan
untuk hidup, tumbuh dan bertunas. Munculnya tunas dipengaruhi besarnya basal
plate sebagai organ meristematik, terutama pada bawang merah, semakin besar
basarplate maka jumlah tunas yang dihasilkan lebih banyak dari yang basal
platenya hanya setengah. Umbi bawang merah dan putih memiliki kemampuan
berproliferasi yang dipengaruhi oleh ukuran basal plate, pada umbi bawang merah
yang diptong setengah, basal platenya kecil, sehingga kemampuan untuk terus
membelah/ proliferasinya tinggi.
37
DAFTAR PUSTAKA
Armila N, Mirni U, Zabinuddin B. 2014. Sterilisasi dan induksi kalus bawang
merah (Allium ascalonicum L.) lokal Palu secara in vitro. Jurnal
Agrotekbis. 2(2):129-137.
Budiono D P.2003. Multiplikasi in vitro tunas bawang merah (Allium ascalonicum
L.) pada berbagai taraf konsentrasi air kelapa. Jurnal Agronomi. 8(2):7580.
Devy L, Sastra R. 2006. Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap kultur in vitro
tanaman jahe. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8(1): 7-14.
Limbongan J, Maskar. 2003. Potensi pengembangan dan ketersediaan teknologi
bawang merah Palu di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian. 22
(3):103-108.
38
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
Kelompok 6
Nadya Luckita Winny Kaseke / A24140153
39
40
41
Pengamatan
42
Hasil
Tabel 1. Persentase Ekplan Steril dari Bahan Tanam Benih Caisim
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Parameter
% Eksplan Steril
Rataan
Standar Deviasi
MST
1
93
73
100
100
87
100
100
100
93
93
93.9
8.65
87
73
100
100
67
100
100
100
93
87
90.7
12.20
80
73
100
87
60
100
100
100
93
87
88
13.65
73
73
100
87
60
100
100
100
93
80
86.6
14.45
73
73
100
87
60
100
100
87
93
80
85.3
13.68
67
67
100
87
60
100
93
87
87
73
82.1
14.37
67
60
100
87
60
100
93
80
87
73
80.7
15.20
67
53
80
87
60
100
93
80
87
73
78
14.81
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Parameter
% Eksplan
Bertunas
Rataan
Standar Deviasi
1
87
67
80
93
87
100
100
100
93
93
90
10.40
2
87
67
80
93
60
100
100
100
93
80
86
14.13
3
80
67
80
93
57
100
100
100
93
80
85
14.85
MST
4
5
73
73
67
67
80
73
67
67
57
57
100
100
100
100
100
100
87
87
80
80
81.1
80.4
15.47 15.68
6
67
67
60
67
57
100
93
100
80
73
76.4
16.07
7
67
67
60
67
57
100
73
67
80
73
71.1
12.07
43
8
67
67
60
67
57
100
73
67
80
73
71.1
12.07
Parameter
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
Jumlah Daun
Rataan
Standar Deviasi
MST
1
11
4
6
9
8
5
5
4
5
4
6.1
2.42
2
13
6
7
10
9
6
8
10
6
6
8.1
2.38
3
14
8
8
10
11
7
10
16
6
9
9.9
3.11
4
19
10
9
11
13
8
13
22
12
14
13.1
4.38
5
22
12
10
16
15
8
17
24
17
19
16
5.03
6
25
14
8
16
18
7
20
27
18
22
17.5
6.57
7
23
15
9
22
15
8
20
33
18
23
18.6
7.38
8
23
17
12
19
20
10
20
36
20
27
20.4
7.35
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rata-rata
Jumlah Buku
Rataan
Standar Deviasi
6
2
4
2
5
3
3
4
3
5
3.7
1.34
7
3
5
4
15
5
4
10
6
5
6.4
3.60
8
4
5
8
16
6
4
16
7
9
8.3
4.40
4
12
4
6
9
20
7
6
20
7
12
10.3
5.72
MST
5
12
4
8
14
21
7
6
24
10
14
12
6.48
6
16
5
8
20
32
7
8
35
13
13
15.7
10.44
7
17
5
8
20
33
9
8
35
13
18
16.6
10.41
Pembahasan
Kondisi eksplan yang aseptik merupakan syarat untuk dapat meningkatkan
keberhasilan eksplan tumbuh (Ardiansyah 2014). Berhasilnya proses sterilisasi
dapat terjadi karena terjaganya kondisi aseptik pada saat sterilisasi. Hal-hal yang
mendukung keberhasilan proses sterilisasi dalam pengerjaan yakni menggunakan
44
8
21
6
9
20
33
10
9
35
14
18
17.5
10.06
masker penutup mulut, mengurangi intensitas berbicara antar rekan kerja saat
pengerjaan
(dapat
menurunkan
resiko
terjadinya
kontaminasi
dengan
mengeluarkan bakteri atau virus dari mulut), alat-alat yang digunakan selalu
disemprot dengan alkohol, lampu Bunsen yang tetap menyala dengan stabil,
blower dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) menyala dan membuang
sampah yang tidak digunakan lagi dari dalam laminar. Laminar Air flow (LAF)
mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi,
sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di
udara, menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan, dan mencegah
masuknya kontaminan ke dalam LAF (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik 2009). Kebersihan di dalam laminar juga sebagai faktor penentu
keberhasilan dari proses sterilisasi.
