Anda di halaman 1dari 20

Penyakit Pada Tanaman Kopi

1. Jamur Upas
Serangan penyakit jamur ini ditandai dengan timbulnya bercak-bercak berwarna cokelat
pada permukaan buah kopi. Biasanya sisi buah yang paling banyak mendapatkan sinar
matahari lebih rentan terhadap penyakit bercak daun ini. Lama kelamaan buah yang
berpenyakit tersebut akan mengalami pembusukan sampai ke biji kopi sehingga
kualitasnya menurun drastis
A. Klasifikasi penyakit jamur upas pada tanamn kopi :
Kingdom : Fungi
Film : Basidiomycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo :Polyporales
Famili : Corteceae
Genus :Cortecium
Species : Corticium salmonicolor
B. Morfologi penyakit upas pada tanaman kopi :
1. Jamur yang masih berupa lapisan miselium. Pengamatan mikroskopis
menunjukkan bahwa miselium jamur berwarna hialin, dan membentuk cabang tegak.
2. Jamur berupa kerak merah pada daun kopi, kerak jamur ini menunjukkan babwa
anatomi jamur yang sudah berupa kerak merah j ambu terdiri atas empat Iapisan
yaitu Lapisan basal. berupa lapisan miselium ripis tersusun longgar, berasal dari
miselium jamur yang tersusun seperti sarang Iabah-labah, merupakao lapisan
paling bawah, yang membentuk cabang tegak (vertical) Lapisan berupa lapisan
yang terdiri atas cabang-cabang tegak dari lapisan basal. Tiap cabang
bercabang lagi secara dikotom atau tak teratur, 2-4 tingkat; Lapisan subhimenium,
rersusun dari rantaian monilioid sel-sel pendek yang berbentuk segi - empat tidak
teratur, merupakan lanjutan percabangan dari lapisan anrara dengan cabang yang
sangat pendek, panjangnya sama dengan lebamya, sehingga cabang-cabang pada
lapisan ini tampak sebagai rantaian sel, yang tersusun sangat padat, karena tiap sel
mempunyai kemampuan untuk bercabang. Rantaian sel mula-mula divergen, tetapi
rantaian ujung selalu tegak lurus terhadap lapisan basal. Pada rantaian sel ini sel
ujung adalah sel paling muda, yang akan menjadi basidiwn; Lapisan himeniwn,
tersusun dari basidium yang dibentuk dari sel ujung rantaian sel . Apabila basidiwn
masak lalu membentuk basidiospora. Anatomi kerak jamur ini sama dengan anatomi
kerak jamur upas, tetapi basidiumnya belum masak, belum membentuk basidiospor.
C. Penyebaran penyakit jamur upas pada tanaman kopi
Penyeberan penyakit upas biasanya terinfeksi dari tanaman pupuk hijau (Tephrosia
candida), penyebaran penyakit banyak terjadi pada kebun yang lembab, pemangkasan
kurang, dan pohon pelindung yang terlalu rapat dan penyebaran penyakit lebih banyak
terdapat di daerah dengan curah hujan tinggi.
D. Pengendalian penyakit jamur upas pada tanaman kopi :
1. Sanitasi, yaitu : mengurangi kelembapan kebun, dengan memangkas pohon
pelindung atau ranting-ranting kopi yang tidak produktif
2. Membersihkan sumber infeksi yang ada di sekitar, misalnyatanaman pupuk hijau
yang sakit.
3. Penggunaan fungisida, dengan cara melumasikan fungisida pada batang atau
cabang besar yang terserang jamur. Agar tanaman kopi yang terserang bisa
menghilangkan penyakit jamur upas tersebut, dan juga agar jamur upas tidak
tersebar ketanaman kopi lain. Cara ini cara yang paling efektif.

Gambar penyakit jamur upas pada tanaman kopi :

Gambar 1 : Penyakit Jamur Upas pada tanaman kopi Gambar 2 : Mikroskopis Jamur
Upas pada tanaman kopi

