MASPARY
Salam Tani !! Berikut beberapa fakta hasil penelitian tentang mikroorganismeBacillus sp yang
terkait dalam bidang pertanian yang bisa maspary posting dalam blog Gerbang Pertanian ini .
Penggunaan agens hayati dalam budidaya pertanian layak untuk dikembangkan secara masif
mengingat fungsinya yang mengikuti keseimbangan ekosistem. Bakteri dilaporkan bisa menekan
pertumbuhan patogen dalam tanah secara alamiah, beberapa genus yang banyak mendapat
perhatian yaitu Agrobacterium, Bacillus, dan Pseudomonas (Hasanuddin, 2003)
Bacillus sp. merupakan salah satu kelompok bakteri gram positif yang sering digunakan sebagai
pengendali hayati penyakit akar. Anggota genus ini memiliki kelebihan, karena bakteri
membentuk spora yang mudah disimpan, mempunyai daya tahan hidup lama, dan relatif mudah
diinokulasi ke dalam tanah. Bacillus sp. telah terbukti memiliki potensi sebagai agens pengendali
hayati yang baik, misalnya terhadap bakteri patogen seperti R. solanacearum (Soesanto, 2008).
Bacillus sp. dapat menghasilkan fitohormon yang berpotensi untuk mengembangkan sistem
pertanian berkelanjutan. Fitohormon yang dihasilkan bakteri tanah ini dapat memengaruhi
pertumbuhan tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara tidak langsung
fitohormon dari bakteri menghambat aktivitas patogen pada tanaman, sedangkan pengaruh
secara langsung fitohormon tersebut adalah meningkatkan petumbuhan tanaman dan dapat
bertindak sebagai fasilitator dalam penyerapan beberapa unsur hara dari lingkungan (Greenlite,
2009).
Beberapa spesies Bacillus sp. yang menghasilkan antibiotik dapat digunakan sebagai agens
hayati. Jenis antibiotik yang dihasilkan tersebut antara lain berupa iturin, surfactin, fengicin,
polymyxin, difficidin, subtilin, dan mycobacilin (Todar, 2005).
Fungsi Bacillus spp. (seperti Bacillus subtillis) antara lain dapat mengendalikan penyakit layu
bakteri pada kentang dan meningkatkan hasil umbi kentang sampai 160%. Bacillus spp. dapat
mengendalikan penyakit lincat pada tembakau dan penyakit layu bakteri pada biji tomat yang
disebabkan oleh Ralstonia solanacearum pada tanaman tembakau
Baker et al dalam Hasanuddin (2003) menyatakan manakala filtrasi steril dari kultur Bacillus
subtilis diaplikasikan tiga kali seminggu mengendalikan penyakit karat pada tanaman kacang
dilapangan nyata lebih baik dari fungisida mancozeb dengan aplikasi satu kali seminggu.
Semoga bermanfaat
Sukses Petani Indonesia !!
Maspary
http://www.gerbangpertanian.com/2013/01/beberapa-fakta-bacillus-spdalam.html
Penyakit
Hawar
Daun
Bakteri
Penyakit HDB disebabkan oleh bakteri Xoo. Bakteri ini berbentuk batang dengan koloni berwarna
kuning. Patogen ini mempunyai virulensi yang bervariasi tergantung kemampuannya untuk
menyerang varietas padi yang mempunyai gen resistensi berbeda. Di Indonesia hingga saat ini
telah ditemukan sekitar 12 kelompok isolat (strain) berdasarkan virulensinya terhadap varietas
diferensial. Isolat kelompok VIII tersebar paling luas dan mendominasi di lapangan, sedangkan
kelompok IV tidak begitu luas, tetapi mempunyai virulensi tertinggi dan umumnya semua varietas
padi rentan terhadap kelompok isolat ini. Perkembangan penyakit sangat tergantung pada cuaca
dan
ketahanan
tanaman.
Menurut Ferdiaz (1992 dalam Suparyono dan Suprihanto, 2006), klasifikasi Xanthomonas adalah
sebagai
berikut:
Phylum
Prokaryota
Kelas
Ordo
Schizomycetes
Famili
Pseudomonadales
Pseudomonadaceae
Genus
Spesies
Xanthomonas
Xanthomonas
oryzae
pv.
oryzae
Bakteri Xoo Dye. berbentuk batang pendek berukuran (1-2) x (0,8-1) m , di ujungnya
mempunyai satu flagela polar yang berukuran 6-8 m dan berfungsi sebagai alat bergerak.
