Anda di halaman 1dari 13

PRAKTIKUM DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

“Identifikasi Penyakit pada Tanaman”

Disusun oleh:

Nama : Makhta Vallia Muwaffiq


NIM : 215040200111242
Kelas :F
Asisten : Lipiana Saragih

UNIVERSITAS BRAWIJAYA
FAKULTAS PERTANIAN
PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI
MALANG
2021
TUGAS M3
IDENTIFIKASI PENYAKIT PADA TANAMAN
1. Penyakit yang disebabkan oleh virus tanaman ubi jalar (SPVD)
Pada pencarian sumber jurnal yang membahas penyakit tanaman yang
disebabkan oleh virus, ditemukan beberapa jurnal yang meneliti mengenai
penyakit pada tanaman ubi jalar yang mayoritas disebabkan oleh famili
Potyvirus, Cucumovirus, dan Begomovirus yang berasam nukleat DNA.
A. Tanaman Inang
Pada penelitian yang dilakukan Saleh dan Rahayuningsih
(2013), virus tanaman ubi jalar mendapatkan kisaran tanaman inang
yang cukup terbatas, didapatkan tanaman inang virus ini yaitu
mayoritas pada famili Convolvulaceae seperti Ipomoea setosa, I.
batatas, I. nil, I. purpurea, dan I. tricolor. Selanjutnya pada sumber
lain, Shu et al. (2011) menemukan bahwa jenis Sweet potato leaf
curl virus mendapatkan inang juga pada genus Ipomoea, ditemukan
SPLCV mampu menginfeksi hampir 90% jenis tanaman Ipomoea
yang diteliti.
Jenis lain seperti Sweet potato feathery mottle virus (SPFMV),
juga menginfeksi jenis Ipomoea spp., Hewittia sublobata dan
Lepistemon ovariensis. Di lain hal, pada tanaman inang dari
Cucumber mosaic virus yang tinggal di sekitar tanaman Ipomoea
batatas karena memiliki adaptasi lingkungan yang sama, juga dapat
menjadi sumber inokulasi serangga vektor untuk menyebarkan virus
ke tanaman ubi jalar.
Tidak hanya itu, beberapa melaporkan banyak sekali jenis
virus yang dilaporkan pada berbagai negara menginfeksi tanaman
ubi jalar ini, seperti Sweet potato chlorotic stunt virus (SPCSV),
Sweet potato virus G. (SPVG)
B. Gejala Penyakit
Menurut Anjasari et al. (2013), penyakit yang ditunjukkan
pada tanaman ubi jalar yang terinfeksi berdasarkan penelitian
sebelumnya, yakni merupakan infeksi dari Sweet potato virus
disease (SPVD) yang merupakan gabungan interaksi sinergis antara
SPFMV dan SPCSV. Penelitian ini ditemukan di Jawa Barat dan
Jawa Timur yang menunjukkan gejala tanaman kerdil dan
pemucatan sebagian tulang daun.
Kemudian penelitian juga dilakukan pada spesimen tanaman
ubi jalar di Tana Toraja, Sulawesi Selatan yang terinfeksi SPVD
menunjukkan gejala klorosis pada tulang daun, bercak gelap yang
tidak merata pada lamina daun, namun ukuran daun masih terlihat
normal. Hal tersebut menunjukkan perbedaan gejala dengan yang
telah dilaporkan sebelumnya, menunjukkan gejala baru dari infeksi
SPVD ini.

