Anda di halaman 1dari 22

11

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Bakteri adalah mikroorganisme bersel tunggal, prokariotik, tidak
berklorofil, dan dicirikan dengan perkembangbiakan yang cepat.
Berdasarkan aspek fisiologisnya, bakteri terdapat di mana saja dan memiliki
keragaman yang tinggi, s e h i n g g a mereka menempati relung
ekologi yang luas. Bakteri menyukai kondisi lembab atau
hangat. Umumnya bakteri dapat bertahan hidup pada sisa-sisa
tanaman pertanian, di dalam tanah, pada biji atau tanaman hidup. Bakteri
menginfeksi tanaman melalui luka atau pembukaan alami seperti stomata
dan lentisel. Biji yang terinfeksi, bibit tanaman yang terinfeksi, cipratan air,
serangga dan mesin semuanya dapat menyebarkan bakteri.
Marga-marga utama bakteri penyebab penyakit tanaman adalah
Agrobacterium , Clavibacter ,  Erwinia, Pseudomonas, Streptomyces,
Xanthomonas dan  Xylella.  Erwinia adalah sebuah genus bakteri bergram
negatif dari famili Enterobacteriaceae. Erwinia sp muncul sebagai patogen pada
atau di dalam tanaman, sebagian juga hidup pada serangga, dan
beberapa strain merupakan icronn oportunistik pada manusia dan hewan.
Salah satu spesies dari genus Erwinia yang dapat menyebabkan penyakit
pada tanaman kubis adalah Erwinia carotovora. Erwinia carotovora dapat
menyebabkan penyakit soft rot atau yang lebih dikenal dengan penyakit
busuk basah.
Selain Erwinia carotovora, bakteri lain yang turut menyebabkan
penyakit pada tanaman kubis adalah Xanthomonas campestris. Bakteri ini
dapat menyebabkan penyakit busuk hitam. Bakteri ini dapat menyebar ke
jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis
dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Erwinia carotovora dan Xanthomonas campetris merupakan bakteri


patogen utama pada kubis. Kerugian yang dapat ditimbulkan oleh penyakit
kubis sangat besar nilainya.Terkadang serangannya sangat hebat sehingga
terjadi gagal panen. Oleh sebab itu pengetahuan mengenali penyakit-
penyakit pada kubis, gejala, dan cara pengendaliannya sangat penting.
Berdasarkan hal tersebut maka disusunlah makalah ini untuk
mengetahui ragam hal terkait mekanisme Erwinia carotovora dan
Xanthomonas campetris dalam menginfeksi tanaman dan cara pengendalian
yang tepat untuk mengurangi kerugian dan dampak negatif lainnya yang
diakibatkan Erwinia carotovora dan Xanthomonas campetris sebagai
penyebab penyakit busuk basah dan busuk hitam pada tanaman kubis
(Brassica oleracea).
B. Rumusan Masalah
1. Penyakit apa saja pada tanaman kubis yang dapat disebabkan oleh
bakteri?
2. Bagaimana pemanfaatan Bacillus thurngiensis pada tanaman kubis
(Brassica oleracea)?
C. Tujuan Penulisan
1. Penyakit apa saja pada tanaman kubis yang dapat disebabkan oleh
bakteri?
2. Bagaimana pemanfaatan Bacillus thurngiensis pada tanaman kubis
(Brassica oleracea)?
D. Manfaat Penulisan
Setelah membaca makalah ini diharapkan pembaca dapat mengetahui
penyakit-penyakit yang dapat menyerang tanaman kubis, khususnya
penyakit-penyakit yang disebabkan oleh bakteri serta mengetahui
bagaimana upaya pengendaliannya.

