Penyebab Penyakit
Akar gada menyebabkan kerusakan yang parah pada tanaman rentan tumbuh pada tanah
yang terifeksi. Hal ini disebabkan patogen yang menginfeksi tanah ini tetap menjadi saprofit
pada tanah sehingga kubis-kubisan kurang cocok lagi untuk dibudidayakan di tempat tersebut
(Agrios, 2005).
Plasmodiophora brassicae yang menyerang kubis ini termasuk dalam kelas
plasmodiophoromycetes. Fase somatiknya berupa plasmodium. Plasmodium tumbuh menjadi
zoosporangium atau spora rehat. Pada saat perkecambahan, patogen ini membentuk zoozpora
yang dapat berasal dari spora rehat. Zoospora tunggal dari spora rehat kemudian memenetrasi
akar inang dan tumbuh menjadi plasmodium. Setelah beberapa hari, plasmodium membelah
menjadi beberapa multinukleat yang dibungkus oleh membran sehingga sel-sel akar akan
bertambah besar. Masing-masing bagian tumbuh menjadi zoosporangium. Setiap zoosporangium
terdiri dari empat hingga delapan zoospora yang segera dilepaskan melalui pori-pori pada
dinding sel tanaman inang.
Beberapa dari zoospora kemudian bersatu untuk memproduksi zigot diploid yang dapat
menyebabkan infeksi baru dan plasmodium baru. Zigot ini terdiri dari nucleus yang dikaryotik.
Selanjutnya nukleus ini mangalami fusi (karyogami) yang diikuti meiosis. Akhirnya plasmodium
menjadi spora rehat yang akan disebarkan ke tanah dan dapat menginfeksi tanaman selanjutnya.
Siklus dari patogen ini dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Gejala Penyakit
Gejala yang khas pada tanaman yang terifeksi Plasmodiophora brassicae adalah
pembesaran akar halus dan akar sekunder yang membentuk seperti gada. Bentuk gadanya
melebar di tengah dan menyempit di ujung. Akar yang telah terserang tidak dapat menyerap
nutrisi dan air dari tanah sehingga tanaman menjadi kerdil dan layu jika air yang diberikan untuk
tanaman agak sedikit. Bagian bawah tanaman menjadi kekuningan pada tingkat lanjut serangan
penyakit. Spora dapat bertahan di tanah selama 10 tahun, dan bisa juga terdapat pada rumput-
rumputan.
Penyakit ini bisa menyebar melalui tanah, dalam air tanah, ataupun dari tanaman yang
sudah terkena. Gejala pada permukaan atas tanah dapat dilihat dengan menguningnya daun. Layu
pada siang hari dan akan segar kembali pada malam hari (gambar 2b). Tanaman akan kelihatan
kerdil, tanaman muda yang terserang akan dengan cepat mati sedangkan tanaman tua dapat
bertahan hidup namun tidak dapat menghasilkan krop yang dapat dipasarkan.
Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut.
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar muda secara
langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang terletak di bawah tanah. Setelah
itu, plasmodium menyebar ke sel kotikal hingga ke kambium. Setelah seluruh kambium
terserang, plasmodium kemudian menyebar ke korteks kemudian ke xilem. Patogen ini
kemudian berkelompok membentuk gelendong yang meluas dan berangsur-angsur menyebar.
Jumlah sel kemudian bertambah banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12
kali lebih besar dari sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi
stimulus bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dapat menyebabkan sel yang
awalnya tidak terifeksi menjadi terifeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat digunakan oleh
plasmodium sebagai sumber makanannya. Skema perkembangan penyakit akar gada dapat
dilihat pada gambar di bawah ini.