Bakteri ini bersifat aerob, gram negatif dan tidak membentuk spora. Di atas media PDA bakteri
ini membentuk koloni bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan
dan
mempunyai
permukaan
yang
licin
(Semangun,
2001).
Penyakit HDB pada tanaman padi bersifat sistemik dan dapat menginfeksi tanaman pada
berbagai stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi 3 macam, yaitu:
(1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka, (2). Gejala
hawar
dan
(3).
Gejala
daun
kuning
pucat
(Suparyono,
2004).
Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terdapat pada tanaman
muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan. Pada awalnya
gejala terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan,
bercak tersebut meluas berwarna hijau keabu-abuan, selanjutnya seluruh daun menjadi keriput
dan akhirnya layu seperti tersiram air panas. Seringkali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu
terkulai
ke
permukaan
air
dan
menjadi
busuk
(Semangun,
2001).
Menurut Machmud (2002), pada tanaman yang rentan terhadap penyakit ini, gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai
mengering. Pada pagi hari atau cuaca lembap, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan
bercak berupa cairan berwarna kuning menempel pada permukaan daun dan mudah jatuh oleh
hembusan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat ini merupakan sumber
penularan
yang
efektif.
Sebagian besar bakteri kelompok Xoo tidak membentuk spora (Liu et al., 2006), serta
menghasilkan ekstraselulerpolisakarida sebagai sumber xanthan gum pada medium yang
mengandung glukosa (Schaad et al., 2001). Ekstraselulerpolisakarida sangat penting dalam
pembentukan eksudat bakteri dari daun terinfeksi, melindungi dari kekeringan, dan membantu
penyebarannya lewat hujan dan angin (Liu et al., 2006). Bakteri Xoo menginfeksi tanaman
melalui hidatoda atau luka. Setelah masuk dalam jaringan tanaman bakteri memperbanyak diri
dalam epithem yang menghubungkan dengan pembuluh pengangkutan, kemudian tersebar
kejaringan lainnya dan menimbulkan gejala. Penyakit dapat terjadi pada semua stadia tanaman.
Namun yang paling umum ialah terjadi pada saat tanaman mulai mencapai anakan maksimum
hingga fase berbunga. Pada stadia bibit, gejala penyakit disebut kresek, sedang pada stadia
tanaman yang lebih lanjut, gejala disebut hawar (blight). Gejala diawali dengan bercak kelabu
(water soaked) umumnya di bagian pinggir daun. Pada varietas yang rentan bercak berkembang
terus, dan akhirnya membentuk hawar. Pada keadaan yang parah, pertanaman terlihat kering
seperti
terbakar
(Machmud,
2002).
Kultivar padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xoo. Ketahanan disebabkan
karena: 1. Bakteri terhambat penetrasinya, 2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistemik, dan 3.
Tanaman bereaksi langsung terhadap bakteri (Lozano dan Sequeira, 1974 dalam Semangun,
2001). Menurut Maraite dan Weyns (1979 dalam Semangun 2001), penyebaran penyakit yang
disebabkan oleh Xoo dibantu oleh hujan, karena hujan akan meningkatkan kelembapan dan
membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit yang tertinggi terjadi pada akhir musim
hujan, menjelang musim kemarau. Suhu optimum untuk perkembangan Xoo adalah sekitar 25C
- 35C. Faktor lingkungan sangat mempengaruhi perkembangan penyakit di lapangan,
kelembapan tinggi, hujan angin, dan pemupukan N yang berlebihan dapat meningkatkan
keparahan
B.
Bacillus
penyakit.
subtilis
B1
sebagai
Agens
Pengendali
Penyakit
HDB
Bacillus subtilis B1 adalah salah satu jenis Bacillus spp., ialah kelompok bakteri yang umum
ditemukan di berbagai lingkungan ekologi, baik di tanah, air, maupun udara. Bakteri ini
merupakan bakteri gram positif yang dapat membentuk endospora yang berbentuk oval di
bagian sentral sel. Spora berfungsi untuk bertahan hidup antara lain pada suhu dan kondisi
lingkungan yang ekstrim. Sel Bacillus spp. berbentuk batang, berukuran 0,3-2,2 x 1,2-7,0 m
dan mempunyai flagel peritrikus. Bakteri ini dapat tumbuh pada suhu 45 C, pH 5-7, NaCl 7%,
menghidrolisis pati, serta membentuk asam sitrat dari karbohidrat glukosa, arabinosa, manitol,
dan
silosa
(Sonenshein
et
al.,
2002).