Pencucian menggunakan detergent harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusak bagian tanaman. Selanjutnya pencucian bahan tanam yang
dilakukan di dalam laminar dengan merendam dalam larutan Clorox, hal ini juga
menentukan berhasil/tidaknya proses sterilisasi. Konsentrasi dan lama waktu
perendaman dapat memberikan dampak terhadap hasil proses sterilisasi,
didapatkan konsentrasi optimum yakni 30% dan 10% dengan waktu perendaman
yakni 30 menit dan 10 menit. Apabila konsentrasi dengan waktu perendaman
tidak diperhitungkan, bisa saja sel tanaman juga ikut mati. Setelah perendaman
dilakukan, penanaman bahan tanam ke dalam kultur media. Setiap botol kultur
diisi 10 benih caisim.
Hasil dari proses sterilisasi benih caisim yang dilakukan dapat terlihat dari tabel
1. Eksplan steril yang berhasil sebanyak 100% dari 10 ulangan yang ada. Semua
ulangan menunjukkan pertumbuhan dengan munculnya tunas (ditunjukkan pada
tabel 2). Data yang digunakan merupakan data ulangan dan standar deviasi. Data
rataan saja tidak cukup menggambarkan hasil percobaan, karena kemungkinan
data antar ulangan tidak menyebar rata. Oleh karena itu pengolahan hasil data juga
menggunakan standar deviasi untuk melihat keragaman yang terjadi antar
ulangan. Terlihat pada 1-3 MST standar deviasi mengalami kenaikan, awalnya
8,65 kemudian 2 MST menjadi 12,20, lalu 3 MST menjadi 13,65. Hal ini
menandakan awalnya eksplan steril masih memiliki tingkat keheterogenan rendah
namun seiring waktu mengalami peningkatan, sedangkan untuk rataan eksplan
45
steril terus menurun. Awalnya eksplan steril pada banyak bagian, kemudian
muncul kontaminan namun tidak sampai mematikan dan mencemari seluruh
eksplan. Standar deviasi eksplan bertunas mengalami kenaikan pada 1 MST
hingga 6 MST lalu menurun saat minggu 7 MST.
Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman mengalami peningkatan, pada
1-3 MST rata-rata jumlah daun yang dihasilkan masih dibawah 10 daun,
kemudian dari 4-7 MST rata-rata jumlah daun yang dihasikan sudah memasuki
angka belasan, dan saat 8 MST rata-rata jumlah daun mencapai 20,4. Standar
deviasi rata-rata jumlah daun juga terus meningkat, menandakan pada awalnya
jumlah daun yang dihasilkan antar ulangan sama, namun pada minggu-minggu
berikutnya jumlah daun yang dihasilkan sudah tidak sama lagi antar ulangan.
Kemudian untuk rata-rata jumlah buku terus mengalami peningkatan hingga 8
MST. Standar deviasi yang didapat pada 1 MST yakni 1,34 menunjukkan data
antar ulangan memiliki keheterogenan yang kecil, kemudian memasuki minggu
selanjutnya mengalami peningkatan hingga 6 MST, memasuki 7-8 MST standar
deviasi mengalami penurunan.
KESIMPULAN
Sterilisasi benih caisim berhasil dilakukan, terlihat dari 10 ulangan eksplan
steril yang bertunas dan tumbuh. Data rataan yang didapat untuk pertumbuhan
jumlah daun dan buku terus mengalami kenaikan, kemudian ditunjang dengan
46
data standar deviasi yang menunjukkan keragaman antar ulangan yang ada.
Keberhasilan proses sterilisasi tentunya didukung oleh modifikasi lingkungan
menjadi aseptik, mengikuti praktikum sesuai prosedur, dan menjaga kebersihan
lingkungan sekitar.
