Anda di halaman 1dari 85

LAPORAN PRAKTIKUM

DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH330)


PENGENALAN LABORATORIUM DAN ALAT-ALAT
LABORATORIUM

Kelompok 6
Rika Sri Rahmawati (A24140021)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur jaringan merupakan salah satu metode perbanyakan tanaman yang
memanfaatkan sifat totipotensi sel untuk membentuk individu tanaman secara
utuh dalam kondisi yang sesuai. Dalam praktiknya, ada beberapa hal yang perlu
diperhatikan agar metode kultur jaringan dapat dilaksanakan, diantaranya adalah
1) laboratorium kultur jaringan tumbuhan, 2) alat dan bahan yang dperlukan
dalam metode kultur jaringan tumbuhan dan 3) metode sterilisasi (Sandra 2013).
Pengenalan alat merupakan langkah krusial sebelum melakukan percobaan atau
penelitian. Mengenal alat artinya dapat mengetahui fungsi masing-masing alat
tersebut serta cara penggunaan alat-alat yang akan digunakan dalam percobaan
atau penelitian. Mengetahui dan memahami fungsi dan cara penggunaan alat-alat
yang akan digunakan dapat memperlancar jalannya suatu percobaan atau
penelitian (Abbas 2011).
Praktikum pengenalan laboratorium dan alat-alat laboratorium akan
menambah pengetahuan mahasiswa mengenai teknik kultur jaringan sehingga
dapat memperlacar praktikum akan dilakukan selajutnya.
Tujuan
Mengenalkan alat-alat yang digunakan dalam bioteknologi tanaman
beserta fungsi, cara penggunaan, dan perawatannya.
Mengenalkan ruangan-ruangan yang ada dalam laboratorium beserta fungsinya.

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 3 Agustus 2016, bertempat di
laboratorium kultur jaringan tanaman dan laboratorium hortikultura, Departemen
Agronomi dan Hortikultura, Kampus IPB Dramaga.
Alat dan Bahan
Alat-alat yang diperkenalkan antara lain botol kultur, autoclave, laminar
air flow, petri disc, pinset, pisau kultur, gelas ukur, alkohol 70%, pembakar
bunsen, dan labu takar. Ruangan diperkenalkan dalam praktikum adalah ruang
persiapan, ruang bahan, ruang media, ruang tanam dan ruang kultur.
Metode
Pengenalan peralatan dan ruangan laboratorium dilakukan secara
langsung.

Asisten praktikum menunjukkan alat-alat laboratorium serta

memperagakan cara kerja alat tersebut. Praktikan masuk kedalam ruangan yang
ada di laboratorium melihat dan mengamati fungsinya.

Praktikan

mencatat

penjelasan alat-alat dan ruangan yang diperkenalkan asisten praktikum serta


memperhatikan cara penggunaan alat-alat.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
No
.

Nama

1.

Botol
Kultur

Gambar

Keterangan
Berfungsi sebagai tempat
untuk mengkulturkan atau
menanam eksplan agar steril
dan terjaga dari kontak
lingkungan luar.

pantip.com
2.

Autoclave

Mensterilkan alat dan media


(agar atau pun cair). Juga
dapat
digunakan
untuk
sterilisasi tanah atau kompos
yang akan digunakan untuk
media tanaman.

tissuecultureandorchidologi.blo
gspot.co.id
3.

Kompor

Berfungsi untuk memasak


media tanam.

Tokopedia.com
4.

Laminar
air flow

aguskrisnoblog.wordpress.com

Tempat untuk menanam


eksplan ke dalam botol,
strerilisasi benih/ embrio/
jaringan, subkultur, dan lainlain. Dilengkapi dengan
lampu LED, lampu UV dan
blower.

5.

Petri disc

Tempat untuk menyimpan


sementara eksplan yang akan
ditumbuhkan dalam botol
kultur.

sripratiwiyantiarsyam.blogspot.
com
6.

Pinset dan
Pisau
Kultur

Untuk
mengambil,
memotong, dan menanam
eksplan di media.

kyoto.zaq.jp
7.

Pembakar
Bunsen

Untuk
membakar
(mensterilkan) alat kultur
yang akan digunakan.

tokoalatkesehatan-murah.com
8.

Alkohol
70%

Untuk mensterilkan bahan


tanam, alat kultur, laminar
air
flow,
dan
tangan
praktikan.

onemed-dental.com
9.

Botol
Semprot

Berfugsi sebagai tempat


bahan-bahan yang bersifat
cair,
seperti
alkohol,
akuades, air steril dan lainlain.

plasticosgonzalezpg.com

10.

Gelas
Ukur

Untuk menuangkan atau


mempersiapkan bahan kimia
dan
aquades
dalam
pembuatan media.

nannananot.blogspot.com
11.

Ruang
Persiapan

Tempat meyiapkan alat-alat


yang akan digunakan dan
membersihkan alat-alat yang
telah digunakan.

tissuecultureandorchidologi.blo
gspot.com
12.

Ruang
Bahan

eshaflora.blogspot.com
13.

Ruang
Media

Tempat ada dua tipe yaitu,


ruang dengan kondisi suhu
freezer untuk bahan seperti
asam amino, ZPT, benih.
Kedua ruang dalam suhu
kamar untuk menyimpan
alkohol, stok A B C D E, dan
lain-lain
Tempat penyimpanan media
setelah selesai di autoclave.

balithi.litbang.pertanian.go.id
14.

Ruang
Tanam

Tempat melakukan penanam


eksplan, strerilisasi benih/
embrio/ jaringan, subkultur,
dan lain-lain. Suhu dalam
ruangan diatur agar berada
dalam kisaran 22-24oC.
tissuecultureandorchidologi.blo

gspot.com
15.

Ruang
Kultur

Tempat meyimpan plasma


nuftah
yang
telah
dikulturkan/ditanam.

detiktani.com

Pembahasan
Tahap pertama yang dilakukan dalam kultur jaringan adalah penyiapan alat
dan bahan yang dillakukan di ruang persiapan dan ruang bahan. Ruang persiapan
berisi peralatan kultur jaringan, seperti botol kultur, pisau kultur, pinset,
autoclave, dan sebagainya. Ruang persiapan juga digunakan sebagai tempat
membersihkan peralatan yang telah digunakan dan mensterilkan alat atau media
dengan menggunakan autoclave. Proses sterilisasi dimulai dengan mengecek air
filter dalam autoclave harus mencapai batas yang telah ditentukan kemudian
masukan alat atau media yang akan disterilkan dan tutup autoclave sehingga tidak
ada uap air yang keluar. Autoclave dinyalakan dengan pengaturan timer sekitar 30
menit agar mencapai suhu 121o C dan tekanan 2 atm atau setara dengan 15 psi.
Setelah itu, proses sterilisasi dimulai untuk alat membutuhkan waktu 60 menit
berbeda dengan media yang hanya membutuhkan waktu 20 menit. Suhu dan
tekanan autoclave perlu diturunkan kembali dan membutuhkan waktu sekitar 30
menit.
Ruang bahan terdiri dari 2 bagian, yaitu ruangan dengan kondisi suhu
freezer untuk mempertahankan daya simpan bahan seperti asam amino, ZPT,
benih. Kedua ruangan dengan suhu kamar untuk menyimpan bahan yang tidak
memerlukan perlakuan khusus, seperti alkohol, stok A B C D E, akuades, dan
sebagainya. Tahap selanjutnya adalah pembuatan media yang dapat dilakukan di
ruang tanam dan pemasakan dilakukan di ruang persiapan. Media tanam kultur
jaringan banyak jenisnya, pemilihan media dapat disesuaikan dengan tujuan kultur
jaringan maupun jenis eksplan/tanaman yang digunakan. Media yang telah dibuat

dimasukan kedalam botol kultur kemudian disterilkan dengan autoclave. Jika


media tidak langsung digunakan dapat disimpan di ruang media.
Tahap terakhir dari proses kultur jaringan adalah penanaman eksplan pada
botol kultur yang berisi media yang dilakukan di ruang tanam. Untuk menjaga
proses penanaman tetap steril maka dilakukan dalam alat laminar air flow (LAF).
Sebelum penanaman dimulai lampu UV LAF dinyalakan selama 1-2 jam untuk
mematikan kontaminan yang ada di permukaan laminar. Alat-alat seperti scalpel,
gunting dan alat-alat inokulasi lainnya harus disterilkan dengan alkohol 70% dan
dilanjutkan dengan pemanasan di atas api bunsen (Sandra 2013). Botol kultur
yang telah ditanami eksplan disimpan dalam ruang kultur dengan suhu rendah dan
memiliki penerangan yang cukup agar eksplan dapat tumbuh dan berfotosintesis
dengan baik. Untuk beberapa eksplan yang memerlukan perlakuan khusus seperti
penyinaran yang rendah (menginduksi pertumbuhan akar dan umbi) dapat
dilakukan dengan menutup rak penyimpanan botol kultur dengan kain hitam.

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Alat-alat dan ruangan yang diperkenalkan antara lain botol kultur,
autoclave, laminar air flow, petri dish, pinset, pisau kultur, gelas ukur, alkohol
70%, pembakar bunsen, labu takar, ruang persiapan, ruang bahan, ruang media,
ruang tanam dan ruang kultur. Pengenalan alat-alat dan ruangan laboratorium
beserta fungsi dan cara kerjanya penting dilakukan guna memperlacar kegiatan
kultur jaringan serta meminimalisir kecelakaan kerja akibat penggunaan alat yang
salah.
Saran
Pembagian kelompok diperkecil agar praktikum berjalan dengan efektif
sehingga setiap praktikan mendapat kesempatan untuk menyimak dengan seksama
dan masuk ke dalam ruangan yang ada dalam laboratorium.

DAFTAR PUSTAKA
Abbas B. 2011. Prinsip Dasar Teknik Kultur Jaringan. Bandung (ID): Alfabeta.
Edhi Sandra. 2013. Cara Mudah Memahami dan Menguasai Kultur Jaringan.
Bogor (ID): IPB Press.

10

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN

Kelompok 6
Okky Tiara Sari Dewi / A24140066

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

11

Latar Belakang
Pengadaan dan ketersediaan bibit bermutu sangat penting peranannya
dalam bidang pertanian untuk menjaga ketersediaan pangan dan keseimbangan
ekonomi suatu negara. Pemenuhan ketersediaan bibit bermutu tidak akan cukup
jika hanya mengandalakan perbanyakan tanman secara konvensional, karena
kebutuhan pangan dan komoditas pertanian lainnya yang tinggi dan diperlukan
dalam waktu yang cepat. Kultur jaringan dapat menjadi solusi untuk penyediaan
bibit bermutu dengan gen yang telah direkayasa dan sebagai konservasi plasma
butfah. Melui kultur in vitro, tanaman dapat diperbanyak setiap waktu sesuai
dengan kebutuhan dan dapat membantu perbanayakan tanmaan yang tidak bisa
dikerjakan secara konvensional. Menurut Lestari 2008, kultur jaringan merupakan
salah satu teknik dalam perbanyakan tanaman secara klonal untuk perbanyakan
masal. Keuntungan pengadaan bibit melalui kultur jaringan antara lain dapat
diperoleh bahan tanaman yang unggul dalam jumlah banyak dan seragam, selain
itu dapat diperoleh biakan steril (mother stock) sehingga dapat digunakan sebagai
bahan untuk perbanyakan selanjutnya.
Media tanam merupakan salah satu komponen terpenting dalam kultur
jaringan, dimana di dalam media tanam tersedia nutrisi dan zat yang dikehendaki
untuk memenuhi kebutuhan pertumbuhan tanaman dan untuk mebentuk bagian
tanaman yang diinginkan. Menurut Purnamaningsih dan Lestari 1998,
penggunaan media tanam dan zat pengatur tumbuh merupakan faktor penting
untuk mendapatkan tanaman dengan hasil yang optimum. Kombinasi media dasar
dan zat pengatur tumbuh akan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dalam
proses morfogenesis dan organogenesis (Lestari 2011). Berdasarkan strukturnya
media dibagi menjadi dua, yaitu media padat dan media cair, dalam media cair
nutrisi dicampurkan pada agar sedangkan nutrisi pada media cair dilarutkan
kedalam air. Komposisi media ada beberapa macam tergantung jenis dan tujuan
perbanyakan tanaman. Komposisi MS (Murasige Skoog digunakan untuk
perbanyakan berbagai jenis tanman baik berkayu maupun herba, komposisi VW
(Vacin and Went) baik untuk tanaman anggrek, komposisi WPM (Woody Plant
Medium) untuk kultur tanaman berkayu.

