Anda di halaman 1dari 10

1.

Penyakit mati kecambah (Damping off)


Patogen : Pythium, Phytophthora, Fusarium. dan Rhizoctonia.
Tanaman inang : Tembakau, tebu, pepaya, jahe, tomat, kacang panjang, kentang, cabai,
semangka, dan tanaman serealia.
Gejala : Pre-emergence damping-off, pathogen
menyerang benih.tanaman sebelum benih muncul ke permukaan tanah.
Benih yang tidak tumbuh akibat serangan patogen ini sering dianggap karena daya
kecambahnya sudah menurun. Post-emergence damping-off, patogen menyerang tanaman
yang baru berkecambah pada bagian pangkal batang tanaman, sehingga menyebabkan tanaman
rebah.
Penyebaran : Patogen menyebar melalui tanah (soil borne), patogen dapat hidup dan
bertahan lama di dalam tanah
Jamur Pythium deryanum
Pythium debaryanum merupakan jamur patogen yang menyebabkan kecambah busuk
dan membusuknya akar pada tanaman budidaya (R. Hesse C. Dalam André dan Cock. 2004).
Serangan jamur ini terjadi dibeberapa tanaman budidaya, diantaranya menyerang daun dan
buah tanaman kacang panjang.
A. Taksonomi Jamur Pythium debaryanum
Kingdom : Chromalveolata
Phylum : Heterokontophyta
Class : Oomycetes
Order : Pythiales
Family : Pythiaceae
Genus : Pythium
Species : Pythium debaryanum
Binomial name : Pythium debaryanum
Sinomim : Eupythium debaryanum (R Hesse) (Nieuwl dalam Van Der, 1981)

2. Penyakit Bercak Daun (late blight)


Gambar 1: Busuk daun (late blight) pada daun tanaman kentang oleh kapang pathogen
Phytophthora infestans

Gambar 2: Gambar mikroskopi kapang patogen Phytophthora infestan


 Penyakit Busuk Daun
 Menurut MycoBank (2013), klasifikasi Phytophthora infestans adalah kerajaan: Chromista,
divisi: Oomycota, kelas: Oomycetes, ordo: Pythiales, family: Pythiaceae, genus:
Phytophthora, dan spesies: Phytophthora infestans (Mont.) de Bary
 Gejala Penyakit Busuk Daun pada Kentang
Gejala awal penyakit busuk daun (busuk phytophthora) pada tanaman kentang yaitu berupa
bercak-bercak kebasah-basahan pada bagian tengah daun dan tepi daun. Slanjutnya bercak-
bercak tersebut melebar dan terbentuk daerah nekrotik yang berwarna coklat atau kehitam-
hitaman. Bercak dikelilingi oleh masa aporangium yang berwarna putih dengan latar
belakang berwarna hijau kelabu. Selanjutnya serangan dapat dengan cepat menyebar
kebagian batang, tangkai dan umbi kentang.
Serangan penyakit busuk daun pada kentang berkembang dan menyebar dengan cepat pada
musim hujan dengan kelembaban tinggi dan pada suhu rendah.
Pengendalian penyakit pada tanaman kentang tidak akan efektif jika hanya
mengandalkan pestisida (fungisida, bakterisida maupun nematisida). Pengendalian dan
pencegahan semestinya dilakukan dengan menerapkan sistem pengendalian hama terpadu
(PHT), yaitu upaya pengendalian populasi OPT dengan menerapkan berbagai teknik
pengendalian yang dikembangkan dalam satu kesatuan. Berikut ini beberapa tindakan yang
dapat dilakukan untuk mencegah dan mengendalikan penyakit utama tanaman kentang :
1. Pengolahan lahan yang baik. Lahan yang akan digunakan untuk budidaya kentang
dibersihkan dari gulma maupun sisa-sisa tanaman sebelumnya, termasuk sisa tanaman yang
ada didalam tanah. Pembersihan dilakukan sebelum dan bersamaan dengan
pembajakan/pencangkulan.
2. Pengapuran dan pengecekan pH tanah. Jika pH tanah kurang dari 6 maka harus dilakukan
pengapuran untuk menaikkan pH tanah. Bakteri dan jamur patogen menyukai dan
berkembang biak dengan pesat pada tanah yang ber-pH rendah. Pengapuran dilakukan
setelah pencangkulan.
3. Aplikasi trichoderma sp. untuk menekan pertumbuhan cendawan patogen yang ada
didalam tanah. Trichoderma sp. dibiakkan terlebih dahulu pada pupuk kandang kemudian
ditaburkan pada lahan sebagai pupuk dasar.
4. Aplikasi PGPR untuk menekan perkembangan bakteri patogen. PGPR adalah sekelompok
bakteri pemacu tumbuh yang bermanfaat untuk mencegah berbagai jenis penyakit tanaman
yang disebabkan oleh bakteri.
5. Menggunakan bibit unggul yang steril. Salah satu penularan dan penyebaran penyakit pada
tanaman kentang adalah melalui umbi bibit yang terinfeksi. Untuk menghindari kerugian
akibat tingginya serangan penyakit pada tanaman kentang, sebaiknya gunakan bibit yang
jelas asal usulnya yang terbebas dari hama maupun penyakit.
6. Drainase yang baik. Perkembangan penyakit lebih cepat ketika lahan dalam keadaan basah
dan lembab, terutama ketika musim hujan. Untuk mencegah genangan air dan untuk
menjaga kelembaban tanah tetap stabil upayakan memperbaiki drainase pada lahan yang
akan digunakan untuk budidaya kentang.
7. Jika terpaksa gunakan fungisida yang sesuai untuk mengendalikan penyakit tanaman
kentang yang disebabkan oleh jamur. Aplikasi fungisida harus sesuai dengan yang
direkomendasikan, baik itu dosis, jenis fungisida maupun waktu aplikasi.
8. Untuk mengendalikan penyakit tanaman kentang yang disebabkan oleh bakteri, gunakan
bakterisida yang direkomendasikan. Aplikasi dilakukan dengan penyemprotan dengan
dosis dan waktu aplikasi yang tepat