2. Penyakit Akar putih


Jamur akar putih menjadi penyakit yang sangat penting karena penyebabnya memiliki
kisaran inang yang luas, jamur akar putih dapat menyerang kopi, kakao, kelapa sawit.
Jamur akar putih juga dapat menyerang pupuk hijau, seperti Tephrosia spp. dan Crotalaria
spp.
A. Klasifikasi penyakit akar pada tanaman kopi :
Kingdom: Fungi
Filum : Basidiomycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo : Polyporales
Famili : Meripilaceae
Genus : Rigidoporus
Spesies : Rigidoporus microporus
B. Morfologi penyakit akar putih pada tanamn kopi
Permukaan atasnya berwarna cokelat kekuning-kuningan pucat dan permukaan
bawahnya berwarna cokelat kemerahan. Struktur serat memiliki tebal 2,8 – 4,5 μm
dengan tepi agak tipis dan berwarna kuning putih. Sifat JAP agak berkayu dengan zona
pertumbuhan sesuai dengan sekat yang tebal. Lignosus atau Rigidoporus microporus
jamur yang bersifat parasit fakultatif, artinya dapat hidup sebagai saprofit yang
kemudian menjadi parasit. Jamur lignosus atau Rigidoporus microporus tidak dapat
bertahan hidup apabila tidak ada sumber makanan.
C. Siklus hidup penyakit akar putih pada tanaman kopi
Siklus hidupnya berada di dalam tanah dan memiliki kemampuan untuk menginfeksi
perakaran atau pangkal batang sehingga dapat menyebabkan infeksi dan kematian bagi
tanaman. Ciri-ciri utama patogen tular tanah adalah mempunyai stadia penyebaran dan
masa bertahan yang terbatas di dalam tanah, walaupun beberapa patogen tular tanah ini
dapat menghasilkan spora udara sehingga dapat menyebar ke areal yang lebih luas
(Hidayah & Djajadi, 2009). dapat bertahan dalam tanah tergantung dari banyak atau
sedikitnya sisasisa akar dan kayu yang tertinggal dalam tanah, dan dari berbagai faktor
yang mempengaruhi pembusukan.
D. Penyebaran penyakit akar putih pada tanaman kopi
Penyebaran penyakit ini biasanya melalui kontak akar, apabila akar akar dari tanaman
sehat melakukan kontak dengan sumber infeksi, penyakit akar berkembang menuju
leher akar dan selanjutnya akan menjalar ke akar samping yang lain. Infeksi dapat juga
disebabkan oleh spora yang tumbuh pada sisa sisa kayu dalam tanah. Spora spora ini
juga dapat disebarkan oleh angin.

E. Pengendalian penyakit akar putih pada tanaman kopi :


1.Membongkar pohon terserang sampai ke akarnya, lalu membakar. Lubang bekas
bongkaran dibiarkan terbuka selama kurang lebih 1 tahun, namun kelemahan dari
pengendalian ini membutuhkan waktu yang relatif lama.
2.Pengobatan tanaman sakit dengan menggunakan fungisida. Fungisida yang digunakan
dapat berupa fungisida kimia. Pengendalian menggunakan fungisida memiliki beberapa
kelemahan yaitu harga yang relatif mahal karena untuk mengendalikan jamur akar,
fungisida harus diaplikasikan dengan interval tertentu.
3.Pengendalian menggunakan agensia hayati seperti jamur Trichoderma spp., selain
biaya yang digunakan relatif murah, pengendalian ini juga tergolong ramah lingkungan
karena tidak berpengaruh negatif terhadap manusia dan lingkungan. Trichoderma spp.
banyak digunakan untuk pengendalian berbagai jenis patogen tanaman, termasuk jamur
akar seperti jamur akar putih, jamur akar cokelat dan hitam.
Gambar penyakit akar putih pada tanaman kopi :

Gambar 1 : Penyakit akar putih pada tanaman kopi Gambar 2 : Mikroskopis penyakit akar
putih pada tanaman kopi

