Anda di halaman 1dari 14

S U N D AY, J A N U A R Y 1 3 , 2 0 1 3

BEBERAPA FAKTA BACILLUS SP DALAM


PERTANIAN
9:56 PM

MASPARY

Salam Tani !! Berikut beberapa fakta hasil penelitian tentang mikroorganismeBacillus sp yang
terkait dalam bidang pertanian yang bisa maspary posting dalam blog Gerbang Pertanian ini .

Penggunaan agens hayati dalam budidaya pertanian layak untuk dikembangkan secara masif
mengingat fungsinya yang mengikuti keseimbangan ekosistem. Bakteri dilaporkan bisa menekan
pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat
perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas (Hasanuddin, 2003)
Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai
pengendali hayati penyakit akar. Anggota genus ini memiliki kelebihan, karena bakteri
membentuk spora yang mudah disimpan, mempunyai daya tahan hidup lama, dan relatif mudah
diinokulasi ke dalam tanah. Bacillus sp. telah terbukti memiliki potensi sebagai agens pengendali
hayati yang baik, misalnya terhadap bakteri patogen seperti R. solanacearum (Soesanto, 2008).

Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan sistem
pertanian berkelanjutan. Fitohormon yang dihasilkan bakteri tanah ini dapat memengaruhi
pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung
fitohormon dari bakteri menghambat aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh
secara langsung fitohormon tersebut adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat
bertindak sebagai fasilitator dalam penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Greenlite,
2009).
Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan sebagai agens
hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa iturin, surfactin, fengicin,
polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin (Todar, 2005).
Fungsi Bacillus spp. (seperti Bacillus subtillis) antara lain dapat mengendalikan penyakit layu
bakteri pada kentang dan meningkatkan hasil umbi kentang sampai 160%. Bacillus spp. dapat
mengendalikan penyakit lincat pada tembakau dan penyakit layu bakteri pada biji tomat yang
disebabkan oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman tembakau
Baker et al dalam Hasanuddin (2003) menyatakan manakala filtrasi steril dari kultur Bacillus
subtilis diaplikasikan tiga kali seminggu mengendalikan penyakit karat pada tanaman kacang
dilapangan nyata lebih baik dari fungisida mancozeb dengan aplikasi satu kali seminggu.
Semoga bermanfaat
Sukses Petani Indonesia !!

Maspary

http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/beberapa-fakta-bacillus-spdalam.html

Bacillus subtilis B1 sebagai Agensia Hayati Pengendali Penyakit


Hawar Daun Bakteri pada Tanaman Padi
A.

Penyakit

Hawar

Daun

Bakteri

Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xoo. Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna
kuning. Patogen ini mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk
menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Di Indonesia hingga saat ini
telah ditemukan sekitar 12 kelompok isolat (strain) berdasarkan virulensinya terhadap varietas
diferensial. Isolat kelompok VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan, sedangkan
kelompok IV tidak begitu luas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan umumnya semua varietas
padi rentan terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca

dan

ketahanan

tanaman.

Menurut Ferdiaz (1992 dalam Suparyono dan Suprihanto, 2006), klasifikasi Xanthomonas adalah
sebagai

berikut:

Phylum

Prokaryota

Kelas

Ordo

Schizomycetes

Famili

Pseudomonadales

Pseudomonadaceae

Genus

Spesies

Xanthomonas

Xanthomonas

oryzae

pv.

oryzae

Bakteri Xoo Dye. berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) m , di ujungnya
mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 m dan berfungsi sebagai alat bergerak.
Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media PDA bakteri
ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan
dan

mempunyai

permukaan

yang

licin

(Semangun,

2001).

Penyakit HDB pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman pada
berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
(1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, (2). Gejala
hawar

dan

(3).

Gejala

daun

kuning

pucat

(Suparyono,

2004).

Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat pada tanaman
muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Pada awalnya
gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan,
bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput
dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu
terkulai

ke

permukaan

air

dan

menjadi

busuk

(Semangun,

2001).

Menurut Machmud (2002), pada tanaman yang rentan terhadap penyakit ini, gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai
mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembap, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan
bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh
hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber
penularan

yang

efektif.