12

Media tanam mengandung unsur hara yang essensial bagi tanaman


diantaranya adalah hara makro, mikro, karbohidrat, vitamin dan zat pengatur
tumbuh tertentu yang memiliki fungsi masing-masing dalam fisiologis tanaman in
vitro. Penggunaan zat pengatur tumbuh dalam kultur jaringan tergantung pada
jenis tanaman yang digunakan serta tujuan kegiatan. Untuk pembentukan tunas
umumnya menggunakan zat pengatur tumbuh sitoknin (BA atau kinetin), untuk
pembentukan kalus menggunakan auksin 2.4-D dan untuk pembentukan akar
menggunakan auksin (IAA, IBA, atau NAA) (Lestari 2011). Manipulasi media
kultur diharapkan dapat memacu pertumbuhan dan perkembangbiakan tanaman
invitro yang diinginkan, misalnya modifikasi konsentrasi persenyawaan dengan
penambahan auksin dan sitokinin dapat digunakan untuk inisisasi kalus (Zakaria
2010). Usaha untuk memaksimalkan produksi dan akumulasi metabolit sekunder
melalui kultur in vitro dilakukan dengan manipulasi media, seleksi klon,
penambahan prekusor, dan teknik elisitasi (Mulabagal dan Tsay, 2004).
Komponen-komponen penyusun media tanam harus berada pada pH yang
seimbang sehingga fungsinya dapat berjalan dengan baik. Kemasaman media
(pH) media umumnya antara 5,6-5,9. Sterilisasi media dilakukan dengan
menggunakan autoklaf yaitu suatu alat yang dapat membunuh organisme dalam
medium dengan suhu tinggi yaitu 121 , tekanan 17.5 psi, selama 20 menit.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan sebagai pengenalan komponen-komponen
penyususn media tanam dan fungsinya dalam pertumbuhan tanaman in vitro dan
untuk mengetahui tahap-tahap pembuatan media MS.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu

13

Praktikum dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan 1 dan 2 Institut


Pertanian Bogor pada tanggal 10 Agustus 2016.
Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah larutan stok seperti tercantum pada tabel 1, gula,
aquades, dan agar-agar. Alat-alat yang digunakan adalah plastik penutup, karet
gelang, labu takar, botol kultur, autoklaf, dan alat pengukur pH.
Tabel 1. Komposisi Media Murashige-Skoog (1962)
Stok
A
B
C

D
E

F
VIT

Myo
Gula

Konsentrasi

Volume yang

Konsentrasi

Bahan

larutan Stok

dipipet (ml/liter

dalam media

NH4NO3
KNO3
KH2PO4
H3BO3
Na2MoO4.2H2O
CoCl2.H2O
Kl
CoCl2.H2O
MgSO4.7H2O
MnSO4.4H2O
ZnSO4.7H2O
CuSO4.5H2O
N2EDTA
FeSO4.7H2O
Thiamine
Niacin
Pyridoxine
Glycin
Myo Inositol
Gula Pasir

(g/L)
82.500
95.000
34.000
1.240
0.05
0.005
0.166
88.000
74.000
4.460
1.720
0.005
3.730
2.780
0.010
0.050
0.050
0.200
10
30

media)
20
20
5

(mg/L)
1.650
1.900
170
6.2
0.250
0.025
0.830
440
370
22.3
8.6
0.025
37.3
27.8
0.1
0.5
0.5
2.0
100

5
5

10
10

10

Metode
1. Mengukur larutan stok dengan pipet seperti pada lampiran 1 dan
memasukkan ke dalam labu takar.
2. Melarutkan gula dengan menambahkan aquades sebanyak 50 mL dan
mencampurkan dengan larutan stok yang telah dipipet.

14

3. Menambahkan aquades ke dalam larutan di labu takar sampai mencapai


500 mL.
4. Menera pH media dengan menambahkan HCl 1 N atau KOH 1 N sampai
mencapai 5,9
5. Memasukkan media kedalam panci dan ditambahkan agar sebanyak 3,5 g
lalu dimasak hingga mendidih.
6. Memasukkan media ke dalam botol kultur sebanyak 25 mL dan ditutup
dengan plastik lalu diikat dengan karet gelang. Pada plastik diberi kode :O,
dan kode kelompok dengan huruf yang kecil.
7. Media disterilkan dengan autoklaf dengan suhu tinggi yaitu 121 ,
tekanan 17.5 psi, selama 20 menit.
8. Media yang telah steril disimpan di ruang kultur pada suhu 20 .

HASIL DAN PEMBAHASAN


Praktikum menggunakan media MS (Murashige Skoog) sebagai media
kultur tanaman in vitro. Media dasar Murashige dan Skoog (MS) merupakan
media dasar yang paling banyak digunakan, baik untuk tanaman herba maupun
berkayu dari berbagai komposisi media yang telah dikembangkan (Sukmadjaja
dan Mariska, 2003). Alat dan bahan yang digunakan dalam pembuatan media
tanam harus steril agar mencegah timbulnya bakteri dan cendawan yang mampu
mengontaminasi media dan mengganggu pertumbuhan tanaman, karena

15

komposisi media tanam yang kaya akan nutrisi dan unsur hara sangat menunjang
perkembangbiakan bakteri dan cendawan. Botol media sebelum pemakaian dan
sesudah diberikan media harus di autoclave pada suhu 121 , tekanan 17.5 psi,
selama 20 menit untuk mematikan benih-benih cendawan dan bakteri.
Pembuatan media tanam memasukkan berbagai unsur hara esensial dalam
pertumbuhan tanaman, diantaranya adalah unsur hara makro dan mikro yang
tercantum dalam Tabel 1, zat pengatur tumbuh (ZPT), glukosa, bahan organic
yaitu air kelapa, dan agar-agar sebagai pemadat. Zat pengatur tumbuh yang
digunakan dalam praktikum adalah 2ip yang merupakan auksin. Menurut
Purnamaningsih 2002, zat pengatur tumbuh merupakan senyawa organik yang
berperan dalam pertumbuhan dan perkembangan kultur, promotor yang
digunakan antara lain auksin (2,4-D,

3,5-T,

sitokinin (BA, kinetin, dan adenin sulfat),

picloram,

GA3,

dan

dan

NAA),

inhibitor

ABA,

konsentrasi zat pengatur tumbuh yang digunakan tergantung pada tahap


perkembangan yang terjadi. Zat pengatur tumbuh merupakan salah satu factor
yang mempengaruhi pembentukkan embrio somatic selain jenis eksplan, sumber
nitrogen, serta gula.
Menurut Sitorus et al 2011, sumber karbon merupakan salah satu faktor
yang sangat penting untuk menentukan keberhasilan kultur jaringan selain
kombinasi zat tumbuh (ZPT). Sumber karbon yang digunakan adalah glukosa
yang diberikan dalam bentuk gula dapur, gula dapur termasuk bentuk dari
sukrosa, gula berfungsi sebagai karbohidrat (makanan) bagi tanaman, karena
tanaman in vitro tidak menghasilkan glukosa sendiri, hal ini sesuai dengan
pendapat Sitorus et al 2011 bahwa glukosa akan mengalami penguraian melalui
respirasi sel yang akan menghasilkan karbon dan energi untuk dapat tumbuh .
Energi ini akan digunakan oleh sel-sel eksplan untuk menutupi luka yang terjadi
dengan cara membentuk kalus. Pemberian sukrosa dengan konsentrasi yang
semakin meningkat akan menjamin ketersedian sumber energi bagi sel untuk
dapat tumbuh. Gula berfungsi di samping sebagai sumber karbon, juga berguna
untuk mempertahankan tekanan osmotik media (Purnamaningsih 2002).

16

Media tanam setelah dicampurkan semua komponennya kemudian ditutup


menggunakan plastik bening dan wrap agar tidak terjadi kontaminasi dan mudah
di autoclave. Plastik bening berfungsi agar tanaman masih bisa menyerap cahaya
dari lampu meskipun nelum dapat berfotosintesis dengan optimal. Hasilnya
padatan yang terbentuk pada media tanam berwarna bening dan tidak terjadi
kontaminasi oleh cendawan maupun bakteri.

KESIMPULAN
Media tanam MS (Murashige Skoog) merupakan media tanam yang dapat
digunakan untuk tanaman herba maupun berkayu. Media tanam penting
peranannya dalam menunjang perkembangbiakan eksplan dalam kultur in vitro
karena mengandung unsur-unsur esemsial yang dibutuhkan oleh tanaman,
diantaranya unsur makro dan mikro, gula, bahan organic, ZPT dan agar-agar. Agar

17

tidak terjadi kontaminasi oleh cendawan dan bakteri, media tanam harus di
autoclave dan dikerjakan dengan alat dan bahan yang steril.

DAFTAR PUSTAKA
Lestari E. 2011. Peranan zat pengatur tumbuh dalam perbanyakan tanaman
melalui kultur jaringan. Jurnal AgroBiogen. 7(1):63-68
Lestari E G. 2008. Kultur Jaringan. AkaDemia. 60 hlm.
Mariska, Ika, D Sukmadjaja. 2003. Perbanyakan Bibit Abaka melalui
Kultur

Jaringan.

Bogor(ID):

Balai

Penelitian

Bioteknologi

dan

Sumberdaya Genetik.
Mulabagal V, Tsay H. 2004. Plant cell cultures- an alternative and efficient
source for the production of biologically important secondary metabolites.
Journal of Applied Science and Engineering. 2(1):29-48
Purnamaningsih R. 2002. Regenerasi tanaman melalui embriogenesis somatik dan
beberapa gen yang mengendalikannya. Buletin AgroBio. 5(2):51-58

18

Purnamaningsih R. dan E.G. Lestari. 1998. Multiplikasi tunas temu giring


melalui kultur in vitro. Buletin Plasma Nutfah 1(5):24-27.
Sitorus E N, Endah D, Nintya S. 2011. Induksi kalus binahong (Basella rubra L.)
secara in vitro pada media murashige skoog dengan konsentrasi sukrosa yang
berbeda. Jurnal Bioma. 13 (1)
Zakaria D. 2010. Pengaruh konsentrasi sukrosa dan BAP dalam media Murashige
Skoog terhadap pertumbuhan dan kandungan reserpin kalus pule pandak.
Fakultas Matematikan dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Sebelas
Maret. Skripsi.

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH330)
PERBANYAKAN CEPAT TANAMAN DENGAN TEKNIK
KULTUR JARINGAN

Kelompok 6

19

Rika Sri Rahmawati


A24140021

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

20

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Permintaan tanaman hias krisan terus meningkat setiap tahunnya namun
tidak disebanding dengan peningkatan produksi tanaman krisan. Menurut
Rukmana dan Mulyana (1997), usaha produksi krisan di Indonesia dihadapkan
pada beberapa kendala, antara lain ketergantungan pada bibit dari luar negeri
seperti Belanda, Jerman, Amerika Serikat, dan Jepang yang harganya mahal.
Kendala lainya adalah penurunan mutu bibit sejalan dengan bertambahnya umur
tanaman induk dan rendahnya mutu bibit yang dihasilkan. Diperlukan solusi
untuk mengatasi kendala dalam produksi tanaman krisan sehingga peningkatan
produksi dapat tercapai.
Perbanyakan krisan biasanya dilakukan secara vegetatif yaitu dengan
memotong bagian-bagian cabang dari batang dan kemudian diberi zat pengatur
tumbuh sebelum ditanam pada tempat pembibitan. Perbanyakan tanaman krisan
melalui kultur jaringan dapat dijadikan solusi sebab menurut Dwimahyani dan
Gandanegara (2001), pembiakan tanaman krisan melalui kultur jaringan akan
dapat menghasilkan jumlah tanaman dalam jumlah besar pada waktu yang
singkat.
Pada

dasarnya

kultur

jaringan

merupakan

suatu

teknik

untuk

menumbuhkembangkan bagian tanaman in vitro secara aseptik dan aksenik pada


media kultur berisi hara lengkap dan kondisi lingkungan terkendali untuk tujuan
tertentu. Penggunaan teknik kultur jaringan yang dilakukan selama ini dinilai
efektif untuk mengembangkan bibit yang berkualitas dan seragam pada berbagai
jenis tanaman (Yusnita 2003).
Tujuan
Mempelajari teknik perbanyakan tanaman krisan dengan metode kultur
jaringan menggunakan buku tunggal dan tunas sebagai eksplan.

21

BAHAN DAN METODE


Waktu dan Tempat
Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu, 17 Agustus 2016, bertempat di
laboratorium hortikultura, Departemen Agronomi dan Hortikultura, Kampus IPB
Dramaga.
Alat dan Bahan
Peralatan terdiri dari cawan petri, pinset, gunting, botol kuktur berisi
media, scalpel (sudah disterilkan dalam autoclave selama 1 jam), laminar air
flow, bunsen, hand sprayer berisi alkohol, plastik penutup dan wrap, karet, korek
api dan tisu. Bahan-bahan yang digunakan antara lain, tanaman krisan, media
MS+ 4mg/l CaP, alkohol 70 %, dan spritus.
Prosedur
1. Nyalakan lampu UV untuk mensterilkan laminar air flow dari
mikroorganisme sambil mempersiapkan alat dan bahan yang akan
digunakan dan mencuci tangan.
2. Matikan lampu UV dan nyalakan blower kemudian semprot ruang laminar
dengan alkohol 70 % lalu keringkan dengan tisu.
3. Masukan alat dan bahan kedalam ruang laminar. Sebelum dimasukkan
alat, bahan dan tangan praktikan disemprot dengan alkohol 70 % terlebih
dahulu.
4. Lampu bunsen dinyalakan dan bakar alat-alat tanam (gunting, pinset,
scalpel) ujungnya sedangkan cawan petri bagian dalamnya selama satu
menit. Alat-alat tanam masukkan kedalam botol kultur kosong dan setiap
akan digunakan lakukan pembakaran kembali untuk menghindari
kontaminasi.
5. Bahan tanaman krisan dipotong pada bagian batang 2 buku dari pangkal
dan keluarkan botol lalu letakan pada cawan petri.

