Anda di halaman 1dari 8

AKAR GADA

Penyebab Penyakit
Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah
yang terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit
pada tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut
(Agrios, 2005).
Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini termasuk dalam kelas
plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium tumbuh menjadi
zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan, patogen ini membentuk zoozpora
yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi
akar inang dan tumbuh menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah
menjadi beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar akan
bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap zoosporangium
terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan melalui pori-pori pada
dinding sel tanaman inang.
Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot diploid yang dapat
menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini terdiri dari nucleus yang dikaryotik.
Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi (karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium
menjadi spora rehat yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya.
Siklus dari patogen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Gejala Penyakit
Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah
pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya
melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap
nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk
tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan
penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-
rumputan.
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang
sudah terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat dengan menguningnya daun. Layu
pada siang hari dan akan segar kembali pada malam hari (gambar 2b). Tanaman akan kelihatan
kerdil, tanaman muda yang terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat
bertahan hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit


Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5,7. Menurun dengan drastis
pada pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora terjadi pada pH
5,7-7,5 dan tidak akan berkecambah pada pH 8. Tetapi pH tanah yang rendah tidak menjamin
terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran temperatur yang optimum untuk bagi
perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25 oC dengan temperature minium 12,2-27,2 oC.
Kelembaban optimum selama 18-24 jam mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi
pathogen ke dalam inang kubis kemudian infeksi hanya terjadi jika kelembaban tanah di atas 45
% dan kelembaban di atas 50 % akan menyebabkan penyakit bertambah cepat. Kelembaban
tanah di bawah 4 % dapat menyebabkan terhambatnya infeksi. Kelembaban yang tinggi dapat
disebakan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas cahaya sangat berpengaruh pula
terhadap perkembangan penyakit.
Intensitas cahaya yang tinggi menyebabkan serangan pathogen akan menurun, sebaliknya
intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya patogen dengan cepat
sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar.
Jumlah spora rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang
mengandung paling sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi.
Disamping itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P.brassicae, seperti kisaran
inang,inang yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba yang lain.

Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut.
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar muda secara
langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di bawah tanah. Setelah
itu, plasmodium menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium
terserang, plasmodium kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini
kemudian berkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar.
Jumlah sel kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12
kali lebih besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi
stimulus bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang
awalnya tidak terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh
plasmodium sebagai sumber makanannya. Skema perkembangan penyakit akar gada dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.

Siklus penyakit akar gada (Agrios, 2005)


Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan abnormal
pada tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan translokasi air dan
nutrisi dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil san layu secara perlahan-
lahan. Lebih lanjut lagi, pertumbuhan yang cepat dan sel yag membesar dapat menyebabkan
tidak terbentuknya jaringan gabus dan dapat menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain
untuk menginfeksi tanaman.

Strategi Pengendalian
Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk
memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan
menggunakan bibit yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan
untuk kasus ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan
penyakit ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk
mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam
yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman
yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di
setiap lokasi (Arismansyah, 2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan
tanah pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan
hasil panen (Cicu, 2002).
BERCAK DAUN ALTERNARIA
Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis
tanaman di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau, geranium,
apel, bawang, jeruk lemon, dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan oleh A.
brassicae, pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan dalam kondisi musim hujan
dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi (Agrios, 2005).

Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi
konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari
Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan
panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC
dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.

Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua, karena mereka
lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau
hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan
pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk
bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5
cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala ini
sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit


Angin yang sering timbul saat hujan dapat memperparah serangan penyakit. Alternaria
brassicae penyebab bercak daun pada kubis-kubisan ini dapat menyebar cepat dengan bantuan
angin. Serangan semakin parah bila cuaca lembap dan suhu antara 25 – 30oC. Temperatur
optimum adalah antara 16 dan 24 oC dimana waktu sporulasi hanya berkisar antara 12 sampai 14
jam. Kelembaban pada kondisi hujan, embun, atau kelembaban yang tinggi sangat penting untuk
infeksi. Hanya dengan waktu minimum 9-18 jam infeksi pada tanaman oleh A. brassicae dapat
terjadi. Ketika terjadi penurunan suhu, jumlah waktu yang dibutuhkan untuk 98% dari spora
untuk tumbuh meningkat (Stephen, 2000).
Alternaria brassicae tetap hidup untuk jangka waktu yang panjang sebagai spora pada kulit biji
atau sebagai miselium dalam benih maupun di bagian atas tanaman terinfeksi. Sampel benih
terinfeksi dengan Alternaria brassicae yang disimpan pada 0 oC selama empat belas bulan
menunjukkan ketahanan pada benih. Dari hasil pengamatan, diketahui bahwa walaupun spora
Alternaria brassicae terkena cuaca di luar ruangan untuk periode enam bulan di mana suhu
berkisar antara 23 sampai 30 oC menunjukkan bahwa spora masih dapat tumbuh.
Alternaria brassicae juga dapat hidup dalam bentuk mikrosklerotia dan klamidospora
yang muncul setelah terinfeksi daun yang sebagian membusuk. Mikrosklerotia dan
khlamidospora dapat dibentuk dalam sel konidia. Mikrosklerotia dan khlamidospora berkembang
dengan baik pada temperatur rendah (3 oC) dan tahan terhadap pembekuan dan desikasi (dalam
studi in vitro). Klamidospora juga bisa berkembang dalam sel konidia di tanah alami pada suhu
kamar. Biji yang terinfeksi, dengan spora dikulit biji atau miselium bawah kulit biji, mungkin
sumber utama transportasi untuk patogen tersebut. Spora dapat disebarkan oleh angin, air,
peralatan dan hewan. Cendawan dapat bertahan dalam gulma rentan atau tanaman tahunan.

Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia dari A. brassicae
menempel pada permukaan inang. Konidia tersebut kemudian membentuk kecambah. Dalam
satu konidia, kecambah yang terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit
tanaman dengan dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang yang berasal dari
tabung kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian
besar dimulai pada daun. Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular
yaitu melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di jaringan yang
terinfeksi tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang sehingga menyebabkan batang
damping off. Setelah ke batang, gejala kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema
dari perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.

Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan
perlakuan kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan kultur teknis diantaranya:
Pengobatan dengan air panas: Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun, pengobatan ini kadang-kadang menekan
perkecambahan.
Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan pemberantasan gulma silangan dapat
membantu mengendalikan patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8 sampai 12
minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang ditanam segera setelah panen
sering bertepatan dengan jumlah besar inokulum yang kemungkinan yang berefek pada
munculnya tanaman dan tahap pertumbuhan awal.
Biologi kontrol: Studi awal dengan jamur actinomycetes, Streptomyces arabicus,
menunjukkan efek antijamur pada Alternaria brassicae pada laboratorium dan studi lapangan
sehingga dapat menekan pertumbuhan spesies cendawan tersebut.
Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan menggunakan fungisida. Tujuh
fungisida sepenuhnya menghambat pertumbuhan patogen dalam budidaya adalah Benlate di 0,1
£ ai/100 gadis, Dithane-M 45, Dithane-Z 78, Ziram, Difolatan-80 dan Thiram (semua pada 0,2 £
ai/100 gal), dan Blitox-50 di ai/100 £ 0,3 gal. Sebagai fungisida benih, Benlate di £ 0,1 ai/100
benih lb memberikan kontrol yang terbaik dengan kerugian rata-rata sebelum munculnya bibit
4,5 dan 6,5 pasca-munculnya bibit per pot (25 biji ditanam dalam pot masing-masing, 8 pot).
Dithane M-45 dan Dithane Z-78, baik diterapkan pada £ 0,2 lbs ai/100 benih, mengalami
kerugian sebelum munculnya bibit rata-rata 10,5 dan 11,25, masing-masing dan pasca-
munculnya bibit rugi sebesar 11,5 dan 13,75, masing-masing. Sebagai semprot daun, Dithane M-
45 (0,2 £ ai/100 gal) memberikan kontrol yang lebih baik secara signifikan atas fungisida
lainnya, termasuk Benlate. Dithane M-45 memberikan hasil yang lebih baik dari Dithane Z-78
(0,2 £ ai/100 gal), meskipun perbedaan itu tidak signifikan. Tanaman diperlakukan dengan
fungisida kedua juga memberikan hasil biji tertinggi.
Iprodione dan fenpropimorph memiliki keduanya menunjukkan sifat hambat tinggi untuk
pertumbuhan Alternaria sp. Dalam budaya dan sebagai perlakuan benih pada benih ai/100 £ 0,25
lb. Dalam sampel benih sampai dengan infeksi 61,5% (35,5% internal yang sakit), iprodione
biasanya menghilangkan jamur dari sampel, tetapi tingkat yang lebih tinggi infeksi memerlukan
dosis yang lebih besar iprodione. Perkecambahan biji yang sehat tidak terpengaruh oleh
pengobatan, dan perkecambahan biji sakit ditingkatkan.
BUSUK HITAM
Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris. Bakteri
ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 µm, membentuk rantai, berkapsula, tidak
berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar.

Gejala Penyakit
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada pembibitan,
infeksi yang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang
patogen akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki
pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun, berwarna
kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar, dan berubah
menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang terinfeksi mengalami
pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai coklat, layu, dan mati sebelum waktunya.
Kadang-kadang, tanaman berpenyakit gundul memiliki panjang tangkai atasnya dengan seberkas
kecil daun.
Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah
secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang
warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga
diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena
infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.

Siklus Penyakit
Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang produksi benih penuh,
transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen
terutama oleh angin-angin dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. X. campestris dapat bertahan hidup pada permukaan daun selama beberapa hari sampai
tersebar ke hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun melalui
hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada malam hari, ditarik kembali
ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto, 1994).
Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala yang terlihat layu
secepat 5-15 jam kemudian. Luka, termasuk yang dibuat oleh serangga makan pada daun dan
cedera mekanik ke akar selama tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke
tanaman melalui hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada situs infeksi yang lebih
sedikit dan / atau bagian yang terkena jauh lebih kecil dalam varietas tahan daripada varietas
rentan.