BAB II
PEMBAHASAN

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

A. Bakteri sebagai Patogen dan Agen Antagonis pada Tanaman Kubis


(Brassica oleracea)
Bakteri adalah jasad yang terdiri dari satu sel saja dan belum
mempunyai inti sejati. Material genetiknya tersebar bebas di dalam
sitoplasma dan tidak diselimuti oleh suatu membran atau selubung.
Dimensinya berkisar satu sampai dua mikrometer, sebagian besar bergerak
dengan flagela. Karena ukurannya yang sangat kecil maka morfologi sel
menjadi tidak begitu penting dalam pengelompokkannya ke dalam taksa.
Sifat-sifat biokimiawi dan sifat fisiologi dijadikan dasar oleh para ahli
dalam pengelompokkan bakteri ke dalam takson pada awalnya. Pada saat
sekarang dengan kemajuan bioteknologi, pengelompokan bakteri ke dalam
takson menjadi lebih kompleks. Nama genus banyak yang berubah karena
kemudian diketahui bahwa suatu bakteri ternyata masuk kedalam genus
yang lain, atau sejak awal memang keliru dimasukkan ke dalam suatu
genus.
Bakteri yang dapat menyebabkan penyakit disebut bakteri patogen.
Bakteri dapat menyebabkan penyakit pada manusia, hewan, dan juga pada
tumbuhan. Bakteri sebagai patogen tumbuhan baru mendapat pengakuan
secara ilmiah setelah terjadi perdebatan untuk menanggapi munculnya
artikel yang ditulis oleh Burril pada tahun 1878 tentang penyakit hawar pada
apel dan pir di Illinois dan New York (Vidaver dan Lambrecht, 2004). Pada
waktu itu, bakteri dianggap sebagai jasad saprofitik yang tidak dapat
menyebabkan penyakit. Penyakit tersebut terbukti disebabkan oleh bakteri
Erwinia amylovora, yang kini tersebar luas di seluruh dunia dan
menyebabkan kerugian yang besar pada pertanaman apel dan pir. Meskipun
penyakit ini belum pernah dilaporkan di Indonesia pada pertanaman apel,
penelitian perlu dilakukan untuk mengetahui apakah memang penyakit
tersebut tidak ada atau belum terdeteksi sehingga dapat diantisipasi dengan
menyiapkan upaya pengendaliannya.
Beberapa bakteri patogen tumbuhan hanya dapat menyerang satu
spesies tanaman, bahkan satu varietas tanaman, namun ada juga yang

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

mampu menyerang lebih dari 200 spesies tanaman dari berbagai famili yang
berbeda. Bakteri patogen yang hanya dapat menyerang satu tanaman akan
mudah dikendalikan dengan rotasi/pergiliran tanaman. Dengan menanam
tanaman lain yang bukan merupakan tanaman inang bakteri patogen maka
bakteri akan mengalami kematian karena tidak tersedianya nutrisi dalam
satu periode pertanaman. Sebaliknya untuk bakteri patogen yang
mempunyai banyak tanaman inang, pengendalian dengan rotasi tanaman
menjadi tidak efektif.
Bakteri patogen yang juga menyerang tanaman hortikultura ialah
Erwinia carotovora dan Xanthomonas campetris. Erwinia carotovora
adalah bakteri penyebab kebusukan. Erwinia carotovora merupakan
patogen tanaman yang menyebabkan sel menjadi mati. Kerusakan yang
disebabkan oleh E. carotovora sering merujuk pada Bacterial Soft Rot
(BSR). Erwinia carotovora umumnya menyerang tanaman sayur-sayuran,
termasuk kubis (Brassica oleracea). Penyakit pada tanaman kubis yang
disebabkan Erwinia carotovora umumnya dikenal masyarakat dengan
sebutan penyakit busuk basah atau busuk lunak. Penyakit ini sangat
mempengaruhi hasil panen dan berdampak kerugian bagi petani.
Sementara itu, Xanthomonas campetris merupakan organisme yang
menyebabkan penyakit busuk hitam pada tanaman kubis. Bakteri ini dapat
menyebar ke jaringan pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara
sistematis dalam jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut
yang terserang warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai
garis hitam pada luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara
melintang pada batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk
hitam juga dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak atau busuk basah.
Pada dasarnya, bakteri bukanlah organisme yang selalu menimbulkan
kerugian atau dampak negatif bagi organisme lain di muka bumi ini. Salah
satu bakteri yang memiliki manfaat dan peran penting, khususnya dalam
bidang pertanian adalah bakteri Bacillus thurngiensis.
B. Penyakit Busuk Basah (Soft Rot) pada Brassica oleracea

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Busuk basah (soft rot) adalah penyakit yang merugikan pada tanaman-
tanaman sayuran, termasuk kubis-kubisan, baik di lapangan maupun dalam
penyimpanan dan pengangkutan pasca panen. Penyakit tersebar umum di
seluruh dunia, termasuk Indonesia. Busuk basah merupakan penyakit yang
penting di Indonesia, Malaysia, Thailand, dan Filipina.
Bakteri penyebab busuk basah mempunyai kisaran inang yang luas di
antaranya kubis, kentang,
wortel, turnip, seledri, tomat,
dan lain-lain. Panyakit ini
dapat menyebabkan gejala
serius pada krop di lapangan,
di pengangkutan dan di
penyimpanan. Perkembangan
Gambar 1. Serangan Busuk Basah pada Kubis serangannya lebih banyak
terjadi pada tempat
penyimpanan atau pascapanen dari pada di lapangan. Pada penyimpangan,
tanaman krop sehat yang mangalami kontak langsung dengan tanaman yang
sakit dapat dalam beberapa jam saja dapat tertular penyakit busuk basah ini.
Penyakit busuk lunak ini telah menyebkan kerugian ekonomi yang
besar akibat berkurangnya jumlah produksi yang dapat terjual: rendahnya
kualitas; dan besarnya biaya pengendalian.