Gambar 1.1 Gejala klorosis tulang daun dan bercak daun pada
lamina ubi jalar di Tana Toraja, Sulawesi Selatan.
C. Bioekologi
Virus ini berkembang pada musim kemarau kedua dimana
kondisi keadaan tempat kering dan panas. Hal ini didukung dengan
populasi serangga vektor yang tinggi di lingkungan tanaman ubi
jalar. Selanjutnya, penanaman monokultur pada famili
Convolvulaceae juga menyebabkan kondisi yang efisien untuk
perkembangan virus karena didukung pertumbuhan tanaman inang.
Virus ini juga mampu berkembang dengan efektif apabila ketahanan
tanaman sekitar lingkungan ubi jalar menunjukkan kondisi yang
cukup buruk.
D. Cara Penyebaran
 Penyebaran virus dengan bahan perbanyakan
Virus pada tanaman ubi jalar berkembang melalui stek
batang, apabila terdapat perbanyakan vegetatif tanaman melalui
stek/umbi maka penyebaran virus akan semakin efektif.
Kemudian sistem pembenihan yang kurang baik juga
mendukung penyebaran virus ini, melalui pemakaian bibit/stek
umbi dari pertanaman musim sebelumnya, yang mungkin
memiliki potensi terinfeksi virus sehingga penyebaran mudah
terjadi.
 Penyebaran melalui serangga vektor
Beberapa serangga vektor yang ditemukan menjadi
sumber penularan adalah pada kelompok aphids dan kutu kebul.
Serangga aphids yang bersayap mampu melakukan penyebaran
secara efektif di lapangan. Selanjutnya, diperoleh bahwa inveksi
ganda SPFMV ditularkan serangga aphids dan SPCSV
ditularkan oleh kutu kebul. Hal ini dikarenakan, kondisi
lapangan menunjukkan intensistas serangan SPDV yang tinggi
berbanding lurus dengan tingginya populasi kedua vektor disana.
E. Cara Penanggulangan
Beberapa cara penanggulangan dan pengendalian penyakit
oleh virus tanaman ubi jalar dapat dilakukan dengan :
 Penanaman varietas ubi jalar yang toleran/tahan
 Menanam bibit yang sehat dan bersertifikat
 Memilih lokasi yang terisolir dari berbagai penyakit dan
memilih waktu tanam yang menyebabkan virus akan sulit
tumbuh dan menyebar.
 Rotasi tanam dengan keragaman varietas
 Melalukan sanitasi lahan
 Penyemprotan insektisida untuk populasi serangga vektor.
2. Penyakit Tanaman yang Disebabkan oleh Bakteri Ralstonia
solanacearum pada Kacang Tanah
Menurut Rahayu (2012) pada jurnalnya mengenai penelitian penyakit
layu pada tanaman kacang tanah yang disebabkan oleh bakteri Ralstonia
solanacearum, beberapa identifikasi penyakit serta bakterinya adalah
sebagai berikut.
A. Tanaman inang
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa bakteri Ralstonia
solanacearum sendiri, mendapatkan inang tidak hanya pada
tanaman kacang tanah namun juga menemukan inangnya pada
tanaman Solanum tuberosum, S. melongena, Musa paradisiaca,
Lycopersicon esculentum dan Nicotiana tabacum atau tembakau.
Kemudian pada penelitian selanjutnya, ditemukan bahwa
bakteri ini juga menginfeksi beberapa komoditas seperti cengkeh,
jahe, garut, tanaman aromatik nilam, dan juga tanaman obat serta
kemangi. Tanaman Sesbania rostata dan Crotalaria juncea juga
didapati bakteri ini sebagai inang mereka.
B. Gejala
Pada pengamatan saat penelitian, didapati bahwa gejala
tanaman akibat penyakit sebab bakteri R. Solanacearum ini, yaitu
tanaman menjadi layu secara tiba – tiba, terutama pada daun –
daun muda sehingga ujung batang tampak letoy. Selanjutnya,
daun yang terserang ini akan menjadi kusam seperti telah tersiram
air panas, batang dan cabang menjadi lunglai permanen, tanaman
menjadi gelap kecoklatan, kemudian mengering, dan akhirnya
mati.
Penyerangan yang dilakukan pada tanaman tua akan
mengakibatkan proses layu secara bertahap. Kemudian
menginfeksi polong yang nantinya menjadi busuk berwaran coklat.
Gambar 2.1 Tanaman layu sebagian cabang (Rahayu, 2012)

Gambar 2.2 Infeksi bakteri pada akar (Rahayu, 2012)