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah R, Supriyanto, Wulandari A S, Subandy B, Fitriani Y. 2014. Teknik
sterilisasi eksplan dan induksi tunas dalam mikropropagasi tembessu
(Fagraea fragrans ROXB). Jurnal Silvikultura Tropika 5 (3): 167-173.
Arief A. 1990. Hortikultura. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Departemen
Kesehatan RI.
nd
edition.
47
Afolabi AS, Oghadu GH. Simple, effective and economical explantsurface sterilization protocol for cowpea, rica, and sorghum seeds. African
Journal of Biotechnology 8(20): 5395- 5399.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
KELOMPOK 6
Frederico Tunggal (A24140097)
48
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi komoditas tanaman tertentu
dapat dilakukan dengan perluasan lahan dan peningkatan produktivitas. Namun,
dewasa ini tindakan perluasan lahan untuk meningkatkan produksi suatu tanaman
dirasa sulit mengingat terus bertambahnya populasi penduduk dan lahan pertanian
terus terdegradasi. Upaya yang sekarang mungkin untuk dilakukan adalah dengan
menggunakan input untuk menambah produktivitas seperti pupuk, melakukan
pengapuran, dan bahkan pestisida untuk mengatasi terjadinya pengurangan hasil
akibat adanya organisme pengganggu. Tetapi, penggunaan input-input tersebut
membutuhkan biaya input yang besar serta berpotensi merusak lingkungan. Maka
dari itu, seiring dengan berkembangnya bioteknologi tanaman, hal tersebut dapat
diatasi dengan cara menginduksi kalus untuk meningkatkan keragaman genetik
yang kemudian dapat digunakan pemulia tanaman untuk merakit varietas tanaman
unggul baru.
Keragaman genetik sangat penting artinya sebagai plasma nutfah baru agar
proses pemulian dapat berlangsung. Tanpa adanya sumber keragaman genetik,
proses perbaikan sifat suatu proses perbaikan sifat suatu spesies akan berjalan
49
50
Metode Pelaksanaan
Planlet krisantimum dikeluarkan dari botolnya dan dibuang bagian
akarnya dan daun yang sudah kering, selanjutnya diletakkan di cawan petri yang
steril. Daun di bagian tangkai daun (daun tanpa tangkai daun) dan internode pada
planlet krisantimum dipotong. Daun dan internode dilukai dengan pisau atau
gunting. Internode dan daun yang telah dilukai ditanam pada botol yang berbeda
dan media perlakuan sebanyak 5 eksplan per botol. Botol yang telah ditanami
diberi kode di bagian tutup botol seperti jenis tanaman, jenis eksplan, dan tanggal
tanam. Botol tersebut kemudian disimpan di ruang kultur dan diamati
perubahannya setiap minggu.
MST5
23.77
1.30
26.10
1.30
51
MST6
27.43
1.30
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
0.12
5.00
0.14
5.00
0.47
7.00
D2
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
M1
M2
M3
M4
22.50 22.50 22.00
D3
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
M1
M2
M3
M4
12.50 17.50 15.00
BATANG
D1
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
D2
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
0.52
7.00
0.59
8.00
M5
22.50
0.67
9.00
M6
22.50
23.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
1.00
0.03
5.00
0.05
5.00
0.30
8.00
0.34
8.00
0.37
8.00
0.42
9.00
M5
16.00
M6
17.00
18.00
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
1.10
0.06
5.00
0.07
5.00
0.08
5.00
0.09
5.00
0.10
5.00
0.19
5.00
M1
M2
M3
M4
35.50 41.70 44.00
M5
46.00
M6
49.50
51.00
1.60
1.60
1.60
1.60
1.60
1.60
0.34
5.00
0.44
5.00
0.74
5.00
1.29
5.00
01.06
6.50
1.47
7.00
36.50
35.00
M6
35.50
M1
M2
M3
M4
26.50 36.50 36.50
M5
0.80
0.80
0.80
0.80
0.80
0.80
0.18
5.00
0.34
5.00
0.44
5.00
0.56
5.00
0.92
5.50
01.07
6.00
52
D3
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN
M1
M2
M3
M4
19.00 46.70 46.70
M5
M6
48.80
49.80
49.70
1.31
1.40
1.40
1.40
1.40
1.40
0.19
5.00
0.38
15.00
0.53
15.00
0.74
18.00
1.29
18.50
1.57
19.50
INTERNODE
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
RATA RATA
KONTROL
X
0
0
312.333
0
245
25.667
47.667
42.667
86.667
0
0.076
0.111594
1 x 10^-3
INTERNODE
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
DAUN
Kelompok
X
0
0
5.333.333
0
1.066.667
2.333.333
7.333.333
2.666.667
5
0
3.33
3.688487
5.6
53
1
207
2
0.14
3
0
4
0
8.675
0.3
0.28
0.26
0.21
0.14
0.14
0.14
105
4
5
6
7
8
9
10
0
0
0
0
412
0.13
499
0
0
0
0
328
0.13
499
0
0
0
0
0
0.13
499
0
0
0
0
0
0
499
0
0
0
0
185
975
499
0.07603
0.154695
0.1
RATA RATA
KONTROL
(* 1,2
=Utuh
(*3,4=
1/2
DAUN
Diameter Kalus (mm)
Kelompok
7.8
3.7
2
3
4
5
6
7
8
9
10
6
0
0
0
0
0
11
3
10
5
0
0
0
0
0
12
3
9
5
0
0
0
0
0
0
3
13
0
0
0
0
0
0
0
0
15
4
0
0
0
0
0
5.75
2.25
11.75
2.745
3.808284
6
RATA RATA
KONTROL
Pembahasan
Media tanam yang digunakan adalah Media Murashige dan Skoog (MS).