Gambar 2. Tanaman Kubis yang Sehat Gambar 3. Tanaman Kubis yang Terserang
1. Penyebab Penyakit Penyakit Busuk Basah

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Erwinia carotovora pv.


carotovora (Jones) Dye, 1978, yang dahulu lazim disebut sebagai
Erwinia carotovora (Jones) Holland (Semangun 1989; Djatnika 1993).
Bakteri berbentuk batang yang berukuran 0,7 μm x 1,5 μm, mempunyai
bulu cambuk 2,6 peritrich, tidak membentuk spora atau kapsula, bersifat
gram negatif, dan bersifat aerob fakultatif (Semangun 1989). Bakteri
menghasilkan enzim pektinase yang dapat menguraikan pektin (yang
berfungsi untuk merekatkan dinding-dinding sel yang berdampingan).
Dengan terurainya pektin, sel-sel akan lepas satu sama lain.
Erwinia carotovora
memproduksi banyak enzim
ekstra selluler seperti pectic
yang mendegradasi pectin,

Gambar 4. Bakteri Erwinia carotovora


cellulose yang mendegradasi
cellulase, hemicellulases,
arabanases, cyanoses dan
protease. Sebagai bakteri mesofilik, Erwinia carotovora menghabiskan
hidupnya pada temperatur berkisar 27–30°C. Suhu optimal
untuk perkembangan bakteri 27°C. Pada kondisi suhu rendah
dan kelembaban rendah, pertumbuhan bakteri terhambat.
Erwinia carotovora merupakan bakteri soliter.
Klasifikasi
Kingdom : Bacteria
Phylum : Proteobacteria
Class : Gammaproteobacteria
Order : Enterobacteriales
Family : Enterobacteriaceae
Genus : Erwinia
Species : Erwinia carotovora
2. Siklus Hidup E. Carotovora

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Bakteri E. carotovora dapat menyerang bermacam-macam tanaman


hortikultura. Bakteri ini juga dapat mempertahankan diri di dalam tanah
dan di dalam sisa-sisa tanaman di lapangan. Pada umumnya, infeksi
terjadi melalui luka atau lentisel. Infeksi dapat terjadi melalui luka-luka
karena gigitan serangga atau karena alat-alat pertanian. Larva dan imago
lalat buah (Bactrocera spp.) dapat menularkan bakteri, karena serangga
ini membuat luka dan mengandung bakteri di dalam tubuhnya. Di dalam
penyimpanan dan pengangkutan, infeksi terjadi melalui luka karena
gesekan dan sentuhan antara bagian tanaman yang sehat dengan yang
sakit. Erwinia carotovora merupakan pathogen tanaman yang
menyebabkan sel menjadi mati. Ketika tanaman dipanen dan diletakkan
pada gudang, berarti bakteri akan menginfeksi secara otomatis pada
tempat itu. Ketika serangga datang, telur yang berada pada sayuran akan
diinvasi oleh bakteri yang kemudian menjadi inang dan penyalur,
menjadi mampu menginfeksi tanaman lain selama pertumbuhannya.
Bakateri ini sepanjang musim dingin masuk ke dalam jaringan
tumbuhan, inang serangga, atau tanah, dan mengalami masa dormansi
sampai ditemukan kondisi yang cocok untuk bereproduksi. Jika serangga
atau sayuran yang terifeksi melakukan reproduksi, atau musim semi tiba,
bakteri akan tumbuh kembali. Begitu juga di musim semi, telur serangga
yang terkontminasi akan tumbuh menjadi larva dan mulai menyebabkan
infeksi ke dalam tanaman. Larva kemudian menjadi dewasa,
meninggalkan inang yang terinfeksi, dan berpindah ke inokulasi
tanaman dan mulai terjadi sikus lagi. Erwinia carotovora Evf bersifat
antagonis terhadap eliminasi bacteria dalam larva Drosophila.
Diketahuinya bahwa fakor E. virulence ditemukn pada E. carotovora
bukan karena sifat toksinnya tapi mengikuti akumulasi bakteri dalam
larva Drosophila.
3. Siklus Penyakit
Siklus penyakit atau perkembangan penyakit dapat dijelaskan
sebagai berikut. Bakteri pada awalnya masuk ke luka pada tanaman.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Luka ini dapat disebabkan oleh serangga tersebut mengimpan telurnya


