Anda di halaman 1dari 12

Penyebab yang menyerang tanaman padi ada beberapa jenis pathogen

Klasikasi Xanthomonas campestrispv Oryzae Dye adalah sebagai berikut:

Phylum : Prokaryota

Kelas : Scizomycetes

Ordo : Pseudomonadales

Famili : Pseudomonadaceae

Genus : Xanthomonas

Spesies : Xanthomonas campestris pv. Oryzae

Bakteri Xanthomonas campestris pv. Oryzae berbentuk batang pendek, di ujungnya


mempunyai satu flagel dan berfungsi sebagai alat gerak. Bakteri ini berukuran 6-8 bersifat
aerob,gram negatif dan tidak membentuk spora . Diatas media PDA bakteri ini membentuk koloni
bulat cembung yang berwarna kuning keputihan sampai kuning kecoklatan dan mempunyai
permukaan yang licin.

Pengembangan varietas padi unggul dengan dengan hasil tinggi tetapi peka terhadap
penyakit menyebabkan semakin tersebar luasnya penyakit ini. Gejala serangan penyakit hawar
daun bakteri pada tanaman padi bersifat sistematis dan dapat menginfeksi tanaman pada berbagai
stadium pertumbuhan. Gejala penyakit ini dapat dibedakan menjadi tiga macam,yaitu:

(1). Gejala layu (kresek) pada tanaman muda atau tanaman dewasa yang peka ,

(2). Gejala hawar dan

(3). Gejala daun kuning pucat.

Gejala layu yang kemudian dikenal dengan nama kresek umumnya terhadap pada tanaman
muda berumur 1-2 minggu setelah tanam atau tanaman dewasa yang rentan . Pada awalnya gejala
terdapat pada tepi daun atau bagian daun yang luka berupa garis bercak kebasahan, bercak tersebut
meluas berwarna hijau keabu-abuan , selanjutnya seluruh daun menjadi keriput dan akhirnya layu
seperti tersiram air panas. Sering kali bila air irigasi tinggi, tanaman yang layu terkulai
kepermukaan air dan menjadi busuk. Pada tanaman yang peka terhadap penyakit ini, gejala terus
berkembang hingga seluruh permukaan daun, bahkan kadang-kadang pelepah padi sampai
mengering. Pada pagi hari cuaca lembab, eksudat bakteri sering keluar ke permukaan daun dan
mudah jatuh oleh hembusan angin, gesekan angin, gesekan daun atau percikan air hujan. Eksudat
ini merupakan sumber penularan yang efektif.

Faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit hawar daun bakteri kultivar


padi mempunyai tingkat ketahanan yang berbeda terhadap Xanthomonas.Ketahanan disebabkan
karena:

1. Bakteri terhambat penetrasinya,

2. Bakteri tidak dapat meluas secara sistematik, dan

3. Tanaman bereaksi langsung tehadap bakteri.

Penyebaran penyakit yang disebabkan oleh Xanthomonas dibantu juga oleh hujan, karena
hujan akan meningkatkan kelembaban dan membantu pemencaran bakteri. Intensitas penyakit
yang tertinggi terjadi pada akhir musim hujan.Menjelang musim kemarau, suhu optimum untuk
perkembangan Xanthomonas adalah sekitar 300C.

Pengendalian penyakit hawar daun bakteri akan lebih berhasil bila dilaksanakan secara
terpadu, mengingat berbagai faktor dapat mempengaruhi penyakit ini dilapangan, misalnya
keadaan tanah, pengairan, pemupukan, kelembaban, suhu dan ketahanan varietas padi yang
ditanam. Usaha terpadu yang dapat dilaksanakan mencangkup penanaman varietas yang tahan,
pembuatan persemaian kering atau tidak terendam air, jarak tanam tidak terlalu rapat, tidak
memotong akar dan daun bibit yang akan ditanam, air tidak terlalu tinggi pada waktu tanaman
baru ditanam dan menghindari pemberian pupuk N yang terlalu tinggi.

Upaya pengendalian untuk mengatasi penyakit ini yaitu dengan melakukan beberapa hal :
1. Perbaikan cara bercocok tanam,melalui: Pengolahan tanah secara optimal.

Pengaturan pola tanam dan waktu tanam serempak dalam satu hamparan.

Pergiliran tanam dan varietas tahan


Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.

Pengaturan jarak tanam.

Penanaman varietas unggul dari benih yang sehat.

