Anda di halaman 1dari 15

NAMA : KRISTIANUS NUNGGU

NPM : 2017 5421 1022

JURUSAN : AGROTEKNOLOGI

TUGAS : DESKRIPSI HAMA DAN PENYAKIT

Berikut gejala-gejala pada tanaman yang akan dideskripsikan :

1. Kol/Kubis (Brassicae oleraceae)

Nama kubis diduga berasal dari bahasa Inggris yaitu cabbage. Di


Indonesia, kubis sering juga disebut sebagai kol. Secara umum, semua
jenis kubis dapat tumbuh dan berkembang pada berbagai jenis tanah.
namun demikian, kubis akan tumbuh optimum bila ditanam pada tanah
yang kaya akan bahan organik. Kecuali itu, dalam hidupnya kubis
memerlukan air yang cukup, tetapi tidak boleh berlebihan. Artinya
tanaman kubis akan mati bila kekurangan atau kelebihan air.

Realita yang ada, tidak semua petani di sentra pertanaman kubis


menanam kubis. Keengganan petani menanam kubis dipicu leh alasan
klasik, takut terserang hama dan penyakit. Tanaman kubis yang akan
tumbuh baik pada kelembaban yang cukup tinggi (60-69%) dan suhu
cukup rendah memang dapat memunculkan berbagai penyakit, terutama
bakteri dan cendawan. Kedua patogen inilah yang merupakan patogen
utama pada kubis (Pracaya, 2001).

Kerugian yang dapat ditimbulakan oleh penyakit kubis sangat besar


nilainya. Terkadang serangannya sangat hebat sehingga terjadi gagal
panen. Oleh sebab itu pengetahuan mengenali penyakit-penyakit pada
kubis, gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting. Pengetahuan ini
khususnya penting diketahui oleh petani kubis atau petani yang tinggal di
daerah yang cocok untuk pertumbuhan kubis agar mereka tetap mau
menanam kubis dan paham cara pengendalian penyakitnya.

Dari hasil perolehan gambar dilapangan diperoleh bahwa penyakit yang


sering muncul pada tanaman kol yaitu berupa :

1
Gambar 1. Bercak Daun Alternaria

Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan


pada berbagai jenis tanaman di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat,
kentang, kacang tanah, tembakau, geranium, apel, bawang, jeruk lemon,
dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan oleh A. brassicae,
pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini
sangat dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan
dalam kondisi musim hujan dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi
(Agrios, 2005).

Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada
jaringan tua memproduksi konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang
dapat menopang konidia. Konidia dari dari Alternaria sp. cukup besar
gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora
aseksual (konidia) dengan panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi
terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC dimana spora dewasa dapat
terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.

2
Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua
tahap pertumbuhan, termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi
pada daun yang lebih tua, karena mereka lebih dekat dengan tanah dan
lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau hujan ditiup
angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun
terinfeksi. Serangan pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan
damping off atau tanaman kerdil.
Bentuk bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang
jarum hingga yang berdiameter 5 cm. Umumnya serangan dimulai dengan
adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga kurang lebih
berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala
ini sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab
tampak bulu-bulu halus kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut
sering terdapat cincin-cincin sepusat.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit


Angin yang sering timbul saat hujan dapat memperparah serangan
penyakit. Alternaria brassicae penyebab bercak daun pada kubis-kubisan
ini dapat menyebar cepat dengan bantuan angin. Serangan semakin parah
bila cuaca lembap dan suhu antara 25 – 30oC. Temperatur optimum adalah
antara 16 dan 24 oC dimana waktu sporulasi hanya berkisar antara 12
sampai 14 jam. Kelembaban pada kondisi hujan, embun, atau kelembaban
yang tinggi sangat penting untuk infeksi. Hanya dengan waktu minimum 9-
18 jam infeksi pada tanaman oleh A. brassicae dapat terjadi. Ketika terjadi
penurunan suhu, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk 98% dari spora
untuk tumbuh meningkat (Stephen, 2000).
Alternaria brassicae tetap hidup untuk jangka waktu yang panjang
sebagai spora pada kulit biji atau sebagai miselium dalam benih maupun di
bagian atas tanaman terinfeksi. Alternaria brassicae juga dapat hidup
dalam bentuk mikrosklerotia dan klamidospora yang muncul setelah
terinfeksi daun yang sebagian membusuk. Mikrosklerotia dan