pada tanaman kubis sehingga menyebabkan luka. Bakteri setelah masuk
akan makan dan membelah diri dengan cepat serta merusak sel di
sekitarnya. Hal ini menyebabkan terbentuknya cairan. Selain tiu, bakteri
ini menghasilkan enzim pektinase dan selulase. Enzim peptinase dapat
menguraikan peptin yang berfungsi untuk merekatkan dinding sel yang
berdampingan. 
Dengan terurainya peptin, sel-sel akan terdesintegrasi. Enzim
selulase menyebabkan merusak selulosa dan melunakkan dinding sel.
Akibatnya air dari protoplasma berdifusi ke ruang antar sel. Sel
kemudian mengalami plasmolisis, kolaps, dan mati. Bakteri selanjutnya
bergerak menuju ruang antarsel dan membelah diri sambil mengeluarkan
enzimnya sehingga infeksi semakin besar.
Akibat dari hal tersebut di atas, jaringan yang terserang kemudian
melunak, berubah bentuk, dan berlendir. Massa dari bakteri yang terdapat
pada cairan dalam sel sangat banyak. Akibatnya jaringan gabus yang
banyak terserag penyakit ini pun rusak sehingga lendir yang mengandung
banyak bakteri tersebar ke dalam tanah atau dalam penyimpanan pasca
panen. Hal ini memungkinkan bakteri mengadakan kontak dengan
tanaman yang sehat sehingga tanaman sehat pun akan mengalami sakit.
4. Gejala Penyakit dan Akibat Serangan
Gejala awal yang mucul pada tanaman berupa lesio gejala basah
yang kecil dan diameter serta kedalamannya melebar secara cepat.
Bagian tanaman yang terkena menjadi lunak dan berubah warna menjadi
gelap apabila serangan terus berlanjut. Warna pada permukaannya
menjadi hijau pucat dan mengkerut. Pada bagian yang terinfeksi mula-
mula terjadi bercak kebasahan. bercak membesar dan mengendap
(melekuk), bentuknya tidak teratur, berwarna coklat tua kehitaman. Pada
jaringan yang terinfeksi akan berwarna buram dan kemudian akan
berubah menjadi krem dan berlendir. Jika hal ini terjadi, maka pada
permukaan akan tampak cairan berwarna keruh. Jika kelembaban tinggi,

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

jaringan yang sakit tampak kebasahan, berwarna krem atau kecoklatan,


dan tampak agar berbutir-butir halus. Di sekitar bagian yang sakit terjadi
pembentukan pigmen coklat tua atau hitam. Perkembangan penyakit
hingga tanaman membusuk hanya butuh waktu 3-5 hari. Tanaman yang
terkena busuk lunak kemudian menimbulkan bau yang khas yang
dimungkinkan oleh adanya perkembangan organisme lain setelah
pembusukan terjadi.
Gejala yang umum terdapat pada tanaman kubis dan kerabatnya
adalah busuk basah, berwarna coklat atau kehitaman pada daun, batang,
dan umbi. Menurut Djatnika (1993), tanaman kubis yang terserang E.
carotovora memperlihatkan gejala busuk berwarna hitam pada daun-
daun pembungkus krop. Pembusukan juga terjadi pada pangkal krop,
sehingga krop mudah dilepas dari batang kubis.

Gambar 5. Serangan Penyakit Busuk Basah pada Tanaman Kubis

Jika akar krop telah terserang, gejala kemudian dapat muncul pada
batang berupa batang yang berair, hitam, dan berkerut. Hal ini juga
menyebabkan tanaman kerdil, layu dan mati. Bakteri busuk lunak dapat
timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman,
dari tanah, dan beberapa serangga. Luka pada tanaman seperti stomata
pada daun, serangan serangga, kerusakan mekanis, ataupun bekas

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

serangan dari patogen lain merupakan sasaran yang empuk untuk


serangan bakteri.

5. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit

Terdapat beberapa hal yang dapat mendukung perkembangan


penyakit diantaranya drainasi yang buruk pada pertanaman, kelembaban
yang tinggi, curah hujan tinggi yang dapat menyebabkan bakteri tersebar
dengan cepat, adanya sisa-sisa tanaman terinfeksi di sekitar daerah
penanaman dan suhu yang rendah. Dalam lingkungan demikian, dalam
waktu singkat seluruh bagian tanaman yang terinfeksi membusuk,
sehingga mati. Kerugian yang ditimbulkan oleh serangan penyakit ini
pada tanaman di dataran rendah lebih besar daripada di dataran tinggi.
Kondisi yang menyebabkan perkembangan penyakit pada pasca
panen adalah luka pada kubis. Jika luka ini mengadakan kontak dengan
tanaman yang terserang, maka dengan mudah kubis yang luka ini akan
terinfeksi E. carotovora.