3. Penyakit Busuk Lunak

Gambar. 1 Rhizopus stolonifer penyebab penyakit busuk lunak

Klasifikasi dari Rhizopus stolonifer adalah sebagai berikut :


Kingdom : Fungi
Phylum : Zygomycota
Class : Zygomycetes
Order : Mucorales
Family : Mucoraceae
Genus : Rhizopus
Species : Rhizopus stolonifer
Penyakit Rhizopus Stolonifer Pada Buah
1. Buah busuk, berair, berwarna coklat muda dan bila ditekan akan mengeluarkan cairan keruh.
2. Ditempat penyimpanan, buah yang terinfeksi akan tertutup miselium jamur berwarna putih
dan spora hitam.
3. (Anonimus, 2005)
Jamur ini dilaporkan berasal dari Pakistan dan India. Jamur ini cepat berkembang dan
menghasilkan biakan berwarna abu-abu sampai hitam apabila disporulasi. Hifa menghasilkan
enzim pectinolytic yang merusak lamella tengah, menginfeksi jaringan dan menjaikannya lunak,
busuk berair (Nishijima, 1993).
Pada buah yang terserang rhizopus stolonifer, umumnya adalah buah-buah yang tua.
Penyakit ini paling banyak dijumpai pada buah yang telah dipanen. Mula-mula buah lebam,
dalam satu malam pada buah dijumpai misellium berwarna putih dan menutupi permukaan buah.
Buah yang terserang lama-kelamaan akan mengering dan berwarna hitam yang merupakan koloni
jamur. Hal ini sesuai dengan literatur yang menyatakan bahwa di tempat penyimpanan, buah yang
terinfeksi akan tertutup misellium jamur berwarna putih dan spora hitam (Anonimus, 2005).
Pengendalian Penyakit
1. Menyeterilkan cetakan Roti sebelum dan sesudah pemakaian.
2. Menanam di tanah yang drainasenya baik, mengendalikan gulma, memperlihatkan jarak agar
tidak terlalu rapat.
3. Menanam bibit tanaman yang sehat.
4. Mendinginkan buah sebelum diangkut.
5. Pemisahan buah yang baik dan rusak.
6. Mencegah terjadinya luka pada tanaman yang dapat menjadi jalan masuknya patogen ke
jaringan tanaman.