Sebagian besar bakteri kelompok Xoo tidak membentuk spora (Liu et al., 2006), serta
menghasilkan ekstraselulerpolisakarida sebagai sumber xanthan gum pada medium yang
mengandung glukosa (Schaad et al., 2001). Ekstraselulerpolisakarida sangat penting dalam
pembentukan eksudat bakteri dari daun terinfeksi, melindungi dari kekeringan, dan membantu
penyebarannya lewat hujan dan angin (Liu et al., 2006). Bakteri Xoo menginfeksi tanaman
melalui hidatoda atau luka. Setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri memperbanyak diri
dalam epithem yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkutan, kemudian tersebar
kejaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman.
Namun yang paling umum ialah terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum
hingga fase berbunga. Pada stadia bibit, gejala penyakit disebut kresek, sedang pada stadia

tanaman yang lebih lanjut, gejala disebut hawar (blight). Gejala diawali dengan bercak kelabu
(water soaked) umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas yang rentan bercak berkembang
terus, dan akhirnya membentuk hawar. Pada keadaan yang parah, pertanaman terlihat kering
seperti

terbakar

(Machmud,

2002).

Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xoo. Ketahanan disebabkan
karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan 3.
Tanaman bereaksi langsung terhadap bakteri (Lozano dan Sequeira, 1974 dalam Semangun,
2001). Menurut Maraite dan Weyns (1979 dalam Semangun 2001), penyebaran penyakit yang
disebabkan oleh Xoo dibantu oleh hujan, karena hujan akan meningkatkan kelembapan dan
membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim
hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk perkembangan Xoo adalah sekitar 25C
- 35C. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapangan,
kelembapan tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat meningkatkan
keparahan
B.

Bacillus

penyakit.
subtilis

B1

sebagai

Agens

Pengendali

Penyakit

HDB

Bacillus subtilis B1 adalah salah satu jenis Bacillus spp., ialah kelompok bakteri yang umum
ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, baik di tanah, air, maupun udara. Bakteri ini
merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di
bagian sentral sel. Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu dan kondisi
lingkungan yang ekstrim. Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 m
dan mempunyai flagel peritrikus. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 45 C, pH 5-7, NaCl 7%,
menghidrolisis pati, serta membentuk asam sitrat dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol,
dan

silosa

(Sonenshein

et

al.,

2002).

Pada umumnya B. subtilis B1 dapat digunakan sebagai agens biokontrol terhadap patogen
tanaman. B. subtilis B1, salah satu jenis antagonis untuk pengendalian hayati telah banyak
diketahui mempunyai kemampuan dalam mengendallkan berbagal macam patogen tanaman.
Potensi besar B. subtilis dalam pengendalian berbagai macam jenis penyakit ini ada
hubungannya dengan kemampuan bakteri dalam memproduksi berbagal macam antimikroba
seperti bacitracin, basilin, basilomisin B, difisidin, oksidifisidin, lesitinase subtilisin dan iturin A.
Kelompok Bacillus juga dikenal sebagal bakteri kelompok Plant Growth-Promoting Rhlzobacteria
(PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit
melalui berbagai macam mekanisme. Selain itu bakteri ini bersifat saprofifik (mampu hidup dan
berkembang biak pada sisa-sisa limbah organik). Bacillus subtilis juga sangat dikenal sebagai
bekteri pembentuk endospora yang memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap kondisi
lingkungan yang kurang baik sebagai struktur bertahan dan sifat ini dapat digunakan untuk
formulasinya

sebagai

agen

hayati

(Giyanto,

2008).

Bacillus subtilis memiliki aktivitas antifungal yang tinggi (Jing dan Qian 2007) dan berperan
dalam menekan beberapa jamur yang bersifat patogen, seperti Rhizoctonia, Fusarium (Zhang et

al., 2009) dan Aspergilus (Muis 2006). Selain memiliki kemampuan dalam menekan
perkembangan fitopatogen, B. subtilis pun diketahui dalam mendukung pertumbuhan tanaman.
McQuilken et al. (1998) mengemukakan bahwa aplikasi B. subtilis pada benih kedelai mampu
mengurangi kerusakan bibit karena kerusakan saat imbibisi. Selain itu, perlakuan benih dengan
B. subtilis untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan membantu mengurangi patogen
terbawa benih telah menjadi bahan penelitian yang menarik selama lebih dari 20 tahun terakhir.
Diposkan 11th January 2012 oleh Dina_CiL'S zONE

http://dinapoenyablog.blogspot.co.id/2012/01/bacillus-subtilis-b1-sebagaiagensia.html