C. Bioekologi
Rahayu (2012) mengungkapkan mengenai bioekologi
bakteri R. Solanacearum sendiri, umumnya mulai menyerang
tanaman kacang tanah pada kondisi lembab namun bersuhu hangat,
saat musim kemarau awal atau berakhirnya musim penghujan.
Hidupnya sendiri membutuhkan cukup oksigen dan sangat rentan
terhadap kondisi yang kering. Bakteri ini sendiri, cocok terhadap
suhu normal 25 – 35°C, pada suhu ekstrim dan kering di atas 40 °C,
bakteri ini diperkirakan akan mati. Selanjutnya pada dataran tinggi
yang memiliki suhu rendah, tanaman tidak menunjukkan gejala
secara jelas, namun masih bisa dibuktikan mengenai keberadaan
bakteri pada tanaman.
Bakteri ini tidak cocok terhadap kondisi pH yang tinggi dan
kondisi kesuburan tanah yang kurang.
D. Cara penyebaran
Selanjutnya, ditunjukkan pula bagaimana bakteri R.
Solanacearum ini menginfeksi tanaman. Dimulai dari sistem
perakaran yang masuk melalui luka pada akar, yang mungkin
disebabkan hama ataupun pembelahan alamiah titik tumbuh akar.
Selanjutnya, bakteri menuju bagian korteks untuk menginfeksi,
lalu berjalan ke bagian parenkim diikuti invasi pada pembuluh
xilem mengeluarkan senyawa yang menyebabkan tersumbatnya
pembuluh, dan mencegah air dan nutrisi dari akar tidak dapat
sampai ke daun. Setelah itu bakteri akan menginvasi bagian
batang dan daun tanaman.
Fase kritis tanaman biasanya pada umur 2 – 3 minggu
setelah terinfeksi. Bakteri ini menyerang secara sistemik pada
tanaman.
Kemudian penyebaran juga dapat terjadi melalui gulma
yang tumbuh bersama tanaman kacang tanah. Gulma ini berperan
sebagai inang tempat hidup bakteri. Umumnya, gulma tidak
menunjukkan gejala layu pada saat terinfeksi.
E. Cara penanggulangan
Beberapa komponen pengendalian untuk mengatasi apabila
ditemukan adanya infeksi bakteri tersebut, diantaranya adalah
melakukan pengelolaan lahan yang supresif seperti dilakukannya
sanitasi dan eradikasi residu. Hal ini dilakukan untuk
meminimalisir tumbuhnya gulma dan ketahanan tanah serta
organisme pengurai di dalamnya mampu menekan timbulnya
penyakit pada tanaman.
Kemudian, penanaman dilakukan kepada benih yang sehat
dan bersertifikasi sehingga mampu mengecilkan potensi
terinfeksinya tanaman oleh bakteri. Kemudian menanam varietas
yang tahan terhadap penyakit, melakukan pergiliran tanaman dan
pengendalian secara kimiawi dengan terkontrol menggunakan
bakterisida.
3. Penyakit hawar daun tanaman oleh Jamur Colletotrichum spp.
Azhari (2018) melakukan sebuah penelitian mengenai infeksi jamur
Colletotrichum spp. pada tanaman kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.)
dan diperoleh indentifikasinya sebagai berikut.
A. Tanaman Inang
Jamur Colletotrichum menyerang baik tanaman tropis
maupun tanaman subtropis. Beberapa spesies jamur ini
mendapatkan inangnya pada tanaman kacang hijau Vigna radiata,
kedelai Glycine max, pepaya Carica papaya, pisang Musa
paradisiaca, dan kelapa sawit Elaeis guineensis Jacq. Yang
menyebabkan penyakit hawar daun pada tanaman inang.
B. Gejala
Gejala serangan jamur Colletotrichumini terlihat pada bagian
buah tanaman terdapat suatu lesi yang berupa cincin melingkar
konsentrik, lembab dan berwarna merah pudar sampai orange,
merupakan massa konidia.
Selanjutnya, gejala serangan ini terlihat pada daun – daun
bagian bawah berupa bercak – bercak coklat kelabu yang
kemudian melebar hingga 5 cm atau lebih, dan pada umumnya
pecah karena perkembangan daun. Pada batang terlihat bercak
melekuk coklat kehitaman dengan massa spora berwarna jingga,