4. Penyakit Busuk Basah


Gambar.1 Mikroskopik Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt
Penyakit :Busuk daun (Downy mildew)
Penyebab :Pseudoperonospora cubensis Berk et Curt. Menginfeksi kulit daun pada
kelembaban udara tinggi, temperatur 16 – 22°C dan berembun atau berkabut.
Gejala :daun berbercak kuning dan berjamur, warna daun akan menjadi coklat dan
busuk.
Pengendalian :

1. Olah tanah yang bagus dengan memakai Pupuk Organik NASA yang berupa super nasa di
campurkan pupuk kimia dasar yang biasa di pakai. pupuk kimia dasar bisa di kurangi 30 %
– 50% dari anjuran dinas pertanian setempat.
2. Pemakaian Produk Nasa yang berupa Natural GLIO yang sudah di fermentasikan dengan
pupuk kandang selama 2 minggu,cara fermentasinya 1 kotak Natural Glio di campurkan
dengan 50 Kg pupuk kandang. Lalu masukkan aekitar 20gr ( 1 sendok makan ) ke lubang
tanah di sekitar tanaman mentimun yang mau ditanamkan.

5. Penyakit bulai pada daun


Ciri umum Saccharomyces sp (ragi) tidak mempunyai hifa dan tubuh buah. Jenis ragi
yang dimanfaatkan untuk pem-buatan tape atau pengembang adonan roti adalah Saccharo-
myces cerevisiae. Jamur ini dapat memfermentasi glukosa menjadi alkohol dan karbon
dioksida. Reaksi kimianya adalah sebagai berikut.
C6H12O6 --> 2C2H5OH + 2CO2 + energi
(gkukosa) (alcohol)
Gambar. 1 jamur Scleropora maydis
Penyebab Penyakit:
Jamur Peronosclerospora maydis ( Rac ) Shaw, yang sampai sekarang dikenal dengan
Sclerospora maydis ( Rac. ) Butl disebabkan oleh sclerospora javanica Palm oleh Palm (
1918). Seterusnya hingga disebut Sclerospora maydis ( Rac )oleh Butler dan Bisby ( 1931 ).
Miselium P. maydis berkembang di ruang antar sel. Disini terdapat dua miselium yaitu yang
hifanya banyak bercabang dan yang hifanya kurang bercabang. Hifa yang banyak bercabang
membentuk kelompok – kelompok diantara tulang – tulang daun dan yang hifanya kurang
bercabang menghubungkan kelompok – kelompok tersebut. Hifa membentuk haustorium yang
masuk kedalam rongga sel. Haustorium berbentuk batang, paku, cacing, jari, atau gelembung .
Pada waktu permukaan daun berembun, miselium membentuk konidiofor yang keluar
melalui mulut kulit. Dari satu mulut kulit dapat keluar satu atau lebih konidofor. Mula – mula
konidiofor berbentuk batang lalu membentuk batang dikotom yang masing – masing
membentuk cabang lagi. Pada umumnya konidiofor mempunyai percabangan tingkat tiga atau
empat. Cabang tingkat terakhir membentuk sterigma ( tangkai konidium ), umumnya dua
yang masing-masing mendukung satu konidium.
Konidium yang masih muda berbentuk bulat, sedangkan yang sudah masak dapat
menjadi jorong, konidium berukuran 12 – 19 X 10 – 23 µm dengan rata – rata 19,2 – 17,0µm.
konidium tumbuh dengan membentuk pembuluh kecambah. Oospora jamur ini belum pernah
ditemukan.
Daur penyakit
P. maydis adalah pathogen biotrof , tidak dapat hidup secara saprofitik, tidak terdapat
tanda bahwa jamur dapat bertahan dalam tanah. Pertanaman baru di bekas pertanaman yang
terserang berat dapat sehat kembali. Jamur ini bertahan dari musim ke musim pada tanaman
hidup.
Sampai sekarang belum ditemukan adanya tumbuhan inang lain dan P. maydis di alam.
Jamur ini dapat menginfeksi Euchlaena Mexicana dan Tripsacum. Namun di Indonesia kedua
macam tumbuhan ini tidak terdapat di alam ( Semangun dan Martoredjo, 1971 ).
Jamur dapat terbawa dalam biji tanaman sakit, namun hanya pada biji yang masih muda dan
basah serta pada varietas jagung yang rentan ( Purakusumah, 1965 ; Semangun, 1968 ; Sudjadi
et al, 1976 )
Konidium terbentuk di waktu malam pada waktu daun berembun, dan konidium segera
dipencarkan oleh angin. Oleh karena embun hanya terjadi bila udara tenang, pada umumnya
konidium tidak dapat terangkut jauh oleh angin.
Konidium segera berkecambah dengan membentuk pembuluh kecambah yang akan
mengadakan infeksi pada daun muda dari tanaman muda melalui mulut kulit. Pembuluh
berkecambah membentuk apresorium di muka kulit ini.
Factor yang mempengaruhi perkembangan penyakit
1. Penyakit bulai jagung terdapat di dataran rendah dan jarang terdapat di tempat yang lebih
tinggi dari 900 – 1200 m ( Rutgers, 1961 ). Dan suhu optimum bagi konidium berkecambah
adalah 30 0C ( Bustaman dan Kimigafukuro, 1981 )
2. Infeksi hanya terjadi pada saat ada air, baik air embun, air hujan atau air gutasi.
3. Infeksi sangat ditentukan oleh umur tanaman dan umur daun yang terinfeksi. Tanaman
yang berumur lebih dari 3 minggu cukup tahan terhadap infeksi. Makin muda suatu
tanaman semakin berkurang kerentanannya ( Bustaman dan Kimigafukuro, 1981 )
Pengelolaan penyakit
1. Penanaman varietas – varietas tahan
2. Penanaman awal
Pada awal permulaan musim hujan jagung tegalan ditanam agak awal secara serentak untuk
suatu daerah yang luas contoh satu Wilayah Kerja Pembangunan Pertanian ( WKPP )
1. Sanitasi
bagi tanaman sekitarnya terutama bagi tanaman yang masih muda
1. Perlakuan benih
Benih jagung diobati dengan metalaksil ( Ridomil 35 SD ) dengan dosis 0,7 g bahan aktif per
kg benih. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa benih jagung yang ditreatment dengan
metalaxyl yang disimpan dalam kaleng ditambah kapur tohor dan disimpan di
kulkas menunjukkan daya tumbuh 86% dan 89%. Hal ini menunjukan bahwa cara
penyimpanan benih dengan cara tersebut dapat menekan tingkat penurunan daya tumbuh
benih. Sedangkan pada penyimpanan benih dalam kaleng ternyata hanya tahan 2 bulan, karena
setelah masa itu daya tumbuhnya berkurang menjadi 60% saja. Hasil lain yang ditunjukkan
dari penelitian ini adalah bahwa metalaxyl terbukti masih efektif dalam mencegah dan
mengendalikan benih jagung dari penyakit bulai meskipun benih tersebut disimpan selama lima
bulan. Meskipun dalam percobaan ini tidak ada kontrol yaitu benih jagung varietas peka bulai
yang tidak diberi metalaxyl sebagai pembanding namun intensitas di sekeliling petak
percobaan menunjukkan angka serangan yang tinggi sekali yaitu hampir 100%, dan varietas
yang digunakan adalah varietas peka sehingga serangan yang rendah sekali pada benih yang
diberi metalaxyl merupakan petunjuk bahwa fungsida bahan aktif metalaxyl yang diberikan
pada benih jagung masih kuat dan efektif mengendalikan penyakit bulai.