Pada umumnya B. subtilis B1 dapat digunakan sebagai agens biokontrol terhadap patogen
tanaman. B. subtilis B1, salah satu jenis antagonis untuk pengendalian hayati telah banyak
diketahui mempunyai kemampuan dalam mengendallkan berbagal macam patogen tanaman.
Potensi besar B. subtilis dalam pengendalian berbagai macam jenis penyakit ini ada
hubungannya dengan kemampuan bakteri dalam memproduksi berbagal macam antimikroba
seperti bacitracin, basilin, basilomisin B, difisidin, oksidifisidin, lesitinase subtilisin dan iturin A.
Kelompok Bacillus juga dikenal sebagal bakteri kelompok Plant Growth-Promoting Rhlzobacteria
(PGPR) yang mampu menginduksi pertumbuhan dan ketahanan tanaman terhadap penyakit
melalui berbagai macam mekanisme. Selain itu bakteri ini bersifat saprofifik (mampu hidup dan
berkembang biak pada sisa-sisa limbah organik). Bacillus subtilis juga sangat dikenal sebagai
bekteri pembentuk endospora yang memiliki ketahanan yang sangat tinggi terhadap kondisi
lingkungan yang kurang baik sebagai struktur bertahan dan sifat ini dapat digunakan untuk
formulasinya
sebagai
agen
hayati
(Giyanto,
2008).
Bacillus subtilis memiliki aktivitas antifungal yang tinggi (Jing dan Qian 2007) dan berperan
dalam menekan beberapa jamur yang bersifat patogen, seperti Rhizoctonia, Fusarium (Zhang et
al., 2009) dan Aspergilus (Muis 2006). Selain memiliki kemampuan dalam menekan
perkembangan fitopatogen, B. subtilis pun diketahui dalam mendukung pertumbuhan tanaman.
McQuilken et al. (1998) mengemukakan bahwa aplikasi B. subtilis pada benih kedelai mampu
mengurangi kerusakan bibit karena kerusakan saat imbibisi. Selain itu, perlakuan benih dengan
B. subtilis untuk merangsang pertumbuhan tanaman dan membantu mengurangi patogen
terbawa benih telah menjadi bahan penelitian yang menarik selama lebih dari 20 tahun terakhir.
Diposkan 11th January 2012 oleh Dina_CiL'S zONE
http://dinapoenyablog.blogspot.co.id/2012/01/bacillus-subtilis-b1-sebagaiagensia.html
PERBEDAAN
DAYA
HAMBAT
Bacillus
subtilis
DAN
Pseudomonas fluorescens TERHADAP PERTUMBUHAN JAMUR
Colletotrichum
gloeosporioides
PENYEBAB
PENYAKIT
ANTRAKNOSA PADA TANAMAN KAKAO
Qurrotun Ayunin
URI: http://repository.unej.ac.id/handle/123456789/6485
Date: 2013-12-09
Abstract:
Colletotrichum gloeosporioides adalah jenis jamur patogen pada tanaman kakao. Jamur ini
menyebabkan penyakit antraknosa. Jamur Colletotrichum gloeosporioides dapat menyerang daun,
buah, dan ranting. Pada daun umumnya menyerang yang masih muda. Ranting yang daun-daunnya
terserang dan gugur dapat mengalami mati pucuk. Pada buah, umumnya Colletotrichum menyerang
buah yang masih pentil (cherelle) atau buah muda. Selanjutnya buah akan layu, mongering, dan
mengeriput. Serangan pada buah tua akan menyebabkan busuk kering pada ujung buah. Bakteri
dilaporkan mempunyai potensi sebagai antagonis atau agen pengendali hayati dari jamur patogenik.