3
khlamidospora dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan
khlamidospora berkembang dengan baik pada temperatur rendah (3℃) dan
tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam studi in vitro).
Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada
suhu kamar. Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium
bawah kulit biji, mungkin sumber utama transportasi untuk patogen
tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air, peralatan dan hewan.
Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.

Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia
dari A. brassicae menempel pada permukaan inang. Konidia tersebut
kemudian membentuk kecambah. Dalam satu konidia, kecambah yang
terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit tanaman
dengan dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang
yang berasal dari tabung kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui
luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian besar dimulai pada daun.
Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular yaitu
melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di
jaringan yang terinfeksi tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang
sehingga menyebabkan batang damping off. Setelah ke batang, gejala
kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema dari
perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat
dilakukan dengan perlakuan kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan
kultur teknis diantaranya:

a. Pengobatan dengan air panas


b. Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun, pengobatan ini kadang-
kadang menekan perkecambahan.

4
c. Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan
pemberantasan gulma silangan dapat membantu mengendalikan
patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8 sampai
12 minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang
ditanam segera setelah panen sering bertepatan dengan jumlah besar
inokulum yang kemungkinan yang berefek pada munculnya tanaman
dan tahap pertumbuhan awal.

Sedangkan Dari hasil perolehan gambar dilapangan diperoleh bahwa


Hama yang sering muncul pada tanaman kol yaitu berupa hama ulat
Plutella xylostella

Gambar 2. Gejala ulat Plutella xylostella

Pada gambar terlihat bahwa jaringan daun kehilangan isinya sehingga


tersisa jaringan epidermis. Daun bercak-bercak putih. Ulat tritip ini
tergolong ngengat jenis kecil yang ditakuti petani kubis. Anggota famili
Plutellidae bersembunyi di bawah permukaan daun sambil merusak
jaringan dan memakan selnya.

Gejala

Jaringan daun kehilangan isinya sehingga hanya tersisa tulang dan


kulit daun. Serangan ringan membuat daun tampak berbercak-bercak
putih. Jika ulat merasa terancam, maka akan menjatuhkan diri dan

5
mengeluarkan benang untuk menyelamatkan benang untuk
menyelamatkan diri, ketika merasa terancam.

Penyebab

Asal mula : Kehadirannya dipicu suhu dan kelembaban tinggi lantaran saat
itu serangga dewasa ramai-ramai berbiak. Imago menghasilkan telur yang
menetas menjadi larva. Larva instar 1 menggorok daun,. Instar berikut
memakan permukaan daun dan meningalkan lubang serta luka-luka.

Siklus hidup : Di daerah berketinggian 180-250 m dpl daur hidupnya lebih


pendek ketimbang di ketinggian di atas 1.100 m dpl. Telur menetas menjadi
larva dalam kantung selama 2-4 hari. Kemudian ulat menjadi kepompong
selama 9-12 hari. Selanjutnya 4-7 hari menjadi Ngengat jantan bersayap,
ngengar betina berbentuk seperti ulat. Akhirnya ngengat betina tanpa sayap
bertelur mengelompok dalam satu atau berpindah-pindah ke daun lain.
Jumlahnya mencapai 180-320 telur selama 7-20 hari.

Penanggulangan

Mekanis : Amati tanaman dan musnahkan telur, ulat serta serangga


dewasa yang terlihat. Buat perangkap bercahaya atau obor (light trap)
karena ngengat tertarik cahaya matahari.