6. Penyakit Kutil pada kecipir (pshocarpus tetragonolobus)


Serangan S. psopocarphi pada tanaman kecipir ditandai dengan munculnya pustule
berwarna oranye cerah di sepanjang tulang daun yang masih muda, batang, polong dan
mahkota bunga. Pustul berwarna oranye cerah ini dinamakan karat palsu karena mirip dengan
penyakit karat yang benar yang disebabkan oleh jamur dari ordo Uredinales (Semangun 2007).
Infeksi lanjut menyebabkan terjadinya hiperplasia dan terbentuknya gal yang mengakibatkan
pertumbuhan daun, cabang abnormal, menggulung dan kering.
S. psopocarphi juga ditemukan menyerang batang, dan polong kecipir. Serangan S.
psopocarphi pada tanaman kecipir di kebun koleksi plasma nutfah mencapai 50% dari seluruh
bagian tanaman yang meliputi daun, batang dan polong. S. psopocarphi dapat menginfeksi
hampir seluruh bagian tanaman kecipir. Jamur ini dapat menginfeksi kelopak bunga tapi tidak
menginfeksi mahkota, menurut Semangun (2007) hal ini mungkin disebabkan karena pada
bagian tersebut tidak terdapat jaringan yang berfotosintesis. Polong muda lebih mudah
terinfeksi dan polong dapat tampak terpuntir dan seluruhnya tertutup oleh pustul jamur. Namun
sejauh ini belum terdapat artikel yang melaporkan besarnya kehilangan hasil akibat serangan
S. psopocarphi pada tanaman kecipir, sehingga perlu penelitian lebih lanjut tentang kehilangan
hasil kecipir akibat karat palsu yang disebabkan S. psophocarpi.
7. Penyakit Embun Hitam (black mildew)