Penyakit Pada Tanaman Pisang

1. Penyakit Layu Fusarium (Fusarium Oxysporum)


Penyakit ini disebabkan oleh Fusarium oxysporum schlecht f.sp cubesen yang dulu
dikenal sebagai Fusarium cubesen. Di alam cendawan ini membentuk konidium pada
suatu badan yang disebut sporodokium yang terbentuk pada tangkai atau daun yang
sakit. Penyakit fusarium atau lebih dikenal sebagai penyakit panama merupakan salah
satu penyakit penting yang menyerang tanaman pisang bahkan termasuk penyakit
yang paling merugikan di tropika. Secara umum penyakit ini dapat menyebabkan
kerugian 35 %. - 50%.
A. Klasifikasi Menurut Cahyono (1995), adapun klasifikasi Cendawan Fusarium
oxysporum adalah sebagai berikut:
Kingdom : Fungi
Filum : Deuteromycota
Kelas : Deuteromycetes
Ordo : Moniliales
Family : Tuberculariaceae
Genus : Fusarium
Spesies : Fusarium oxysporum
B. Morfologi
Miselium cendawan ini bersekat terutama terdapat di dalam sel, khususnya di dalam
pembuluh kayu. Miselium bersekat dan membentuk percabangan. Beberapa isolat
Fusarium akan membentuk pigmen biru atau merah di dalam medium. Di alam
cendawan ini membentuk konidium pada suatu badan buah yang disebut
sporodokium. Konidiofor bercabang-cabang rata-rata mempunyai panjang 70μm.
Cabang-cabang samping biasanya bersel satu, panjangnya sampai 14 μm. Konidium
terbentuk pada ujung cabang utama atau cabang samping. Mikrokonidium sangat
banyak dihasilkan oleh cendawan pada semua kondisi, bersel satu atau bersel dua,
hialin, jorong atau agak memanjang, berukuran 5-7 x 2.5-3 μm, tidak bersekat atau
kadang-kadang bersekat satu dan berbentuk bulat telur atau lurus. Makrokonidium
berbentuk sabit, bertangkai kecil, kebanyakan bersel empat, hialin, berukuran 22-36 x
4-5 μm. Klamidospora bersel satu, jorong atau bulat, berukuran 7-13 x 7-8 μm,
terbentuk di tengah hifa atau pada makrokoniudium, seringkali berpasangan
(Djaenuddin, 2011).
C. Gejala Penyakit
Penyakit yang menyerang tanaman pisang antara lain penyakit layu Fusarium.
Layu Fusarium disebabkan oleh jamur yang menyerang melalui akar dan pembuluh
angkut. Gejala yang ditimbulkan berupa nekrotik batang semu, tepi daun menjadi
kuning tua atau layu, dan tangkai daun patah. Jika batang palsu dan bonggol yang
terinfeksi dibelah akan tampak garis-garis cokelat kehitaman. Gejala pertama fusarium
terlihat setelah 2-5 bulan akar terinfeksi dan gejala seterusnya akan tampak
kemudian. Daun akan menguning dimulai dari daun tua. Kemudian diikuti oleh daun
yang paling muda, prosesnya bisa mencapai 2 minggu dan kemudian daun dan batang
akan patah (Djaenuddin, 2011). c. Siklus hidup Foc menginfeksi lewat akar lateral atau
cabang-cabang pendek akar, lalu melakukan penetrasi ke dalam jaringan
pengangkutan dan berkembang luas di dalam. Foc diduga Trichoderma telah mampu
beradaptasi dengan rizosfer perakaran pisang serta masih tersedianya nutrisi.
Keberadaan Trichoderma sp. yang lebih dulu pada rizosfer perakaran pisang akan
menghambat perkembangan penyakit layu Fusarium.. Aktivitas jamur saprofit
terhadap patogen tergantung pada kondisi mikroklimat dan lingkungan kimia.
Kemampuan jamur saprofit dalam mengkonsumsi nutrisi tergantung ketersediaan
nutrisi dalam tanah, yang sangat menentukan dalam menekan perkembangan
pathogen (Jumjumidang, 2009).
D. Pengendalian Penyakit
Penggunaan fungisida untuk mengendalikan penyakit layu fusarium dapat
merugikan pada banyak organisme bukan target di tanah. Penggunaan fungisida
yang tidak bijaksana dapat mengakibatkan timbulnya strain patogen yang resisten.
Pengendalian hayati pada patogen tular tanah dengan menggunakan jamur endofit
merupakan pendekatan alternatif yang perlu dikembangkan, sebab relatif murah dan
mudah dilakukan, serta bersifat ramah lingkungan. Jamur endofit yang hidup di
dalam jaringan tanaman adalah ideal sebagai agen pengendali biologi karena jamur
tersebut dapat menghalangi masuknya jamur patogen. Endofit adalah simbion
mutualistis yang seluruh atau sebagian siklus hidupnya berada di dalam jaringan
tanaman sehat, menerima nutrisi dan tempat hidupnya dari tanaman. Asosiasinya
dengan tanaman inang diketahui untuk meningkatkan pertumbuhan dan vigor
tanaman, meningkatkan pengambilan nutrien tanaman dan berpotensi memberikan
resistensi pada tanaman melawan infeksi patogen. Endofit juga menghasilkan
produk aktif biokontrol dari bahan antimikroba, dapat berkompetisi untuk kolonisasi