PERBEDAAN
DAYA
HAMBAT
Bacillus
subtilis
DAN
Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Colletotrichum
gloeosporioides
PENYEBAB
PENYAKIT
ANTRAKNOSA PADA TANAMAN KAKAO
Qurrotun Ayunin
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6485
Date: 2013-12-09

Abstract:
Colletotrichum gloeosporioides adalah jenis jamur patogen pada tanaman kakao. Jamur ini
menyebabkan penyakit antraknosa. Jamur Colletotrichum gloeosporioides dapat menyerang daun,
buah, dan ranting. Pada daun umumnya menyerang yang masih muda. Ranting yang daun-daunnya
terserang dan gugur dapat mengalami mati pucuk. Pada buah, umumnya Colletotrichum menyerang
buah yang masih pentil (cherelle) atau buah muda. Selanjutnya buah akan layu, mongering, dan
mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan busuk kering pada ujung buah. Bakteri
dilaporkan mempunyai potensi sebagai antagonis atau agen pengendali hayati dari jamur patogenik.
Contoh dari mikroba antagonis yang telah terbukti mampu mengendalikan jamur pathogen adalah
Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens. Mekanisme kerja P. fluorescens dan B. subtilis dalam
menekan serangan penyakit yaitu dengan cara menginduksi ketahanan tanaman, menkoloni akar dan
menstimulasi pertumbuhan tanaman. Peningkatan keefektifan dan spektrum pengendalian serta
ketahanan agensia hayati di lapang, perlu dilakukan usaha dalam mengkombinasikan beberapa agen
biokontrol yang kompatibel dan sinergistik (Tjahjono, 2000:3). Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Fitopatologi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Jember mulai tanggal 21 November sampai 24 Desember
2011, merupakan penelitian in vitro yang dilakukan dengan cara mengantagoniskan secara langsung
antara bakter B. subtilis dan P. fluorescens dengan jamur Colletotrichum gloeosporioides. Waktu yang
digunakan untuk penelitian adalah 7 hari, dimana dalam 7 hari tersebut akan diukur besar persentase
penghambatan setiap harinya. Persentase penghambatan diukur berdasarkan pada Fokkema dan
van der Meulen (1976) yaitu dengan mengukur jari-jari pada kontrol dan jari-jari koloni jamur yang
berhadapan dengan bakteri antagonis. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Analisis data dengan One-Way ANOVA menggunakan SPSS,
dan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan

dengan =0,05. Adapun tujuan dari penelitian adalah menganalisis besar persentase penghambatan
Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens dalam menghambat pertumbuhan jamur
Colletotrichum gloeosporioides. Berdasarkan hasil dan analisis yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa Bacillus subtilis lebih efektif daripada Pseudomonas fluorescens dalam menghambat
pertumbuhan jamur Colletotrichum gloeosporioides. Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran B.1)
diketahui nilai F hitung untuk penghambatan Bacillus subtilis adalah 62,701, sedangkan nilai F hitung
untuk penghambatan Pseudomonas fluorescens adalah 36,820. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penghambatan Bacillus subtilis dengan
penghambatan Pseudomonas fluorescens terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum
gloeosporioides.

PEMBUATAN DAN PENGAPLIKASIAN


PGPR (PLANT GROWTH PROMOTORING
RHIZOBACTERI)
Oleh:
Tim PKM-M
Universitas Muhammadiyah Gresik

Peningkatan kegiatan agroindustri selain meningkatkan produksi pertanian juga


menghasilkan limbah dari kegiatan tersebut. Konsep penggunaan pestisida yang telah
diterapkan pada pertanian modern, telah menimbulkan berbagai efek samping seperti
pencemaran lingkungan di pabrik-pabrik penghasil pestisida maupun di lahan-lahan pertanian
yang menggunakan pestisida tersebut. Apabila masuk ke dalam rantai makanan, sifat beracun
bahan pestisida dapat menimbulkan berbagai penyakit seperti kanker, mutasi, bayi lahir cacat,
CAIDS (Chemically Acquired Deficiency Syndrom) (Said, 1994).
Adanya dampak negatif dari pestisida maka dibutuhkan teknologi alternatif untuk
meningkatkan produksi pertanian yang lebih aman. Teknologi yang memungkinkan untuk
dikembangkan dan relatif aman adalah pemanfaatan Plant Growth Promoting Rhizobacteria
(PGPR).
Berbagai penemuan akan manfaat plant growth promoting rhizibacteria (PGPR)
untuk pertanian telah dilaporkan oleh banyak peneliti di dunia. Antusiasme untuk
mengkomersialkan rhizobacteria sebagai teknologi alternatif yang menjanjikan terutama
dipicu untuk mengembangkan pertanian ramah lingkungan dengan mengurangi penggunaan
input sintetik agrokimia (pupuk dan pestisida). Hasil ini menyarankan bahwa penerapan
PGPR bisa merangsang pertumbuhan tanaman dan meningkatkan ketahanan tanaman
terhadap jamur patogen.
PENGERTIAN PGPR (PLANT GROWTH PROMOTING RHIZOBAKTERI)

PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri
tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan
mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi
tanaman dan pertumbuhannya
Rhizobakteria pemacu tumbuh tanaman (RPTT) adalah kelompok bakteri yang
menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfir (bagian perakaran).
Aktivitas RPTT menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak langsung.
Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan
memobilisasiatau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta
mensintesis dan mengubah konsentrasi fithothormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak
langsungnya berkaitan dengan kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan
berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut
sebagai rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria =
PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2 , juga; (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3)
menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase, sianida memproduksi
siderofor; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995;
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh Kloepper dan
Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami daerah perakaran tanaman
yang diinokulasikan ke dalam benih dan ternyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sejak
pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper dan Scroth (1982) , PGPR mengalami
perkembangan yang sangat cepat, terutama pada beberapa tahun terakhir.
PGPR berada Disekitar Akar, akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran udara,
unsur hara, dekomposisi dll.
Bakteri Pseudomonasssp.f
lourennscses

Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar
serta mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu
sebagai tambahan bagi kompos dan mempercepat proses pengomposan. Pengurangan
pestisida dan rotasi penanaman dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri bakteri
yang menguntungkan seperti PGPR.
Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit. Beberapa
bakteri PGPR yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan
pada tudung akar tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri PGPR mampu mengurangi
keparahan dari penyakit dumping-off (Pythium ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri
PGPR mampu memproduksi racun bagi patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus
subtilis mampu melawan cendawan patogen.
PGPR dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui : produksi hormon
pertumbuhan kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah, penghasil
osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil senyawa
tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman (Kloepper, 1993).
Menurut Lalande et al. (1989), Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon pemacu
pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung mencapai 9%,
sedangkan Salmonellaliquefaciens meningkatkan
berat
kering
mencapai
10%
dan Bacillus sp. meningkatkan berat kering mencapai 7% lebih tinggi dibanding kontrol.
Berikut kelebihan dari PGPR diantaranya :
Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang kacangan
Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga
Memproduksi hormon tanaman
Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
http://kuliahagroteknologi.blogspot.co.id/2012/06/pembuatan-danpengaplikasian-pgpr-plant.html

Fungsi PGPR dan Cara membuat


PGPR serta aplikasi ke tanaman
BY INDONESIA BERTANAM 5 JANUARI 2015

Promoting Rhizobakteri adalah sejenis bakteri yang hidup di


sekitar perakaran tanaman. Bakteri tersebut hidupnya secara

berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman


keberadaan mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini
memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan
pertumbuhannya.
Akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran
udara, unsur hara, dekomposisi dll

Fungsi PGPR
Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu
pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi
penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu
sebagai tambahan bagi kompos dan mempercepat proses
pengomposan. Pengurangan pestisida dan rotasi penanaman
dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri bakteri
yang menguntungkan seperti PGPR.
Inokulasi benih
Ada banyak cara untuk menambah pertumbuhan tanaman.