Strategi Pengendalian
Penyakit ini memiliki berbagai bentuk gejala serangan sehingga mendorong untuk
memuliakan tanaman yang tahan terhadap penyakit ini. Pengendalian dilakukan dengan
menggunakan bibit yang bebas hama dan penyakit. Pergiliran tanaman kurang sesuai diterapkan
untuk kasus ini karena sporanya dapat bertahan lama serta gulma yang dapat menyebabkan
penyakit ini. Pengapuran tanah untuk meningkatkan pH menjadi 7.2 sangat efektif untuk
mengurangi perkembangan penyakit. Penyiraman fungisida Promefon 250EC pada lubang tanam
yang dicampur dengan air saat tanam juga dapat mengurangi perkembangan penyakit. Tanaman
yang tahan haruslah diuji di beberapa lokasi karena jenis serangannya yang berbeda-beda di
setiap lokasi (Arismansyah, 2010). Selain itu, penggunaan tanaman perangkap dan perlakuan
tanah pembibitan dengan teknik solarisasi juga teruji mengurangi penyakit dan meningkatkan
hasil panen (Cicu, 2002).
BERCAK DAUN ALTERNARIA
Bercak daun alternaria merupakan penyakit yang sering ditemukan pada berbagai jenis
tanaman di seluruh dunia diantaranya kubis, tomat, kentang, kacang tanah, tembakau, geranium,
apel, bawang, jeruk lemon, dll. Khusus untuk Alternaria pada kubis yang disebabkan oleh A.
brassicae, pathogen ini sangat banyak tersebar di belahan bumi utara. Patogen ini sangat
dipengaruhi oleh cuaca dengan penyakit tertinggi yang dilaporkan dalam kondisi musim hujan
dan di daerah dengan curah hujan relatif tinggi (Agrios, 2005).
Penyebab Penyakit
Alternaria sp. mempunyai miselium berwarna gelap dan pada jaringan tua memproduksi
konidiofor pendek, sederhana, dan tegak yang dapat menopang konidia. Konidia dari dari
Alternaria sp. cukup besar gelap, panjang, multiselular, dan mempunyai sekat melintang dan
membujur. Konidifor dari Alternaria. brassicae menghasilkan spora aseksual (konidia) dengan
panjang rata-rata antara 160-200 μm. Sporulasi terjadi (in vitro) antara suhu 8 sampai 24 oC
dimana spora dewasa dapat terbentuk setelah 14 sampai 24 jam.
Gejala Penyakit
Alternaria brassicae dapat mempengaruhi spesies inang pada semua tahap pertumbuhan,
termasuk biji. Gejala yang ditimbulkan sering terjadi pada daun yang lebih tua, karena mereka
lebih dekat dengan tanah dan lebih mudah terinfeksi sebagai akibat dari percikan hujan atau
hujan ditiup angin. Akhir infeksi, atau infeksi daun yang lebih tua, tidak mengurangi
karakteristik krop, dan dapat dikontrol melalui penghapusan intensif daun terinfeksi. Serangan
pada tanaman di persemaian dapat mengakibatkan damping off atau tanaman kerdil. Bentuk
bercak daun sangat beragam ukurannya dari sebesar lubang jarum hingga yang berdiameter 5
cm. Umumnya serangan dimulai dengan adanya bercak kecil pada daun yang membesar hingga
kurang lebih berdiamter 1,5 cm dan berwarna gelap dengan lingkaran konsentris. Gejala ini
sering disebut dengan browning. Pada kondisi cuaca yang lembab tampak bulu-bulu halus
kebiruan di pusat bercak yang bercak tersebut sering terdapat cincin-cincin sepusat.
Siklus Penyakit
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dimulai ketika konidia dari A. brassicae
menempel pada permukaan inang. Konidia tersebut kemudian membentuk kecambah. Dalam
satu konidia, kecambah yang terbentuk bisa lebih dari satu. Alternaria sp. dapat memarasit
tanaman dengan dua cara yaitu dengan membuat penetrasi langsung pada inang yang berasal dari
tabung kecambah atau masuk ke tubuh inang melalui luka. Penetrasi yang dilakukan sebagian
besar dimulai pada daun. Miselium kemudian menyebar (invasi) ke sel daun secara interselular
yaitu melalui ruang antar sel. Konidia baru kemudian banyak terbentuk di jaringan yang
terinfeksi tersebut. Gejala kemudian menyebar ke batang sehingga menyebabkan batang
damping off. Setelah ke batang, gejala kemudian menyebar ke seluruh bagian tumbuhan. Skema
dari perkembangan penyakit dapat dilihat pada gambar di bawah ini.