Media ini sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro,dan
vitamin untuk pertumbuhan tanaman.Pengamaatan pertumbuhan pada induksi
kalus dengan menggunakan diamter kalus, jumlah eksplan membentuk, awal
terbentuk kalus.
54
(* 1,2
=Utuh
(*3,4=
1/2
Internode bobot kalus memiliki rata-rata sebesar 0.076 0.111594 , hal ini
disebabkan banyaknya kalus yang tidak terbentuk atau mati yang menyebabkan
data pada tabel bernilai nol. Ulangan 1,2,4 dan 10 memiliki nilai nol pada ketiga
tanaman. Internode diameter kalus memiliki rata-rata sebesar 3.33 3.688487, hal
ini juga disebabkan oleh banyaknya kalus yang mati.
Tabel bobot daun rata-ratanya adalah 0.07603 0.154695 , karena pada
ulangan atau kelompok 4 sampai dengan 7 memiliki nilai nol atau mati,sehingga
rata-rata diameter kalus pun hanya sebesar 2.745 3.808284 dari 5 tanaman saja.
Daun D1 mengalami peningkatan diameter kalus pada 1 MST sampai
dengan dengan 6 MST. Eksplan yang terbentuk pada tunas terjadi pada 1-7 MST.
Awal terbentuknya kalus terbanyak terjadi pada 6 MST. Daun D2 mengalami
peningkatan diameter kalus pada 4 MST. Namun pada pembentukan eksplan
terjadi peningkatan yang sama pada 3-5 MST. Awal terbentuk eksplan pada 1
MST . Daun D3 mengalami peningkatan diameter kalus dari 1 MST sampai
dengan 6 MST. Awal terbentuk eksplan pada 1 MST. Batang D1 mengalami
pertambahan kalus dari 1 MST sampai dengan 6 MST, begitu juga pada Batang
D2 mengalami pertambahan kalus pada 1 MST namun tidak berkembang hingga 4
MST, dan kemudian turun pada 5 MST dan naik lagi pada 6 MST. Batang D3
mengalami pertambahan kalus yang baik namun pada 5 MST menurun dan
kemudian naik lagi pada 6 MST.
Pembentukan kalus berawal dari pembentukan akar yang terdiferensiasi
dari kalus. pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan
mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi
oleh bakteri ataupun cendawan. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan
gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan cendawan) atau busuk
disebabkan bakteri.
KESIMPULAN
Meningkatkan keragaman genetik dari sel somatik melalui induksi kalus
dapat dilakukan dengan penggunaan bagian tanaman yang berbeda dan
menambahkan 2.4 D pada media. Respon yang dihasilkan pada dua bagian
tanaman yaitu daun dan internode mempunyai hasil yang berbeda.Waktu yang
dibutuhkan eksplan daun dan internode untuk menghasilkan kalus sama. Kalus
55
56
DAFTAR PUSTAKA
Kumar PS dan Mathur VL. 2004. Chromosomal Instability in Callus Culture of
Pisum sativum. Plant Cell Tiss Org Cult. 78: 267271.
Sujatha M. dan Prabakaran AJ. 2001. High Frequency Embryogenesis in
Immature Zygotic Embryos of Sunflower. Plant Cell Tissue and Organ
CultureJournal. 65: 23 29.
Yunita R. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian.