Contoh dari mikroba antagonis yang telah terbukti mampu mengendalikan jamur pathogen adalah
Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens. Mekanisme kerja P. fluorescens dan B. subtilis dalam
menekan serangan penyakit yaitu dengan cara menginduksi ketahanan tanaman, menkoloni akar dan
menstimulasi pertumbuhan tanaman. Peningkatan keefektifan dan spektrum pengendalian serta
ketahanan agensia hayati di lapang, perlu dilakukan usaha dalam mengkombinasikan beberapa agen
biokontrol yang kompatibel dan sinergistik (Tjahjono, 2000:3). Penelitian dilaksanakan di
Laboratorium Fitopatologi Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia dan di Laboratorium
Mikrobiologi Fakultas MIPA Universitas Jember mulai tanggal 21 November sampai 24 Desember
2011, merupakan penelitian in vitro yang dilakukan dengan cara mengantagoniskan secara langsung
antara bakter B. subtilis dan P. fluorescens dengan jamur Colletotrichum gloeosporioides. Waktu yang
digunakan untuk penelitian adalah 7 hari, dimana dalam 7 hari tersebut akan diukur besar persentase
penghambatan setiap harinya. Persentase penghambatan diukur berdasarkan pada Fokkema dan
van der Meulen (1976) yaitu dengan mengukur jari-jari pada kontrol dan jari-jari koloni jamur yang
berhadapan dengan bakteri antagonis. Rancangan penelitian menggunakan Rancangan Acak
Lengkap (RAL) dengan 3 kali ulangan. Analisis data dengan One-Way ANOVA menggunakan SPSS,
dan untuk menguji perbedaan diantara semua pasangan perlakuan dilanjutkan dengan uji Duncan
dengan =0,05. Adapun tujuan dari penelitian adalah menganalisis besar persentase penghambatan
Bacillus subtilis dan Pseudomonas fluorescens dalam menghambat pertumbuhan jamur
Colletotrichum gloeosporioides. Berdasarkan hasil dan analisis yang diperoleh dapat disimpulkan
bahwa Bacillus subtilis lebih efektif daripada Pseudomonas fluorescens dalam menghambat
pertumbuhan jamur Colletotrichum gloeosporioides. Berdasarkan hasil uji ANOVA (Lampiran B.1)
diketahui nilai F hitung untuk penghambatan Bacillus subtilis adalah 62,701, sedangkan nilai F hitung
untuk penghambatan Pseudomonas fluorescens adalah 36,820. Dari data ini dapat disimpulkan
bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara penghambatan Bacillus subtilis dengan
penghambatan Pseudomonas fluorescens terhadap pertumbuhan jamur Colletotrichum
gloeosporioides.
PGPR adalah sejenis bakteri yang hidup di sekitar perakaran tanaman. Bakteri
tersebut hidupnya secara berkoloni menyelimuti akar tanaman. Bagi tanaman keberadaan
mikroorganisme ini akan sangat baik. Bakteri ini memberi keuntungan dalam proses fisiologi
tanaman dan pertumbuhannya
Rhizobakteria pemacu tumbuh tanaman (RPTT) adalah kelompok bakteri yang
menguntungkan yang agresif menduduki (mengkolonisasi) rizosfir (bagian perakaran).
Aktivitas RPTT menguntungkan bagi tanaman baik langsung maupun secara tidak langsung.
Pengaruh langsung RPTT didasarkan atas kemampuannya menyediakan dan
memobilisasiatau memfasilitasi penyerapan berbagai unsur hara dalam tanah serta
mensintesis dan mengubah konsentrasi fithothormon pemacu tumbuh. Sedangkan tidak
langsungnya berkaitan dengan kemampuan menekan aktivitas patogen dengan menghasilkan
berbagai senyawa atau metabolit seperti antibiotik.
Sejumlah bakteri penyedia hara yang hidup pada rhizosfer akar (rhizobakteri) disebut
sebagai rhizobakteri pemacu tumbuh tanaman (plant growthpromoting rhizobacteria =
PGPR). Kelompok ini mempunyai peranan ganda di samping (1) menambat N2 , juga; (2)
menghasilkan hormon tumbuh (seperti IAA, giberelin, sitokinin, etilen, dan lain-lain); (3)
menekan penyakit tanaman asal tanah dengan glukanase, kitinase, sianida memproduksi
siderofor; dan (4) melarutkan P dan hara lainnya (Cattelan et al., 1999; Glick et al., 1995;
Plant growth-promoting rhizobacteria (PGPR) pertama kali diteliti oleh Kloepper dan
Scroth (1982) untuk menggambarkan bakteri tanah yang mendiami daerah perakaran tanaman
yang diinokulasikan ke dalam benih dan ternyata meningkatkan pertumbuhan tanaman. Sejak
pertama kali diperkenalkan oleh Kloepper dan Scroth (1982) , PGPR mengalami
perkembangan yang sangat cepat, terutama pada beberapa tahun terakhir.
PGPR berada Disekitar Akar, akar adalah sumber kehidupan, disana terjadi pertukaran udara,
unsur hara, dekomposisi dll.
Bakteri Pseudomonasssp.f
lourennscses
Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu pertumbuhan dan fisiologi akar
serta mampu mengurangi penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu
sebagai tambahan bagi kompos dan mempercepat proses pengomposan. Pengurangan
pestisida dan rotasi penanaman dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri bakteri
yang menguntungkan seperti PGPR.