yang awalnya berada pada pucuk lalu merambat ke bawah hingga
menggugurkan dedaunan.
Gambar 3.1 (a) batang terinfeksi (b) daun terinfeksi (Azhari, 2018)
C. Bioekologi
Bakteri ini cocok terhadap kondisi kelembaban yang relatif
tinggi, membentuk spora yang tahan baik terhadap suhu antara 25
– 28 °C. Pada suhu dibawah 5 °C dan diatas 40 °C, spora ini tidak
dapat tumbuh berkecambah.
Perkembangan jamur ini akan baik bila berada pada kondisi
yang teduh, cuaca basah dan sejuk, kesuburan tanah tendah, dan
cabang yang lemah akibat adanya penyakit sebelumnya.
D. Cara Penyebaran
Jamur Colletotrichum spp. ini menginfeksi bagian
permukaan tanaman, apabila masuk ke dalam jaringan tanaman
maka penyebaran jamur akan terjadi secara cepat dengan
dukungan kondisi yang baik.
Konidium jamur ini terikat pada massa yang menyerupai
lendir, akan melakukan penyebaran dengan baik melalui percikan
air, apalagi saat musim penghujan. Jamur Colletotrichum spp. ini
cukup resisten terhadap penyakit yang diderita tanaman. Jamur ini
juga dapat menyebar melalui biji benih yang perkembangannya
berada pada polong terinfeksi. Selanjutnya apabila biji tersebut
berkecambah maka akan timbul spora merah yang mungkin akan
menjadi sumber infeksi tanaman sekitanya.
E. Cara Pengendalian
Beberapa pengendalian yang mungkin dapat mengurangi
dampak serangan, dapat dilakukan dengan penggunaan mulsa
hitam perak. Kemudian juga dapat dilakukan dengan menanam
varietas tahan penyakit dan menggunakan bibit sehat bersertifikat.
Pengendalian menggunakan biokimia dapat dilakukan
dengan penyemprotan fungisida pada tanaman secara terkontrol.
Lalu langkah penanggulangan yang mungkin juga dapat diambil
adalah, menanam dengan jarak tanam yang lebih luas, dan juga
menjaga ketahanan produktivitas tanah dengan tidak melakukan
pertanian intensif.
4. Penyakit Nematoda Sista Kuning pada Tanaman Kentang
Menurut Nugrohorini (2012), terdapat beberapa nematoda yang
menyerang tanaman kentang salah satunya adalah Globodera rostochiensis
atau Nematoda Sista Kuning (NSK) yang merupakan salah satu jenis
Nematoda Sista Kentang..
A. Tanaman Inang
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa nematoda ini
menemukan inangnya pada tanaman kentang (Solanum
tuberosum), terong (S.melongena), dan juga tomat (Lycopersicon
esculentum). Selain itu nematoda G. rostochiensis juga
menyerang tanaman lain seperti S. rostratum (buffalo bur), S.
triflorum (cutleaf nightshade), S. Elaeagnifolium (silverleaf
nightshade), S. dulcamara (bitter nightshade), serta S. xanti
(purple nightshade), dan S. integrifolium (tomato eggplant).
Tidak hanya itu, nematoda ini juga menemukan iangnya pada
beberapa tanaman gulma yang umumnya dari famili Solanaceae.
B. Gejala Serangan
Nematoda ini menyerang pertama kali pada perakaran
tanaman, kemudian ketika serangan meningkat pada tingkat
sedang-parah maka ditemukan tanaman akan menunjukkan gejala
layu, menguning, dan kerdil. Pada serangan yang sangat parah,
terlihat bahwa batang dan daun tanaman akan mengering secara
tiba – tiba dan akhirnya mati.
Pada perakaran, apabila terserang maka menunjukkan
terdapat bintil – bintil putih kekuningan, beberapa ditemukan
coklat keemasan.
Gejala yang ditunjukkan oleh tanaman kentang yaitu, daun
akan menguning di awal, kering, kemudian mati karena perakaran
terganggu. Apabila masih hidup, kentang/umbi yang dihasilkan
akan kecil dan berjumlah sedikit.
Gambar 4.1 Gejala serangan
Gambar 4.2 Gejala serangan
NSK (Ditlin Horti, 2016) NSK (Balitsa, 2014)