6. Upaya Pengendalian Penyakit Busuk Basah (Soft Rot)


Pengendalian secara preventif bisa ditempuh melalui kebersihan
lingkungan dan sistem budidaya. Menunggu tanah melapukkan sisa-sisa
tanaman lama di lahan sebelum menanam tanaman selanjutnya sangat
dianjurkan untuk mengatasi hal ini. Lahan harus memiliki drainase yang
baik untuk mengurangi kelembaban tanah serta jarak tanamnya harus
cukup memberikan pertukaran udara untuk mempercepat proses
pengeringan daun saat basah. Pembuatan pelindung hujan dapat pula
menghindari percikan tanah dan pembasahan daun yang akan
mengurangi gejala busuk lunak. Penyemprotan bacterisida seperti Kocide
77WP dengan interval 10 hari sangat dianjurkan terutama saat
penanaman musim hujan. Sanitasi, jarak tanam tidak terlalu rapat.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Menghindari terjadinya luka yang tidak perlu dan pengendalian pasca


panen.

C. Penyakit Busuk Hitam pada Brassica oleracea


Penyakit busuk hitam
adalah salah satu penyakit
yang paling merusak kubis
dan silangan lain. Kembang
kol, kubis, dan kale adalah
salah satu silangan paling
rentan terhadap busuk
hitam. Brokoli, kecambah
brussels, kubis cina,
Gambar 6. Penyakit Busuk Hitam pada Kubis collard, kohlrabi, mustard,
rutabaga, dan lobak juga rentan. Beberapa gulma silangan juga dapat
menjadi inang patogen. Penyakit ini biasanya paling lazim di daerah yang
rendah dan dimana tanaman tetap basah untuk waktu yang lama.
Busuk hitam merupakan salah satu penyakit yang disebabkan oleh
bakteri. Bakteri banyak terdapat pada serasah dari tanaman yang terinfeksi,
tetapi akan mati jika serasah tadi melapuk. Bakteri ini juga terdapat pada
tanaman kubis-kubisan yang lain dan tanaman rumput-rumputan serta dapat
pula terbawa benih. Umumnya bakteri ini berada pada tetesan butir air dari
tanaman yang terluka serta dapat menyebar ke seluruh tanaman melalui
manusia ataupun peralatan yang sering bergerak melintasi lahan saat kondisi
tanaman sedang basah.

Gambar 7. Tanaman Kubis yang Sehat Gambar 8. Tanaman Kubis yang Terserang
Penyakit Busuk Hitam
Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea
11

1. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit busuk hitam adalah Xanthomonas campestris
pv. Campestris. Bakteri ini bersel tunggal, berbentuk batang, 0,7-3,0 x
0,4-0,5 µm, membentuk rantai, berkapsula, tidak berspora, bersifat gram
negatif, bergerak dengan satu flagel polar. Ciri khas genus Xanthomonas
adalah koloninya berlendir, dan menghasilkan pigmen berwarna kuning
yang merupakan pigmen xanthomonadin (Bradbury, 1984; Liu et al.,
2006).  Bentuk koloni pada medium biakan adalah bulat, cembung dan
berdiameter 1-3 mm.

Klasifikasi :
Kingdom : Proteobacteria
Kelas : Zymobacteria
Ordo : Xanthomonadales
Famili : Xanthomonadaceae
Genus : Xanthomonas
Spesies : Xanthomonas campestris
2. Gejala Penyakit

Tanaman dapat terserang busuk hitam pada setiap tahap


pertumbuhan. Pada pembibitan, infeksi yang pertama kali muncul dengan
menghitamkan sepanjang kotiledon. Bibit terserang patogen akan
berwarna kuning sampai cokelat, layu, dan runtuh. Pada tanaman yang
memasuki pertumbuhan vegetatif lanjut akan menunjukkan gejala kerdil,
layu, daun yang terinfeksi berbentuk wilayah-V. Wilayah V ini kemudian
membesar dan menuju dasar daun, berwarna kuning sampai coklat, dan
kering. Gejala ini dapat muncul pada daun, batang, akar, dan berubah
menjadi hitam akibat patogen yang berkembang biak. Daun muda yang
terinfeksi mengalami pertumbuhan yang terhambat, warna kuning sampai
cokelat, layu, dan mati sebelum waktunya.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Bakteri Xanthomonas campestris dapat menyebar ke jaringan


pengangkutan tanaman dan dapat berpindah secara sistematis dalam
jaringan pengangkutan tanaman tersebut. Jaringan angkut yang terserang
warnanya menjadi kehitaman yang dapat dilihat sebagai garis hitam pada
luka atau bisa juga diamati dengan memotong secara melintang pada
batang daun atau pada batang yang terkena infeksi. Busuk hitam juga
dapat menyebabkan terjadinya busuk lunak.