22

6. Batang tanaman krisan dipotong menjadi eksplan buku tunggal dengan


satu mata tunas aksliar sedangkan bagian ujung tanaman dipotong menjadi
eksplan tunas terminal.
7. Tanam masing-masing eksplan dalam botol kultur sebanyak 5 eksplan per
botol lalu tutup botol dengan plastik yang diikat karet.
8. Tutup botol diberi label dengan konten tanggal penanaman, kelompok dan
nomor botol. Kemuadian lapisi bagian leher botol dengan plastik wrap.
9. Simpan botol kultur diruang kultur.
Pengamatan
Lakukan pengamatan sampai dengan minggu ke 5 setelah penanaman, dengan
parameter pengamatan sebagai berikut:
1. Persentase kontaminasi
2. Jumlah tunas
3. Jumlah buku
4. Jumlah akar

23

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Kontaminasi terjadi pada beberapa ulangan percobaan kultur jaringan
krisan, yaitu ulangan ke 5, 9 dan 10 terjadi sejak minggu pertama pengamatan,
ulangan ke 4 mulai minggu kedua pengamatan dan ulangan 7 mulai pada minggu
ke 3 pengamatan. Pada tabel 1 dapat dilihat persentase kontaminasi cenderung
meningkat sejak terjadinya kontaminasi sampai akhir pengamatan.
Tabel 1. Pengamatan persentase (%) kontaminasi krisan
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan per Minggu

1
0
0
0
0
20
0
0
0
25,4
28
7,34

2
0
0
0
10
50
0
0
0
82
52
19,4

Minggu pengamatan
3
4
5
6
7
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
0
11
28
35
37
0
50
50
0
0
0
0
0
0
0
0
30
40
40
40
0
0
0
25
25
25
100 33,75 36,25 47,5 58,75
72
80
80
80
80
26,3 23,175 21,625 22,95 16,375

Data tabel 2 menunjukkan jumlah tunas yang terbentuk secara rata-rata


adalah 2,186 tunas per eksplan. Eksplan yang paling banyak membentuk tunas
pada minggu terakhir adalah eksplan pada ulangan ke 1 dengan 6 tunas sedangkan
yang paling sedikit adalah eksplan pada ulangan ke 5 dengan 0,8 tunas. Selisih
jumlah tunas antara keduanya adalah 5,2 tunas per eksplan yang menunjukkan
pembentukkan tunas pada setiap ulangan sangat tidak merata.
Tabel 2. Jumlah tunas krisan
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7

1
1
0,1
0,13
1
0,65
0,47
0,6

Minggu pengamatan
2
3
4
5
6
2
2
3
3
6
0,7 1,2 1,8
2,1
2,4
0,5 1,1 1,5
1,6
1,6
1,4 1,2 1,6
2,4
2,2
0,65 1,4 0,8
0,8
0,8
1
1
1,04 1,04
1,04
4
4
4,2
4,2
4,2

7
6
2,4
2
2,2
0,8
1,04
4,2

24

8
9
10
Rataan per Minggu

0,85
1
1
0,68

0,75
1
1
1,3

0,875
0
1
1,377

0,9
1,25
1
1,70

0,975
1,25
1
1,836

0,975
1,25
1
2,146

0,975
1,25
1
2,186

Jumlah akar yang terbentuk lebih banyak dibanding dengan jumlah tunas
yang terbentuk, rata-rata jumlah akar yang terbentuk sebanyak 5,169 akar per
eksplan (Tabel 3). Sama seperti tunas penyebaran pembentukkan akar yang terjadi
tidak merata ditunjukkan dengan selisih yang begitu tinggi. Jumlah akar yang
paling banyak adalah 19 akar per eksplan pada ulangan ke 1 sedangkan yang
paling sedikit adalah hanya 0,421 akar per eksplan pada ulangan ke 9.
Tabel 3. Jumlah akar krisan
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan per Minggu

3
0,7
0,6
2,6
0,7
0,565
0
1,75
0
1,75
1,166

7
2
0,8
3,2
0,75
3,043
4
2
0
2
2,479

Minggu pengamatan
3
4
5
7
12
17
3
4
4,7
1,9
2
2
4
4,6
4,8
1,2
0,5
2
4,478 4,739 5,043
5,4
6
6
3,3
3,666 3,923
0
0,25
0,25
1
1
1,4
3,127 3,875 4,711

6
19
6,6
3
4,6
2
5,043
5,4
4
0,25
1,4
5,129

7
19
7
3
4,6
2
5,043
5,4
4
0,25
1,4
5,169

Rata-rata jumlah buku yang terbentuk pada pengamatan minggu terakhir


adalah 4,363 buku per eksplan. Ulangan ke 1 mempunyai rata-rata jumlah buku
yang paling banyak, yaitu 12 buku per eksplan dan ulangan ke 9 merupakan yang
paling sedikit, yaitu hanya 1 buku per eksplan. Laju pembentukkan buku mulai
terhenti pada minggu ke 4 pada ulangan ke 10, minggu ke 5 pada ulangan ke 5, 6
dan 9, dan minggu ke 6 pada ulangan ke 1, 4 dan 7, sedangkan pada ulangannya
lainnya cenderung meningkat.

Tabel 4. Jumlah buku krisan

25

Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
Rataan per Minggu

4
0,9
0,7
1,6
1,5
1,82
6
0,8

6
2,3
0,7
3
1,45
3,52
1
1,6
2,27
5
0
1
2,18
4

2,75
0
1
1,50
7

Minggu pengamatan
3
4
5
7
7
11
3,4
4,1
4,3
2,3
2,3
3
3
4
3,2
2,8
2,7
4,6
5,43
6,73
4,347 4
9
1,8
2,2
2,2
2,92
3,20
2,85
3
5
0
1,5
1
1,105 1,2
1,2
3,33
4,04
2,860 5
4

6
12
5,3
3
3,4
4,6
6,73
9
2,4

7
12
5,6
3,4
3,4
4,6
6,73
9
2,4

3,3
1
1,2
4,29
3

3,3
1
1,2
4,36
3

Pembahasan
Peningkatan persentase kontaminasi tersebut dapat disebabkan oleh
kontaminan (bakteri atau cendawan) yang terus berkembangbiak dan menyebar
menginfeksi bagian lain dari tanaman ataupun media. Sumber kontaminan dapat
berasal dari tanaman yang akan dijadikan eksplan, media tanam yang digunakan,
peralatan kultur yang digunakan maupun praktikan yang melakukan proses kultur
jaringan dengan kurang steril.
Pembentukan tunas dan akar dalam kultur jaringan dipengaruhi oleh ZPT
yang terkandung dalam media maupun fitohormon yang dihasilkan tanaman.
Media MS (Murashige and Skoog) terdiri dari unsur hara makro dan mikro serta
bebas hormon (Dwimahyani dan Gandanegara 2001). Pembentukkan akar yang
lebih banyak dibandingkan dengan tunas menunujukkan pengaruh auksin yang
dihasilkan pucuk lebih tinggi dibandingkan dengan pengaruh sitokinin yang
dihasilkan akar. Pembentukan akar umumnya dimulai dengan pemindahan auksin
golongan indol acetic acid (IAA) yang diproduksi pucuk tanaman ke bagian
batang yang luka untuk menstimulasi pembentukan akar (Muhit 2007). Jumlah
buku yang dihasilkan setiap eksplan dapat menggambarkan jumlah daun yang
tumbuh pada eksplan.
Jumlah akar, tunas dan buku yang terbentuk dapat dikatakan cukup
berkorelasi positif dengan persentase kontaminasi. Pada perlakuan 1,2,3 dan 6
yang tidak mengalami kontaminasi jumlah akar, tunas dan buku yang terbentuk

26

secara umum lebih banyak dibandingkan dengan pada perlakuan lainya (4,5,7,8,9
dan 10). Hal ini menunjukkan bahwa kontaminasi dapat mempengaruhi
pertumbuhan dan perkembangan eksplan. Menurut

Fithriyandini (2015)

rendahnya kemampuan hidup eksplan lebih banyak disebabkan oleh kontaminasi


daripada kematian fisiologis pada eksplan. Kontamin-si dapat berasal dari sumber
eksplan (internal), dan terbawa saat proses penanaman yang kurang baik atau
lingkungan tumbuh kultur yang kurang memadai (eksternal).

27

KESIMPULAN DAN SARAN


Kesimpulan
Jumlah buku yang dapat dihasilkan setiap eksplan dalam 7 minggu adalah
4,363 sehingga kultur jaringan buku tunggal pada tanaman krisan dapat dijadikan
solusi perbanyakan krisan secara cepat.
Saran
Praktikan dijelaskan lebih detail mengenai cara pengamatan yang harus
dilakukan agar data yang dihasilkan dapat akurat dan valid.

28

DAFTAR PUSTAKA
Dwimahyani I dan

Gandanegara S. 2001. Perbanyakan Tanaman Krisan

(Chrysanthemum morifolium) Melalui Kultur Jaringan. Berita Biologi. 5


(4): 413-419.
Fithriyandini A, Maghfoer M.D dan Wardiyati E. 2015. Pengaruh Media Dasar
Dan

6-Benzylaminopurine

(Bap)

Terhadap

Pertumbuhan

Dan

Perkembangan Nodus Tangkai Bunga Anggrek Bulan (Phalaenopsis


amabilis) Dalam Perbanyakan Secara In Vitro. Jurnal Produksi Tanaman.
3 (1): 43 49.
Muhit A. 2007. Teknik Produksi Tahap Awal Benih Vegetatif Krisan
(Chrysanthemum morifolium R.). Buletin Teknik Pertanian. 12(1): 14-18.
Rukmana R dan A. E Mulyana. 1997. Krisan: Seri Bunga Potong. Yogyakarta
(ID): Kanisius.
Yusnita. 2003. Kultur Jaringan Cara Memperbanyak Tanaman Secara Efisien.
Jakarta (ID): Agromedia Pustaka.

29

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)
STERILISASI UMBI SEBAGAI SUMBER EKSPLAN

Kelompok 6
Okky Tiara Sari Dewi / A24140066

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN

30

Latar Belakang
Bawang merah (Allium

L.) merupakan salah satu komoditas sayuran

rempah yang bernilai ekonomis tinggi, misalnya yang terdapat di Propinsi


Sulawesi Tengah yang menghasilkan komoditas bawang merah unggul lokal
(Direktorat Perbenihan, 2004). Potensi produksi bawang terutama bawang merah
dan bawang putih masih terdapatkendala yaitu kekurangan jumlah bibit saat
musim tanam,kualitas bibit tidak terjamin karena masih dibudidayakan secara
konvensional sehingga bibit yang dihasilkan tidak seragam, berdaya tumbuh
rendah, dan mudah terserang hama penyakit yang menyebabkan produksi bawang
rendah (Limbolingan et al 2003). Menurut Permadi 1995, Tanaman hasil
pembiakan vegetatif sangat rentan terhadap patogen sistemik yang dibawa dari
induknya sehingga dapat menekan pertumbuhan dan produktivitas tanaman
Kultur jaringan merupakan salah satu metode yang dapat menghasilkan bibit
umbi bawang yang steril, unggul, dan berkualitas tinggi melalui sterilisasi umbi
sebagai sumber eksplan. Menurut Narayanaswamy 1994, umbi yang dihasilkan
secara in-vitro selain terjamin kebersihan dan kesehatannya juga mempunyai
keuntungan lain yaitu dapat menyediakan bibit secara berkala dalam jangka waktu
tertentu tanpa mengalami kondisi dorman dan tanpa mengalami kebusukan seperti
halnya apabila disimpan di luar botol. Sterilisasi bahan
dilakukan

kultur

dapat

dengan berbagai cara, seperti penggunaan berbagai bahan sterilan

maupun perlakuan secara fisik (pemanasan/pembakaran pada suhu tertentu).