Budidaya : Memelihara gulma babandotan/wedusan yang berbunga


sebagai tempat parasitoid dewasa makan agar jika bertelur maka ulat kubis

6
Plutella xylostella sebagai inang untuk sumber makanan larva parasitoid.
Selain itu melakukan rotasi tanaman selain keluarga kubis-kubisan.

Pestisida : Sebaiknya gunakan pestisida hayati dan nabati untuk menekan


sampai dibawah ambang ekonomi dan pengendalian. Jika terjadi ledakan
sebagai alternatif terakhir semprotkan insektisida berbahan aktif
deltametrin, beta siflutrin, klorantraniliprol, emamektin benzoat,
klorfluazuran, tiametoksam, atau fipronil serta Buldok 25 EC, Decis 25 EC,
Prevathon 50 SC, Proclaim 5 SG, Atabron 50 EC, Ampligo 150 ZC, Virtako
300 SC, atau Regent 50 SC.

2. Terong (Solanum melongena)

Gambar 3. Busuk buah dan busuk batang Pada terong

Dari Gambar diatas terlihat bahwa terong mengalami busuk buah dan
busuk batang. Busuk buah pada terong disebabkan jamur Phytophthora
sp., Phomopsis vexans dan Phytium sp. Gejala serangannya yaitu adanya
bercak-bercak coklat kebasahan pada buah sehingga buah busuk pada
buah terong. Ada beberapa cara pengendalian hama dan penyakit.

Pertama, menggunakan pestisida alami. Kedua, menanam varietas yang


tahan terhadap penyakit busuk buah. Ketiga, mengambil dan
memusnahkan buah yang sudah terinfeksi sehingga tidak menyebar ke
tanaman yang sehat. Keempat, kalau serangan berat sebagai alternatif

7
terakhir bisa digunakan pestisida kimia yang dianjurkan seperti fungisida
dithane, antracol, cozeb, atau Bion M.

Pada gejala serangan penyakit busuk batang juga hampir sama, jamur
penyebabnya adalah Phytophtora sp. Gejala serangannya yaitu pada
pangkal batang tanaman terong terlihat membusuk dan terdapat bercak
kecoklatan, sehingga menyebabkan tanaman menjadi layu, rebah kemudian
mati.

Pengendaliannya juga sama dengan gejala busuk buah, namun ada


beberapa hal yang perlu ditambahkan. Pertama, mengatur jarak tanamnya
agar area tanam tidak terlalu lembab. Kedua, mencabut dan memusnahkan
tanaman yang terserang agar tidak menyebarkan ke tanaman yang sehat.
Ketiga, jika serangan sudah termasuk berat maka alternatif penyemprotan
fungisida juga dapat dilakukan seperti penanganan pada serangan busuk
buah.

Perlu diwaspadai, jamur sangat mudah berkembang pada kondisi yang


lembab, sehingga serangan penyakit busuk buah maupun busuk batang
sangat rawan terjadi pada musim penghujan. Upaya pencegahan dan
pengendalian penyakit pada tanaman terong harus secara intensif
diperhatikan sekaligus dilakukan petani.

3. Tomat (Solanum lycopersicum)

Gambar 4. Ulat buah pada terong

8
Dari gambar di lapangan seperti diatas terlihat bahwa terdapat gejala
ulat buah Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubner), memiliki ukuran tubuh
dengan panjang sekitar 4 cm, dengan permukaan yang berkutil disertai
bulu. Ulat ini memiliki warna tubuh yang bervariasi mulai dari hijau, hijau
agak kuning, coklat, maupun hitam.

Ulat ini memiliki garis pada bagian samping dengan warna yang lebih
terang, sehingga garisnya terlihat dengan jelas. Hama ini menyerang
tanaman tomat dengan cara melubagi buah secara berpindah-pindah. Pada
lubang yang disebabkan oleh ulat tersebut akan menjadi infeksi dan pada
akhirnya buah pun menjadi busuk. ulat buah tidak hanya menyerang buah
saja, akan tetapi juga menyerang pucuk tanaman dengan cara melubangi
cabang- cabang pada tanaman.