Tanaman
kubis yang
sehat

tanaman kubis terserang Xanthomonas


campetris
Gambar 9. Penyakit
busuk hitam

Semakin lama, penyakit busuk


hitam, dapat mengakibatkan
penyakit busuk lunak pada kubis

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Penyakit busuk
basah yang
menyerang tanaman
3. Siklus Penyakit
kubis
Sumber utama bakteri untuk pengembangan busuk hitam di bidang
produksi benih penuh, transplantasi terinfeksi, dan gulma silangan
terinfeksi. Bakteri ini disebarkan dalam panen terutama oleh angin-angin
dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
serangga. Xanthomanas campestris dapat bertahan hidup pada
permukaan daun selama beberapa hari sampai tersebar ke hidatoda atau
luka di mana infeksi dapat terjadi. Bakteri masuk ke daun melalui
hidatoda saat memancarkan air melalui pori-pori di tepi daun pada
malam hari, ditarik kembali ke dalam jaringan daun pada pagi hari.
Bakteri dapat masuk ke daun dalam 8 sampai 10 jam, dan gejala
yang terlihat layu secepat 5-15 jam kemudian. Luka, termasuk yang
dibuat oleh serangga yang makan pada daun dan cedera mekanik ke akar
selama masa tanam, juga menyediakan situs masuk. Gerakan bakteri ke
tanaman melalui hidatoda dibatasi dalam varietas tahan; akibatnya, ada
situs infeksi yang lebih sedikit dan atau bagian yang terkena jauh lebih
kecil dalam varietas tahan daripada varietas rentan.
4. Kondisi yang Mendukung Perkembangan Penyakit
Pada kondisi yang hangat dan basah kerugian busuk hitam dapat
melampaui 50% karena penyebaran penyakit ini. Hujan dan kabut tebal
atau embun dan suhu hari 75° sampai 95° F yang paling menguntungkan
bagi patogen. Di bawah dingin, kondisi basah infeksi dapat terjadi tanpa
gejala perkembangan. Akibatnya, transplantasi tumbuh pada temperature
rendah mungkin terinfeksi tetapi tanpa gejala. Bakteri tidak menyebar di
bawah 50° F atau selama cuaca kering.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

5. Upaya Pengendalian Penyakit Busuk Hitam


Pengendalian dapat dilakukan dengan pergiliran tanaman yang
bukan jenis kubis-kubisan, sehingga akan memberikan waktu yang cukup
bagi serasah dari tanaman kubis-kubisan untuk melapuk. Lalu
menggunakan benih bebas hama dan penyakit yang dihasilkan di iklim
yang kering. Hindari untuk bekerja di lahan saat daun tanaman basah.
Tanamlah varietas kubis yang tahan terhadap busuk hitam. Penyemprotan
bakterisida Kocide 77 WP sangat dianjurkan, terutama untuk budidaya di
musim penghujan. Tanaman dan daun sakit dipendam dalam tanah.
Menutup tanah dengan jerami untuk mengurangi penyakit.
Perlakuan benih dengan cara merendam benih dalam air hangat
bersuhu 52ºC selama 30 menit. Tanaman yang terserang bakteri busuk
hitam dicabut dan dimusnahkan. Dalam pemanenan kubis diikutsertakan
dua helai daun hijau untuk melindungi krop. Pemanenan harus dilakukan
dengan hati-hati, agar tidak terjadi luka. Daun-daun yang terinfeksi
dikumpulkan untuk dimusnahkan.
D. Bioinsektisida Bakteri Bacillus thuringiensis
Hama merupakan penyebab utama dari kerusakan dan menurunnya
produktivitas pohon ataupun tanaman, sehingga serangan hama tersebut
dapat menimbulkan kematian bagi sejumlah tanaman dan kerugian akibat
penurunan produktivitas suatu tanaman. Secara ekonomis tanaman tersebut
tidak dapat menghasilkan sesuatu yang diharapkan oleh orang yang
menanam tanaman tersebut.
Agar kerusakan dan kematian suatu tanaman serta kerugian yang
ditimbulkan oleh hama tersebut tidak terjadi maka harus diadakan
penanggulangan. Penanggulangan tersebut dapat dilakukan dengan cara
menggunakan pestisida kimia. Pestisida kimia digunakan karena pestisida
tersebut mudah didapat dan sangat cepat serta ampuh memberantas hama.
Akan tetapi penggunaan pestisida kimia juga dapat menimbulkan dampak
negatif bagi tanaman maupun bagi lingkungan sekitar tanaman serta
berdampak negatif juga bagi manusia.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