Pengaturan jarak tanam

Pemupukan berimbang (N,P,K dan unsur mikro) sesuai dengan fase pertumbuhan dan
musim

Pengaturan sistem pengairan sesuai dengan fase pertumbuhan tanaman.

2. Sanitasi lingkungan.

3. Pemanfaatan agensi hayati Corynebacterium.

4. Penyemprotan bacterisida anjuran paling efektif dan diizinkan secara bijaksana berdasarkan.

hasil pengamatan.

Hawar Pelepah Padi

Klasifikasi Rhizoctonia solani sebagai berikut:

Kingdom : Fungi

Phylum : Basidiomycota

Class : Agaricomycetes

Order : Cantharellales

Family : Ceratobasidiaceae

Genus : Rhizoctonia

Species : R. Solani

Hawar pelepah padi menjadi penyakit yang semakin penting di beberapa negara penghasil
padi. Di indonesia, hawar pelepah mudah ditemukan pada ekosistem padi dataran tinggi sampai
dataran rendah. Gejala penyakit dimulai pada bagian pelepah dekat permukaan air. Gejala berupa
bercak-bercak besar berbentuk jorong, tepi tidak teratur berwarna coklat dan bagian tengah
berwarna putih pucat. Semenjak dikembangkan varietas padi yang beranakan banyak dan
didukung oleh pemberian pupuk yang berlebihan terutama nitrogen, serta cara tanam dengan jarak
yang rapat menyebabkan perkembangan hawar pelepah semakin parah. Kehilangan hasil padi
akibat penyakit hawar pelepah dapat mencapai 30%.

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, penyakit hawar pelepah mulai terlihat
berkembang di sawah pada saat tanaman padi stadia anakan maksimum dan terus berkembang
sampai menjelang panen, namun kadang tanaman padi di pembibitan dapat terinfeksi parah.
Rhizoctonia solani Kuhn termasuk cendawan tanah, sehingga disamping dapat bersifat sebagai
parasit juga dapat sebagai saprofit. Pada saat tidak ada tanaman padi, cendawan ini dapat
menginfeksi beberapa gulma di pematang juga tanaman palawija yang biasanya digunakan untuk
pergiliran tanaman seperti jagung dan kacang-kacangan. Cendawan ini bertahan di tanah dalam
bentuk sklerosia maupun miselium yang dorman. Sklerosia banyak terbentuk pada tumpukan
jerami sisa panen maupun pada seresah tanaman yang lain. Selama pengolahan tanah sklerosia
tersebut dapat tersebar ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit hawar
pelepah pada musim tanam berikutnya. Fenomena ini menunjukkan bahwa sumber inokulum
penyakit hawar pelepah selalu tersedia sepanjang musim.

Rhizoctonia solani terutama menyerang benih tanaman dibawah permukaan tanah, tetapi
juga dapat menginfeksi polong,akar,daun dan batang. Gejala yang paling umum dari Rhizoctonia
adalah “redaman off”, atau kegagalan benih yang terinfeksi untuk berkecambah. Rhizoctonia
soloni dapat menyerang benih sebelum berkecambah atau dapat membunuh bibit sangat muda
segera setelah terjadi perkecambah. Ada berbagai kondisi lingkungan yang menempatkan tanaman
pada risiko tinggi infeksi karena Rhizoctonia patogen lebih suka iklim basah hangat untuk infeksi
dan pertumbuhan. Bibit adalah yang paling rentan terhadap penyakit hawar pada pelepah.

Siklus penyakit Rhizoctonia solani dapat bertahan dalam tanah selama bertahun-tahun
dalam bentuk sclerotio. Sclerotia dari Rhizoctonia memiliki lapisan luar tebal memungkinkan
untuk bertahan hidup dan berfungsi sebagai pelindung dari suhu dingin,pathogen juga dapat
mengambil bentuk miselium yang berada di permukaan tanah. Jamur tertarik oleh rangsangan
kimia yang dilepaskan oleh tanaman yang tumbuh atau residu tanaman membusuk. Proses
penetrasi dari sebuah host dapat dicapai dalam beberapa cara. Pathogen dapat melepaskan enzim
yang dapat memecahkan dinding sel tanaman,dan terus menjajah dan tumbuh di dalam jaringan
yang mati. Ini adalah rincian dari sel dinding dan kolonisasi pathogen dalam host adalah apa bentuk
sclerotia tersebut.Baru innoculum diproduksi didalam jaringan host,dan siklusyang baru diulang
saat tanaman baru menjadi tersedia.Siklus penyakit dimulai seperti

1) yang sclerotia atau miselium melewati musim dingin pada tanaman puing,tanah atau
host.