Cara pengendalian ulat buah, antara lain membersihkan lingkungan


dari rerumputan yang biasa sebagai tempat sembunyi ulat, dan petik buah
yang terserang selanjutnya dimusnahkan.

Selain itu juga bisa mengendalikan dengan menyemprotkan insektisida,


seperti Ludo 310EC, Prevanthon 50SC, atau Diazino 60EC. Penyemprotan
sebaiknya dilakukan dengan dosis yang sesuai.

Selain itu Lalat buah merupakan salah satu dari sekian banyak hama
yang menyerang tanaman tomat. Serangan lalat buah itu terjadi pada saat
tanaman tomat memasuki fase pembuahan (umur 45 hari setelah tanam)
sampai masa awal panen pertama (umur 90 hari). Gejala yang muncul
akibat serangan lalat buah adalah buah tomat matang sebelum waktunya,
buah tomat membusuk dan akhirnya gugur. Ulat ini menyerang daun,
bunga dan buah tomat. Ulat ini sering membuat lubang pada buah tomat
secara berpindah-pindah. Buah yang dilubangi pada umumnya terkena
infeksi sehingga buah menjadi busuk lunak.

Menurut Van Sauers & Muller, A. (2005) pada buah tomat yang
terserang lalat buah biasanya terdapat lubang kecil dibagian tengah
kulitnya. Serangan lalat buah ditemukan terutama pada buah yang hampir
masak. Gejala awal ditandai dengan noda atau titik bekas tusukan

9
ovipositor (alat peletak telur) ulat saat meletakkan telur ke dalam buah.
Selanjutnya karena aktivitas hama di dalam buah, noda tersebut
berkembang menjadi meluas. Larva makan daging buah sehingga
menyebabkan buah busuk sebelum masak. Buah tersebut apabila dibelah
pada daging buah terdapat ulat-ulat kecil dengan ukuran antara 4-10 mm
yang biasanya meloncat apabila tersentuh. Kerugian yang disebabkan oleh
hama ini mencapai 30-60%. Kerusakan yang ditimbulkan oleh larvanya
akan menyebabkan gugurnya buah sebelum mencapai kematangan yang
diinginkan.
Petani telah mencoba berbagai upaya pengendalian hama lalat
buah, diantaranya dengan membungkus buah menggunakan berbagai alat
pembungkus, pengasapan di sekitar pohon, pemadatan tanah di bawah
pohon untuk memutus siklus hidup, penyemprotan dengan insektisida dan
lainnya. Usaha para petani ini dimungkinkan untuk luas lahan yang relatif
sempit, tetapi tidak efisien untuk lahan yang luasnya puluhan hektar.
Pengendalian lain yang lebih efektif telah dilakukan yaitu dengan
menggunakan perangkap beratraktan.
Teknik pembungkusan atau pembrongsongan buah menyita waktu
serta tenaga, terutama pada pertanaman yang luas sedangkan
penyemprotan insektisida sintetik dapat berpengaruh buruk terhadap
konsumen karena residu pada buah dapat ikut termakan.
Salah satu cara yang cukup ampuh untuk mengendalikan ulat
buah yaitu dengan menggunakan metil eugenol yang diteteskan pada kapas
dan dimasukan dalam alat perangkap memberikan hasil yang baik sebagai
senyawa pemikat terhadap lalat buah jantan. Cara ini efektif dalam
mengurangi populasi serta membatasi masuk dan berkembangnya lalat
buah dalam suatu areal. Atraktan metil eugenol hanya mampu menarik
lalat buah jantan, karena bersifat feromon (seks feromon) yaitu senyawa
yang sama dengan feromon yang dihasilkan oleh serangga betina sehingga
menarik lalat jantan untuk datang, sementara penyebab kerusakan pada
buah itu sendiri adalah lalat betina yang meletakkan telur pada buah
dengan cara memasukkan atau melukai buah dengan ovipositornya.

