1. Jamur Upas
Serangan penyakit jamur ini ditandai dengan timbulnya bercak-bercak berwarna cokelat
pada permukaan buah kopi. Biasanya sisi buah yang paling banyak mendapatkan sinar
matahari lebih rentan terhadap penyakit bercak daun ini. Lama kelamaan buah yang
berpenyakit tersebut akan mengalami pembusukan sampai ke biji kopi sehingga
kualitasnya menurun drastis
A. Klasifikasi penyakit jamur upas pada tanamn kopi :
Kingdom : Fungi
Film : Basidiomycota
Kelas : Basidiomycetes
Ordo :Polyporales
Famili : Corteceae
Genus :Cortecium
Species : Corticium salmonicolor
B. Morfologi penyakit upas pada tanaman kopi :
1. Jamur yang masih berupa lapisan miselium. Pengamatan mikroskopis
menunjukkan bahwa miselium jamur berwarna hialin, dan membentuk cabang tegak.
2. Jamur berupa kerak merah pada daun kopi, kerak jamur ini menunjukkan babwa
anatomi jamur yang sudah berupa kerak merah j ambu terdiri atas empat Iapisan
yaitu Lapisan basal. berupa lapisan miselium ripis tersusun longgar, berasal dari
miselium jamur yang tersusun seperti sarang Iabah-labah, merupakao lapisan
paling bawah, yang membentuk cabang tegak (vertical) Lapisan berupa lapisan
yang terdiri atas cabang-cabang tegak dari lapisan basal. Tiap cabang
bercabang lagi secara dikotom atau tak teratur, 2-4 tingkat; Lapisan subhimenium,
rersusun dari rantaian monilioid sel-sel pendek yang berbentuk segi - empat tidak
teratur, merupakan lanjutan percabangan dari lapisan anrara dengan cabang yang
sangat pendek, panjangnya sama dengan lebamya, sehingga cabang-cabang pada
lapisan ini tampak sebagai rantaian sel, yang tersusun sangat padat, karena tiap sel
mempunyai kemampuan untuk bercabang. Rantaian sel mula-mula divergen, tetapi
rantaian ujung selalu tegak lurus terhadap lapisan basal. Pada rantaian sel ini sel
ujung adalah sel paling muda, yang akan menjadi basidiwn; Lapisan himeniwn,
tersusun dari basidium yang dibentuk dari sel ujung rantaian sel . Apabila basidiwn
masak lalu membentuk basidiospora. Anatomi kerak jamur ini sama dengan anatomi
kerak jamur upas, tetapi basidiumnya belum masak, belum membentuk basidiospor.
C. Penyebaran penyakit jamur upas pada tanaman kopi
Penyeberan penyakit upas biasanya terinfeksi dari tanaman pupuk hijau (Tephrosia
candida), penyebaran penyakit banyak terjadi pada kebun yang lembab, pemangkasan
kurang, dan pohon pelindung yang terlalu rapat dan penyebaran penyakit lebih banyak
terdapat di daerah dengan curah hujan tinggi.
D. Pengendalian penyakit jamur upas pada tanaman kopi :
1. Sanitasi, yaitu : mengurangi kelembapan kebun, dengan memangkas pohon
pelindung atau ranting-ranting kopi yang tidak produktif
2. Membersihkan sumber infeksi yang ada di sekitar, misalnyatanaman pupuk hijau
yang sakit.
3. Penggunaan fungisida, dengan cara melumasikan fungisida pada batang atau
cabang besar yang terserang jamur. Agar tanaman kopi yang terserang bisa
menghilangkan penyakit jamur upas tersebut, dan juga agar jamur upas tidak
tersebar ketanaman kopi lain. Cara ini cara yang paling efektif.
Gambar 1 : Penyakit Jamur Upas pada tanaman kopi Gambar 2 : Mikroskopis Jamur
Upas pada tanaman kopi
Gambar 1 : Penyakit akar putih pada tanaman kopi Gambar 2 : Mikroskopis penyakit akar
putih pada tanaman kopi
Kingdom : Protozoa
Filum : Plasmodiophoromycota
Ordo : Plasmodioporales
Famili : Plasmodiophoraceae
Genus : Plasmodiophora
Spesies : Plasmodiophora brassicae
B. Siklus hidup
Perkembangan penyakit atau siklus penyakit dapat dijelaskan sebagai berikut.
Plasmodium yang berkembang dari zoospora sekunder memenetrasi jaringan akar
muda secara langsung. Hal ini dapat mempertebal akar dan batang luka yang
terletak di bawah tanah. Setelah itu, plasmodium menyebar ke sel kortikal hingga ke
kambium. Setelah seluruh kambium terserang, plasmodium kemudian menyebar ke
korteks kemudian xilem. Patogen ini kemudian berkelompok membentuk gelendong
yang meluas dan berangsur-angsur menyebar. Jumlah sel kemudian bertambah
banyak dan membesar. Infeksi ini dapat menyebabkan sel 5-12 kali lebih besar dari
sel yang tidak terinfeksi. Sel yang berkembang abnormal ini dapat menjadi stimulus
bagi patogen untuk menyebar lebih cepat dan bahkan dpaat menyebabkan sel yang
awalnya tidak terinfeksi menjadi terinfeksi. Sel yang tumbuh abnormal ini dapat
digunakan oleh plasmodium sebagai sumber makanannya.