28 (4): 142-148.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
KELOMPOK 6
Frederico Tunggal (A24140097)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioteknologi
tanaman
dapat
membantu
mempercepat
program
pengembangan tanaman, salah satunya melalui teknik kultur anter. Kultur anter
merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan pada program pemuliaan
tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan galur homozigot dan meningkatkan
efisiensi seleksi secara cepat. Regenerasi tanaman haploid dari anter yang
dikulturkan diikuti dengan penggandaan kromosom, dapat menghasilkan galur
murni atau tanaman haploid ganda, selain juga memberikan peluang untuk
mempercepat waktu bagi perakitan galur inbreed yang biasanya diperoleh melalui
beberapa siklus inbreeding (Silva 2010). Manfaat tanaman haploid dalam
pemuliaan tanaman adalah apabila digandakan kromosomnya dengan kolkhisin
atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman 100% homozigot (Zulkarnain
2000).
Nitsch (1981) rnenyatakan bahwa untuk rnernperoleh tanarnan haploid
melalui androgenesis langsung perlu diperhatikan rnodifikasi gula dan asarn
amino yang ditarnbahkan pada media turnbuh. Faktor-faktor yang memengaruhi
inisiasi akar dan pertumbuhan kultur jaringan pepaya adalah garam mineral,
auksin, gula, suhu, dan cahaya. Pernberian zat pengatur turnbuh juga tidak
berpengaruh bahkan dapat bersifat rnerusak pada konsentrasi tertentu, karena
dapat rnengharnbat proses embriogenesis. Kelembaban yang tinggi juga dapat
mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan meristem sebagai
eksplan sebaiknya dilakukan pada ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk mengisolasi
antera dari bunga dan menanam antera secara invitro untuk mendapatkan tanaman
haploid secara androgenesis.
pepaya sesuai ukurannya. Ukuran kuncup bunga berkorelasi dengan umur bunga.
Sterilisasi kuncup bunga dengan cara mencelupkanbunga ke dalam alkohol 70%
lalu dilewatkan di atas api bunsen, lalu diamkan sampai apinya padam. Lakukan
hal yang sama sebanyak dua kali. Buka kuncup bunga dengan pinset dan buang
korolanya secara hati-hati agar anteranya tidak rusak. Lepaskan antera dari
tangkai bunga dan tanam pada media kultur N6. Kultur antera selanjutnya
disimpan dalam ruang gelap selama 2 bulan untuk menginduksi pertumbuhan
kalus.
Peubah yang diamati adalah jumlah antera per bunga dan warna antera,
jumlah antera yang tetap kuning, dan jumlah yang coklat; jumlah kultur yang
mengalami kontaminasi, saat terbentuk kalus dan jumlah antera yang membentuk
kalus.
Sedang
Jumlah Kuning
Jumlah Coklat
Kontam (%)
Panjang (mm)
Corolla
Jumlah anter/bunga
Waktu terbentuk kalus
Jumlah anter yang membentuk kalus
Kecil
Jumlah Kuning
Jumlah Coklat
Kontam
Panjang (mm)
Jumlah anter/bunga
Jumlah anter yang membentuk kalus
1
18
10
17.5 %
1
0
20
2
20
7
13%
1.5
0
25
28
28
I
18
1
30%
1
0
20
2
23
7
30%
1
0
22
25
25
I
18
6
10
1
15
22
2
16
8
15
1
20
22
7
12
16
60%
6
0
30
8
18
18
20%
6
0
30
18
29
23
100%
3
0
30
8
29
6
26%
3
0
30
12
14
20
3
25
25
8
12
11
13
3
25
25
7
10
14
20
3
25
25
(*Tidak membentuk
korolla
(*Waktu terbentuknya kalus setiap minggu
Pembahasan
Praktikum pembuatan tanaman haploid melalui kultur anther dilakukan
pada bunga pepaya jantan dengan tiga perlakuan yaitu ukuran bunga yang besar,
sedang, dan kecil pada media N6. Berdasarkan percobaan didapatkan hasil
perbandingan antara anther yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Berdasarkan
presentase kalus, anther dengan ukuran besar memiliki perkembangan anther
tercepat dengan rata-rata 24,375 di minggu 3dan 4. Anther dengan ukuran sedang
memiliki perkembangan anther terlama dengan rata-rata 8,5 di minggu ke 2 dan 3.
Berdasarkan tingkat kontaminasi rata-rata paling tinggi jika menggunakan anther
besar, pada anther kecil tingkat kontaminasnya lebih kecil dibandingkan anther
sedang. Paling tinggi tingkat kontaminasi pada minggu keenam dengan 100 %
pada perlakuan eksplan anther berukuran besar.