tempat dan makanan, serta menstimulasi pertahanan inang terhadap bermacam
patogen. Produksi bahan antimikroba oleh jamur endofit merupakan salah satu
mekanisme penghambatan terhadap jamur pathogen (Djaenuddin, 2011).
2. Penyakit Layu Bakteri (Ralstonia solanacearum)
Penyakit layu bakteri disebabkan oleh Penyakit ini disebabkan oleh Ralstonia
solanacearum (yang dulunya bernama Psedomonas solanacearum). Hasil penelitian
menunjukkan bahwa Jenis pisang yang terserang oleh R. solanacearum adalah
kepok, buai, jantan, dan sirandah. Ditemukan tanaman yang diduga sebagai inang
dari R. solanacearum yaitu tomat, rimbang, terung, dan bunga kana.
A. Klasifikasi
Kingdom : Prokaryotae
Divisi : Gracilicutes
Subdivisi : Proteobacteria
Famili : Pseudomonadaceae
Genus : Ralstonia
Spesies : R. solanacearum (Semangun, 2000)
B. Morfologi Bakteri
Bakteri virulen yang tumbuh di media dicirikan dengan bagian pinggir koloni
dilingkari oleh warna putih tipis dan bagian tengah berwarna. Morfologi bakteri
adalah bulat, agak kenyal, dan tidak mudah dipisahkan dari media, berdiameter 0,5-
2,0 mm, mucoid, dan nonfluidal. Ciri-ciri Ralstonia solanacearum p.v. celebensis
adalah: gram negatif, tidak membentuk spora, mempunyai satu atau beberapa polar
plagella atau kadang–kadang 5 tidak beplagella, biasanya menghasilkan pigmen
fluoresen berwarna hijau kekuningan yang biasanya disebut fluresen yang menyebar
ke media (Aeny, 2001).
C. Gejala Penyakit
Mula-mula daun tersebut Menunjukkan garis-garis yang berwarna merah
muda. Fase berikutnya daun pisang menguning seluruhnya, akhirnya tanaman mati.
Buah yang diserang mula-mula menguning, kemudian mengeluarkan getah yang
berwarna merah, seperti darah. Daging buahnya berlendir seluruhnya. Batangnya
pun mengeluarkan lendir berwarna merah. penyakit darah juga menyerang
pembuluh batang pisang melalui akar. Secara umum, penyakit ini menyebabkan
daun menguning yang dimulai dari tepi daun tua. Tangkai daun sering patah dan
menggantung pada pangkalnya. Daun kemudian menjadi nekrosis. Daun muda yang
baru muncul akan berwarna pucat, nekrotik dan mengering. Biasanya gejala pada
tajuk (mahkota) baru tampak setelah timbulnya tandan buah. Mulamula satu daun
muda yang termuda, berubah warna tanpa menunjukkan perubahanperubahan lain.
Dari ibu tulang daun keluar garis–garis coklat kekuningan ke tepi daun. Keadaan
seperti ini dapat berlangsung lama sampai buah tampak hampir menyelesaikan
proses pemasakannya., tetapi mendadak keadaan manjadi kritis dalam jangka satu
minggu semua daun menguning dan dalam. Penyakit darah menyerang pembuluh
batang pisang melalui akar. Pada jaringan pembuluh, terlihat bercak-bercak
berwarna coklat kemerahan (discoloration) yang merupakan gejala khas penyakit ini
(Aeny, 2001).
D. Siklus Hidup
Secara ringkas, siklus hidup R. solanacearum dapat dimulai dari terjadinya
infeksi patogen ke dalam akar, baik secara sendiri maupun melalui luka yang dibuat
oleh nematoda peluka akar, atau akibat serangga dan alat-alat pertanian. Setelah
berhasil masuk ke dalam jaringan akar, R. solanacearum akan berkembang biak di
dalam pembuluh kayu (xylem) dalam akar dan pangkal batang, kemudian menyebar
ke seluruh bagian tanaman. Akibat tersumbatnya pembuluh kayu oleh jutaan sel R.
solanacearum, transportasi air dan mineral dari tanah terhambat sehingga tanaman
menjadi layu dan mati. Faktor lingkungan seperti suhu, kelembapan udara dan air,
serta faktor kebugaran tanaman sangat memengaruhi perkembangan patogen. R.
solanacearum berkembang pesat pada kondisi suhu udara 24- 35°C, tetapi
perkembangannya menurun pada suhu di atas 35°C atau di bawah 16° (Aeny, 2001).
E. Pengendalian Penyakit
Pengendalian penyakit tanaman terutama ditekankan melalui pengelolaan
penyakit terpadu, dengan menerapkan beberapa komponen teknologi pengendalian
yang efektif dan dapat diintegrasikan dengan teknis budidaya tanaman. Mengingat
R. solanacearum merupakan patogen yang terdiri atas beragam strain dan biovar,
serta pengendaliannya sejauh ini belum dilakukan secara serius oleh petani maka
beberapa komponen pengendalian seperti penggunaan varietas tahan, pemilihan
lahan bebas penyakit (non infeksi), pergiliran tanaman dengan jenis bukan inang,
penggunaan benih sehat, pengendalian hayati, pestisida nabati potensial sebagai
bakterisida, dan pengendalian kimiawi dengan antibiotik memiliki potensi cukup baik
untuk diterapkan di lapangan (Semangun, 1996).