Bahan

sterilan

yang

sering

digunakan diantaranya deterjen, bakterisida dan

fungisida. Penggunaan

bahan

sterilan

seperti deterjen

(sunlight, Clorox,

bayclin dan tween 80), bakterisida dan fungisida. Menurut Devy dan Sastra
2006, penggunaan bahan sterilan fungisida (Benlate) dan bakterisida (Agrept),
masing-masing berkonsentrasi 2 g/l selama 24 jam, Clorox 10% selama 15
menit dan selanjutnya eksplan direndam kembali dalam larutan Clorox 5%
selama 20 dapat menekan tingkat kontaminasi pada kultur in vitro tanaman
jahe. Menurut Armila et al 2014,guna mendapatkan tingkat sterilisasi yang baik,
maka penggunaan sterilan bahan kimia dengan ataupun disertai perlakuan fisik
(pembakaran) dianggap penting untuk dilakukan pada kultur jaringan tanaman

31

yang eksplannya bersentuhan langsung dengan tanah, seperti halnya pada tanaman
bawang merah , selain itu penggunaan komposisi media penting diperhatikan.
Tujuan
Mempelajari serta menganalisis cara melakukan sterilisasi umbi sebagai
sumber eksplan dan penggunaan media tanam yang tepat untuk pertumbuhan
vegetative optimum bagi eksplan umbi bawang merah dan bawang putih.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Praktikum dilakukan di Laboratorium Kultur Jaringan 1 dan 2 Institut
Pertanian Bogor pada tanggal 28 September 2016.
Bahan dan Alat

32

Bahan tanaman yang digunakan adalah umbi bawang merah dan umbi
bawang putih. Bahan untuk membuat sterilisasi umbi adalah Dithane M-45
(fungisida), Agrept (bakterisida), detergent, Alkohol 70%, Natrium hipoclorit dari
Clorox (5.25%) dengan konsentrasi 5%, 10% dan 25%, air steril, bahan penunjang
lain adalah kertas tissue. Media tanam yang digunakan adalah MS0 tanpa zat
pengatur tumbuh dan MS 13K. Alat tanam yang digunakan adalah laminar,
petridish, scapel, pinset dan gunting, alat alat lain yang diperlukan adalah lampu
bunsen, dan handsprayer.
Metode
1. Mencuci umbi bawang merah dan bawang putih yang sudah dikupas
kulitnya dengan air masak, selanjutnya dicuci dengan larutan detergen
guna menghilangkan kotoran yang menempel di bagian permukaan
jaringan.
2. Membilas bahan tanaman dengan air masak, direndam dalam larutan
agrept dan dithane dengan konsentrasi 4g/L selama 3 jam.
3. Membuang larutan dari rendaman, bahan tanaman dimasukkan ke dalam
laminar air flow cabinet.
4. Membilas bahan tanaman menggunakan air steril dua kali, kemudian
direndam dalam larutan Clorox 25% semala 30 menit, untuk bawang
merah dukupas kulit lapisan terluar, sedangkan untuk bawang putih
dipotong bagian atas dan sisi sampingnya hingga meninggalkan bagian
basal plate yang akan menjadi eksplan berukuran sekitar 0.5-1 cm.
5. Merendam bahan tanaman dengan Clorox 10% selama 10 menit.
6. Merendam bahan tanaman dengan Clorox 5% selama 5 menit, kemudian
bagian atas bawang dipotong 2 bawang merah dipotong menjadi 2 bagian,
sedangkan 3 eksplan umbi bawang lainnya tidak dipotong.
7. Menanam bawang merah pada media MS0 dan bawang putih pada MS
13K
8. Bawang merah yang dipotong menjadi 2 bagian ditanam dalam satu botol,
seangkan 3 bawang merah yang tidak dipotong ditanam dalam botol
lainnya.
9. Menanam umbi bawang merah dan bawang putih secara vertical di media.

33

10. Memberi nama setiap kultur dan tanggal tanam, kemudian disimpan dam
ruang kultur dan diamati. Kondisi ruang simpan dan intensitas cahaya
1000 lux, 16 jam/hari, suhu 23 C.
11. Pengamatan meliputi jumlah eksplan steril, jumlah eksplan hijau, jumlah
eksplan bertunas/ kalus, jumlah eksplan berpoliferasi, jumlah tunas/
eksplan sampai 8 mst.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Data Pengamatan Vegetatif Bawang Putih Botol 1
Minggu pengamatan
Botol
1
2
3
4
5
6
Eksplan Steril
1.4 1.3 0.8 0.8 0.8 0.7
Eksplan Hijau
1.4 1.3 1 0.8 0.8 0.7
Eksplan bertunas/ kalus
1.2 0.9 1 0.8 0.8 0.7
tunas/ eksplan
0.9 0.8 1.1 0.9 0.9 0.8
Eksplan Berproliferasi
0 0.5 0.9 0.8 0.9 0.9

7
0.3
0.4
0.8
0.7
0.6

8
0.3
0.3
0.5
0.6
0.6

Tabel 2. Data Pengamatan Vegetatif Bawang Putih Botol 2


Minggu pengamatan
Botol
1
2
3
4
5
6
7
8
Eksplan Steril
1.7 1.4 1.2 1.4 1.4 1.3 1.3 1.2
Eksplan Hijau
1.9 1.6 1.2 1.2 1.2 0.9 0.9 0.9

34

Eksplan bertunas/ kalus


tunas/ eksplan
Eksplan Berproliferasi

1.4 1.3 1.2 1.4 1.4 1.5 1.5 1.5


1.1 1.2 1.2 1.5 1.7 1.3 1.3 1.3
0 0.4 0.8 1 1.1 1.1 1.1 1.1

Tabel 3. Data Pengamatan Vegetatif Bawang Merah 1/2


Minggu pengamatan
Botol
1
2
3
4
5
6
Eksplan Steril
1.9 2.3 2.5 2.7 2.1 2.1
Eksplan Hijau
0.9 1.9 1.9 2.2 1.8 1.6
Eksplan bertunas/ kalus
1.3 1.2 1.8 1.3 1.7 1.6
tunas/ eksplan
0.7 0.6 0.6 0.7 0.9 1.1
Eksplan Berproliferasi
0.5 1.3 1.4 1.6 1.3 1.2

7
2.2
1.4
1.6
1.5
1.3

8
1.9
1.4
1.5
1.6
1.3

Tabel 4. Data Pengamatan Vegetatif Bawang Merah Utuh


Minggu pengamatan
Botol
1
2
3
4
5
6
Eksplan Steril
1.7 2
2
2 1.9 1.6
Eksplan Hijau
1.3 1.8 1.9 1.9 1.9 1.7
Eksplan bertunas/ kalus
0.8 1.4 1.7 1.6 1.3 1.3
tunas/ eksplan
0.5 1.3 1.4 1.6 1.3 1.2
Eksplan Berproliferasi
0 0.4 0.8 0.9 0.7 0.8

7
1.4
1.8
1.3
1.3
0.6

8
1.4
1.7
1.3
1.3
0.6

Pembahasan
Sterilisasi pada umbi bawang merah dan bawang putih keduanya direndam
dalam dithane dan agrept, menurut Budiono 2003 multiplikasi in vitro tunas
bawang merah pada sterilisasi eksplan menggunakan dithane dan agrept dengan
perendaman selama 24 jam, serta clorox 10% selama 20 menit dapat menekan
tingkat kontaminasi mencapai 90%, sedangkan pada praktikum perendaman
dithane dan agrept selama 3 jam serta clorox 10% selama 10 menit, menunjukkan
adanya tingkat kontaminasi yang cukup tinggi, yakni rata-rata hanya mencapai
kurang dari 50%. Kontaminasi paling tinggi dialami oleh umbi bawang putih
terutama yang ada pada botol 1, hasilnya terus mengalami penurunan jumlah
eksplan steril sampai minggu ke 8 hanya 0.3 eksplan. Kontaminasi umbi bawang
merah rata-rata 50%, namun kontaminasi paling rendah terdapat pada umbi
bawang merah dengan perlakuan 1/2, yakni jumlah eksplan steril cenderung
konstan diatas sampai pengamatan terakhir yakni minggu ke 8 setelah penanaman.

35

Kontaminasi yang terjadi disebabkan oleh spora jamur dan bakteri, eksplan
yang terkontaminasi oleh bakteri ditandai dengan munculnya cairan seperti susu
berwarna putih. Pada ekspan umbi bawang merah maupun putih hasilnya terdapat
pencoklatan atau browning, menurut

Armila et al 2014 pencoklatan

atau

browning dapat terjadi karena adanya pelukaan akibat pemotongan atau


pengirisan

pada

jaringan

tanaman (eksplan), khususnya vakuola sebagai

tempat penyimpanan air dan produk-produk metabolit sekunder seperti senyawa


fenol, selain akibat pelukaan, pencoklatan atau browning mungkin
disebabkan

pula

karena konsentrasi yang dicobakan cukup peka. Hasil sterilisasi

pada umbi bawang merah menunjukkan adanya perbedaan.


Jumlah eksplan hijau rata-rata hampir sama jumlahnya dengan jumlah eksplan
steril pada umbi bawang merah maupun putih, artinya eksplan yang ditumbuhkan
dalam

media

hampir

semuanya

menghasilkan

klorofil

sehingga

dapat

berfotosintesis. Tidak semua eksplan yang steril dapat menghasilkan tunas, ada
juga yang tetap menjadi umbi yang steril diakibatkan karena konsentrasi auksin
dan sitokinin dalam umbi (internal) yang rendah, karena setiap umbi mempunya
jumlah auksin dan sitokonin yang berbeda-beda. Jumlah eksplan yang bertunas
atau berkalus pada umbi bawang putih rata-rata sama pada kedua perlakuan
bahkan pada botol 2 jumlah eksplan yang bertunas lebih tinggi dari jumlah
eksplan yang hijau, hal ini mungkin dikarenakan ada sebagian umbi yang tidak
kelihatan zat hijaunya namun langsung bertunas. Sama halnya dengan umbi
bawang merah, jumlah eskpan yang hijau hampir semuanya bertunas.
Jumlah tunas pada umbi bawang merah dengan perlakuan 1/2 umbi lebih
rendah dibanding jumlah tunas pada bawang merah utuh namun mengalami
peningkatan yang relatif kecil setiap minggunya, berbeda dengan perlakuan
eksplan umbi bawang merah utuh yang cenderung konstan. Jumlah tunas bada
umbi bawang merah utuh lebih banyak dari umbi bawang merah yang dipotong
setengah karena basal plate umbi bawang merah utuh lebih besar, artinya zat
pertumbuhan, genetik, dan faktor-faktor lain yang menunjang pertumbuhan lebih
banyak dari umbi yang dipotong setengah, karena basal platenya juga setengah.
Jumlah eksplan yang bertunas pada umbi bawang putih pada botol 2 lebih tinggi
dari botol 1, begitu juga pada eksplan yang berproliferasi. Proliferasi umbi

36

bawang merah yang setengah lebih tinggi dari yang utuh, dikarenakan
kecenderungan pada eksplan yang kecil pada sel-selnya untuk terus membelah
dan bertambah besar, berbeda dengan ekslpan umbi bawang merah yang utuh,
karena basal platenya dari awal sudah besar.

KESIMPULAN
Sterilisasi umbi bawang merah dan bawang putih harus menggunakan
bakterisida dan fungisida dengan konsentrasi dan lama perendaman yang tepat
untuk menghilangkan kontaminasi pada eksplan, supaya jumlah eksplan yang
steril tinggi. Jumlah eksplan hijau menunjukkan adanya kemampuan eksplan
untuk hidup, tumbuh dan bertunas. Munculnya tunas dipengaruhi besarnya basal
plate sebagai organ meristematik, terutama pada bawang merah, semakin besar
basarplate maka jumlah tunas yang dihasilkan lebih banyak dari yang basal
platenya hanya setengah. Umbi bawang merah dan putih memiliki kemampuan
berproliferasi yang dipengaruhi oleh ukuran basal plate, pada umbi bawang merah
yang diptong setengah, basal platenya kecil, sehingga kemampuan untuk terus
membelah/ proliferasinya tinggi.

37

DAFTAR PUSTAKA
Armila N, Mirni U, Zabinuddin B. 2014. Sterilisasi dan induksi kalus bawang
merah (Allium ascalonicum L.) lokal Palu secara in vitro. Jurnal
Agrotekbis. 2(2):129-137.
Budiono D P.2003. Multiplikasi in vitro tunas bawang merah (Allium ascalonicum
L.) pada berbagai taraf konsentrasi air kelapa. Jurnal Agronomi. 8(2):7580.
Devy L, Sastra R. 2006. Pengaruh radiasi sinar gamma terhadap kultur in vitro
tanaman jahe. Jurnal Sains dan Teknologi Indonesia. 8(1): 7-14.
Limbongan J, Maskar. 2003. Potensi pengembangan dan ketersediaan teknologi
bawang merah Palu di Sulawesi Tengah. Jurnal Litbang Pertanian. 22
(3):103-108.

38

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)

STERILISASI BENIH CAISIM SEBAGAI SUMBER EKSPLAN

Kelompok 6
Nadya Luckita Winny Kaseke / A24140153

39

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Caisim (Brassica juncea L.) merupakan tanaman sayuran dengan iklim
sub-tropis, namun mampu beradaptasi dengan baik pada iklim tropis. Caisim pada
umumnya banyak ditanam dataran rendah, namun dapat pula didataran tinggi.
Caisim tergolong tanaman yang toleran terhadap suhu tinggi (panas). Saat ini,
kebutuhan akan caisim semakin lama semakin meningkat seiring dengan
peningkatan populasi manusia dan manfaat mengkonsumsi bagi kesehatan.
Tanaman caisim/sawi banyak disukai karena rasanya serta kandungan beberapa
vitaminnya. Pada daun sawi 100 gr terkandung 6460 IU Vitamin A, 102 mg Vit B,
0,09 mg Vit C, 220 mg kalsium dan kalium (Arief 1990). Tingginya manfaat yang
diberikan oleh caisim, maka dari itu digunakanlah bahan tanam benih Caisim pada
praktikum ini untuk dapat diperbanyak menggunakan kultur jaringan.
Bahan tanam Caisim terlebih dulu disterilisasi menggunakan sterilan.
Sterilan, atau disinfektan, yang biasa digunakan untuk sterilisasi permukaan
eksplan adalah natrium hipoklorit (NaOCl) atau kalsium hipoklorit (Ca[OCl]2)
(Dodds 1985). Selama proses sterilisasi, eksplan harus tetap hidup dan hanya
kontaminan yang dieliminasi (Oyebanji 2009). Oleh karena itu, sterilisasi
permukaan dilakukan dengan merendam eksplan dalam larutan disinfektan
dengan konsentrasi tertentu selama kisaran waktu tertentu. Proses sterilisasi
diperlukan sebagai syarat dari proses perbanyakan tanaman melalu metode kultur
jaringan. Selain bahan tanam yang bebas dari kontaminan, metode kultur jaringan
juga memerlukan lingkungan yang aseptik agar tanaman dapat tumbuh optimal.
Tujuan