Pengendalian Penyakit
Menurut Rebecca (2001), pengendalian terhadap penyakit ini dapat dilakukan dengan
perlakuan kultur teknis dan kimia. Pengendalian dengan kultur teknis diantaranya:
Pengobatan dengan air panas: Perawatan benih dengan air panas adalah salah satu cara
mengendalikan spora pada kulit biji. Namun, pengobatan ini kadang-kadang menekan
perkecambahan.
Tanaman rotasi: Rotasi dengan tanaman bukan kubis dan pemberantasan gulma silangan dapat
membantu mengendalikan patogen. Spora dapat bertahan pada jaringan daun selama 8 sampai 12
minggu dan batang jaringan sampai 23 minggu, pada bidang yang ditanam segera setelah panen
sering bertepatan dengan jumlah besar inokulum yang kemungkinan yang berefek pada
munculnya tanaman dan tahap pertumbuhan awal.
Biologi kontrol: Studi awal dengan jamur actinomycetes, Streptomyces arabicus,
menunjukkan efek antijamur pada Alternaria brassicae pada laboratorium dan studi lapangan
sehingga dapat menekan pertumbuhan spesies cendawan tersebut.
Pengendalian dengan cara kimiawi dapat dilakukan engan menggunakan fungisida. Tujuh
fungisida sepenuhnya menghambat pertumbuhan patogen dalam budidaya adalah Benlate di 0,1
£ ai/100 gadis, Dithane-M 45, Dithane-Z 78, Ziram, Difolatan-80 dan Thiram (semua pada 0,2 £
ai/100 gal), dan Blitox-50 di ai/100 £ 0,3 gal. Sebagai fungisida benih, Benlate di £ 0,1 ai/100
benih lb memberikan kontrol yang terbaik dengan kerugian rata-rata sebelum munculnya bibit
4,5 dan 6,5 pasca-munculnya bibit per pot (25 biji ditanam dalam pot masing-masing, 8 pot).
Dithane M-45 dan Dithane Z-78, baik diterapkan pada £ 0,2 lbs ai/100 benih, mengalami
kerugian sebelum munculnya bibit rata-rata 10,5 dan 11,25, masing-masing dan pasca-
munculnya bibit rugi sebesar 11,5 dan 13,75, masing-masing. Sebagai semprot daun, Dithane M-
45 (0,2 £ ai/100 gal) memberikan kontrol yang lebih baik secara signifikan atas fungisida
lainnya, termasuk Benlate. Dithane M-45 memberikan hasil yang lebih baik dari Dithane Z-78
(0,2 £ ai/100 gal), meskipun perbedaan itu tidak signifikan. Tanaman diperlakukan dengan
fungisida kedua juga memberikan hasil biji tertinggi.
Iprodione dan fenpropimorph memiliki keduanya menunjukkan sifat hambat tinggi untuk
pertumbuhan Alternaria sp. Dalam budaya dan sebagai perlakuan benih pada benih ai/100 £ 0,25
lb. Dalam sampel benih sampai dengan infeksi 61,5% (35,5% internal yang sakit), iprodione
biasanya menghilangkan jamur dari sampel, tetapi tingkat yang lebih tinggi infeksi memerlukan
dosis yang lebih besar iprodione. Perkecambahan biji yang sehat tidak terpengaruh oleh
pengobatan, dan perkecambahan biji sakit ditingkatkan.
BUSUK HITAM
Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris pv. Campestris. Bakteri
ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x 0,4-0,5 µm, membentuk rantai, berkapsula, tidak
berspora, bersifat gram negatif, bergerak dengan satu flagel polar.
Gejala Penyakit
Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap pertumbuhan. Pada pembibitan,
infeksi yang pertama kali muncul dengan menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang
patogen akan berwarna kuning sampai coklat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang memasuki
pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil, layu, daun yang terinfeksi
berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian membesar dan menuju dasar daun, berwarna
kuning sampai coklat, dan kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar, dan berubah
menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang terinfeksi mengalami
pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai coklat, layu, dan mati sebelum waktunya.
Kadang-kadang, tanaman berpenyakit gundul memiliki panjang tangkai atasnya dengan seberkas
kecil daun.