Kontaminasi tersebut disebabkan karena adanya bakteri dan cendawan
pada media sehingga anther pepaya tidak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman haploid.Kontaminasi yang berasal dari cendawan biasanya terlihat
adanya spora berwarna putih yang menyelimuti eksplan. Kontaminasi dari bakteri
dicirikan dengan adanya lendir berwarna kuning atau coklat yang sebagian
melekat pada media dan membentuk gumpalan yang basah. Faktor-faktor yang
menentukan pertumbuhan bakteri yaitu suhu, lingkungan, gas, dan pH.
Sifat genetik juga rnempengaruhi respon anther yang ditanarn terhadap
perlakuan yang diberikan. Bajaj (1983) rnenyebutkan bahwa genotip dan kondisi
tanarnan surnber eksplan adalah faktor-faktor penting yang mernpengaruhi
keberhasilan induksi tanarnan haploid pada kultur anther. Pembentukan akar dan
tunas pada perbanyakan tanaman dipengaruhi oleh rasio konsentrasi auksin dan
sitokinin. Rasio konsentrasi auksin dan sitokinin yang tinggi akan mendorong
pembentukan akar, sedangkan rasio konsentrasi sitokinin dan auksin yang tinggi
akan memacu pembentukan tunas. Beberapa jenis auksin yaitu IBA, NAA,dan
pcPA dapat digunakan untuk menginisiasi akar pada kultur pepaya secara invitro
(Drew 1988).
KESIMPULAN
Tanaman dihaploid adalah tanaman yang seluruh gennya dalam bentuk
homozigot dan menghasilkan galur murni. Dengan metode kultur jaringan
perakitan tanaman haploid menjadi lebih mudah melalui pengkulturan anther yang
mengandung polen pada media yang sesuai. Untuk keberhasilan perbanyakan
tunas pepaya secara kultur jaringan, hal utama yang harus diperhatikan adalah
konsistensi dalam menghasilkan persentase tunas berakaryang tinggi dan akar
harus berkualitas baik. Umur anther yang baik untuk dikulturkan adalah umur
anther yang tua karena cepat pembentukan tunasnya.
DAFTAR PUSTAKA
Bajaj, Y. 1983. Invitro production o f haploid, p. 228-287. I n P. V. Arnrnirato, D.
A. Evans, W. R. Sharp, Y. amada (eds.) Handbook of plant cellculture . I.
Techniques f o r propagation and breeding. Macmillan Publishing Co.,
New York.
Drew RA. 1988. Rapidclonalpropagation of papaya invitro from mature field
grown trees. Hort. Sci. 23(3): 609-611.
Nitsch, C. 1981. Production o f isogenic lines : Basic technical aspects of
androgenesis, p. 241-252. In T. A. Thorpe (ed.) Plant tisueculture methods
and applicationin agriculture. Academic Press, Inc.,New York.
Silva, T.D. 2010. Indica rice anther culture: can the impasse be surpassed. Plant
Cell Tissue and Organ Cult 100: 1-11.\
Zulkarnain, H., 2000. Kultur Jaringan Tanaman-Solusi Perbanyakan Tanaman
Budidaya. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
KELOMPOK 6
Fajar Mei Haryadi (A24140182)
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk
mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian
tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada
kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan
banyak dilakukan untuk tanaman seperti anggrek, kapas, panili, kedelai, kacang
buncis, jelai dan pisang (Pratomo, 2004).
Belakangan ini juga berkembang teknik penyelamatan bakal biji yang
telah terserbuki tapi tidak pernah menghasilkan benih viable. Penyelamatan
embryo banyak dilakukan untuk memperoleh hibrida interspesifik dan
intergenerik. Misalnya pada kacang merah dan berbagai tanaman hias. Kultur
embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam
beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah
pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat
diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio
adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat
serangan hama dan penyakit.
Keberhasilan dalam kultur embryo secara in vitro sangat ditentukan oleh
beberapa faktor. Menurut Reghavan (1977) faktor-faktor tersebut adalah umur
embryo, genotipe tanaman dan komposisi media kultur. Sedangkan menurut
Pierik (1987) selain ketiga faktor tersebut, keberhasilan kultur embryo ditentukan
pula oleh suhu, cahaya, oksigen dan kondisi pertumbuhan tanaman induk.