2) Para hifa muda dan basidia berbuah (jarang) muncul dan menghasilkan miselium dan
basidiospora.

3) Produksi sangat jarang dari basidiospora berkecambah menembus stoma sedangkan


tanah miselium pada permukaan tanaman dan mengeluarkan enzim yang diperlukan ke permukaan
tanaman dalam rangka untuk memulai infeksi dari tanaman inang.

4) Setelah mereka berhasil menyerang miselium host-nekrosik dan membentuk sclerotia


dalam dan di sekitar jaringan yang terinfeksi yang kemudian mengarah ke berbagai gejala yang
berhubungan dengan penyakit seperti tanah busuk,busuk batang,rendaman dan lain sebagainya.

Dilihat dari cara hidupnya patogen dikenal lebih menyukai cuaca yang basah,hangat dan
wabah biasanya terjadi pada bulan-bulan awal musim panas kebanyakan gejala patogen tidak
terjadi sampai akhir musim panas dan dengan demikian sebagian besar petani tidak menyadari
tanaman terjangkit sampai panen. Kombinasi faktor lingkungan telah dikaitkan dengan prevalensi
patogen seperti:

adanya tanaman inang, curah hujan sering atau irigasi dan suhu meningkat di musim semi
dan musim panas. Selain itu, pengurangan drainase tanah karena berbagai teknik seperti
pemadatan tanah juga dikenal untuk menciptakan lingkungan yang menguntungkan bagi
patogen.Patogen tersebar sebagai sclerotia,dan sclerotia ini dapat berpergian dengan sarana
angin,air atau tanah gerakan antara tanaman inang.

Pengendalian hawar pelepah padi (Rhizoctonia solani Kuhn) dapat dikendalikan secara
kimia, biologi dan teknik budidayanya. Pengendalian secara kimia dengan menggunakan fungisida
berbahan aktif benomyl, difenoconazal, mankozeb, dan validamycin dengan dosis 2cc atau 2g per
satu liter air dapat menekan perkembangan cendawa R. Solani kuhn
Pengendalian secara biologi dengan penyemprotan beberapa bakteri antagonis dapat mengurangi
tingkat keparahan hawar pelepah. Penambahan bahan organik yang sudah terdekomposisi
sempurna/sudah matang (kompos jerami dengan C/N rasio ±10) dengan dosis 2 ton/ha, dapat
menekan perkecambahan sklerosia di dalam tanah dan menghambat laju perkembangan penyakit
hawar pelepah di pertanaman.

Pengendalian dengan teknik budidaya diantaranya yaitu menerapkan jarak tanam tidak
terlalu rapat, pemupukan komplit dengan pemberian nitrogen sesuai kebutuhan, serta didukung
oleh cara pengairan yang berselang. Cara ini dapat menekan laju infeksi cendawan R. solani pada
tanaman padi. Disamping itu, pengurangan sumber inokulum di lapangan dapat dilakukan dengan
sanitasi terhadap gulma-gulma disekitar sawah. Pengendalian penyakit hawar pelepah mempunyai
peluang keberhasilan yang lebih tinggi bila taktik-taktik pengendalian tersebut di atas dipadukan
(pengendalian penyakit secara terpadu).

Penyakit Blas

Klasifikasi penyakit blas sebagai berikut:

Kingdom : Plantae

Divisio : Mycota

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Family : Moniliaceae

Genus : Pyricularia

Spesies : Pyricularia oryzae Cav.

Di Indonesia Penyakit blas (Pyricularia grisea) merupakan penyakit penting terutama pada
padi gogo. Akhir-akhir ini penyakit blas khususnya blas leher menjadi tantangan yang lebih serius
karena banyak ditemukan pada beberapa varietas padi sawah di Jalur Pantura Jawa Barat.
Penyebab penyakit dapat menginfeksi tanaman pada semua stadium tumbuh dan menyebabkan
tanaman puso. Pada tanaman stadium vegetatif biasanya menginfeksi bagian daun, disebut blas
daun (leaf blast). Pada stadium generatif selain menginfeksi daun juga menginfeksi leher malai
disebut blas leher (neck blast).