Penyakit Pada Tanaman Kubis


1. Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae)
Penyakit akar gada (clubroot) disebabkan oleh Plasmodiophora brassicae
Wor. Merupakan salah satu penyakit tular tanah yang sangat penting pada tanaman
kubis-kubisan (Brassica spp.) diseluruh dunia penyakit ini juga sering di sebut
penyakit akar pekuk atau penyakit akar bengkak (Agrios, 1996).
A. Klasifikasi

Kingdom : Protozoa
Filum : Plasmodiophoromycota
Ordo : Plasmodioporales
Famili : Plasmodiophoraceae
Genus : Plasmodiophora
Spesies : Plasmodiophora brassicae
B. Siklus hidup
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut.
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar
muda secara langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang
terletak di bawah tanah. Setelah itu, plasmodium menyebar ke sel kortikal hingga ke
kambium. Setelah seluruh kambium terserang, plasmodium kemudian menyebar ke
korteks kemudian xilem. Patogen ini kemudian berkelompok membentuk gelendong
yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah sel kemudian bertambah
banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih besar dari
sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus
bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dpaat menyebabkan sel yang
awalnya tidak terinfeksi menjadi terinfeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat
digunakan oleh plasmodium sebagai sumber makanannya.
Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan
abnormal pada tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan
translokasi air dan nutrisi dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil
dan layu secara perlahan. Lebih lanjut lagi, pertumbuhan sel yang cepat dan sel yang
membesar dpaat menyebabkan tidak terbentuknya jaringan gabus dan
menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain utnuk menginfeksi tanaman.
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5-7. menurun drastis
pada pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora
terjadi pada pH tanah 5,7-7,5 dan tidak akan berkembang pada pH 8. tetapi pH tanah
yang rendah tidak menjamin terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran
temperatur yag optimum untuk perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25℃
dengan temperatur minimum 12,2-27,2℃. Kelembapan optimum selama 18-24 jam
mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi patogen ke dalam inang kubis
kemudian infeksi hanya terjadi pada kelembapan tanah diatas 45% dan kelembapan
tanah di atas 50% dapat mempercepat penyakit bertambah.
Kelembapan tanah di bawah 4% dapat menyebabkan terhambatnya infeksi.
Kelembapan yang tinggi disebabkan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas
cahaya sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan penyakit. Intensitas
cahaya yang tinggi menyebabkan serangan patogen akan menuru, sebaliknya
intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya patogen dengan
cepat sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar. Jumlah spora
rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang mengandung paling
sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi.
Disamping itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P. brassicae seperti
kisaran inang yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba
yang lain (Widodo, 1993).
C. Gejala Serangan
Gejala infeksi yang tampak diatas permukaan tanah adalah daun-daun
tanaman layu jika hari panas dn kering, kemudian pulih kembali pada malam hari
serta terlihat normal dan segar pada pagi hari. Jika penyakit berkembang terus, daun
menjadi kuning, tanaman kerdil, dan mungkin akan mati (Widodo, 1993).
perkembangan akar merupakan ciri khas penyakit akar gada. Bentuk dan letaknya
bergantung pada spesies inang dan tingkat infeksi. Akar yang membengkak akan
makin besar dan biasanya hancur sebelum akhir musim tanam karena serangan
bakteri dan cendawan lain (Agrios, 1996). Apabila infeksi terjadi pada akhir musim
tanam, ukuran gada biasanya kecil dan tanaman dapat bertahan hidup.