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit


Pada kondisi yang hangat dan basah kerugian busuk hitam dapat melampaui 50% karena
penyebaran penyakit ini. Hujan dan kabut tebal atau embun dan suhu hari 75° sampai 95° F yang
paling menguntungkan bagi patogen. Di bawah dingin, kondisi basah infeksi dapat terjadi tanpa
gejala perkembangan. Akibatnya, transplantasi tumbuh pada temperature rendah mungkin
terinfeksi tetapi tanpa gejala. Bakteri tidak menyebar di bawah 50° F atau selama cuaca kering
(Permadi,1993).

Strategi Pengendalian Penyakit


Menurut Rukmana (1994), pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang
bukan jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup bagi serasah dari
tanaman kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang
dihasilkan di iklim yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah.
Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan bakterisida Kocide 77
WP sangat dianjurkan, terutama untuk budidaya di musim penghujan. Tanaman dan daun sakit
dipendam dalam tanah. Menutup tanah dengan jerami untuk mengurangi penyakit.

Perlakuan benih dengan cara merendam benih dalam air hangat bersuhu 52ºC selama 30 menit.
Tanaman yang terserang bakteri busuk hitam dicabut dan dimusnahkan. Dalam pemanenan kubis
diikutsertakan dua helai daun hijau untuk melindungi krop. Pemanenan harus dilakukan dengan
hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-daun yang terinfeksi dikumpulkan untuk dimusnahkan
(Soeroto,1994).

BUSUK BASAH

Penyebab Penyakit
Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif, umumnya
berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella.
Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum
untuk bakteri ini adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu 50oC
(Agrios, 2005).

Gejala Penyakit
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah yang kecil dan diameter
serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan
berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya
menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi akan berwarna buram dan
kemudian akan berubah menjadi krem dan berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada permukaan
akan tampak cairan berwarna keruh. Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk hanya
butuh waktu 3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk lunak kemudian menimbulkan bau yang khas
yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi.

Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada batang berupa batang yang
berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri
busuk lunak dapat timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari
tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga,
kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk
untuk serangan bakteri (Agrios,2005).

Siklus Penyakit
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri
pada awalnya masuk ke luka pada tanaman. Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut
mengimpan telurnya pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri ini menghasilkan enzim pektinase dan
selulase. Enzim peptinase dapat menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding
sel yang berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi. Enzim selulase
menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding sel. Akibatnya air dari protoplasma
berdifusi ke ruang antar sel. Sel kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri
selanjutnya bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan enzimnya
sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian melunak, berubah
bentuk, dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat pada cairan dalam sel sangat banyak.
Akibatnya jaringan gabus yang banyak terserag penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang
mengandung banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam penyimpanan pasca panen. Hal
ini memungkinkan bakteri mengadakan kontak dengan tanaman yang sehat sehingga tanaman
sehat pun akan mengalami sakit. Skema yang menunjukkan perkembangan penyakit tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini

Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit


Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan penyakit diantaranya
drainasi yang buruk pada pertanaman, kelembaban yang tinggi, curah hujan tinggi yang dapat
menyebabkan bakteri tersebar dengan cepat, adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar daerah
penanaman dan suhu yang rendah.
Kondisi yang menyebabkan perkembangan penyakit pada pasca panen adalah luka pada
kubis. Jika luka ini mengadakan kontak dengan tanaman yang terserang, maka dengan mudah
kubis yang luka ini akan terinfeksi E. carotovora.

Strategi Pengendalian
Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam
tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase
yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan
pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung
hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi
gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari
sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu
rapat. Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca panen

Pestisida embun bulu


1. Cozene 70/10 WP,
Berbahan aktif mancozeb dan karbendazim sangat bagus untuk menghentikan
penyebaran dan melindungi dari serangan lebih lanjut penyakit embun bulu. Pada musim
hujan dengan intensitas tinggi aplikasikan 2 kali dalam satu minggu dengan dosis 30 ml /
tangki,
2. Copcide 77 WP,
Bahan aktif tembaga cocok diaplikasikan ketika cuaca banyak terjadi hujan,
fungisida copcide 77 WP bisa menjadi pilihan anda, karena daya protektifnya dapat
membuat daun tanaman tetap hangat, serta daya kontaknya langsung menghentikan
penyebaran embun bulu
3. Insektisida dan Fungisida Decoprima,
Decoprima mengatasi semua penyakit bercak, hawar, layu dan busuk, rolling fungisida
Cozene 70/10 WP dan Copcide 77 WP dengan Decoprima untuk mencegah resistensi
jamur Peronospora. Selain itu Decoprima dapat menekan organisme jahat (patogen) di
dalam tanah

Anda mungkin juga menyukai