Dilihat dari segi biologi dan ekologinya, gejala penyakit blas dapat timbul pada daun,
batang, malai, dan gabah, tetapi yang umum adalah pada daun dan pada leher malai. Gejala pada
daun berupa bercak-bercak berbentuk seperti belah ketupat dengan ujung runcing. Pusat bercak
berwarna kelabu atau keputih-putihan dan biasanya memmpunyai tepi coklat atau coklat
kemerahan. Gejala penyakit blas yang khas adalah busuknya ujung tangkai malai yang disebut
busuk leher (neck rot). Tangkai malai yang busuk mudah patah dan menyebabkan gabah hampa.
Pada gabah yang sakit terdapat bercak-bercak kecil yang bulat.

Penularan penyakit blas terjadi melalui konidia yang terbawa angin. Konidia dibentuk dan
dilepas waktu malam, meskipun serimg terjadi siang hari sehabis turun hujan. Konidium ini hanya
dilepaskan jika kelembaban nisbi udara lebih tinggi dari 90%. Pelepasan terjadi secara eksplosif,
karena pecahnya sel kecil di bawah konidium sebagai akibat dari pengaruh tekanan osmotik.
Penetrasi kebanyakan terjadi secara langsung dengan menembus kutikula. Permukaan atas daun
dan daun-daun yang lebih muda lebih mudah dipenetrasi. Patogen P. oryzae dapat
mempertahankan diri pada sisa-sisa tanaman dan gabah dalam bentuk miselium dan konidium.

Penyakit blas tingkat keparahannya di pengaruhi oleh beberapa faktor. Kelebihan nitrogen
dan kekurangan air menambah kerentanan tanaman. Diduga bahwa kedua faktor tersebut
menyebabkan kadar silikon tanaman rendah. Kandungan silikon dalam jaringan tanaman
menentukan ketebalan dan kekerasan dinding sel sehingga mempengaruhi terjadinya penetrasi
patogen kedalam jaringan tanaman. Tanaman padi yang berkadar silikon rendah akan lebih rentan
terhadap infeksi patogen. Pupuk nitrogen berkorelasi positif terhadap keparahan penyakit blas.
Artinya makin tinggi pupuk nitrogen keparahan penyakit makin tinggi.

Perkecambahan konidium Pyricularia grisea memerlukan air. Jangka waktu


pengembunan atau air hujan merupakan kondisi yang sangat menentukan bagi konidium yang
menempel pada permukaan daun untuk berkecambah dan selanjutnya menginfeksi jaringan
tanaman. Bila kondisi sangat baik yaitu periode basah lebih dari 5 jam, sekitar 50% konidium
dapat menginfeksi jaringan tanaman dalam waktu 6-10 jam. Suhu optimum untuk perkecambahan
konidium dan pembentukan apresorium adalah 25-28 C.
Untuk mengendalikan penyakit blaz agar tidak berlebihan maka sampai saat ini
pengendalian yang paling efektif adalah dengan varietas tahan. Varietas Limboto, Way Rarem,
dan Jatiluhur di beberapa tempat di Purwakarta, Subang, dan Indramayu tergolong tahan terhadap
penyakit blas leher. Patogen P. grisea sangat mudah membentuk ras baru yang lebih virulen dan
ketahanan varietas sangat ditentukan oleh dominasi ras patogen. Hal ini menyebabkan penggunaan
varietas tahan sangat dibatasi oleh waktu dan tempat. Artinya varietas yang semula tahan akan
menjadi rentan setelah ditanam beberapa musim dan varietas yang tahan di satu tempat mungkin
rentan di tampat lain. Ketahanan varietas yang hanya ditentukan oleh satu gen (monogenic
resistant) mudah terpatahkan. Untuk itu pembentukan varietas tahan yang memiliki lebih dari satu
gen tahan (polygenic resistant) sangat diperlukan. Penggunaan varietas harus disesuaikan dengan
kondisi struktur populasi ras yang ada. Pergiliran varietas dengan varietas unggul lokal yang
umumnya tahan terhadap penyakit blas sangat dianjurkan. Penyakit blas merupakan penyakit yang
terbawa benih (seed borne pathogen), maka untuk mencegah penyakit blas dianjurkan tidak
menggunakan benih yang berasal dari daerah endemis penyakit blas.

Kita tahu bahwa ketahanan varietas terhadap penyakit tidak berlangsung lama, maka
diperlukan pendukung untuk menjaga ketahanan varietas itu yaitu dengan menggunakan fungisida.
Fungisida merupakan teknologi yang sangat praktis untuk mengatasi penyakit blas, namun hal
tersebut menyebabkan terganggunya ekosistem disekitarnya., maka fungisida harus digunakan
secara rasional yaitu harus memperhatikan jenis, dosis dan waktu aplikasi yang tepat.