Aplikasi PGPR mampu mengurangi kejadian dan keparahan penyakit. Beberapa
bakteri PGPR yang diinokulasikan pada benih sebelum tanam dapat memberi pertahanan
pada tudung akar tanaman. Hal inilah yang membuat bakteri PGPR mampu mengurangi
keparahan dari penyakit dumping-off (Pythium ultimatum) di tanaman. Beberapa bakteri
PGPR mampu memproduksi racun bagi patogen tanaman, misalnya bakteri Bacillus
subtilis mampu melawan cendawan patogen.
PGPR dapat meningkatkan kualitas pertumbuhan tanaman melalui : produksi hormon
pertumbuhan kemampuan fiksasi N untuk peningkatan penyediaan N tanah, penghasil
osmolit sebagai osmoprotektan pada kondisi cekaman kekeringan dan penghasil senyawa
tertentu yang dapat membunuh patogen tanaman (Kloepper, 1993).
Menurut Lalande et al. (1989), Pseudomonas sp. mampu menghasilkan hormon pemacu
pertumbuhan tanaman yang dapat meningkatkan berat kering tanaman jagung mencapai 9%,
sedangkan Salmonellaliquefaciens meningkatkan
berat
kering
mencapai
10%
dan Bacillus sp. meningkatkan berat kering mencapai 7% lebih tinggi dibanding kontrol.
Berikut kelebihan dari PGPR diantaranya :
Menambah fiksasi nitrogen di tanaman kacang kacangan
Memacu pertumbuhan bakteri fiksasi nitrogen bebas
Meningkatkan ketersediaan nutrisi lain seperti phospat, belerang, besi dan tembaga
Memproduksi hormon tanaman
Menambah bakteri dan cendawan yang menguntungkan
Mengontrol hama dan penyakit tumbuhan
http://kuliahagroteknologi.blogspot.co.id/2012/06/pembuatan-danpengaplikasian-pgpr-plant.html
Fungsi PGPR
Fungsi PGPR bagi tanaman yaitu mampu memacu
pertumbuhan dan fisiologi akar serta mampu mengurangi
penyakit atau kerusakan oleh serangga. Fungsi lainnya yaitu
sebagai tambahan bagi kompos dan mempercepat proses
pengomposan. Pengurangan pestisida dan rotasi penanaman
dapat memacu pertumbuhan populasi dari bakteri bakteri
yang menguntungkan seperti PGPR.
Inokulasi benih
Ada banyak cara untuk menambah pertumbuhan tanaman.
Worosuryani, Catharina
Pembimbing: Dr.Ir. Achmadi Priyatmojo, M.Sc
ABSTRACT : Soil fungi occurred in the rhizosphere of many cultivated crops and wild grasses in
the sandy soil were effective in enhancing the plant growth. A field experiment was conducted to
study the effect of soil fungi from sandy soil as plant growth promoting fungi (PGPF) and
antagonism to soil born pathogens. PGPF were isolation from rhizosphere of onions, peppers, water
melons, corns and wild grasses in Samas and Bugel Yogyakarta. The experiment was conducted in
Clinical Laboratory of Plant Pathology and glass house of Agriculture Faculty Gadjah Mada
University in Yogyakarta, and plastic house in Bantul. The treatment was conducted in Split-plot,
where sub plot as PGPF and main plot as Fusarium oxysporum f. sp. niveum inoculation with 5
replications. Parameter observed was biomass, plant hight, Disease Intensity, and Disease Severity
Index. Among 33 rhizosphere fungi tested, 26 fungi isolates were PGPF. Out of the nine screening
isolates, Trichoderma spp. (SB32, CB32 and CB21) and Penicillium spp. (SB42 and CW32) were
effective in enhancing the growth of water melon. They enhanced significantly the hight and dry
biomass of plants compared with control. In the antagonism tested, Trichoderma sp. (SB32),
Penicillium sp. (SB42) and Aspergillus sp. (SB41) were effective to supreess Fusarium oxysporum f
sp niveum with disease index of 0%. Trichoderma spp. (CB32 and CB21) dan Penicillium sp. (CW32)
were less effective to suppress the diseasewith disease index of 15,6; 9,4 and 25,4% respectively.