D. Kehilangan Hasil
Kerugian yang disebabkan oleh P. brassicae pada tanaman kubis-kubisan di
Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Afrika mencapai 50-100%. Di Australia,
patogen ini menyebabkan kehilangan hasil sekitar 10% setiap tahun. Di indonesia
penyakit ini menyebabkan kerusakan pada kubis sekitar 88,60% dan pada caisin
sekitar 5,42% dan 64,81% (Munir, 2003).
Pengendalian
1. Penggunaan varietas resisten
Penurunan resistensi kubis cv. Badger Shipper dalam beberapa tahun setelah
pelepasan kemungkinan disebabkan oleh seleksi genotipe patogen.
2. Kultur teknis
Pengapuran tanah dapat mengendalikan penyakit jika kepadatan spora rehat rendah,
namun aplikasinya tidak efektif pada tanah yang terkontaminasi. Aplikasi 60t/ha
kalsium karbonat, sodium karbonat, dan gipsum selama 3 tahun dapat mengendalikan
penyakit dan meningkatkan hasil produksi, tetapi inokulum pada tanah tidak menurun
secara nyata dan jika kandungan kalsium karbonat kembali rendah maka dapat
menginduksi penyakit (Herdian, 2000).
Pengapuran pada jenis tanah yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula.
Efektifitas pengapuran dapat dipengaruhi oleh ditribusi dan redistribusi kapur dalam
tanah, tetapi peranan kapur dalam menekan penyakit belum dikathui secara pasti.
Ca(NO) merupakan sumber nitrogen yang paling baik pada tanah yang diberi kapur
cocok digunakan pada lahan yang terinfeksi.
3. Pengendalian Kimia
Fumigasi tanah dengan metil bromida dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini
tidak dianjurkan karena berbahaya dan mahal. Beberapa fungisida memiliki efikasi
yang terbatas bila kepadatan spora rehat dan virukasi tinggi (Tanaka, 1997).
4. Pengendalian hayati
Menggunakan mikroba antagonis menggunakan mikroba tanah Mortierella sp. yang
dikombinasikan dengan kapus setara 2 t CaO/ha. Gliocladium sp. dapat mengurangi
serangan penyakit akar gada pada tanaman petsai walau hasilnya belum memuaskan
(Labuan, 1999). Penggunaan mikroba antagonis Pseudomonas spp. kelompok
fluoresen dapat menekan penyakit serangan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot basah (Widodo, 1993). Pengendalian hayati dengan Phoma glomerata
menunjukklan aktivitas bio kontrol terhadap penyakit akar gada pada tanaman caisin
dan turnip yang ditanam pada media sekam.

Penyakit Tanaman Cabai


1. Antraknose (Colletotrichum capsici)
A. Klasifikasi
Divisio : Ascomycotina
Sub-divisio : Eumycota
Kelas : Pyrenomycetes
Ordo : Sphaeriales
Famili : Polystigmataceae
Genus : Colletotrichum
Spesies : Colletotrichum capsici
Agrios (1996)
B. Siklus penyakit :
Pertumbuhan awal jamur Colletotrichum membentuk koloni misselium yang
berwarna putih dengan misselium yang timbul di permukan. Kemudian perlahan-
lahan berubah menjadi hitam dan akhirnya berbentuk aservulus. Aservulus ditutupi
oleh warna merah muda sampai cokelat muda yang sebelumnya adalah massakoloni
(Rusli dkk, 1997) Tahap awal dari infeksi Colletotrichum umumnya terdiri dari
konidia dan germinasi pada permukaan tanaman, menghasilkan tabung kecambah.
Setelah penetrasi maka akan terbentuk jaringan hifa. Hifa intra dan interseluler
menyebar melalui jaringan tanaman. Spora Colletotrichum dapat disebarkan oleh air
hujan dan pada inang yang cocok akan berkembang dengan cepat (Dickman, 2000).
Infeksi terjadi setelah apresoria dihasilkan. Karena penurunan dinding secara
ekstensif, hifa mempenetrasi kutikula dan ditandai dengan tumbuh dibawah dinding
kutikula dan dinding periklinal dari sel epidermis. Kemudian, hifa tumbuh dan
menghancurkan dinding sel utama. Ini berhubungan dengan matinya sel yang
berdampingan secara ekstensif. Ketika jeringan membusuk, hifa masuk ke pembuluh
sklerenkium (sclerenchynatous) dengan langsung tumbuh menembus dindingnya
(Pring, 1995).
Seperti halnya penyakit antraknose pada tanaman lain, pada Colletotrichum capsici
juga sangat dipengaruhi oleh suhu, kelembapan dan lama penyinaran. Keadaan
lingkungan yang lembab (90-100%) dapat menyebabkanberkembangnya bercak-
bercak pada buah cabai. Keadaan yang terlindung sangat baik untuk perkembangan
patogen, sedangkan keadaan yang kering patogen akan sedikit menyebabkan
kerusakan. Untuk perkembangan patogen kondisi yang optimal adalah apabila suhu
udara berkisar 25-28℃. Colletotrichum capsici memiliki hialin yang ujungnya
meruncing, panjangnya 75-90 mikron dan 4 kali ukuran konidium.
C. Gejala penyakit :
Buah Cabai baik cabai kecil (rawit) maupun besar yang terserang di lapang, mula-
mula terdapat bercak kecil berwarna kehitaman yang dikelilingi oleh wrna kuning
kecoklatan. Pada tingkat selanjutnya bercak kelihatan bertambah besar dan terlihat
mengendap. Pada serangan hebat, apabila buah diamati secara mikroskopis tampak
massa stromatik dari jamur (Rochdjatun, 2013).
Gejala yang tampak dari hasil penelitian yanng idlakukan di laboratorium
menunjukkan pada buah cabai yang telah diinokulasi dengan jamur G. piperatum
pada awal gejala adalah terdapat bintik gelap dan sedikit cekung yang umumnya
menyerang permukaan buah. Setelah beberapa hari bintik tersebut berkembang
menjadi bercak dengan adanya masa berwarna kekuningan atau jingga yang
merupakan masa spora patogen. Lama kelamaan bercak meluas berbentuk memanjang
searah dengan bentuk buah dan berwarna coklat Dalam fase ini patogen akan mampu
di dalam biji untuk fase yang lama (Nayaka et al, 2009). disamping pada buah,
patogen juga mampu menyerang pada pucuk tanaman sehingga menyebabkan mati
pucuk (dieback). Pada fase ini tanaman terlihat berwarna cokelat muda dan terjadi
nekrotis, sehingga daun layu.
D. Kehilangan hasil :
Kerugian akibat penyakit secara kualitatif dapat mencapai 40% dalam musim kemarau
dan 90% pada musim penghujan. Kerugian secara ekonomis sampai saat ini banyak
dilaporkan. Kerugian akan semakin membesar dengan meningkatnya umur tanaman,
varietas, dan kondisi tanaman. Di India kerugian akibat penyakit ini bisa mencapai
75% (Rochdjatun, 2013).
E. Pengendalian :
Melakukan pergiliran tanaman dengan jenis tanaman dari famili yang berbeda untuk
beberapa periode tanam untuk mengurangi inokulum. Untuk penanggulangan
penyakit antraknose di daerah endemi pada kondisi cuaca lembab, khususnya musim
penghujan sebaiknya menggunakan fungisida yang berdifat protektan
(Rochdjatun,2013). Penggunaan bakteri agen biokontrol seperti Pseudomonas
fluorecens dapat dalam menurunkan tingkat kejadian penyakit dengan tingkat
penurunan sebesar 73,34 % dan penggunaan bakteri Bacillus sp. merupakan perlakuan
yang terbaik dalam menurunkan susut bobot buah cabai dengan penurunan sebesar
13.20 % (Nurmayulis et, al, 2013).
Penyakit Pada Tanaman Jagung
1. Penyakit Gosong (Ustilago maydis (P.) Roussel
A. Klasifikasi
Kingdom : Fungi
Phylum : Basidiomycota
Class : Ustomycetes
Order : Ustilaginales
Family : Ustilaginaceae
Genus : Ustilago
Species : Ustilago maydis