Busuk Batang

Klasifikasi busuk batang jamur Helminthosporium oryzae di klasifikasikan sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisio : Amastigomycotae

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Monitiales

Famili : Dematlaceae

Genus : Helminthosporium
Spesies : Helminthosporium oryzae

Di indonesia penyakit busuk pada batang padi merupaka n penyakit utama. Kehilangan
hasil padi akibat penyakit busuk batang 25-30%. Busuk batang ditemukan lebih parah pada
varietas padi beranakan banyak yang ditanam pada lokasi kahat kalium serta berdrainase jelek.
Umumnya penyakit ini kurang mendapat perhatian, karena dianggap sebagai gangguan yang
bersifat klasik dan biasa-biasa saja

Dilihat dari sifat biologi dan ekologinya,gejala penyakit diawali dengan bercak kecil
kehitaman pada pelepah bagian luar di atas batas permukaan air, selanjutnya bercak membesar.
Cendawan penyebab penyakit menembus bagian dalam pelepah dan menginfeksi batang sehingga
menyebabkan busuk pada batang dan pelepah. Cendawan penyebab busuk batang menghasilkan
sklerosia yang berbentuk bulat kecil berwarna hitam. Sklerosia banyak terdapat pada bagian
dalam batang padi yang membusuk.Selama kondisi lingkungan kurang menguntungkan, cendawan
menghasilkan sklerosia secara berlimpah sebagai alat untuk bertahan hidup. Sklerosia tersimpan
dalam tunggul dan jerami sisa panen. Selama pengolahan tanah sklerosia tersebut dapat tersebar
ke seluruh petakan sawah dan menjadi inokulum awal penyakit busuk batang pada musim tanam
berikutnya.

Maka untuk mengendalikan penyakit busuk batang kita menggunakan tanaman varietas
tahan, namun karena tanaman memiliki ketahanan varietas tertentu maka untuk itu kita
menggunakan fungisida yang berbahan aktif difenoconazal untuk menggendalikan penyakit busuk
batang.selain itu teknik pengolahan lingkungan seperti jerami dan tunggul dari tanaman yang
terinfeksi diangkut keluar petakan sawah dan dibakar, pengeringan sawah secara berkala, dan lain
sebagainya.

Bercak Daun Cercospora

Klasifikasi penyakit bercak daun yang disebabkan oleh jamur Cercospora sp sebagai berikut:

Kingdom : Myceteae

Divisi : Amastigomycotae

Kelas : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales
Famili : Dematiaceae

Genus : Cercospora

Spesies : Cercospora sp

Penyakit bercak daun di Indonesia yang disebabkan oleh Cercospora sangat banyak
ditemukan di daerah persawahan dan hal itu sangat merugikan apalagi pada sawah tadah hujan
yang kahat kalium. Hal itu disebabkan oleh keringnya daun sebelum waktunya dan keringnya
pelepah yang menyebabkan tanaman padi menjadi rebah. Dari sifat biologi dan ekologinya, gejala
yang ditimbulkan akibat serangan Cerospora sp berupa bercak-bercak sempit memenjang,
berwarna coklat kemerahan sejajar ibu tulang daun, dengan ukuran panjang kurang lebih 5 mm
dan 1-1,5 mm. Banyaknya bercak makin meningkat pada waktu tanaman membentuk anakan. Pada
saat tanaman mulai masak gejala yang berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling
berat mulai terlihat pada daun bendera dan gejala paling berat menyebabkan daun mengering dan
batang menjadi rebah. Jamur penyebab penyakit bercak daun mengadakan penetrasi ke jaringan
melalui stomata. Perkembangan penyakit bercak daun sangat dipengaruhi oleh faktor ketahanan
varietas dan pemupukan. Pengendalian penyakit bercak daun cercospora adalah dengan
penanaman varietas tahan dan perbaikan kondisi tanaman.Pemupukan N, P, dan K yang
mencukup kebutuhan tanaman sangat efektif menekan perkembangan penyakit. Penyemprotan
fungisida difenoconazol satu kali dengan dosis 1 cc per satu liter air volume semprot 400-500 l /ha
pada stadium anakan maksimum, menekan perkembangan penyakit bercak daun cercospora
hingga 32,10%.