40

Melatih mahasiswa melakukan sterilisasi bagian tanaman dari lapang yang


akan digunakan sebagai eksplan.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Praktikum ini bertempat di Lab Kultur Jaringan 1 dan 2 IPB dan
dilaksanakan Rabu, 5 Oktober 2016 pukul 13.00-16.00.
Bahan dan Alat
Media yang digunakan ialah media MS setengah konsentrasi tanpa zat
pengatur tumbuh (MS + 4 mg/l CaP) dan bahan tanaman yang digunakan ialah
caisim. Bahan untuk sterilisasi tanaman ialah Dithane M-45 (fungisida), Agrept
(bakterisida), detergent, Alkohol 70%, Natrium hipoclorit dari Clorox (5.25%)
dengan konsentrasi 10% dan 30%, aquades steril, dan kertas tisu. Alat-alat tanam
yang digunakan dalam percobaan ini adalah petridish, scapel, pinset, dan gunting.
Alat-alat lain yang digunakan adalah lampu Bunsen dan handsprayer.
Prosedur
1. Cuci biji caisim dengan air masak, selanjutnya dicuci dengan larutan
detergen guna menghilangkan kotoran yang menempel di bagian
permukaan jaringan,
2. Bilas tanaman tadi dengan air masak dan selanjutnya direndam dalam air
panas selama 30 menit. Selanjutnya, jika sudah dingin tambahkan Dithane
M-45 dan Agrept masing-masing 4 g/l, lalu inkubasi semalam di suhu
ruang,
3. Pekerjaan no. 1 dan 2 dilakukan di luar laminar,
4. Biji tanaman dibawa ke dalam laminar,
5. Bilas bahan tanaman tadi dengan air steril dua kali, kemudian direndam
dalam larutan clorox 30% selama 30-45 menit, lalu bilas dengan aquades
steril satu kali,

41

6. Selanjutnya benih direndam dengan clorox 10% selama 10 menit, kemudia


keluarkan dari larutan dan simpan di petridish,
7. Tanam eksplan yang telah siap ke media (10 benih/botol),
8. Setiap kultur diberi nama tanaman yang dikulturkan dan tanggal tanam,
selanjutnya simpan di ruang kultur dan diamati. Kondisi ruang simpan
dengan intensitas cahaya 800 lux, 16 jam/hari, suhu 232C.

Pengamatan

Jumlah eksplan yang steril


Jumlah eksplan yang tetap hijau dan menunjukkan pertumbuhan
Awal terbentuk kecambah, tunas, atau kalus
Jumlah eksplan yang membentuk tunas atau kalus
Jumlah tunas yang dihasilkan per eksplan
Jumlah eksplan yang mengalami proliferasi

42

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil
Tabel 1. Persentase Ekplan Steril dari Bahan Tanam Benih Caisim
Ulangan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Parameter

% Eksplan Steril

Rataan
Standar Deviasi

MST
1
93
73
100
100
87
100
100
100
93
93
93.9
8.65

87
73
100
100
67
100
100
100
93
87
90.7
12.20

80
73
100
87
60
100
100
100
93
87
88
13.65

73
73
100
87
60
100
100
100
93
80
86.6
14.45

73
73
100
87
60
100
100
87
93
80
85.3
13.68

67
67
100
87
60
100
93
87
87
73
82.1
14.37

67
60
100
87
60
100
93
80
87
73
80.7
15.20

67
53
80
87
60
100
93
80
87
73
78
14.81

Tabel 2. Persentase Eksplan Bertunas dari Bahan Tanam Benih Caisim


Ulangan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Parameter

% Eksplan
Bertunas

Rataan
Standar Deviasi

1
87
67
80
93
87
100
100
100
93
93
90
10.40

2
87
67
80
93
60
100
100
100
93
80
86
14.13

3
80
67
80
93
57
100
100
100
93
80
85
14.85

MST
4
5
73
73
67
67
80
73
67
67
57
57
100
100
100
100
100
100
87
87
80
80
81.1
80.4
15.47 15.68

6
67
67
60
67
57
100
93
100
80
73
76.4
16.07

7
67
67
60
67
57
100
73
67
80
73
71.1
12.07

43

8
67
67
60
67
57
100
73
67
80
73
71.1
12.07

Tabel 3. Rataan Jumlah Daun dari Bahan Tanam Benih Caisim


Ulangan

Parameter

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Rata-rata
Jumlah Daun

Rataan
Standar Deviasi

MST
1
11
4
6
9
8
5
5
4
5
4
6.1
2.42

2
13
6
7
10
9
6
8
10
6
6
8.1
2.38

3
14
8
8
10
11
7
10
16
6
9
9.9
3.11

4
19
10
9
11
13
8
13
22
12
14
13.1
4.38

5
22
12
10
16
15
8
17
24
17
19
16
5.03

6
25
14
8
16
18
7
20
27
18
22
17.5
6.57

7
23
15
9
22
15
8
20
33
18
23
18.6
7.38

8
23
17
12
19
20
10
20
36
20
27
20.4
7.35

Tabel 4. Rataan Jumlah Daun dari Bahan Tanam Benih Caisim


Parameter

Ulangan

1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Rata-rata
Jumlah Buku

Rataan
Standar Deviasi

6
2
4
2
5
3
3
4
3
5
3.7
1.34

7
3
5
4
15
5
4
10
6
5
6.4
3.60

8
4
5
8
16
6
4
16
7
9
8.3
4.40

4
12
4
6
9
20
7
6
20
7
12
10.3
5.72

MST
5
12
4
8
14
21
7
6
24
10
14
12
6.48

6
16
5
8
20
32
7
8
35
13
13
15.7
10.44

7
17
5
8
20
33
9
8
35
13
18
16.6
10.41

Pembahasan
Kondisi eksplan yang aseptik merupakan syarat untuk dapat meningkatkan
keberhasilan eksplan tumbuh (Ardiansyah 2014). Berhasilnya proses sterilisasi
dapat terjadi karena terjaganya kondisi aseptik pada saat sterilisasi. Hal-hal yang
mendukung keberhasilan proses sterilisasi dalam pengerjaan yakni menggunakan

44

8
21
6
9
20
33
10
9
35
14
18
17.5
10.06

masker penutup mulut, mengurangi intensitas berbicara antar rekan kerja saat
pengerjaan

(dapat

menurunkan

resiko

terjadinya

kontaminasi

dengan

mengeluarkan bakteri atau virus dari mulut), alat-alat yang digunakan selalu
disemprot dengan alkohol, lampu Bunsen yang tetap menyala dengan stabil,
blower dalam Laminar Air Flow Cabinet (LAFC) menyala dan membuang
sampah yang tidak digunakan lagi dari dalam laminar. Laminar Air flow (LAF)
mempunyai sistem penyaringan ganda yang memiliki efisiensi tingkat tinggi,
sehingga dapat berfungsi sebagai penyaring bakteri dan bahan-bahan eksogen di
udara, menjaga aliran udara yang konstan diluar lingkungan, dan mencegah
masuknya kontaminan ke dalam LAF (Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan
Klinik 2009). Kebersihan di dalam laminar juga sebagai faktor penentu
keberhasilan dari proses sterilisasi.
Pencucian menggunakan detergent harus dilakukan dengan hati-hati agar
tidak merusak bagian tanaman. Selanjutnya pencucian bahan tanam yang
dilakukan di dalam laminar dengan merendam dalam larutan Clorox, hal ini juga
menentukan berhasil/tidaknya proses sterilisasi. Konsentrasi dan lama waktu
perendaman dapat memberikan dampak terhadap hasil proses sterilisasi,
didapatkan konsentrasi optimum yakni 30% dan 10% dengan waktu perendaman
yakni 30 menit dan 10 menit. Apabila konsentrasi dengan waktu perendaman
tidak diperhitungkan, bisa saja sel tanaman juga ikut mati. Setelah perendaman
dilakukan, penanaman bahan tanam ke dalam kultur media. Setiap botol kultur
diisi 10 benih caisim.
Hasil dari proses sterilisasi benih caisim yang dilakukan dapat terlihat dari tabel
1. Eksplan steril yang berhasil sebanyak 100% dari 10 ulangan yang ada. Semua
ulangan menunjukkan pertumbuhan dengan munculnya tunas (ditunjukkan pada
tabel 2). Data yang digunakan merupakan data ulangan dan standar deviasi. Data
rataan saja tidak cukup menggambarkan hasil percobaan, karena kemungkinan
data antar ulangan tidak menyebar rata. Oleh karena itu pengolahan hasil data juga
menggunakan standar deviasi untuk melihat keragaman yang terjadi antar
ulangan. Terlihat pada 1-3 MST standar deviasi mengalami kenaikan, awalnya
8,65 kemudian 2 MST menjadi 12,20, lalu 3 MST menjadi 13,65. Hal ini
menandakan awalnya eksplan steril masih memiliki tingkat keheterogenan rendah
namun seiring waktu mengalami peningkatan, sedangkan untuk rataan eksplan

45

steril terus menurun. Awalnya eksplan steril pada banyak bagian, kemudian
muncul kontaminan namun tidak sampai mematikan dan mencemari seluruh
eksplan. Standar deviasi eksplan bertunas mengalami kenaikan pada 1 MST
hingga 6 MST lalu menurun saat minggu 7 MST.
Jumlah daun yang dihasilkan oleh tanaman mengalami peningkatan, pada
1-3 MST rata-rata jumlah daun yang dihasilkan masih dibawah 10 daun,
kemudian dari 4-7 MST rata-rata jumlah daun yang dihasikan sudah memasuki
angka belasan, dan saat 8 MST rata-rata jumlah daun mencapai 20,4. Standar
deviasi rata-rata jumlah daun juga terus meningkat, menandakan pada awalnya
jumlah daun yang dihasilkan antar ulangan sama, namun pada minggu-minggu
berikutnya jumlah daun yang dihasilkan sudah tidak sama lagi antar ulangan.
Kemudian untuk rata-rata jumlah buku terus mengalami peningkatan hingga 8
MST. Standar deviasi yang didapat pada 1 MST yakni 1,34 menunjukkan data
antar ulangan memiliki keheterogenan yang kecil, kemudian memasuki minggu
selanjutnya mengalami peningkatan hingga 6 MST, memasuki 7-8 MST standar
deviasi mengalami penurunan.

KESIMPULAN
Sterilisasi benih caisim berhasil dilakukan, terlihat dari 10 ulangan eksplan
steril yang bertunas dan tumbuh. Data rataan yang didapat untuk pertumbuhan
jumlah daun dan buku terus mengalami kenaikan, kemudian ditunjang dengan

46

data standar deviasi yang menunjukkan keragaman antar ulangan yang ada.
Keberhasilan proses sterilisasi tentunya didukung oleh modifikasi lingkungan
menjadi aseptik, mengikuti praktikum sesuai prosedur, dan menjaga kebersihan
lingkungan sekitar.

DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah R, Supriyanto, Wulandari A S, Subandy B, Fitriani Y. 2014. Teknik
sterilisasi eksplan dan induksi tunas dalam mikropropagasi tembessu
(Fagraea fragrans ROXB). Jurnal Silvikultura Tropika 5 (3): 167-173.
Arief A. 1990. Hortikultura. Jakarta (ID): Penebar Swadaya.
Direktorat Bina Farmasi Komunitas dan Klinik, Ditjen Bina Kefarmasian dan Alat
Kesehatan. 2009. Pedoman Dasar Dispensing Sediaan Steril. Departemen
Kesehatan RI.
nd

Dodds JH, Robert LW. 1985. Experiment in Plant Tissue Culture 2

edition.

New York (US): Cambridge University Press.


Fahrudin F. 2009. Budidaya caisim (Brassica juncea L.) menggunakan ekstrak teh
dan pupuk kascing [skripsi]. Surakarta (ID): Fakultas Pertanian,
Universitas Sebelas Maret.
Oyebanji OB, Nweke O, Odebunmi O, Galadima NB, Idris MS, Nnodi UN,

47

Afolabi AS, Oghadu GH. Simple, effective and economical explantsurface sterilization protocol for cowpea, rica, and sorghum seeds. African
Journal of Biotechnology 8(20): 5395- 5399.

