JURUSAN : AGROTEKNOLOGI
1
Gambar 1. Bercak Daun Alternaria
Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada
jaringan tua memproduksi konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang
dapat menopang konidia. Konidia dari dari Alternaria sp. cukup besar
gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora
aseksual (konidia) dengan panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi
terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC dimana spora dewasa dapat
terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.
2
Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua
tahap pertumbuhan, termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi
pada daun yang lebih tua, karena mereka lebih dekat dengan tanah dan
lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau hujan ditiup
angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun
terinfeksi. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan
damping off atau tanaman kerdil.
Bentuk bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang
jarum hingga yang berdiameter 5 cm. Umumnya serangan dimulai dengan
adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga kurang lebih
berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala
ini sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab
tampak bulu-bulu halus kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut
sering terdapat cincin-cincin sepusat.
3
khlamidospora dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan
khlamidospora berkembang dengan baik pada temperatur rendah (3℃) dan
tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam studi in vitro).
Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada
suhu kamar. Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium
bawah kulit biji, mungkin sumber utama transportasi untuk patogen
tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air, peralatan dan hewan.
Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.
Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia
dari A. brassicae menempel pada permukaan inang. Konidia tersebut
kemudian membentuk kecambah. Dalam satu konidia, kecambah yang
terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit tanaman
dengan dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang
yang berasal dari tabung kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui
luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian besar dimulai pada daun.
Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular yaitu
melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di
jaringan yang terinfeksi tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang
sehingga menyebabkan batang damping off. Setelah ke batang, gejala
kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema dari
perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat
dilakukan dengan perlakuan kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan
kultur teknis diantaranya:
4
c. Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan
pemberantasan gulma silangan dapat membantu mengendalikan
patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8 sampai
12 minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang
ditanam segera setelah panen sering bertepatan dengan jumlah besar
inokulum yang kemungkinan yang berefek pada munculnya tanaman
dan tahap pertumbuhan awal.
Gejala
5
mengeluarkan benang untuk menyelamatkan benang untuk
menyelamatkan diri, ketika merasa terancam.
Penyebab
Asal mula : Kehadirannya dipicu suhu dan kelembaban tinggi lantaran saat
itu serangga dewasa ramai-ramai berbiak. Imago menghasilkan telur yang
menetas menjadi larva. Larva instar 1 menggorok daun,. Instar berikut
memakan permukaan daun dan meningalkan lubang serta luka-luka.
Penanggulangan
6
Plutella xylostella sebagai inang untuk sumber makanan larva parasitoid.
Selain itu melakukan rotasi tanaman selain keluarga kubis-kubisan.
Dari Gambar diatas terlihat bahwa terong mengalami busuk buah dan
busuk batang. Busuk buah pada terong disebabkan jamur Phytophthora
sp., Phomopsis vexans dan Phytium sp. Gejala serangannya yaitu adanya
bercak-bercak coklat kebasahan pada buah sehingga buah busuk pada
buah terong. Ada beberapa cara pengendalian hama dan penyakit.
7
terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan seperti fungisida
dithane, antracol, cozeb, atau Bion M.
Pada gejala serangan penyakit busuk batang juga hampir sama, jamur
penyebabnya adalah Phytophtora sp. Gejala serangannya yaitu pada
pangkal batang tanaman terong terlihat membusuk dan terdapat bercak
kecoklatan, sehingga menyebabkan tanaman menjadi layu, rebah kemudian
mati.
8
Dari gambar di lapangan seperti diatas terlihat bahwa terdapat gejala
ulat buah Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubner), memiliki ukuran tubuh
dengan panjang sekitar 4 cm, dengan permukaan yang berkutil disertai
bulu. Ulat ini memiliki warna tubuh yang bervariasi mulai dari hijau, hijau
agak kuning, coklat, maupun hitam.
Ulat ini memiliki garis pada bagian samping dengan warna yang lebih
terang, sehingga garisnya terlihat dengan jelas. Hama ini menyerang
tanaman tomat dengan cara melubagi buah secara berpindah-pindah. Pada
lubang yang disebabkan oleh ulat tersebut akan menjadi infeksi dan pada
akhirnya buah pun menjadi busuk. ulat buah tidak hanya menyerang buah
saja, akan tetapi juga menyerang pucuk tanaman dengan cara melubangi
cabang- cabang pada tanaman.
Selain itu Lalat buah merupakan salah satu dari sekian banyak hama
yang menyerang tanaman tomat. Serangan lalat buah itu terjadi pada saat
tanaman tomat memasuki fase pembuahan (umur 45 hari setelah tanam)
sampai masa awal panen pertama (umur 90 hari). Gejala yang muncul
akibat serangan lalat buah adalah buah tomat matang sebelum waktunya,
buah tomat membusuk dan akhirnya gugur. Ulat ini menyerang daun,
bunga dan buah tomat. Ulat ini sering membuat lubang pada buah tomat
secara berpindah-pindah. Buah yang dilubangi pada umumnya terkena
infeksi sehingga buah menjadi busuk lunak.