Penyakit Tungro Pada Padi

Penyakit tungro disebabkan oleh dua jenis virus yang berbeda yaitu virus bentuk batang
Rice Tungro Bacilliform Virus (RTBV) dan virus bentuk bulat Rice Tungro Spherical Virus
(RTSV). Kedua jenis virus tersebut tidak memiliki kekerabatan serologi dan dapat menginfeksi
tanaman secara bersama-sama. Virus tungro hanya ditularkan oleh wereng hijau (sebagai vektor)
tidak terjadi multiplikasi dalam tubuh wereng dan tidak terbawa pada keturunananya. Sejumlah
species wereng hijau dapat menularkan virus tungro, namun Nephotettix virescens merupakan
wereng hijau yang paling efisien sehingga perlu diwaspadai keberadaannya. Penularan virus
tungro dapat terjadi apabila vektor memperoleh virus setelah mengisap tanaman yang terinfeksi
virus kemudian berpindah dan mengisap tanaman sehat tanpa melalui periode laten dalam tubuh
vektor.

Klasifikasi biologi patogen penyebab penyakit tungro adalah sebagai berikut :

Rice tungro bacilliform virus (RTBV)

·Group : Group VII (dsDNA-RT)

·Family: Caulimoviridae

·Genus : Tungrovirus

·Species: Rice tungro bacilliform virus

Rice tungro spherical virus (RTSV)

·Group : Group IV ((+)ssRNA)

·Family : Sequiviridae

·Genus : Waikavirus

·Species: Rice tungro spherical virus

a. Gejala Serangan

Gejala penyakit tungro umumnya muncul kurang lebih seminggu setelah inokulasi, dimulai
dari adanya diskolorasi kekuningan pada ujung daun muda, kemudian diikuti klorosis di antara
vena daun. Tanarnan yang sakit parah mcmpunyai anakan sedikit, pertumbuhan akar terhambat,
sangat kerdil, dan menghasilkan panikel yang kecil dengan bulir-bulir gabah kosong. Gejala
penyakit akan persisten pada varietas yang rentan, sedangkan pada varietas yang agak tahan gejala
tidak berkembang pada daun muda dan ada kecenderungan sehat kembali.

Serangan tungro di suatu hamparan sawah pada umumnya terlihat berkelompok, suatu
indikasi bahwa waktu infcksi berbeda-beda. Sebaran tanaman sakit yang mengelompok dapat
menyebabkan hamparan tanaman padi terlihat seperti bergelombang karena adanya perbedaan
tinggi tanaman antara tanaman sehat dan sakit. Pada varietas yang agak tahan, setelah petani
memberikan tambahan pupuk nitrogen, pertanaman padi yang semula sakit tampak seperti
sembuh, menghijau kembali dan memberikan harapan untuk memperoleh hasil panen, walaupun
sebenarnya virus-virus tungro masih tetap ada dan berkembang di dalamnya. Yang sering terjadi
pada varietas yang rentan, pertanaman tampak merana sampai waktu panen atau sampai ada usaha
sanitasi untuk menghilangkan sumber penyakit. Pada kasus yang lain apabila pertanaman padi
terhindar dan infeksi sampai umur dua bulan, maka virus-virus rungro tidak akan mengakibatkan
kerusakan tanaman dan kehilangan hasil panen. Gejala khas serangan Penyakit Tungro yaitu daun
berwarna kuning oranye (berbintik-bintik karat berwarna hitam) yang dimulai dari ujung daun
selanjutnya berkembang ke bagian bawah. Akibat serangan tungro, jumlah anakan berkurang,
tanaman kerdil serta malai yang terbentuk lebih pendek dan banyak yang hampa, biasanya tinggi
tanaman tidak merata. Tingkat berkurangnya jumlah anakan dan kekerdilan tergantung pada saat
infeksi dan ketahanan varietas. Gejala lain yaitu terjadinya pemendekan jarak antara pangkal daun
atau bahkan berhimpitan atau kadang-kadang satu bidang sehingga terlihat seperti kipas.

b. Pengendalian penyakit

Pada prinsipnya penyakit tungro tidak dapat dikendalikan secara langsung artinya, tanaman
yang telah terserang tidak dapat disembuhkan.Pengendalian bertujuan untuk mencegah dan
meluasnya serangan serta menekan populasi wereng hijau yang menularkan penyakit. Mengingat
banyaknya faktor yang berpengaruh pada terjadinya serangan dan intensitas serangan, serta untuk
mencapai efektivitas dan efisiensi, upaya pengedalian harus dilakukan secara terpadu yang
meliputi :

a. Waktu tanam tepat


b. Tanam serempak
c. Menanam varietas tahan
d. Memusnahkan (eradikasi) tanaman terserang
e. Pemupukan N yang tepat
f. Penggunaan pestisida

Anda mungkin juga menyukai