Gambar 4.3 Gejala serangan Gambar 4.4 Gejala serangan


NSK (Ditlin Horti, 2016) NSK (Ditlin Horti, 2016)

Gambar 4.6 Nematoda G.


Gambar 4.5 Nematoda G.
pallida (Ditlin Horti, 2016)
rostochiensis (Ditlin Horti,
2016)

C. Bioekologi
Nematoda G. rostochiensis mampu hidup berkembang
dengan baik apabila tinggal pada kondisi bersuhu antara 15 –
21 °C dimana pada keadaan kelembaban yang tinggi. Spesies ini
merupakan yang termasuk cukup sukses sebagai organisme parasit
tanaman, karena kemampuannya beradaptasi dengan variabel
lingkungan dengan berasosiasi dan berko-evolusi pada tanaman
inang. Potensi reproduksinya cukup tinggi dan memiliki
kemampuan bertahan hidup pada kondisi yang kurang
menguntungkan.
D. Cara Penyebaran
Mengenai penyebaran nematoda ini, ditemukan bahwa
nematoda G. rostochiensis ini memiliki kemampuan untuk
berkoloni dan bersama menyerang inang. Mereka juga mampu
hidup dengan jangka waktu yang lama dalam tanah jika belum
menemukan inang yang cocok.
Tumbuhnya gulma juga mendukung penyebaran nematoda
ini, beberapa gulma yang menjadi inang dari nematoda ini
menyebabkan bertahan lama nya organisme ini apabila tidak ada
penanggulangan yang serius.
Penyebaran juga dapat terjadi apabila terdapat penggunaan
bibit kurang sehat pemicu adanya nematoda hingga nanti
menyerang tanaman disekitarnya.
E. Cara Pengendalian
 Pengolahan lahan supresif/intensif, seperti sanitasi lahan, dan
pembakaran sisa perakaran
 Pemilihan dan penggunaan bibit sehat bersertifikat dan aman
dari epidemi serangan sebelumnya
 Varietas tahan dan toleran
 Pemilihan lahan bebas nematoda
 Penggunaan tanaman perangkap dengan tanaman dari famili
Solanaceae
 Penerapan sistem budidaya tanaman sehat, dan
 Penggunaan nematisida sesuai ambang kendali
DAFTAR PUSTAKA

Anjarsari et al. 2013. Deteksi dan Identifkasi Potyvirus pada Ubi Jalar di Tana
Toraja, Sulawesi Selatan Vol 9 No 6. Jurnal Fitopatologi Indonesia.

Azhari, Faisal. 2018. Keragaman Biologi Colletotrichum spp. Penyebab Penyakit


Hawar Daun pada Tanaman Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Di
Sumatera Utara Bagian Timur. Skripsi. Universitas Sumatera Utara

Nugrohorini. 2012. Nematoda parasit tanaman. Surabaya: UPN Press.

Rahayu. 2012. Penyakit Layu Bakteri Bioekologi dan Cara Pengendaliannya.


Balai Penelitian Tanaman Aneka Kacang dan Umbi.

Saleh dan Rahayuningsih. 2014. Penyakit Virus Tanaman Ubi Jalar Dan Upaya
Pengendaliannya No. 27: 15–25. Buletin Palawija .

Susetyo. 2016. Strategi Pengendalian Terpadu Nematoda Sista Kentang


(Globodera rostochiensis) pada Tanaman Kentang. Direktorat Perlindungan
Hortikultura.

Anda mungkin juga menyukai