Mengenai fase perkembangan embryo, Bhojwani dan Razdan (1983) menyatakan
bahwa semakin muda umur suatu embryo akan semakin sulit ditumbuhkan pada
media buatan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Pierik (1987) bahwa
perkembangan suatu embryo lebih tua akan semakin mudah untuk ditumbuhkan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan memberikan pengalaman kepada mahasiswa cara
untuk mengisolasi embryo dari biji dan menumbuhkannya pada media in vitro.
Ulangan
1 MST
%
%Embrio
% Embrio
% Embrio
Jumlah Tunas
Gejala
Minggu
Embrio
Mati
berkalus
berkecambah
per Eksplan
berkecambah
steril
1
100
100
100
100
100
100
100
100
86.67
13.33
embrio
10
100
Rataan
88,667
11,333
2 MST
1
50
50
Kontaminasi
80
20
66.67
33.33
100
100
100
66.67
33.33
0
Embrio berwarna coklat muda
0
0
kehitaman
8
100
73.33
26.67
0
Hifa cendawan menyelimuti sebagian
embrio
10
100
Rataan
73,667
26,333
0.1
0.1
3 MST
1
50
50
Kontaminasi
100
33.33
66.67
100
100
100
66.67
33.33
0
Embrio berwarna coklat muda
0
0
kehitaman
8
100
66.67
33.33
0
Embrio diselimuti hifa cendawan
100
Rataan
61,667
38,333
0.1
0.1
4 MST
1
50
50
Kontaminasi
100
100
Kontaminasi
100
80
20
kontaminasi cendawan
6
100
66.67
33.33
kehitaman
8
100
66.67
33.33
0
Embrio diselimuti hifa cendawan
100
Rataan
56,334
43,666
0.2
0.1
5 MST
1
50
50
Kontaminasi
100
100
Kontaminasi
100
66.67
33.33
100
66.67
33.33
kehitaman
8
100
53.33
46.67
0
Embrio diselimuti hifa cendawan
100
Rataan
53,667
46,333
0.1
0.1
6 MST
1
50
50
Kontaminasi
100
100
Kontaminasi
100
66.67
33.33
100
66.67
33.33
kehitaman
8
100
33.33
66.67
0
Embrio diselimuti hifa cendawan
100
Rataan
51,667
48,333
0.1
0.1
Pembahasan
Pengamatan dilakukan pada 6 MST pada biji kacang merah. Pada 1 MST
besar persentase embrio steril sebesar 88,667% sedangkan persentase embrio yang
mati sebesar 11,333% dan biji kacang merah pada 1 MST belum ada yang
berkecambah , berkalus , dan bertunas. Pada 1 MST merupakan awal
perkembangan biji kacang merah sehingga indikator biji hidup atau mati dapat
dilihat dari persentase embrio steril dan mati.
Pada pengamatan pada 2 MST besar persentase embrio steril mengalami
penurunan menjadi 73,667% dan persentase embrio mati meningkat menjadi
26,333% dan belum ada biji yang berkecambah dan berkalus namun sudah ada
yang bertunas pada ulangan 1. Pada pengamatan 2 MST bakteri dan hifa mulai
mengkontaminasi media, sehingga biji tidak dapat mengalami perkembangan lagi
karena terjadi kompetisi nutrisi pada media.
Pada pengamatan 3 hingga 6 MST besar persentase embrio steril pada biji
kacang merah mengalami penurunan hingga 51,667% berbanding terbalik dengan
persentase embrio yg mengalami kematian meningkat hingga angka 48,333%. Hal
ini menujukkan jumlah kontaminasi media dari minggu ke minggu mengalami
peningkatan karena invansi dari bakteri dan cendawan. Sedangkan tanaman yang
bertunas tidak bertambah.
KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penyelamatan embrio kacang merah tidak berhasil karena banyak media yang
terkena kontaminasi bakteri dan cendawan sehingga praktikan tidak dapat
mengamati perkembangan biji yang berkecambah.
DAFTAR PUSTAKA
Bhojwani SS. Dan MK. Razdan. 1983. Plant Tissue Culture. Amsterdam, Oxford,
New York, Tokyo: Elsevier Science Publishers. PP.204-235.
Li SC dan Jiang Al et al. 1998 . Ovule culture to obtain triploid progeny from
crosses between seedless cultivars and tetraploid grapes. Acta Agriculturae
Shanghai 14(4):1317
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: Martinus Nijhoff
Publishers. 344 pages.