B. Gejala Serangan
Gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus denganjaringan
berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall berwarna
gelap dan berubah menjadi massatepung spora berwarna coklat sampai hitam. Gall
dapat terjadi pada semua bagian tanaman jagung. Gall pada tongkol apabila sudah
mencapaipertumbuhan maksimal dapat mencapai diameter 15 cm. Gall pada
dauntetap kecil dengan diameter 0,6- 1,2 cm. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka
semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi penyakit gosong (Wakman dan
Burhanuddin, 2007).
C. Bioekologi
Penyakit ini lebih banyak terdapat di pegunungan.Pertanaman yang rapat membantu
perkembangan penyakit.Makin panjang umur tanaman, biasanya makin besar pula
kemungkinan untuk mendapatkan serangan (Semangun, 1993). Ustilago maydis
meghendaki keadaan iklim kering dan suhu antara 26-34 ºC. Periode inkubasi dari
infeksisampai timbul gall sekitar 1 sampai beberapa minggu. Pemupukan N dan
pupuk kandang meningkatkan penyakit ini (Wakman dan Burhanuddin,
2007).Teliosporanya berbentukbulat atau elips, berwarna coklat sampai hitam,
diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid initumbuh membentuk promiselium dengan
empat atau lebih sporidia (Wakman dan Burhanuddin,2007). Dalam kelenjar jamur
membentuk teliospora, yang berbentuk bulat atau jorong.Teliospora berkecambah
dengan membentuk basidium atau promiselium, kemudian membentuk basidiospora
atau sporidium (Semangun, 1993).
D. Pengendalian
Menurut Singh (1998), pengendalian penyakit gosong adalah rotasi tanaman, sanitasi
lahan,dan perlakuan benih yang mungkin dapat membantu terjadinya infeksi. Menurut
Semangun(1993), pengendalian yang tepat untuk penyakit ini adalah membakar atau
memendam dalam tanah tanaman yang telah terinfeksi, melakukan seed treatment,
penggunaan varietas tahan.