Berdasarkan dampak yang ditimbulkan dari penggunaan pestisida


kimia tersebut maka dapat diatasi dengan menggunakan pestisida alternatif.
Pestisida alternatif didapatkan dengan cara menggunakan bahan-bahan
alami yang sering kali disebut biopestisida. Bahan aktif pada bioinsektisida
adalah mikroorganisme yang dapat menginfeksi hama sehingga hama tidak
lagi menyebabkan kerusakan pada tanaman. Jenis mikroorganisme yang
digunakan sebagai bioinsektisida mempunyai sifat yang spesifik, yaitu
hanya menyerang serangga yang menjadi sasaran dan tidak menyerang
serangga lainnya. Biopestisida atau bioinsektisida diperkenalkan sebagai
alternatif cara baru menangani hama yang lebih ekologis, murah, serta dapat
diterima oleh para petani, yang tidak memiliki banyak dampak negatif
seperti yang ditimbulkan oleh pestisida kimia. Dalam pembuatan pestisida
pengganti, ilmu bioteknologi banyak berperan untuk membuat pestisida dari
tanaman, pestisida dari mikroba, biokontrol, penggunaan feromon dan
atraktan dalam pengontrolan hama, tanaman terproteksi.
Bioinsektisida berbahan bakteri Bacillus thuringiensis pada saat ini
sudah banyak ditemukan pada air cucian beras dan digunakan untuk
pengendalian hama karena memiliki beberapa kelebihan diantaranya tidak
menimbulkan resistensi, tidak membunuh organisme yang berguna, dan
residunya tidak menimbulkan bahaya bagi manusia. Bt merupakan bakteri
patogen terhadap serangga. Bakteri Bt merupakan bakteri gram-positif
berbentuk batang dan hanya bisa tumbuh pada fase vegetatif yaitu dengan
pembelahan sel. Bakteri tersebut dapat tumbuh pada nutrient dengan jumlah
yang banyak. Bakteri ini mengandung suatu protein yang besifat toksin
sehingga dapat memberantas hama-hama pada suatu tanaman. Seluruh
kristal protein bakteri hanya bersifat toksin apabila termakan oleh larva
serangga. Bakteri ini akan membentuk spora dorman (spora yang
mengandung satu atau lebih jenis Kristal protein) apabila suplai makanan
mengalami penurunan.
Bacillus thuringiensis berbentuk sel batang dengan ukuran lebar 1,0-
1,2 mikron dan panjang 3-5 mikron, membentuk δ-endospora, dan

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

membentuk suatu rantai yang terdiri dari 5-6 sel dan berwarna merah ungu.
Bt yang terdapat pada air cucian beras dapat langsung digunakan dengan
cara menyiramkan air cucian tersebut pada tanaman yang diserang oleh
hama atau serangga. Bacillus thuringiensis terbukti sangat efektif terhadap
sekitar 250 jenis larva Lepidoptera dan berpengaruh juga terhadap sekitar 75
jenis larva dari ordo lainnya. Produk bioinsektisida bakteri Bacillus
thuringiensis digunakan sebanyak 10-50 g per acre. Potensi toksisitasnya
berlipat dibandingkan dengan pestisida, misalnya 300 kali dibandingkan
sintetik pyrethroid.

1. Klasifikasi Bacillus thuringiensis


Bakteri ini tergolong ke dalam :
Kingdom : Animalia
Divisi : Protophyta
Kelas : Schizomycetes
Ordo : Eubacteriales
Sub-Ordo : Eubacteriineae
Famili : Bacillaceae
Genus : Bacillus
Spesies : Bacillus thuringiensis

Gambar 10. Bacillus thuringiensis


2. Cara Kerja Bacillus thuringienis
Bacillus thuringiensis adalah racun perut bagi serangga hama dan
Bacillus thuringiensis merupakan bakteri yang menghasilkan Kristal
protein yang bersifat membunuh serangga (Insektisida) sewaktu
mengalami proses sporulasinya (Hofte dan Whiteley, 1989). Kristal
protein yang bersifat insektisidal ini sering disebut dengan δ-endotoksin.
Kristal protein yang ada pada Bacillus thuringiensis ini sebenarnya

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

merupakan pro-toksin yang jika larut dalam usus serangga akan berubah
menjadi poli-peptida yang lebih pendek serta mempunyai sifat
insektisidal. Kristal protein yang dimakan oleh serangga akan dipecah
oleh enzim protease di bagian tengah dalam saluran pencernaan menjadi
molekul toksik. Toksin tersebut akan mempengaruhi permeabilitas
membrane sel, mikrovili pada sel-sel epitalium yang dapat menyebabkan
paralisis saluran makanan dan berubahnya keseimbangan Ph hemophilia,
yang kemudian dapat menyebabkan kematian.
Bacillus thuringiensis ini dapat menyebabkan terbentuknya pori-
pori (lubang yang sangat kecil) di sel membrane saluran pencernaan dan
dapat mengganggu keseimbangan osmotic dari sel-sel tersebut. Karena
keseimbangan osmotic terganggu, maka serangga atau hama akan mati.
Kematian serangga biasanya terjadi dalam waktu 3-5 hari, akan tetapi ada
larva yang dapat bertahan hidup lebih lama. Tanda-tanda awal serangan
bakteri Bacillus thuringiensis pada serangga yaitu aktivitas makan
serangga menurun bahkan berhenti. Serangga menjadi lemah dan kurang
tanggap terhadap sentuhan. Setelah mati, serangga kelihatan berwarna
cokelat tua atau hitam.
Pada tanaman kubis (Brassica oleracea), bakteri ini sangat
bermanfaat untuk membasmih serangga yang dapat menyebabkan luka
pada tanaman. Dengan demikian kemungkinan bakteri Erwinia
carotovora maupun bakteri Xanthomonas campetris untuk berkembang
biak dan menyebabkan penyakit pada tanaman kubis akan semakin
berkurang.
3. Pembuatan bioinsektisida Bacillus thuringiensis
a. Bacillus thuringiensis tersebut terlebih dahulu dikulturkan dalam
jumlah besar di dalam tangki fermentor.
b. Hasil fermentasi yang berupa ICP ditampung kemudian dicampur
dengan bahan yang lengket.
c. Campuran tadi disemprotkan pada tumbuhan.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

d. Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada waktu pagi hari ataupun sore


hari, karena pada waktu itu serangga sedang aktif memakan suatu
tanaman.
Cara lain yang dapat dilakukan untuk membuat bioinsektisida
Bacillus thuringiensis adalah dengan rekayasa genetika. Cara yang dapat
dilakukan adalah :
a. Memindahkan gen penghasil ICP pada plasmid tumor mahkota.
b. Memasukkan rekombinan tersebut ke dalam sel tumbuhan, dengan
begitu maka tumbuhan akan secara aktif menghasilkan ICP sendri.

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan diatas dapat disimpulkan, bahwa :

1. Jenis bakteri yang dapat merusak tanaman kubis (Brassica oleracea)


yaitu, Erwinia carotovora dan Xanthomonas campestris. Erwinia
carotovora merupakan bakteri yang menyebabkan terjadinya busuk
basah (busuk lunak) pada tanaman kubis. Bakteri busuk basah dapat
timbul dari seresah tanaman yang telah terinfeksi, melalui akar tanaman,
dari tanah, dan beberapa serangga. Sementara itu, Xanthomonas
campestris dapat menyebabkan penyakit busuk hitam pada tanaman
kubis. Bakteri ini disebarkan pada masa panen terutama oleh angin-angin

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

dan percikan air dan oleh para pekerja, mesin, dan kadang-kadang
melalui serangga.

2. Upaya pengendalian bakteri penyebab penyakit pada tanaman kubis


(Brassica oleracea) dapat dilakukan dengan beragam cara, seperti halnya
dengan menjaga kebersihan dan sistem drainase pada areal pertania,
pergiliran tanaman yang bukan kubis-kubisan, maupun menggunakan
agen antagonis (melalui pemanfaatan bakteri Bacillus thuringienis)
dengan tujuan membunuh hama serangga yang dapat menyebabkan luka
pada tanaman yang dapat menjadi tempat perkembangbiakan bakteri
penyebab penyakit tanaman kubis.

B. Saran
Diharapkan kepada seluruh pembaca, khususnya mahasiswa
Pendidikan Biologi, untuk terus mempelajari ragam hal terkait penyakit-
penyakit pada tanaman dan mengembangkan ragam penelitian dan upaya
pengendalian bakteri patogen penyebab penyakit-penyakit pada tanaman
melalui berbagai cara, khususnya dengan pendekatan biologis yang tetap
memperhatikan relung ekologis dan aspek kesehatan manusia sebagai
konsumen yang memanfaatkan ragam manfaat yang dihasilkan tanaman,
khususnya tanaman sayuran (seperti halnya kubis, Brassica oleracea).

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

DAFTAR PUSTAKA

Anindita, Putri. Bakteri Erwinia carotovora.


http://putri.anindita10.student.ipb.ac.id/konservasi-sda-hayati/krisan-dan-
viroid/bakteri-erwinia-carotovora. [diakses tanggal 17 Mei 2013].

Arwiyanto, Triwidodo. 2009. Bakteri Penyebab Penyakit Tumbuhan sebagai


Lawan dan sebagai Kawan. Yogjakarta: Fakultas Pertanian Universitas
Gadjah Mada.

Asmaliyah. 2001. Prospek Pemanfaatan Insektisida Mikroba Bacillus


thuringiensis Sebagai Alternatif Dalam Pengendalian Hama. Palembang:
Buletin Teknologi Reboisasi No.08, 1998.

Dian. 2012. Erwinia carotovora.


http://diantrias.blogspot.com/2012/12/erwinia-carotovora.html. [diakses
tanggal 17 Mei 2013].

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea


11

http://www.faktailmiah.com/2010/10/02/erwinia.html. [diakses tanggal 17 Mei


2013].

Ratna. 2012. Bioinsektisida Bakteri Bacillus thuringiensis.


http://mradtna.blogspot.com/2012/01/bioinsektisida-bakteri-bacillus.html.

Bakteri Patogen dan Agen Antagonis pada Brassica oleracea

Anda mungkin juga menyukai