Pratomo ADM . 2004. Penyelamatan Embryo Hasil Persilangan Kacang Hijau
(Vigna radiata (L). Wilczek.) dengan Kerabat Liarnya melalui Kultur In
Vitro. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Reghavan V. 1977. Applied aspect of embryo culture. J. Reinert dan JPS. Bajaj
(Editor). Applied and Fundamental Aspect of Plant Cell, Tissue and Organ
Culture. Springer - Verlag, Berlin. Pp. 375-397.
Sugito, H dan A. Nugroho, 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya,
Yogyakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH330)
KELOMPOK 6
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur
jaringan adalah
suatu
metode
untuk
mengisolasi
bagian
dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri
tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
Tanaman hasil kultur jaringan tidak bisa langsung ditanam begitu saja
dalam pot. Pucuk-pucuk dan planlet in vitro yang diregenerasikan di dalam
lingkungan dengan kelembaban tinggi dan bersifat heterotrof, harus berubah
menjadi autotrof bila dipindahkan ke tanah atau lapangan. Tanaman hasil kultur
jaringan (planlet atau tunas mikro) perlu mendapatkan perlakuan khusus untuk
dapat hidup di lingkungan baru hingga menjadi bibit baru yang siap ditanam di
lapang.
Proses
pemindahan
merupakan
langkah
akhir
dari
prosedur
cukup penting. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generative (Pierik, 1997).
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui cara dan melakukan aklimatisasi pada
tanaman hasil kultur jaringan.
dan 23
Metode
Planlet yang telah siap (akar, batang, dan daunnya ada) dikeluarkan dari
botol dengan hati-hati. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada bagian planlet yang
putus. Planlet yang sudah dikeluarkan dari tempat kultur harus dibersihkan dari
agar-agar yang masih menempel pada planlet. Untuk membersihkan agar-agar dari
planlet dapat dilakukan dengan menggunakan air yang sudah dimasak. Planlet
yang telah melewati proses tadi kemudian direndam pada larutan Dithane M-45 (2
gram/L) yang ditambahkan larutan Agrept (2 gram/L) selam sepuluh menit.
Media untuk aklimatisi yang digunakan adalah arang sekam yang steril
dan sudah dibasahi sampai menjadi jenuh dengan air steril. Media yang telah siap
dapat ditanami planlet yang sudah di rendam. Planlet yang sudah tertanam pada
media pot ditutup bagian atasnya untuk mengurangi penguapan dan kemudian di
simpan di ruang kultur. Planlet yang di aklimatisasi harus dijaga kelembaban
media tumbuhnya. Untuk menjaga kelembaban dapat dilakukan penyemprotan
dengan sprayer. Planlet yang bertahan setelah satu minggu dapat dipindahkan
ditempat teduh selama 1-2 minggu dengan perlakuan penyemprotan pupuk daun
konsentrasi .
Pembahasan
Planlet yang telah diaklimatisasi mengalami rata-rata perkembangan tinggi
tanaman, jumlah buku namun tidak pada jumlah daun yang mengalami penurunan
pada beberapa ulangan. Rata-rata tinggi planlet pada 1 MST sebesar 2,6325 cm
bertambah tinggi pada 2 MST menjadi 3,249 cm. Rata-rata jumlah buku pada 1
MST sebanyak 3,89 meningkat menjadi 4,415. Indikator perkembangan tersebut
menandakan planlet behasil beradaptasi pada lingkungan baru.
Jumlah daun pada 1 MST sebanyak 7,3 sedangkan pada 2 MST sebanyak
6,87. Terjadi penurunan jumlah daun di beberapa ulangan yang menandakan
beberapa tanaman belum dapat beadaptasi secara sempurna untuk melakukan
proses fotosintesis di lingkungan barunya yang memiliki kondisi suhu dan
kelembaban yang berbeda dengan di media in vitro.
KESIMPULAN
Planlet mengalami perkembangan menjadi tanaman autotrof dari tanaman
heterotrof yang semua nutrisi telah disediakan dalam media. Tanaman dapat
beradaptasi dengan lingkungan baru dan mampu berfotosintesis ditunjukkan dari
bertambahnya tinggi, jumlah buku dan jumlah daun.
SARAN
Praktikan lebih di arahkan lagi dalam melakukan teknik aklimatisasi.
Dengan memberikan contoh/peraga saat mempraktikkaan teknik aklimatisasi.
Praktikan harus lebih memperhatikan penjelasan dosen atau asisten dosen agar
teknik aklimatisasi dapat berhasil.
DAFTAR PUSTAKA
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff
Publishers. Netherlandsv
Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman
and Hall. New York. London.
Wetherelll, D. F. 1982. Introduction To In Vitro Propagation. Avery Publishing
Group Inc. Wayne, New Jersey.