INTISARI : Dalam rhizofer tanaman budidaya dan rumput liar di lahan pasir terdapat jamurjamur
tanah yang mampu bertahan dan memacu pertumbuhan tanaman. Penelitian bertujuan untuk
mengetahui kemampuan jamur tanah sebagai PGPF dan menekan serangan patogen terhadap
tanaman. PGPF diisolasi dari rhizosfer tanaman bawang merah, cabai, semangka, jagung dan
rumput liar lahan pasir di pantai Samas dan Bugel, Yogyakarta. Penelitian dilakukan di
Laboratorium IPT Klinik dan rumah kaca Fakultas Pertanian Universitas Gajah Mada Yogyakarta dan
rumah plastik di Bantul. Penelitian menggunakan split plot, sub plot perlakuan PGPF dan main plot
perlakuan inokulasi Fusarium oxysporum f. sp. niveum dengan 5 ulangan. Parameter yang diamati
adalah DSI (Disease severity index), Intensitas penyakit (IP), tinggi tanaman dan berat kering
tanaman. Dari 33 isolat yang diperoleh dari rhizosfer lahan pasir terdapat 25 isolat dapat berperan
sebagai PGPF. Sembilan isolat PGPF terpilih, Trichoderma spp. (isolat SB32,CB32 dan CB21),
Penicillium spp. (isolat SB42 dan CW32) dan Aspergillus spp. (isolat BB12, CB32, SW52, dan SB41)
merupakan isolat yang efektif meningkatkan pertumbuhan tanaman. Isolat ini mampu
meningkatkan tinggi tanaman dan berat kering tanaman dibandingkan dengan kontrol. Pada
tanaman semangka, Trichoderma sp. isolat SB32, Penicillium sp. isolat SB42 dan Aspergillus sp.
isolat SB41 efektif menekan serangan Fusarium oxysporum f. sp. niveum, isolat CB32, CB21 dan
CW32 menghambat serangan Fusarium oxysporum f. sp. niveum masingmasing sebesar 15,6; 9,4
dan 25,4%. Pertumbuhan tanaman dengan PGPF belum dapat efektif, karena hasil tanaman belum
dapat diketahui. Efektifitas PGPF tergantung juga pada hara tanah yang dapat menambah
kemampuan pemacu pertumbuhan tanaman.
Kata kunci
Program Studi
S2 Fitopatologi UGM
No Inventaris
c.1 (0116-H-2006)
Deskripsi
Bahasa
Indonesia
Jenis
Tesis
Penerbit
Lokasi
File
http://etd.repository.ugm.ac.id/index.php?
mod=penelitian_detail&sub=PenelitianDetail&act=view&typ=html&buku_id=288
10
PGPR
PGPR merupakan salah satu agens antagonis patogen tumbuhan dalam menekan populasi
atau aktivitas patogen tumbuhan dapat berupa hiperparasitisme, kompetisi terhadap ruang
dan hara serta antibiosis dan lisis. Agens antagonis patogen tumbuhan adalah
mikroorganisme yang mengintervensi aktivitas patogen dalam menimbulkan panyakit
tumbuhan. Agens tersebut tidak dapat mengejar inang yang telah masuk ke dalam tanaman.
Efektivitasnya dapat dilihat dengan tidak berkembangnya penyakit
tersebut. Bakteri Pseudomonas fluorescens dapat menghasilkan spora, yang bersifat
aerobic gram negatif, banyak ditemukan pada daerah rizofir dan tanah, serta lebih efektif
pada tanah netral dan basa. Penanaman pada tanah yang lembab dapat meningkatkan
populasi, kolonisasi akar yang merupakan persyaratan sebagai agen biokontrol. Proses
Antagonis, tipe mekanisme antagonis Pseudomonas fluorescens berupa kompetisi unsur
hara dalam tanah. Dapat menekan perkembangan Fusarium sp. melalui kompetisi terhadap
unsur Fe yang tersedia. Pseudomonas merupakan salah satu genus dari
Famili Pseudomonadaceae. Bakteri ini berbentuk batang lurus atau lengkung, ukuran tiap
sel bakteri 0.5-0.1 1m x 1.5-4.0 m, tidak membentuk spora dan bereaksi negatif terhadap
pewarnaan Gram.Pseudomonas terbagi atas grup, diantaranya adalah sub-grup
berpendarfluor(Fluorescent) yang dapat mengeluarkan pigmen phenazine.
Kemampuan PGPR sebagai agens pengendalian hayati adalah karena kemampuannya
bersaing untuk mendapatkan zat makanan, atau karena hasil-hasil metabolit seperti
siderofor, hidrogen sianida, antibiotik, atau enzim ekstraselluler yang bersifat antagonis
melawan patogen