Bakteri ini dapat menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah
secara sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang
warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada luka atau bisa juga
diamati dengan memotong secara melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena
infeksi. Busuk hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.
Siklus Penyakit
Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang produksi benih penuh,
transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen
terutama oleh angin-angin dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. X. campestris dapat bertahan hidup pada permukaan daun selama beberapa hari sampai
tersebar ke hidatoda atau luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun melalui
hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada malam hari, ditarik kembali
ke dalam jaringan daun pada pagi hari (Soeroto, 1994).
Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala yang terlihat layu
secepat 5-15 jam kemudian. Luka, termasuk yang dibuat oleh serangga makan pada daun dan
cedera mekanik ke akar selama tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke
tanaman melalui hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada situs infeksi yang lebih
sedikit dan / atau bagian yang terkena jauh lebih kecil dalam varietas tahan daripada varietas
rentan.
Perlakuan benih dengan cara merendam benih dalam air hangat bersuhu 52ºC selama 30 menit.
Tanaman yang terserang bakteri busuk hitam dicabut dan dimusnahkan. Dalam pemanenan kubis
diikutsertakan dua helai daun hijau untuk melindungi krop. Pemanenan harus dilakukan dengan
hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-daun yang terinfeksi dikumpulkan untuk dimusnahkan
(Soeroto,1994).
BUSUK BASAH
Penyebab Penyakit
Erwinia carotovora merupakan bakteri berbentuk batang, bersifat gram negatif, umumnya
berbentuk rantai, tidak berkapsul dan tidak berspora, dapat bergerak aktif dengan 2-5 flagella.
Ukuran selnya 1,5-2,0 x 0,6-0,9 mikron (Permadi dan Sastroosiswojo, 1993). Suhu minimum
untuk bakteri ini adalah 5oC, optimum 22oC, maksimum 37oC dan akan mati pada suhu 50oC
(Agrios, 2005).
Gejala Penyakit
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah yang kecil dan diameter
serta kedalamannya melebar secara cepat. Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan
berubah warna menjadi gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya
menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada jaringan yang terinfeksi akan berwarna buram dan
kemudian akan berubah menjadi krem dan berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada permukaan
akan tampak cairan berwarna keruh. Perkembangan penyakit hingga tanaman membusuk hanya
butuh waktu 3-5 hari. Tanaman yang terkena busuk lunak kemudian menimbulkan bau yang khas
yang dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah pembusukan terjadi.
Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada batang berupa batang yang
berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri
busuk lunak dapat timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman, dari
tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata pada daun, serangan serangga,
kerusakan mekanis, ataupun bekas serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk
untuk serangan bakteri (Agrios,2005).
Siklus Penyakit
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut. Bakteri
pada awalnya masuk ke luka pada tanaman. Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut
mengimpan telurnya pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di sekitarnya. Hal ini
menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri ini menghasilkan enzim pektinase dan
selulase. Enzim peptinase dapat menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding
sel yang berdampingan. Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi. Enzim selulase
menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding sel. Akibatnya air dari protoplasma
berdifusi ke ruang antar sel. Sel kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri
selanjutnya bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan enzimnya
sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian melunak, berubah
bentuk, dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat pada cairan dalam sel sangat banyak.
Akibatnya jaringan gabus yang banyak terserag penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang
mengandung banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam penyimpanan pasca panen. Hal
ini memungkinkan bakteri mengadakan kontak dengan tanaman yang sehat sehingga tanaman
sehat pun akan mengalami sakit. Skema yang menunjukkan perkembangan penyakit tersebut
dapat dilihat pada gambar di bawah ini
Strategi Pengendalian
Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan lingkungan dan sistem
budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa tanaman lama di lahan sebelum menanam
tanaman selanjutnya sangat dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase
yang baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus cukup memberikan
pertukaran udara untuk mempercepat proses pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung
hujan dapat pula menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan mengurangi
gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide 77WP dengan interval 10 hari
sangat dianjurkan terutama saat penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu
rapat. Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca panen