Menurut Van Sauers & Muller, A. (2005) pada buah tomat yang
terserang lalat buah biasanya terdapat lubang kecil dibagian tengah
kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir
masak. Gejala awal ditandai dengan noda atau titik bekas tusukan
9
ovipositor (alat peletak telur) ulat saat meletakkan telur ke dalam buah.
Selanjutnya karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut
berkembang menjadi meluas. Larva makan daging buah sehingga
menyebabkan buah busuk sebelum masak. Buah tersebut apabila dibelah
pada daging buah terdapat ulat-ulat kecil dengan ukuran antara 4-10 mm
yang biasanya meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang disebabkan oleh
hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya
akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang
diinginkan.
Petani telah mencoba berbagai upaya pengendalian hama lalat
buah, diantaranya dengan membungkus buah menggunakan berbagai alat
pembungkus, pengasapan di sekitar pohon, pemadatan tanah di bawah
pohon untuk memutus siklus hidup, penyemprotan dengan insektisida dan
lainnya. Usaha para petani ini dimungkinkan untuk luas lahan yang relatif
sempit, tetapi tidak efisien untuk lahan yang luasnya puluhan hektar.
Pengendalian lain yang lebih efektif telah dilakukan yaitu dengan
menggunakan perangkap beratraktan.
Teknik pembungkusan atau pembrongsongan buah menyita waktu
serta tenaga, terutama pada pertanaman yang luas sedangkan
penyemprotan insektisida sintetik dapat berpengaruh buruk terhadap
konsumen karena residu pada buah dapat ikut termakan.
Salah satu cara yang cukup ampuh untuk mengendalikan ulat
buah yaitu dengan menggunakan metil eugenol yang diteteskan pada kapas
dan dimasukan dalam alat perangkap memberikan hasil yang baik sebagai
senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan. Cara ini efektif dalam
mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat
buah dalam suatu areal. Atraktan metil eugenol hanya mampu menarik
lalat buah jantan, karena bersifat feromon (seks feromon) yaitu senyawa
yang sama dengan feromon yang dihasilkan oleh serangga betina sehingga
menarik lalat jantan untuk datang, sementara penyebab kerusakan pada
buah itu sendiri adalah lalat betina yang meletakkan telur pada buah
dengan cara memasukkan atau melukai buah dengan ovipositornya.
10
4. Cabai (Capsicum frutescens L.)
Hal terjadi karena pada bulan tersebut lingkungan dengan curah hujan
sudah mulai tinggi dengan disertai panas. Sehingga Spora dari Jamur yang
menyebabkan Antraknosa di cabai banyak berkembang. Penyakit cacar
buah ( Antraknosa ) ini sebenarnya banyak menyerang tanaman
Hortikultura, namun yang paling sering dan parah apabila penyakit ini
menyerang tanaman cabai.
11
penyebab penyakit antraknosa tersebut dapat menginfeksi benih, bibit,
buah cabai muda sampai buah cabai hampir matang. Bahkan dalam
penyimpanan pasca panen antraknosa masih dapat menyerang
12
Tindakan Pencegahan Penyakit Cacar Buah (ANTRAKNOSA) pada
Cabai
13
8. Gunakan fungisida berbahan aktif mankozeb dan propineb secara
bergantian, dengan frekuensi 1 minggu sekali atau disesuaikan
dengan kondisi/cuaca,
9. Jika dimusim hujan, gunakan perekat agar lebih efektif dalam
penggunaan fungisida,
10. Lakukan pemupukan secara berimbang, kelebihan unsur nitrogen
dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit,
11. Semprotkan calsium untuk membantu tanaman cabai
mempertahankan diri dari serangan penyakit. Calsium berfungsi
mempertebal/ memperkuat dinding sel buah cabai sehingga tidak
mudah terinfeksi penyakit,
12. Buah cabai yang terserang dipetik dan dimusnahkan agar spora
jamur tidak menular pada buah cabai lainnya.
14
Dari gambar diatas terlihat bahwa kangkung terserang hama kepik
daun. Gejala serangan kepik daun seperti daun bolong bolong dan bagian
pinggir daun bergerigi bekas gigitan. Pengendalian hama apabila terjadi
terjadi over populasi, semprotkan Sevin atau sejenisnya. Untuk
memberantas kepik daun ini digunakan Insektisida Diazinon 60 EC, dengan
dosis sebesar 2 cc per liter air dan disemprotkan pada tanaman. Pada
waktu membasmi hama, sebaiknya lahan dikeringkan terlebih dahulu
selama 4-5 hari, kemudian di beri air kembali.
15