1. Tanaman inang : melati, jeruk, mangga, belimbing, mengkudu, jambu biji.


2. Apabila patogen tersebut membentuk lapisan merata adalah Capnodium sp., sedang yang
membentuk kelompok-kelompok hitam berbulu adalah Meliola sp.
3. Epidemiologi Miselium cendawan ini hanya terdapat di permukaan daun dan tidak masuk
ke dalam jaringan. Untuk pertumbuhannya cendawan hanya memakan embun madu yang
melekat pada daun.
Selaput hitam tipis pada permukaan daun tersebut terbentuk dari hifa yang menjalin
dan menenun. Apabila udara kering selaput dapat lepas dari daun dan pecah menjadi
bagian-bagian kecil yang terhembus angin dan beterbangan kemana-mana. Cendawan ini
berkembang biak pada musim kemarau, sedang pada musim hujan berkurang, karena
embun madunya tidak banyak. Tanaman di bawah naungan intensitas serangannya
cenderung lebih besar.
4. Pengendalian Kultur teknis Mengurangi kelembaban kebun dengan mengatur jarak tanam
dengan cara memangkas tanaman atau tunas yang tidak produktif.
Mekanis
- Memangkas daun yang terserang dan memusnahkannya
- Mengurangi populasi kutu daun penghasil sekresi sebagai media pertumbuhan cendawan.
Kimiawi
Sebelum aplikasi fungisida dilakukan pemantauan OPT, dan aplikasinya apabila
diperlukan. Pestisida yang telah terdaftar dan diizinkan Menteri Pertanian untuk OPT
melati belum ada, namun demikian untuk sementara dapat menggunakan fungisida
sebagai-mana tercantum dalam lampiran