Infeksi oleh plasmodium tidak hanya menyebabkan terjadinya pertumbuhan
abnormal pada tanaman tetapi juga dapat menyebabkan terhambatnya absorbsi dan
translokasi air dan nutrisi dari dan menuju akar. Hal ini menyebabkan tanaman kerdil
dan layu secara perlahan. Lebih lanjut lagi, pertumbuhan sel yang cepat dan sel yang
membesar dpaat menyebabkan tidak terbentuknya jaringan gabus dan
menyebabkan kemudahan bagi mikroorganisme lain utnuk menginfeksi tanaman.
Penyakit akar gada berkembang dengan baik pada pH tanah 5-7. menurun drastis
pada pH tanah 5,8-6,2 dan gagal berkembang pada pH 7,8. Perkecambahan spora
terjadi pada pH tanah 5,7-7,5 dan tidak akan berkembang pada pH 8. tetapi pH tanah
yang rendah tidak menjamin terjadinya infeksi untuk semua kejadian. Kisaran
temperatur yag optimum untuk perkembangan P. brassicae adalah 17,8-25℃
dengan temperatur minimum 12,2-27,2℃. Kelembapan optimum selama 18-24 jam
mengakibatkan perkecambahan dan penetrasi patogen ke dalam inang kubis
kemudian infeksi hanya terjadi pada kelembapan tanah diatas 45% dan kelembapan
tanah di atas 50% dapat mempercepat penyakit bertambah.
Kelembapan tanah di bawah 4% dapat menyebabkan terhambatnya infeksi.
Kelembapan yang tinggi disebabkan dengan meningkatnya curah hujan. Intensitas
cahaya sangat berpengaruh terhadap pola perkembangan penyakit. Intensitas
cahaya yang tinggi menyebabkan serangan patogen akan menuru, sebaliknya
intensitas cahaya yang rendah dapat menyebabkan berkembangnya patogen dengan
cepat sehingga penyakit akibat serangan patogen juga semakin besar. Jumlah spora
rehat akan menentukan tingkat infeksi pada inang. Susensi yang mengandung paling
sedikit 106-108 sel spora setiap ml sangat efektif untuk mengadakan infeksi.
Disamping itu, kondisi inang turut mempengaruhi perkembangan P. brassicae seperti
kisaran inang yang rentan, dan morfologi dari sistem perakaran serta peran mikroba
yang lain (Widodo, 1993).
C. Gejala Serangan
Gejala infeksi yang tampak diatas permukaan tanah adalah daun-daun
tanaman layu jika hari panas dn kering, kemudian pulih kembali pada malam hari
serta terlihat normal dan segar pada pagi hari. Jika penyakit berkembang terus, daun
menjadi kuning, tanaman kerdil, dan mungkin akan mati (Widodo, 1993).
perkembangan akar merupakan ciri khas penyakit akar gada. Bentuk dan letaknya
bergantung pada spesies inang dan tingkat infeksi. Akar yang membengkak akan
makin besar dan biasanya hancur sebelum akhir musim tanam karena serangan
bakteri dan cendawan lain (Agrios, 1996). Apabila infeksi terjadi pada akhir musim
tanam, ukuran gada biasanya kecil dan tanaman dapat bertahan hidup.
D. Kehilangan Hasil
Kerugian yang disebabkan oleh P. brassicae pada tanaman kubis-kubisan di
Inggris, Jerman, Amerika Serikat dan Afrika mencapai 50-100%. Di Australia,
patogen ini menyebabkan kehilangan hasil sekitar 10% setiap tahun. Di indonesia
penyakit ini menyebabkan kerusakan pada kubis sekitar 88,60% dan pada caisin
sekitar 5,42% dan 64,81% (Munir, 2003).
Pengendalian
1. Penggunaan varietas resisten
Penurunan resistensi kubis cv. Badger Shipper dalam beberapa tahun setelah
pelepasan kemungkinan disebabkan oleh seleksi genotipe patogen.
2. Kultur teknis
Pengapuran tanah dapat mengendalikan penyakit jika kepadatan spora rehat rendah,
namun aplikasinya tidak efektif pada tanah yang terkontaminasi. Aplikasi 60t/ha
kalsium karbonat, sodium karbonat, dan gipsum selama 3 tahun dapat mengendalikan
penyakit dan meningkatkan hasil produksi, tetapi inokulum pada tanah tidak menurun
secara nyata dan jika kandungan kalsium karbonat kembali rendah maka dapat
menginduksi penyakit (Herdian, 2000).
Pengapuran pada jenis tanah yang berbeda akan memberikan hasil yang berbeda pula.
Efektifitas pengapuran dapat dipengaruhi oleh ditribusi dan redistribusi kapur dalam
tanah, tetapi peranan kapur dalam menekan penyakit belum dikathui secara pasti.