10
4. Cabai (Capsicum frutescens L.)

Gambar 5. Cabai terkena cacar

Dari gambar diatas terlihat bahwa Tanaman cabai tersebut terkena


penyakit cacar. Penyakit cacar buah atau antraknosa merupakan salah
satu jenis penyakit tanaman yang sering merepotkan petani atau
pembudidaya. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan cacar buah atau
antraknosa ini terbilang sangat besar, bahkan tidak jarang penyakit cacar
buah atau antraknosa menimbulkan kegagalan panen, terutama pada
tanaman cabai. Penyakit ini banyak menyerang di tanaman cabai terutama
saat Budidaya di lakukan di sekitar bulan Pebruari sampai bulan Mei.

Hal terjadi karena pada bulan tersebut lingkungan dengan curah hujan
sudah mulai tinggi dengan disertai panas. Sehingga Spora dari Jamur yang
menyebabkan Antraknosa di cabai banyak berkembang. Penyakit cacar
buah ( Antraknosa ) ini sebenarnya banyak menyerang tanaman
Hortikultura, namun yang paling sering dan parah apabila penyakit ini
menyerang tanaman cabai.

Serangan Cacar buah pada Cabe bersifat merusak bahkan bisa


menyebabkan kegagalan sampai 80 Persen. Penyakit antraknosa pada
tanaman cabai disebabkan oleh 2 jenis jamur patogen, yaitu
jamur Colletotricum capsici dan Gleosporium sp. Kedua jenis jamur

11
penyebab penyakit antraknosa tersebut dapat menginfeksi benih, bibit,
buah cabai muda sampai buah cabai hampir matang. Bahkan dalam
penyimpanan pasca panen antraknosa masih dapat menyerang

Pemicu Perkembangan Penyakit Cacar Buah (Antraknosa) pada


buah cabai

1. Benih tidak sehat/terinfeksi,


2. Lingkungan terlalu lembab karena jarak tanam yang rapat atau hujan
turun terus menerus,
3. Jamur berkembang dengan baik pada kondisi kelembaban relatif
tinggi (>95%) pada suhu sekitar 32 C dan lingkungan pertanaman
yang kurang bersih dan banyak terdapat genangan air,
4. Pupuk nitrogen terlalu tinggi/pemupukan tidak berimbang,
5. Tanah kekurangan kalsium

Gejala Penyakit Cacar Buah (Antraknosa) pada Buah Cabai

1. Colletrotichum capsici menyerang buah cabai muda sampai


tua/matang,
2. Gejala awal ditandai terdapat bercak coklat kehitaman pada buah
yang kemudian meluas menjadi busuk lunak,
3. Dibagian tengah terdapat titik-titik hitam.
4. Serangan berat menyebabkan buah cabai mengerut dan mengering,
5. Gejala serangan cendawan Gloeosporium sp umumnya menyerang
buah cabai muda dan menyebabkan ujung buah mengering,
meskipun pada banyak kasus juga menyerang buah cabai
tua/hampir matang,
6. Gejala serangan jamur Gloeosporium sp. ditandai dengan
terbentuknya bintik-bintik kecil kehitaman berlekuk serta tepi bintik
berwarna kuning. Bagian lekuk akan terus membesar dan
memanjang serta bagian tengah berwarna gelap

12
Tindakan Pencegahan Penyakit Cacar Buah (ANTRAKNOSA) pada
Cabai

1. Gunakan benih/biji yang sehat/steril,


2. Jika membuat benih sendiri, pilih buah cabai dari tanaman yang
sehat/bebas penyakit antraknosa,
3. Sebelum disemai, benih direndam selama kurang lebih 2 jam
menggunakan larutan fungisida mancozeb (menggunakan air hangat
kuku),
4. Tanah/media semai dikukus selama 30 menit untuk membunuh
cendawan patogen yang mungkin terbawa,
5. pH tanah untuk menyemai benih cabai antara 6,0 – 7,0. Jika pH
rendah, taburkan kapur dolomit/kapur pertanianseperlunya sampai
mendapatkan pH ideal,
6. Jika benih sudah tumbuh, semprot dengan dosis rendah fungisida
mancozeb bergantian dengan fungisida propineb.