Salah satunya adalah dengan menginokulasikan agens hayati


untuk membantu tanaman dalam memperoleh unsur unsur
hara yang dibutuhkan, misalnya untuk menambah nitrogen
bisa diinokulasikan bakteri Rhizobium agar mampu
memfiksasi nitrogen bebas. Cara inokulasi ini juga
memungkinan untuk menambah manfaat nutrisi lainnya
seperti menambah larutan phosphat, oksidasi belerang,
melelehkan besi dan tembaga.
Kandungan phosphor sangat terbatas bagi pertumbuhan
tanaman. Meskipun di alam jumlahnya melimpah, tetapi
masih dalam bentuk batuan yang keras, sehingga manfaat
bagi tanaman sangat terbatas. PGPR mampu berperan
sebagai bakteri pelarut phosphate. Kelompok bakteri PGPR ini
yaitu Bacillus, Rhizobium dan Pseudomonas.
Ada empat nutrisi utama yang dibutuhkan tanaman setelah N,
P dan K adalah belerang (S). Unsur belerang juga tidak bisa
langsung diserap oleh tanaman, tetapi harus melalui proses
transformasi / oksidasi oleh bakteri sebelum diserap oleh
tanaman. Kelompok bakteri yang mampu mengoksidasi
belerang ini ialah kelompok bakteri yang hidup di tanah.
Inokulasi pada benih tanaman yang membutuhkan unsur
belerang tinggi, cukup berhasil menggunakan bakteri PGPR.
Kelebihan PGPR
Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan
penyakit. Beberapa bakteri PGPR yang diinokulasikan pada
benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan pada
tudung akar tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri PGPR
mampu mengurangi keparahan dari penyakit dumping-off
(Pythium ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri PGPR
mampu memproduksi racun bagi patogen tanaman, misalnya
bakteri Bacillus subtilis mampu melawan cendawan patogen.
Berikut kelebihan dari PGPR diantaranya :
Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang kacangan
Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat,
belerang, besi dan tembaga

Memproduksi hormon tanaman


Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
Tantangan PGPR
Ada beberapa kekurangan dalam produksi PGPR ini
diantaranya :
Kekonsistenan pengaruh bakteri PGPR di laboratorium dengan
di lapangan kadang kadang berbeda.
Bakteri ini harus dapat diperbanyak dan diproduksi dalam
bentuk yang optimum baik vialibilas maupun biologinya
selama diaplikasikan di lapangan. Beberapa bakteri PGPR
harus dilakukan re-inokulasi setelah diaplikasikan di lapangan
seperti Rhizobia.
Tantangan lainnya berkaitan dengan regulasi / kebijakan suatu
negara. Di beberapa negara kontrol terhadap produksi agens
antagonis ini sangat ketat. Walaupun produk tersebut tidak
berefek negatif pada manusia.
https://indonesiabertanam.com/2015/01/05/fungsi-pgpr-dan-cara-membuat-pgprserta-aplikasi-ke-tanaman/
Uji kemampuan berbagai jamur tanah yang diisolasi dari lahan pasir sebagai PGPF dan
Agens pengendali hayati penyakit layu fusarium pada semangka
Penulis

Worosuryani, Catharina
Pembimbing: Dr.Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc

ABSTRACT : Soil fungi occurred in the rhizosphere of many cultivated crops and wild grasses in
the sandy soil were effective in enhancing the plant growth. A field experiment was conducted to
study the effect of soil fungi from sandy soil as plant growth promoting fungi (PGPF) and
antagonism to soil born pathogens. PGPF were isolation from rhizosphere of onions, peppers, water
melons, corns and wild grasses in Samas and Bugel Yogyakarta. The experiment was conducted in
Clinical Laboratory of Plant Pathology and glass house of Agriculture Faculty Gadjah Mada
University in Yogyakarta, and plastic house in Bantul. The treatment was conducted in Split-plot,
where sub plot as PGPF and main plot as Fusarium oxysporum f. sp. niveum inoculation with 5
replications. Parameter observed was biomass, plant hight, Disease Intensity, and Disease Severity
Index. Among 33 rhizosphere fungi tested, 26 fungi isolates were PGPF. Out of the nine screening
isolates, Trichoderma spp. (SB32, CB32 and CB21) and Penicillium spp. (SB42 and CW32) were
effective in enhancing the growth of water melon. They enhanced significantly the hight and dry
biomass of plants compared with control. In the antagonism tested, Trichoderma sp. (SB32),