8. Penyakit Bercak Hitam (black spot)


Nama Penyakit
Nama penyakit bercak-hitam jeruk dalam Bahasa Indonesia digunakan untuk merujuk
kepada penyakit yang dalam Bahasa Inggris disebut citrus black spot, sering disingkat CBS,
tetapi dapat mengelirukan karena CBS dapat pula merupakan singkatan dari citrus bacterial
canker (kanker-bakteri jeruk). Nama lain dari penyakit ini dalam Bahasa Inggris adalah hard
spot (shot-hole spot), false melanose (speckled blotch), freckle spot, lacy-spot, cracked spot
and virulent (spreading or galloping) spot.
Nama Berlaku dan Klasifikasi Penyebab Penyakit
Nama berlaku penyebab penyakit bercak-hitam jeruk adalah Phyllosticta citricarpa
(McAlpine) Aa 1973 yang merupakan anamorf dari jamur teleomorf Guignardia citricarpa
Kiely (1948). Klasifikasi jamur Phyllosticta citricarpa adalah kerajaan: Fungi, divisi:
Ascomycota, sub-divisi: Pezizomycotina, kelas: Dothideomycetes, ordo: Botryosphaeriales,
famili: Botryosphaeriaceae, genus: Guignardia, dan spesies: Phyllosticta
citricarpa (McAlpine) Aa 1973, teleomorf: Guignardia citricarpa Kiely (1948).
Nama Sinonim Penyebab Penyakit
Nama ilmiah sinonim jamur Phyllosticta citricarpa (McAlpine) Aa 1973 adalah Phoma
citricarpa McAlpine (1899), Phoma citricarpa McAlpine (1899) var. citricarpa, Phoma
citricarpa var. mikan Hara (1925), dan Phyllostictina citricarpa (McAlpine) Petr. (1953)
Gejala dan Tanda Penyakit
Gejala dapat timbul pada daun, ranting, pangkal buah, dan buah. Luka baru pada daun
ranting dan pangkal buah berukuran kecil, bintik kemerahan yang sedikit terangkat. Luka lebih
lama juga berukuran kecil, membulat, bercak nekrotik terbenam dengan pusat berwarna abu-
abu dengan cincin tepi berwarna cokelat gelap, dapat disertai dengan halo kuning. Luka pada
buah menimbulkan gejala yang dibedakan menjadi enam tipe sebagai berikut:
 Bercak mengeras (hard spot): merupakan gejala khas bercak-hitam jeruk seiring dengan
menuanya buah, sering berkembang bersamaan dengan perubahan warna buah, berupa luka
terbenam berdiameter 3-10 mm, berwarna merah bata dengan pusat tan sampai abu-abu
dan tepi cokelat sampai hitam, dapat tetapi tidak selalu disertai dengan bintik hitam
piknidia, yang dapat dilihat dengan kaca pembesar tetapi dapat dikelirukan dengan aservuli
jamur Colletotrichum spp., di lapangan lazim terbentuk pada sisi buah yang terpapar sinar
matahari langsung.
 Melanose palsu/bercak kecil tidak beraturan (false melanose/speckled blotch): bercak kecil
terangkat berdiameter <1 mm dalam jumlah banyak, berwarna cokelat sampai hitam,
menyatu satu sama lain seiring dengan perkembangan, tidak mempunyai bintik hitam
piknidia, dapat berubah menjadi bercak mengeras pada akhir perkembangannya.
 Bercak kecil cokelat terang/bercak virulen dini (freckle spot/early virulent spot):
merupakan gejala berat, timbul pada buah tua, sering kali setelah panen tetapi dapat terlihat
mulai ketika buah masih berada di pohon, berupa bercak terbenam berdiameter 1-3 mm,
dengan bintik piknidia, umumnya berwarna kemerahan dengan tepi merah gelap sampai
cokelat, tetapi juga dapat berwarna abu-abu sampai tan, kecokelatan, atau tanpa warna,
pada akhir musim atau dalam penyimpanan bercak ini dapat berkembang menjadi bercak
virulen atau bercak mengeras.
 Bercak virulen (virulent spot): bercak terbenam tidak beraturan yang berkembang pada
buah tua pada akhir musim panen, dengan bintik piknidia sangat banyak pada kelembaban
tinggi, dapat berubah menjadi berwarna cokelat atau hitam dengan tekstur menyerupai kulit
yang menutupi seluruh permukaan buah, dapat masuk dalam ke daging buah, dapat
menyebabkan buah gugur.
 Bercak dekoratif (lacy spot): bercak permukaan yang timbul ketika buah masih berwarna
hijau, berukuran kecil, dengan pusat berwarna kuning atau kuning gelap, tanpa tepi yang
jelas, dapat menutupi bagian besar dari permukaan buah, dapat dipandang sebagai variasi
melanose palsu, istilah gejala ini jarang digunakan dan hanya dilaporkan dari Amerika
Selatan.
 Bercak pecah-pecah (cracked spot): bercak permukaan agak terangkat, berukuran
bervariasi, berwarna cokelat sampai hitam dengan permukaan pecah-pecah dan tepi tidak
beraturan, tanpa bintik piknidia, berasosiasi dengan kerusakan yang disebabkan oleh
tungau karat, dapat berkembang bercak mengeras di bagian pusat bercak.

Gejala bercak-hitam jeruk pada buah, A: bercak mengeras, B: melanose palsu/bercak kecil
tidak beraturan, C: bercak kecil cokelat terang/bercak virulen dini, D: bercak virulen, E:
bercak dekoratif pada buah masih hijau, F: bercak pecah-pecah, G: tahap lanut bercak
mengeras dengan pusat terbenam berwarna tan dikelilingi oleh tepi terangkat berwarna merah
bata, H: gejala bercak mengeras khas bercak-hitam jeruk, biasanya berkembang ketika buah
mulai menguning, I: bercak kecil cokelat terang/bercak virulen dini berwarna kemerahan
tanpa halo, J: bercak pecah-pecah, foto jarak dekat, permukaan menyerupai kulit, dan K:
bercak pecah-pecah, foto jarak dekat, permukaan pecah mengelupas. Foto tidak dengan skala
perbesaran yang sama. Sumber: Citrus Diseases

Anda mungkin juga menyukai