Cara Pengendalian Penyakit Cacar Buah (ANTRAKNOSA) pada


Buah Cabai

1. Pengapuran pada lahan budidaya cabai untuk memperoleh pH ideal,


yaitu 6.0 – 7.0,
2. Menggunakan pupuk kandang yang sudah lama/kering atau yang
telah difermentasi,
3. Menggunakan mulsa plastik pada musim hujan agar tanah tidak
terlalu lembab,
4. Atur jarak tanam (tidak terlalu rapat) agar lingkungan pertanaman
cabai tidak lembab,
5. Jika memungkinkan, pilih lahan yang bukan bekas tanaman inang
seperti tomat, terung atau bekas tanaman cabai,
6. Tanaman cabai yang terlalu rimbun, sebagian tunas dibuang,
7. Lakukan penyemprotan fungisida sejak terbentuknya buah pertama
atau sejak umur 1 minggu setelah tanam untuk mencegah
antraknosa menyerang batang, daun dan ranting tanaman cabai,

13
8. Gunakan fungisida berbahan aktif mankozeb dan propineb secara
bergantian, dengan frekuensi 1 minggu sekali atau disesuaikan
dengan kondisi/cuaca,
9. Jika dimusim hujan, gunakan perekat agar lebih efektif dalam
penggunaan fungisida,
10. Lakukan pemupukan secara berimbang, kelebihan unsur nitrogen
dapat menyebabkan tanaman rentan terhadap infeksi penyakit,
11. Semprotkan calsium untuk membantu tanaman cabai
mempertahankan diri dari serangan penyakit. Calsium berfungsi
mempertebal/ memperkuat dinding sel buah cabai sehingga tidak
mudah terinfeksi penyakit,
12. Buah cabai yang terserang dipetik dan dimusnahkan agar spora
jamur tidak menular pada buah cabai lainnya.

Bersihkan tangan dan alat pertanian setelah kontak langsung dengan


cabai terinfeksi agar spora jamur yang ikut terbawa tidak menginfeksi buah
cabai lainnya.

5. Kangkung (Ipomoea aquatica F.)

Gambar 6. Kangkung terkena kepik daun

14
Dari gambar diatas terlihat bahwa kangkung terserang hama kepik
daun. Gejala serangan kepik daun seperti daun bolong bolong dan bagian
pinggir daun bergerigi bekas gigitan. Pengendalian hama apabila terjadi
terjadi over populasi, semprotkan Sevin atau sejenisnya. Untuk
memberantas kepik daun ini digunakan Insektisida Diazinon 60 EC, dengan
dosis sebesar 2 cc per liter air dan disemprotkan pada tanaman. Pada
waktu membasmi hama, sebaiknya lahan dikeringkan terlebih dahulu
selama 4-5 hari, kemudian di beri air kembali.

Pengendalian hama tersebut dapat diupayakan dengan menggunakan


menjaga jarak tanam dan teknik bercocok tanam yang baik, seperti
melakukan pergiliran tanaman / rotasi tanaman, sanitasi dengan menjaga
kebersihan kebun, penyiraman diantara bedengan. Penggunaan pestisida
dianjurkan untuk tidak digunakan, kecuali apabila serangan bersifat
eksplosif, maka sebagai alternatif terakhir penyemprotan pestisida dapat
dilakukan dengan mempertimbangkan serta mengikuti kaidah keselamatan
bagi konsumen. Pestisida nabati merupakan perlakuan yang paling aman,
beberapa jenis pestisida nabati tersebut antara lain daun sereh wangi, daun
nimba dan gadung.

15

Anda mungkin juga menyukai