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)

INDUKSI MUTASI GENETIK MELALUI INDUKSI KALUS UNTUK


MENINGKATKAN VARIASI SOMAKLONAL TANAMAN

KELOMPOK 6
Frederico Tunggal (A24140097)

48

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Berbagai upaya untuk meningkatkan produksi komoditas tanaman tertentu
dapat dilakukan dengan perluasan lahan dan peningkatan produktivitas. Namun,
dewasa ini tindakan perluasan lahan untuk meningkatkan produksi suatu tanaman
dirasa sulit mengingat terus bertambahnya populasi penduduk dan lahan pertanian
terus terdegradasi. Upaya yang sekarang mungkin untuk dilakukan adalah dengan
menggunakan input untuk menambah produktivitas seperti pupuk, melakukan
pengapuran, dan bahkan pestisida untuk mengatasi terjadinya pengurangan hasil
akibat adanya organisme pengganggu. Tetapi, penggunaan input-input tersebut
membutuhkan biaya input yang besar serta berpotensi merusak lingkungan. Maka
dari itu, seiring dengan berkembangnya bioteknologi tanaman, hal tersebut dapat
diatasi dengan cara menginduksi kalus untuk meningkatkan keragaman genetik
yang kemudian dapat digunakan pemulia tanaman untuk merakit varietas tanaman
unggul baru.
Keragaman genetik sangat penting artinya sebagai plasma nutfah baru agar
proses pemulian dapat berlangsung. Tanpa adanya sumber keragaman genetik,
proses perbaikan sifat suatu proses perbaikan sifat suatu spesies akan berjalan

49

sangat lambat. Peningkatan keragaman genetik suatu spesies dapat dilakukan


dengan berbagai cara yang salah satunya melalui kultur jaringan. Keragaman
genetik suatu spesies secara kultur jaringan dapat ditingkatkan dengan
pengkulturan kalus dari sel somatik yang nantinya akan menghasilkan berbagai
variasi somaklonal.
Variasi somaklonal yang dihasilkan dari proses kultur jaringan dapat
berasal dari keragaman genetik eksplan yang digunakan atau yang terjadi dalam
kultur jaringan. Menurut Kumar dan Mathur (2004), variasi ini merupakan
perubahan genetik yang bukan disebabkan oleh segregasi dan rekombinasi seperti
yang terjadi akibat proses persilangan, melainkan akibat penggandaan dalam
kromosom (fusi dan endomitosis), perubahan jumlah kromosom (tagging dan
nondisjunction), perubahan struktur kromosom, perubahan gen, dan perubahan
sitoplasma akibat pembelahan sel somatik yang berlangsung cepat dan tidak
berjalan sempurna.
Menurut Yunita (2009), variasi somaklonal dapat dikelompokkan menjadi
keragaman yang diwariskan, yaitu yang dikendalikan secara genetik, dan
keragaman yang tidakdiwariskan, yakni yang dikendalikan secara epigenetik.
Keragaman somaklonal yang dikendalikan secara genetik biasanya bersifat stabil
dan dapat diturunkan secara seksual ke generasi selanjutnya.Pemuliaan tanaman
melalui kultur jaringan bermanfaat dalam merangsang keragaman genetik dan
mempertahankan kestabilan genetik.Beberapa sifat tanaman dapat berubah akibat
variasi somaklonal, namun sifat lainnya tetap menyerupai induknya. Dengan
demikian, variasi somaklonal sangat memungkinkan untuk mengubah satu atau
beberapa sifat yang diinginkan dengan tetap mempertahankan karakter unggul
lainnya yang sudah dimiliki oleh induknya.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk mengetahui cara meningkatkan keragaman
genetik dari sel somatik melalui induksi kalus secara in vitro.
BAHAN DAN METODE
Bahan dan Alat
Bahan tanaman yang digunakan pada praktikum ini adalah daun dan
internode dari planlet krisantimum yang dikulturkan pada media MS tanpa zat
pengatur tumbuh. Untuk menginduksi kalus, media yang digunakan adalah MS0 +
1 mg/l BAP + 20 g/l gula, agar 6 g/l dengan pH 5.8, dan 2.4 D 5 g/l. Sedangkan
alat yang digunakan adalah cawan petri, laminar airflow cabinet, pisau, gunting,
pinset, botol, plastik, lampu bunsen, dan handsprayer.

50

Metode Pelaksanaan
Planlet krisantimum dikeluarkan dari botolnya dan dibuang bagian
akarnya dan daun yang sudah kering, selanjutnya diletakkan di cawan petri yang
steril. Daun di bagian tangkai daun (daun tanpa tangkai daun) dan internode pada
planlet krisantimum dipotong. Daun dan internode dilukai dengan pisau atau
gunting. Internode dan daun yang telah dilukai ditanam pada botol yang berbeda
dan media perlakuan sebanyak 5 eksplan per botol. Botol yang telah ditanami
diberi kode di bagian tutup botol seperti jenis tanaman, jenis eksplan, dan tanggal
tanam. Botol tersebut kemudian disimpan di ruang kultur dan diamati
perubahannya setiap minggu.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Hasil pengamatan pada eksplan internode ,daun, dan batang krisantimum
DAUN
D1
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK

MST1 MST2 MST3 MST4


19.00 21.60 21.43
1.30
1.30
1.30

MST5
23.77
1.30

26.10
1.30

51

MST6
27.43
1.30

KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

0.12
5.00

0.14
5.00

0.47
7.00

D2
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

M1
M2
M3
M4
22.50 22.50 22.00

D3
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

M1
M2
M3
M4
12.50 17.50 15.00

BATANG
D1
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

D2
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

0.52
7.00

0.59
8.00

M5
22.50

0.67
9.00

M6
22.50
23.00

1.00

1.00

1.00

1.00

1.00

1.00

0.03
5.00

0.05
5.00

0.30
8.00

0.34
8.00

0.37
8.00

0.42
9.00

M5
16.00

M6
17.00
18.00

1.10

1.10

1.10

1.10

1.10

1.10

0.06
5.00

0.07
5.00

0.08
5.00

0.09
5.00

0.10
5.00

0.19
5.00

M1
M2
M3
M4
35.50 41.70 44.00

M5
46.00

M6
49.50
51.00

1.60

1.60

1.60

1.60

1.60

1.60

0.34
5.00

0.44
5.00

0.74
5.00

1.29
5.00

01.06
6.50

1.47
7.00

36.50

35.00

M6
35.50

M1
M2
M3
M4
26.50 36.50 36.50

M5

0.80

0.80

0.80

0.80

0.80

0.80

0.18
5.00

0.34
5.00

0.44
5.00

0.56
5.00

0.92
5.50

01.07
6.00

52

D3
% KALUS
WAKTU
TERBENTUK
KALUS
DIAMETER KALUS
(cm)
% EKSPLAN

M1
M2
M3
M4
19.00 46.70 46.70

M5

M6
48.80
49.80

49.70

1.31

1.40

1.40

1.40

1.40

1.40

0.19
5.00

0.38
15.00

0.53
15.00

0.74
18.00

1.29
18.50

1.57
19.50

INTERNODE
Ulangan
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Bobot Kalus (g)


1
2
3
0
0
0
0
0
0
224
123
0.59
0
0
0
245
245
245
37
0.04
0
53
17
73
128
0
0
0.2
0.03
0.03
0
0
0

RATA RATA
KONTROL

X
0
0
312.333
0
245
25.667
47.667
42.667
86.667
0
0.076
0.111594
1 x 10^-3

INTERNODE
Kelompok
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10

Diameter Kalus (mm)


1
2
3
0
0
0
0
0
0
6
6
4
0
0
0
11
11
10
4
3
0
7
5
10
8
0
0
8
3
4
0
0
0
RATA RATA
KONTROL

DAUN
Kelompok

Bobot Kalus (g)

X
0
0
5.333.333
0
1.066.667
2.333.333
7.333.333
2.666.667
5
0
3.33
3.688487
5.6

53

1
207

2
0.14

3
0

4
0

8.675

0.3

0.28

0.26

0.21

0.14

0.14

0.14

105

4
5
6
7
8
9
10

0
0
0
0
412
0.13
499

0
0
0
0
328
0.13
499

0
0
0
0
0
0.13
499

0
0
0
0
0
0
499

0
0
0
0
185
975
499
0.07603
0.154695
0.1

RATA RATA
KONTROL

(* 1,2
=Utuh
(*3,4=
1/2

DAUN
Diameter Kalus (mm)
Kelompok

7.8

3.7

2
3
4
5
6
7
8
9
10

6
0
0
0
0
0
11
3
10

5
0
0
0
0
0
12
3
9

5
0
0
0
0
0
0
3
13

0
0
0
0
0
0
0
0
15

4
0
0
0
0
0
5.75
2.25
11.75
2.745
3.808284
6

RATA RATA
KONTROL
Pembahasan

Media tanam yang digunakan adalah Media Murashige dan Skoog (MS).
Media ini sering digunakan karena cukup memenuhi unsur hara makro, mikro,dan
vitamin untuk pertumbuhan tanaman.Pengamaatan pertumbuhan pada induksi
kalus dengan menggunakan diamter kalus, jumlah eksplan membentuk, awal
terbentuk kalus.

54

(* 1,2
=Utuh
(*3,4=
1/2

Internode bobot kalus memiliki rata-rata sebesar 0.076 0.111594 , hal ini
disebabkan banyaknya kalus yang tidak terbentuk atau mati yang menyebabkan
data pada tabel bernilai nol. Ulangan 1,2,4 dan 10 memiliki nilai nol pada ketiga
tanaman. Internode diameter kalus memiliki rata-rata sebesar 3.33 3.688487, hal
ini juga disebabkan oleh banyaknya kalus yang mati.
Tabel bobot daun rata-ratanya adalah 0.07603 0.154695 , karena pada
ulangan atau kelompok 4 sampai dengan 7 memiliki nilai nol atau mati,sehingga
rata-rata diameter kalus pun hanya sebesar 2.745 3.808284 dari 5 tanaman saja.
Daun D1 mengalami peningkatan diameter kalus pada 1 MST sampai
dengan dengan 6 MST. Eksplan yang terbentuk pada tunas terjadi pada 1-7 MST.
Awal terbentuknya kalus terbanyak terjadi pada 6 MST. Daun D2 mengalami
peningkatan diameter kalus pada 4 MST. Namun pada pembentukan eksplan
terjadi peningkatan yang sama pada 3-5 MST. Awal terbentuk eksplan pada 1
MST . Daun D3 mengalami peningkatan diameter kalus dari 1 MST sampai
dengan 6 MST. Awal terbentuk eksplan pada 1 MST. Batang D1 mengalami
pertambahan kalus dari 1 MST sampai dengan 6 MST, begitu juga pada Batang
D2 mengalami pertambahan kalus pada 1 MST namun tidak berkembang hingga 4
MST, dan kemudian turun pada 5 MST dan naik lagi pada 6 MST. Batang D3
mengalami pertambahan kalus yang baik namun pada 5 MST menurun dan
kemudian naik lagi pada 6 MST.
Pembentukan kalus berawal dari pembentukan akar yang terdiferensiasi
dari kalus. pengakaran adalah fase dimana eksplan akan menunjukkan adanya
pertumbuhan akar yang menandai bahwa proses kultur jaringan yang dilakukan
mulai berjalan dengan baik. Pengamatan dilakukan setiap minggu untuk melihat
pertumbuhan dan perkembangan akar serta untuk melihat adanya kontaminasi
oleh bakteri ataupun cendawan. Eksplan yang terkontaminasi akan menunjukkan
gejala seperti berwarna putih atau biru (disebabkan cendawan) atau busuk
disebabkan bakteri.

KESIMPULAN
Meningkatkan keragaman genetik dari sel somatik melalui induksi kalus
dapat dilakukan dengan penggunaan bagian tanaman yang berbeda dan
menambahkan 2.4 D pada media. Respon yang dihasilkan pada dua bagian
tanaman yaitu daun dan internode mempunyai hasil yang berbeda.Waktu yang
dibutuhkan eksplan daun dan internode untuk menghasilkan kalus sama. Kalus

55

yang dihasilkan dari eksplan daun terdiferensiasi lebih cepat. Berdasarkan


percobaan, kombinasi media MS0 dan 2.4 D 5 gl/l serta bagian tanaman krisan
yang berasal dari daun lebih efektif untuk menginduksi pertumbuhan akar dari
kalus daripada bagian internode.

56

DAFTAR PUSTAKA
Kumar PS dan Mathur VL. 2004. Chromosomal Instability in Callus Culture of
Pisum sativum. Plant Cell Tiss Org Cult. 78: 267271.
Sujatha M. dan Prabakaran AJ. 2001. High Frequency Embryogenesis in
Immature Zygotic Embryos of Sunflower. Plant Cell Tissue and Organ
CultureJournal. 65: 23 29.
Yunita R. 2009. Pemanfaatan Variasi Somaklonal dan Seleksi In Vitro dalam
Perakitan Tanaman Toleran Cekaman Abiotik. Jurnal Litbang Pertanian.
28 (4): 142-148.

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)

KULTUR ANTHERA PEPAYA SECARA INVITRO UNTUK


MENGHASILKAN TANAMAN HAPLOID

KELOMPOK 6
Frederico Tunggal (A24140097)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Bioteknologi

tanaman

dapat

membantu

mempercepat

program

pengembangan tanaman, salah satunya melalui teknik kultur anter. Kultur anter
merupakan salah satu teknik yang dapat digunakan pada program pemuliaan
tanaman dengan tujuan untuk mendapatkan galur homozigot dan meningkatkan
efisiensi seleksi secara cepat. Regenerasi tanaman haploid dari anter yang
dikulturkan diikuti dengan penggandaan kromosom, dapat menghasilkan galur
murni atau tanaman haploid ganda, selain juga memberikan peluang untuk
mempercepat waktu bagi perakitan galur inbreed yang biasanya diperoleh melalui
beberapa siklus inbreeding (Silva 2010). Manfaat tanaman haploid dalam
pemuliaan tanaman adalah apabila digandakan kromosomnya dengan kolkhisin
atau melalui fusi protoplas akan diperoleh tanaman 100% homozigot (Zulkarnain
2000).
Nitsch (1981) rnenyatakan bahwa untuk rnernperoleh tanarnan haploid
melalui androgenesis langsung perlu diperhatikan rnodifikasi gula dan asarn
amino yang ditarnbahkan pada media turnbuh. Faktor-faktor yang memengaruhi
inisiasi akar dan pertumbuhan kultur jaringan pepaya adalah garam mineral,
auksin, gula, suhu, dan cahaya. Pernberian zat pengatur turnbuh juga tidak
berpengaruh bahkan dapat bersifat rnerusak pada konsentrasi tertentu, karena
dapat rnengharnbat proses embriogenesis. Kelembaban yang tinggi juga dapat
mempercepat perkembangan mikroorganisme. Pengambilan meristem sebagai
eksplan sebaiknya dilakukan pada ruang steril (aseptik) agar tidak terkontaminasi.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan untuk melatih mahasiswa untuk mengisolasi
antera dari bunga dan menanam antera secara invitro untuk mendapatkan tanaman
haploid secara androgenesis.