Penicillium sp. (SB42) and Aspergillus sp. (SB41) were effective to supreess Fusarium oxysporum f
sp niveum with disease index of 0%. Trichoderma spp. (CB32 and CB21) dan Penicillium sp. (CW32)
were less effective to suppress the diseasewith disease index of 15,6; 9,4 and 25,4% respectively.
INTISARI : Dalam rhizofer tanaman budidaya dan rumput liar di lahan pasir terdapat jamurjamur
tanah yang mampu bertahan dan memacu pertumbuhan tanaman. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui kemampuan jamur tanah sebagai PGPF dan menekan serangan patogen terhadap
tanaman. PGPF diisolasi dari rhizosfer tanaman bawang merah, cabai, semangka, jagung dan
rumput liar lahan pasir di pantai Samas dan Bugel, Yogyakarta. Penelitian dilakukan di
Laboratorium IPT Klinik dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan
rumah plastik di Bantul. Penelitian menggunakan split plot, sub plot perlakuan PGPF dan main plot
perlakuan inokulasi Fusarium oxysporum f. sp. niveum dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati
adalah DSI (Disease severity index), Intensitas penyakit (IP), tinggi tanaman dan berat kering
tanaman. Dari 33 isolat yang diperoleh dari rhizosfer lahan pasir terdapat 25 isolat dapat berperan
sebagai PGPF. Sembilan isolat PGPF terpilih, Trichoderma spp. (isolat SB32,CB32 dan CB21),
Penicillium spp. (isolat SB42 dan CW32) dan Aspergillus spp. (isolat BB12, CB32, SW52, dan SB41)
merupakan isolat yang efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman. Isolat ini mampu
meningkatkan tinggi tanaman dan berat kering tanaman dibandingkan dengan kontrol. Pada
tanaman semangka, Trichoderma sp. isolat SB32, Penicillium sp. isolat SB42 dan Aspergillus sp.
isolat SB41 efektif menekan serangan Fusarium oxysporum f. sp. niveum, isolat CB32, CB21 dan
CW32 menghambat serangan Fusarium oxysporum f. sp. niveum masingmasing sebesar 15,6; 9,4
dan 25,4%. Pertumbuhan tanaman dengan PGPF belum dapat efektif, karena hasil tanaman belum
dapat diketahui. Efektifitas PGPF tergantung juga pada hara tanah yang dapat menambah
kemampuan pemacu pertumbuhan tanaman.

Kata kunci

Penyakit Layu Fusarium,Semangka,Jamur Tanah

Program Studi

S2 Fitopatologi UGM

No Inventaris

c.1 (0116-H-2006)

Deskripsi

xiii, 72 p., bibl., ills., 30 cm

Bahasa

Indonesia

Jenis

Tesis

Penerbit

[Yogyakarta] : Universitas Gadjah Mada, 2005

Lokasi

Perpustakaan Pusat UGM

File

Tulisan Lengkap dapat Dibaca di Ruang Tesis/Disertasi

http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=288
10

Definisi PGPR (Plant Growth Promoting Rhizobacteria)

PGPR

Pada akar tanaman

PGPR merupakan salah satu agens antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi
atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang
dan hara serta antibiosis dan lisis. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah
mikroorganisme yang mengintervensi aktivitas patogen dalam menimbulkan panyakit
tumbuhan. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman.
Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit
tersebut. Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, yang bersifat
aerobic gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizofir dan tanah, serta lebih efektif
pada tanah netral dan basa. Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan
populasi, kolonisasi akar yang merupakan persyaratan sebagai agen biokontrol. Proses
Antagonis, tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens berupa kompetisi unsur
hara dalam tanah. Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap
unsur Fe yang tersedia. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari
Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap
sel bakteri 0.5-0.1 1m x 1.5-4.0 m, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap
pewarnaan Gram.Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup
berpendarfluor(Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kemampuan PGPR sebagai agens pengendalian hayati adalah karena kemampuannya
bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti
siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis
melawan patogen

pseudomonas sp. dapat menghasilkan siderofor sejenis pseudobaktin yang masing-masing


berbeda dalam hal jumlah dan susunan asam amino dalam rantai peptide. Pseudomonas
sp. banyak diteliti sehubungan dengan kemampuan bakteri ini sebagai perangsang
pertumbuhan (Plant Growth Promoting Rhizobacteria (PGPR) dan menekan serangan
penyakit
yang
disebabkan Fusarium
oxysporum dan
penyakit
akar
yang
disebabkanGaeumannomyces graminis. Mekanisme kerja PGPR diketahui sebagai
senyawa yang berfungsi sebagai pemasok zat makanan, bersifat antibiosis, atau sebagai
hormon pertumbuhan, atau penggabungan dari berbagai cara tersebut.

Sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman.


Bakteri tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman.
Bagi tanaman keberadaan mikroorganisme ini akan sangat menguntungkan.
Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi tanaman dan
pertumbuhannya.
Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu
Mmampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi
penyakit atau kerusakan oleh serangga.
Selain itu PGPR juga meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat,
belerang, besi dan tembaga.
PGPR juga bisa memproduksi hormon tanaman, menambah bakteri dan cendawan
yang menguntungkan serta mengontrol hama dan penyakit tumbuhan.
http://renus79.blogspot.co.id/2013/09/definisi-pgpr-plant-growth-promoting.html

Anda mungkin juga menyukai