2. Bulai ( Peronosclerospora maydis (Rac.) Shaw


A. Klasifikasi
Kingdom : Chromista
Filum : Heterokontophyta
Kelas : Oomycetes
Ordo : Sclerosporales
Famili : Peronosporaceae
Genus : Peronosclerospora
Spesies : P. Maydis

B. Gejala Penyakit
Gejala yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah pertumbuhan terhambat, pada daun
akan terlihat garis-garis klorotik. Penyakit akan terlihat jelas pada saat tanaman masih
muda. Daun akan berwarna putih kekuningan mulai dari pangkalnya, infeksi kedua
akan terlihat garis klorotik sempit disepanjang permukaan daun (Singh, 1998).
Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya danpembentukan tongkol terganggu
sampai tidak bertongkol sama sekali.Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di
bawah umur 1 bulanbiasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang
berlebihan dandaun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubahn menjad
massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek (wakman dan Burhannudin,
2007).
C.Bioekologi
Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidakbegitu penting
sebagai sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuhdi permukaan daun akan
masuk jaringan tanaman melalui stomata tanamanmuda dan lesio lokal berkembang
ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksisistemik. Konidiofor dan konidia terbentuk
keluar dari stomatadaun pada malam hari yang lembab.Apabila bijinya yang
terinfeksi, makadaun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari
spora,daun kotiledon tetap sehat.Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air
bebas, gelap, dan suhutertentu, P . maydis di bawah suhu 24oC, P . philippinensis 21-
26oC, P . sorghi24-26oC, P. sacchari 20-25oC, S. rayssiae 20-22oC,
S.graminicola17-34oC,dan S. macrospora24-28oC.(Wakman dan Burhannudin,2007).
D. Tanaman Inang
Beberapa jenis serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari patogenpenyebab
bulaijagung adalah Avena sativa, Digitariaspp., Euchlaenaspp., Heteropogon
contartus,
Panicumspp., Setariaspp., Saccharumspp., Sorghumspp., Pennisetumspp., dan Zea
mays.
E. Pengendalian
Teknologi pengendalian penyakit bulai pada jagung yang umum diterapkan:
• Penggunaan varietas tahan seperti Bima-1, Bima-3,Bima-9, Bima-14 (Balitsereal
2005)
• Pemusnahan tanaman terinfeksi
• Pencegahan dengan fungisida sistemik berbahan aktif metalaksil
• Pengaturan waktu tanam agar serempak
• Pergiliran tanaman
Dafar Pustaka
Agrios, G.N , 1996. Plant Pathology. Penerjemah Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit
Tumbuhan . Yogyakarta: Gadjah Mada Univeristy Press.
Balitsereal. 2005. Deskripsi varietas unggul jagung. Edisi Keempat. BalaiPenelitian
Tanaman Serealia (Balitsereal). 114 p.
Dickman, M.B., 2000. Colletotrichum, Kluwer Academic Publisher,. Netherlands, .
Herdian, 2000, Pengaruh Mulsa, Sistem Tanam Tumpangsari dan Pengaturan pH tanah
terhadao Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) Bogor: IPB
Labuan, K.S. 1999. Kemampuan Antagonis Gliocladium sp. Terhadap Plasmodiophora
brassicae Penyebab Penyakit Bengkak Akar Gada pada Tanaman Petsai. Laporan Masalah
Khusus. Hama dan Penyakit Tanaman. Bogor: IPB
Munir, H. 2003. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura diIndonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Nayaka SC, Shankar ACU, Niranjana SR, Prakash HS, Mortensen CN. 2009. Anthracnose
disease of chilli pepper. Technical Bull. 4:4
Nurmayulis et, al, 2013. PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
capsici) PADA CABAI MERAH DENGAN BEBERAPA BAKTERI SEBAGAI AGEN
BIOKONTROL. Jur.Agroekoteknologi 5 (1) : 33 – 44
Rathore, R. S. and B. S. Siradhana. 1988. Survival and inoculum buildup
ofPeronosclerospora heteropogoni on root of Heteropogon contortusand its control.
Fifth International Congres of Plant Pathology.Bookof Abstract.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia.Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases.Second Edition.TheAmerican
Phytopathological Society, USA, 105 p.
Singh, R. S. 1998. Plant Diseases. Oxford and IBH Publishing, New Delhi.
Tanaka, 1997. Recent Progress inStudies on Clubroot Disease of Crucifers. Shokubutsu
Boeki/Plant Prot.
Wakman, W. dan H. A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebabpenyakit bulai
pada tanaman jagung. Makalah Disajikan pada SeminarNasional Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia di UNSOEDPurwokerto, 7 September 2002.10 p.
Widodo, Sinaga, Anas, dan Mahmud. 1993. Penggunaan Pseudomonas spp. Kelompok
Fluorecens Untuk Pnegendalian Penyakit Akar Gada.

Anda mungkin juga menyukai