BAHAN DAN METODE


Bahan dan alat
Bahan tanaman berupa kuncup bunga pepaya jantan pada berbagai umur
fisiologi dan berbagai ukuran yakni bunga muda/kecil; bunga sedang; bunga
tua/besar, dengan ciri-ciri warna kuning dan tanda polen matang, media N6 ( dari
komposisi Nitsch ), alkohol 70%. Sedangkan alat tanam yang digunakan adalah
yakni petridish, scalpel, pinset, gunting, lampu bunsen, handsprayer, tisu, masker,
jas lab, botol kaca sebanyak 6 buah, dan LAF (Laminar Air Flow).
Metode Pelaksanaan
Langkah

pertama yakni pisahkan kuncup bunga jantan dari tanaman

pepaya sesuai ukurannya. Ukuran kuncup bunga berkorelasi dengan umur bunga.
Sterilisasi kuncup bunga dengan cara mencelupkanbunga ke dalam alkohol 70%
lalu dilewatkan di atas api bunsen, lalu diamkan sampai apinya padam. Lakukan
hal yang sama sebanyak dua kali. Buka kuncup bunga dengan pinset dan buang
korolanya secara hati-hati agar anteranya tidak rusak. Lepaskan antera dari
tangkai bunga dan tanam pada media kultur N6. Kultur antera selanjutnya
disimpan dalam ruang gelap selama 2 bulan untuk menginduksi pertumbuhan
kalus.
Peubah yang diamati adalah jumlah antera per bunga dan warna antera,
jumlah antera yang tetap kuning, dan jumlah yang coklat; jumlah kultur yang
mengalami kontaminasi, saat terbentuk kalus dan jumlah antera yang membentuk
kalus.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Persentase eksplan yang hidup
Besar
Jumlah Kuning
Jumlah Coklat
Kontam (%)
Panjang (mm)
Corolla
Jumlah anter/bunga
Waktu terbentuk kalus
Jumlah anter yang membentuk kalus

Sedang
Jumlah Kuning
Jumlah Coklat
Kontam (%)
Panjang (mm)
Corolla
Jumlah anter/bunga
Waktu terbentuk kalus
Jumlah anter yang membentuk kalus

Kecil
Jumlah Kuning
Jumlah Coklat
Kontam
Panjang (mm)
Jumlah anter/bunga
Jumlah anter yang membentuk kalus

1
18
10
17.5 %
1
0
20

2
20
7
13%
1.5
0
25

28

28

I
18
1
30%
1
0
20

2
23
7
30%
1
0
22

25

25

I
18
6
10
1
15
22

2
16
8
15
1
20
22

Rata-rata Minggu ke3


4
5
6
21
20
13
13
13
5
11
18
18%
55%
52%
100%
2.5
3
4
5
0
0
0
0
22
10
20
30
M3 dan M4
29
29
28
28

Rata-rata Minggu ke3


4
5
6
20
15
17
20
11
10
10
9
41%
20%
5%
100%
3
3
3
3
0
0
0
0
23
23
23
30
M2 dan M3
4
4
4
4

Rata-rata Minggu ke3


4
5
15
13
12
7
10
10
20
15
15
2
3
3
25
25
25
14
25
25

7
12
16
60%
6
0
30

8
18
18
20%
6
0
30

18

29
23
100%
3
0
30

8
29
6
26%
3
0
30

12
14
20
3
25
25

8
12
11
13
3
25
25

7
10
14
20
3
25
25

(*Tidak membentuk
korolla
(*Waktu terbentuknya kalus setiap minggu

Pembahasan
Praktikum pembuatan tanaman haploid melalui kultur anther dilakukan
pada bunga pepaya jantan dengan tiga perlakuan yaitu ukuran bunga yang besar,
sedang, dan kecil pada media N6. Berdasarkan percobaan didapatkan hasil
perbandingan antara anther yang berukuran kecil, sedang, dan besar. Berdasarkan
presentase kalus, anther dengan ukuran besar memiliki perkembangan anther
tercepat dengan rata-rata 24,375 di minggu 3dan 4. Anther dengan ukuran sedang
memiliki perkembangan anther terlama dengan rata-rata 8,5 di minggu ke 2 dan 3.
Berdasarkan tingkat kontaminasi rata-rata paling tinggi jika menggunakan anther
besar, pada anther kecil tingkat kontaminasnya lebih kecil dibandingkan anther
sedang. Paling tinggi tingkat kontaminasi pada minggu keenam dengan 100 %
pada perlakuan eksplan anther berukuran besar.
Kontaminasi tersebut disebabkan karena adanya bakteri dan cendawan
pada media sehingga anther pepaya tidak dapat tumbuh dan berkembang menjadi
tanaman haploid.Kontaminasi yang berasal dari cendawan biasanya terlihat
adanya spora berwarna putih yang menyelimuti eksplan. Kontaminasi dari bakteri
dicirikan dengan adanya lendir berwarna kuning atau coklat yang sebagian
melekat pada media dan membentuk gumpalan yang basah. Faktor-faktor yang
menentukan pertumbuhan bakteri yaitu suhu, lingkungan, gas, dan pH.
Sifat genetik juga rnempengaruhi respon anther yang ditanarn terhadap
perlakuan yang diberikan. Bajaj (1983) rnenyebutkan bahwa genotip dan kondisi
tanarnan surnber eksplan adalah faktor-faktor penting yang mernpengaruhi
keberhasilan induksi tanarnan haploid pada kultur anther. Pembentukan akar dan
tunas pada perbanyakan tanaman dipengaruhi oleh rasio konsentrasi auksin dan
sitokinin. Rasio konsentrasi auksin dan sitokinin yang tinggi akan mendorong
pembentukan akar, sedangkan rasio konsentrasi sitokinin dan auksin yang tinggi
akan memacu pembentukan tunas. Beberapa jenis auksin yaitu IBA, NAA,dan
pcPA dapat digunakan untuk menginisiasi akar pada kultur pepaya secara invitro
(Drew 1988).

KESIMPULAN
Tanaman dihaploid adalah tanaman yang seluruh gennya dalam bentuk
homozigot dan menghasilkan galur murni. Dengan metode kultur jaringan
perakitan tanaman haploid menjadi lebih mudah melalui pengkulturan anther yang
mengandung polen pada media yang sesuai. Untuk keberhasilan perbanyakan
tunas pepaya secara kultur jaringan, hal utama yang harus diperhatikan adalah
konsistensi dalam menghasilkan persentase tunas berakaryang tinggi dan akar
harus berkualitas baik. Umur anther yang baik untuk dikulturkan adalah umur
anther yang tua karena cepat pembentukan tunasnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bajaj, Y. 1983. Invitro production o f haploid, p. 228-287. I n P. V. Arnrnirato, D.
A. Evans, W. R. Sharp, Y. amada (eds.) Handbook of plant cellculture . I.
Techniques f o r propagation and breeding. Macmillan Publishing Co.,
New York.
Drew RA. 1988. Rapidclonalpropagation of papaya invitro from mature field
grown trees. Hort. Sci. 23(3): 609-611.
Nitsch, C. 1981. Production o f isogenic lines : Basic technical aspects of
androgenesis, p. 241-252. In T. A. Thorpe (ed.) Plant tisueculture methods
and applicationin agriculture. Academic Press, Inc.,New York.
Silva, T.D. 2010. Indica rice anther culture: can the impasse be surpassed. Plant
Cell Tissue and Organ Cult 100: 1-11.\
Zulkarnain, H., 2000. Kultur Jaringan Tanaman-Solusi Perbanyakan Tanaman
Budidaya. Jakarta (ID) : Bumi Aksara.

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH 330)

ISOLASI EMBRIO ZIGOTIK UNTUK PENYELAMATAN EMBRIO

KELOMPOK 6
Fajar Mei Haryadi (A24140182)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur jaringan/Kultur In Vitro/Tissue Culture adalah suatu teknik untuk
mengisolasi, sel, protoplasma, jaringan, dan organ dan menumbuhkan bagian
tersebut pada nutrisi yang mengandung zat pengatur tumbuh tanaman pada
kondisi aseptik,sehingga bagian-bagian tersebut dapat memperbanyak diri dan

beregenerasi menjadi tanaman sempurna kembali.

Terdapat beberapa jenis pemuliaan tanaman dalam kutur jaringan


tumbuhan,salah satunya adalah penyelamatan embrio (embryo rescue) dan kultur
embrio.Pemuliaan tanaman terjadi melalui hibridisasi dan seleksi. Dengan
menyilangkan tanaman, pemulia berusaha untuk menggabungkan karakter terbaik
dari 2 tanaman yang berbeda. Penyelamatan embrio memungkinkan pemulihan
tanaman dari persilangan antara diploid dan tetraploid varietas (Li et al. 1998).
Melalui seleksi, pemulia mencoba untuk menyeleksi anakan yang memiliki
kombinasi kualitas yang optimal dari kedua tanaman induk. Proses ini tentu saja
sangat tergantung pada produksi benih viable. Jika benih viabel tidak terbentuk,
tidak akan ada keturunan yang akan diseleksi. Tidak ada anakan tidak berarti
fertilisasi tidak terjadi setelah polinasi. Kemungkinan terjadi keguguran embryo
pada fase dini perkembangan biji, akibat penyebab yang tidak diketahui. Dengan
teknik kultur jaringan, embryo yang belum matang ini dapat diselamatkan (Sugito
2004).
Teknik penyelamatan embrio (embryo rescue) mulai dikembangkan tahun
1900an yang memungkinkan benih yang belum matang atau embrio diselamatkan
untuk membentuk tanaman baru. Ini biasanya dilakukan untuk benih benih yang
memiliki masa dormansi yang panjang. Cara penyelamatan embryo ini telah

banyak dilakukan untuk tanaman seperti anggrek, kapas, panili, kedelai, kacang
buncis, jelai dan pisang (Pratomo, 2004).
Belakangan ini juga berkembang teknik penyelamatan bakal biji yang
telah terserbuki tapi tidak pernah menghasilkan benih viable. Penyelamatan
embryo banyak dilakukan untuk memperoleh hibrida interspesifik dan
intergenerik. Misalnya pada kacang merah dan berbagai tanaman hias. Kultur
embrio belum matang yang diambil dari biji memiliki 2 macam aplikasi. Dalam
beberapa hal, incompatibilitas antar spesies atau kultivar yang timbul setelah
pembentukan embrio akan menyebabkan aborsi embrio. Embryo seperti ini dapat
diselamatkan dengan cara mengkulturkan embrio yang belum matang dan
menumbuhkannya pada media kultur yang sesuai. Aplikasi lain kultur embrio
adalah untuk menyelamatkan embrio yang sudah matang agar tidak mati akibat
serangan hama dan penyakit.
Keberhasilan dalam kultur embryo secara in vitro sangat ditentukan oleh
beberapa faktor. Menurut Reghavan (1977) faktor-faktor tersebut adalah umur
embryo, genotipe tanaman dan komposisi media kultur. Sedangkan menurut
Pierik (1987) selain ketiga faktor tersebut, keberhasilan kultur embryo ditentukan
pula oleh suhu, cahaya, oksigen dan kondisi pertumbuhan tanaman induk.
Mengenai fase perkembangan embryo, Bhojwani dan Razdan (1983) menyatakan
bahwa semakin muda umur suatu embryo akan semakin sulit ditumbuhkan pada
media buatan. Pendapat serupa juga dikemukakan oleh Pierik (1987) bahwa
perkembangan suatu embryo lebih tua akan semakin mudah untuk ditumbuhkan.
Tujuan
Praktikum ini bertujuan memberikan pengalaman kepada mahasiswa cara
untuk mengisolasi embryo dari biji dan menumbuhkannya pada media in vitro.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Laboratorium Kultur Jaringan 2, Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB. Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 16 November 2016. Pukul
13.00-16.00 WIB .

Bahan dan alat


Bahan tanaman yang digunakan dalam percobaan ini adalah biji kacang
merah. Media yang digunakan untuk mengkecambahkan embryo adalah media
MS11 (MS + 0.5 mg/l BAP + 0.1 mg/l IAA + 30 g/l gula), pH media 5.9 sebelum
diautoclave. Bahan untuk sterilisasi biji adalah diterjen, Clorox (Sodium
hypooclorit) 30% dan 5%, aquades steril. Bahan lain yang digunakan adalah
alkohol 70%. Alat-alat tanaman yang digunakan adalah pinset, scalpel. Selain ini
digunakan bunsen.
Metode Pelaksanaan
Cuci biji kacang merah sebanyak 20 biji per grup dengan menggunakan air
deterjen. Biji dicuci sambil dibuang kulit biji secara hati-hati (dilakukan diluar
laminar). Pekerjaan dilakukan di dalam laminar mulai dari merendam biji dalam
larutan Clorox 30% selama 15 menit, selanjutnya dibilas dengan aquades steril
sebanyak 2 kali. Belah biji menjadi 2 keping, selanjutnya embryo diisolasi danri
endospermanya. Rendam embryo di dalam larutan Clorox 5% seama 2 menit, lalu
dibilas dengan aquades steril sebanyak 2 kali. Tanam embryo yang telah steril
pada media MS11 sebanyak 5 embryo per botol. Simpan kultur embryo di ruang
kultur dengan penyimpanan 16 jam per hari suhu 24oC.

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1 Presentase Hidup Embrio Kacang Merah

Ulangan

1 MST
%

%Embrio

% Embrio

% Embrio

Jumlah Tunas

Gejala

Minggu

Embrio

Mati

berkalus

berkecambah

per Eksplan

berkecambah

steril
1

100

100

100

100

100

100

100

100

86.67

13.33

media ditumbuhi bakteri

Hifa cendawan menyelimuti sebagian

embrio
10

100

Rataan

88,667

11,333

2 MST
1

50

50

Kontaminasi

80

20

Embrio berwarna coklat gelap

66.67

33.33

100

100

100

Media ditumbuhi bakteri

66.67

33.33

Embrio diselimuti sendawan berwarna

0
Embrio berwarna coklat muda

0
0

kehitaman
8

100

73.33

26.67

0
Hifa cendawan menyelimuti sebagian

embrio
10

100

Rataan

73,667

26,333

0.1

0.1

3 MST
1

50

50

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

33.33

66.67

100

100

100

Media ditumbuhi bakteri

66.67

33.33

Embrio diselimuti sendawan berwarna

0
Embrio berwarna coklat muda

0
0

kehitaman
8

100

66.67

33.33

0
Embrio diselimuti hifa cendawan

berwarna cokelat gelap


10

100

Rataan

61,667

38,333

0.1

0.1

4 MST
1

50

50

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

100

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

80

20

Tidak ada perubahan, mulai ada

kontaminasi cendawan
6

100

Media ditumbuhi bakteri

66.67

33.33

Embrio diselimuti sendawan berwarna

kehitaman
8

100

66.67

33.33

0
Embrio diselimuti hifa cendawan

berwarna cokelat gelap


10

100

Rataan

56,334

43,666

0.2

0.1

5 MST
1

50

50

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

100

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

66.67

33.33

Mulai ditumbuhi cendawan

100

Media ditumbuhi bakteri

66.67

33.33

Embrio diselimuti sendawan berwarna

kehitaman
8

100

53.33

46.67

0
Embrio diselimuti hifa cendawan

berwarna cokelat gelap


10

100

Rataan

53,667

46,333

0.1

0.1

6 MST
1

50

50

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

100

Kontaminasi

100

Embrio berwarna coklat gelap

66.67

33.33

Kontaminasi oleh cendawan

100

Media ditumbuhi bakteri

66.67

33.33

Embrio diselimuti sendawan berwarna

kehitaman
8

100

33.33

66.67

0
Embrio diselimuti hifa cendawan

berwarna cokelat gelap


10

100

Rataan

51,667

48,333

0.1

0.1

Pembahasan
Pengamatan dilakukan pada 6 MST pada biji kacang merah. Pada 1 MST
besar persentase embrio steril sebesar 88,667% sedangkan persentase embrio yang
mati sebesar 11,333% dan biji kacang merah pada 1 MST belum ada yang
berkecambah , berkalus , dan bertunas. Pada 1 MST merupakan awal
perkembangan biji kacang merah sehingga indikator biji hidup atau mati dapat
dilihat dari persentase embrio steril dan mati.
Pada pengamatan pada 2 MST besar persentase embrio steril mengalami
penurunan menjadi 73,667% dan persentase embrio mati meningkat menjadi
26,333% dan belum ada biji yang berkecambah dan berkalus namun sudah ada
yang bertunas pada ulangan 1. Pada pengamatan 2 MST bakteri dan hifa mulai
mengkontaminasi media, sehingga biji tidak dapat mengalami perkembangan lagi
karena terjadi kompetisi nutrisi pada media.
Pada pengamatan 3 hingga 6 MST besar persentase embrio steril pada biji
kacang merah mengalami penurunan hingga 51,667% berbanding terbalik dengan
persentase embrio yg mengalami kematian meningkat hingga angka 48,333%. Hal
ini menujukkan jumlah kontaminasi media dari minggu ke minggu mengalami
peningkatan karena invansi dari bakteri dan cendawan. Sedangkan tanaman yang
bertunas tidak bertambah.

KESIMPULAN
Berdasarkan praktikum yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa
penyelamatan embrio kacang merah tidak berhasil karena banyak media yang
terkena kontaminasi bakteri dan cendawan sehingga praktikan tidak dapat
mengamati perkembangan biji yang berkecambah.

DAFTAR PUSTAKA

Bhojwani SS. Dan MK. Razdan. 1983. Plant Tissue Culture. Amsterdam, Oxford,
New York, Tokyo: Elsevier Science Publishers. PP.204-235.
Li SC dan Jiang Al et al. 1998 . Ovule culture to obtain triploid progeny from
crosses between seedless cultivars and tetraploid grapes. Acta Agriculturae
Shanghai 14(4):1317
Pierik RLM. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Dordrecht: Martinus Nijhoff
Publishers. 344 pages.
Pratomo ADM . 2004. Penyelamatan Embryo Hasil Persilangan Kacang Hijau
(Vigna radiata (L). Wilczek.) dengan Kerabat Liarnya melalui Kultur In
Vitro. Skripsi. Departemen Budidaya Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut
Pertanian Bogor
Reghavan V. 1977. Applied aspect of embryo culture. J. Reinert dan JPS. Bajaj
(Editor). Applied and Fundamental Aspect of Plant Cell, Tissue and Organ
Culture. Springer - Verlag, Berlin. Pp. 375-397.
Sugito, H dan A. Nugroho, 2004. Teknik Kultur Jaringan. Penebar Swadaya,
Yogyakarta.

LAPORAN PRAKTIKUM
DASAR BIOTEKNOLOGI TANAMAN (AGH330)

AKLIMATISASI PLANLET HASIL PERBANYAKAN SECARA KULTUR


JARINGAN

KELOMPOK 6

Fajar Mei Haryadi (A24140182)

DEPARTEMEN AGRONOMI DAN HORTIKULTURA


FAKULTAS PERTANIAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2017

PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kultur

jaringan adalah

suatu

metode

untuk

mengisolasi

bagian

dari tanaman seperti sekelompok sel atau jaringan yang ditumbuhkan dengan
kondisi aseptik, sehingga bagian tanaman tersebut dapat memperbanyak diri
tumbuh menjadi tanaman lengkap kembali.
Tanaman hasil kultur jaringan tidak bisa langsung ditanam begitu saja
dalam pot. Pucuk-pucuk dan planlet in vitro yang diregenerasikan di dalam
lingkungan dengan kelembaban tinggi dan bersifat heterotrof, harus berubah
menjadi autotrof bila dipindahkan ke tanah atau lapangan. Tanaman hasil kultur
jaringan (planlet atau tunas mikro) perlu mendapatkan perlakuan khusus untuk
dapat hidup di lingkungan baru hingga menjadi bibit baru yang siap ditanam di
lapang.

Proses

pemindahan

merupakan

langkah

akhir

dari

prosedur

mikropropagasi dan diistilahkan sebagai tahap aklimatisasi. Tahap aklimatisasi


merupakan tahapan kritis karena kondisi iklim dilapang sangat berbeda dengan
kondisi dalam botol, sehingga diperlukan penyesuaian. Aklimatisasi merupakan
proses yang penting dalam rangkaian aplikasi teknik kultur jaringan untuk
mendukung pengembangan pertanian. Aklimatisasi dapat dilakukan di rumah kaca
atau pesemaian, baik di rumah kaca atau pesemaian. Dalam aklimatisasi,
lingkungan tumbuh (terutama kelembaban) berangsur-aengsur disesuaikan dengan
kondisi lapang (Wetherelll, 1982).
Menurut Tores (1989), masa aklimatisasi merupakan masa yang kritis
karena pucuk atau planlet yang diregenerasikan dari kultur in vitro menunjukkan
beberapa sifat yang kurang menguntungkan, seperti lapisan lilin (kutikula) tidak
berkembang dengan baik, kurangnya lignifikasi batang, jaringan pembuluh dari
akar ke pucuk kurang berkembang dan stomata seringkali tidak berfungsi (tidak
menutup ketika penguapan tinggi). Keadaan itu menyebabkan pucuk-pucuk in
vitro sangat peka terhadap serangan cendawan dan bakteri, cahaya dengan
intensitas tinggi dan suhu tinggi. Oleh karena itu, aklimatisasi pucuk-pucuk in
vitro memerlukan penanganan khusus, bahkan diperlukan modifikasi terhadap
kondisi lingkungan terutama dalam kaitannya dengan suhu, kelembapan, dan
intensitas cahaya. Di samping itu, medium tumbuh pun memiliki peranan yang

cukup penting. Setelah bibit mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya maka
secara bertahap sungkup dilepaskan dan pemeliharaan bibit dilakukan dengan cara
yang sama dengan pemeliharaan bibit generative (Pierik, 1997).
Tujuan
Mahasiswa dapat mengetahui cara dan melakukan aklimatisasi pada
tanaman hasil kultur jaringan.

BAHAN DAN METODE


Tempat dan Waktu
Laboratorium Kultur Jaringan 2 Departemen Agronomi dan Hortikultura
IPB. Praktikum dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 November

dan 23

November 2016. Pukul 13.00-16.00 WIB .


Bahan dan Alat
Bahan yang digunakan adalah Bibit caisin yang telah berumur 8 12
minggu sejak dikulturkan, arang sekam, air steril, bakterisida dan fungisida
(Agrept dan Dithane M-45). Alat-alat yang digunakanPot kecil transparan, plastik
bening.

Metode
Planlet yang telah siap (akar, batang, dan daunnya ada) dikeluarkan dari
botol dengan hati-hati. Hal tersebut dilakukan agar tidak ada bagian planlet yang
putus. Planlet yang sudah dikeluarkan dari tempat kultur harus dibersihkan dari
agar-agar yang masih menempel pada planlet. Untuk membersihkan agar-agar dari
planlet dapat dilakukan dengan menggunakan air yang sudah dimasak. Planlet
yang telah melewati proses tadi kemudian direndam pada larutan Dithane M-45 (2
gram/L) yang ditambahkan larutan Agrept (2 gram/L) selam sepuluh menit.
Media untuk aklimatisi yang digunakan adalah arang sekam yang steril
dan sudah dibasahi sampai menjadi jenuh dengan air steril. Media yang telah siap
dapat ditanami planlet yang sudah di rendam. Planlet yang sudah tertanam pada
media pot ditutup bagian atasnya untuk mengurangi penguapan dan kemudian di
simpan di ruang kultur. Planlet yang di aklimatisasi harus dijaga kelembaban
media tumbuhnya. Untuk menjaga kelembaban dapat dilakukan penyemprotan
dengan sprayer. Planlet yang bertahan setelah satu minggu dapat dipindahkan
ditempat teduh selama 1-2 minggu dengan perlakuan penyemprotan pupuk daun
konsentrasi .

HASIL DAN PEMBAHASAN


Hasil
Tabel 1. Pengamatan aklimatisasi planlet caisim

Pembahasan
Planlet yang telah diaklimatisasi mengalami rata-rata perkembangan tinggi
tanaman, jumlah buku namun tidak pada jumlah daun yang mengalami penurunan
pada beberapa ulangan. Rata-rata tinggi planlet pada 1 MST sebesar 2,6325 cm
bertambah tinggi pada 2 MST menjadi 3,249 cm. Rata-rata jumlah buku pada 1
MST sebanyak 3,89 meningkat menjadi 4,415. Indikator perkembangan tersebut
menandakan planlet behasil beradaptasi pada lingkungan baru.
Jumlah daun pada 1 MST sebanyak 7,3 sedangkan pada 2 MST sebanyak
6,87. Terjadi penurunan jumlah daun di beberapa ulangan yang menandakan
beberapa tanaman belum dapat beadaptasi secara sempurna untuk melakukan
proses fotosintesis di lingkungan barunya yang memiliki kondisi suhu dan
kelembaban yang berbeda dengan di media in vitro.

KESIMPULAN
Planlet mengalami perkembangan menjadi tanaman autotrof dari tanaman
heterotrof yang semua nutrisi telah disediakan dalam media. Tanaman dapat
beradaptasi dengan lingkungan baru dan mampu berfotosintesis ditunjukkan dari
bertambahnya tinggi, jumlah buku dan jumlah daun.
SARAN
Praktikan lebih di arahkan lagi dalam melakukan teknik aklimatisasi.
Dengan memberikan contoh/peraga saat mempraktikkaan teknik aklimatisasi.
Praktikan harus lebih memperhatikan penjelasan dosen atau asisten dosen agar
teknik aklimatisasi dapat berhasil.

DAFTAR PUSTAKA
Pierik, R.L.M. 1987. In Vitro Culture of Higher Plants. Martinus Nijhoff
Publishers. Netherlandsv
Torres, K. C. 1989. Tissue Culture Techniques for Horticultural Crops.Chapman
and Hall. New York. London.
Wetherelll, D. F. 1982. Introduction To In Vitro Propagation. Avery Publishing
Group Inc. Wayne, New Jersey.

Anda mungkin juga menyukai