Ca(NO) merupakan sumber nitrogen yang paling baik pada tanah yang diberi kapur
cocok digunakan pada lahan yang terinfeksi.
3. Pengendalian Kimia
Fumigasi tanah dengan metil bromida dapat mematikan P. brassicae, tetapi cara ini
tidak dianjurkan karena berbahaya dan mahal. Beberapa fungisida memiliki efikasi
yang terbatas bila kepadatan spora rehat dan virukasi tinggi (Tanaka, 1997).
4. Pengendalian hayati
Menggunakan mikroba antagonis menggunakan mikroba tanah Mortierella sp. yang
dikombinasikan dengan kapus setara 2 t CaO/ha. Gliocladium sp. dapat mengurangi
serangan penyakit akar gada pada tanaman petsai walau hasilnya belum memuaskan
(Labuan, 1999). Penggunaan mikroba antagonis Pseudomonas spp. kelompok
fluoresen dapat menekan penyakit serangan tetapi tidak berpengaruh nyata terhadap
bobot basah (Widodo, 1993). Pengendalian hayati dengan Phoma glomerata
menunjukklan aktivitas bio kontrol terhadap penyakit akar gada pada tanaman caisin
dan turnip yang ditanam pada media sekam.
B. Gejala Serangan
Gejala awal berupa pembengkakan atau gall yang dibungkus denganjaringan
berwarna putih kehijauan sampai putih perak mengkilat. Bagian dalam gall berwarna
gelap dan berubah menjadi massatepung spora berwarna coklat sampai hitam. Gall
dapat terjadi pada semua bagian tanaman jagung. Gall pada tongkol apabila sudah
mencapaipertumbuhan maksimal dapat mencapai diameter 15 cm. Gall pada
dauntetap kecil dengan diameter 0,6- 1,2 cm. Apabila bunga jantan terinfeksi, maka
semua tongkol pada tanaman tersebut terinfeksi penyakit gosong (Wakman dan
Burhanuddin, 2007).
C. Bioekologi
Penyakit ini lebih banyak terdapat di pegunungan.Pertanaman yang rapat membantu
perkembangan penyakit.Makin panjang umur tanaman, biasanya makin besar pula
kemungkinan untuk mendapatkan serangan (Semangun, 1993). Ustilago maydis
meghendaki keadaan iklim kering dan suhu antara 26-34 ºC. Periode inkubasi dari
infeksisampai timbul gall sekitar 1 sampai beberapa minggu. Pemupukan N dan
pupuk kandang meningkatkan penyakit ini (Wakman dan Burhanuddin,
2007).Teliosporanya berbentukbulat atau elips, berwarna coklat sampai hitam,
diameter 8 - 11 mikron. Spora diploid initumbuh membentuk promiselium dengan
empat atau lebih sporidia (Wakman dan Burhanuddin,2007). Dalam kelenjar jamur
membentuk teliospora, yang berbentuk bulat atau jorong.Teliospora berkecambah
dengan membentuk basidium atau promiselium, kemudian membentuk basidiospora
atau sporidium (Semangun, 1993).
D. Pengendalian
Menurut Singh (1998), pengendalian penyakit gosong adalah rotasi tanaman, sanitasi
lahan,dan perlakuan benih yang mungkin dapat membantu terjadinya infeksi. Menurut
Semangun(1993), pengendalian yang tepat untuk penyakit ini adalah membakar atau
memendam dalam tanah tanaman yang telah terinfeksi, melakukan seed treatment,
penggunaan varietas tahan.
B. Gejala Penyakit
Gejala yang ditunjukkan oleh penyakit ini adalah pertumbuhan terhambat, pada daun
akan terlihat garis-garis klorotik. Penyakit akan terlihat jelas pada saat tanaman masih
muda. Daun akan berwarna putih kekuningan mulai dari pangkalnya, infeksi kedua
akan terlihat garis klorotik sempit disepanjang permukaan daun (Singh, 1998).
Tanaman menjadi terhambat pertumbuhannya danpembentukan tongkol terganggu
sampai tidak bertongkol sama sekali.Tanaman yang terinfeksi sistemik sejak muda di
bawah umur 1 bulanbiasanya mati. Gejala lainnya adalah terbentuk anakan yang
berlebihan dandaun-daun menggulung dan terpuntir, bunga jantan berubahn menjad
massa daun yang berlebihan dan daun sobek-sobek (wakman dan Burhannudin,
2007).
C.Bioekologi
Jamur dapat bertahan hidup sebagai miselium dalam biji, namun tidakbegitu penting
sebagai sumber inokulum. Infeksi dari konidia yang tumbuhdi permukaan daun akan
masuk jaringan tanaman melalui stomata tanamanmuda dan lesio lokal berkembang
ke titik tumbuh yang menyebabkan infeksisistemik. Konidiofor dan konidia terbentuk
keluar dari stomatadaun pada malam hari yang lembab.Apabila bijinya yang
terinfeksi, makadaun kotiledon selalu terinfeksi, tetapi jika inokulum berasal dari
spora,daun kotiledon tetap sehat.Pembentukan konidia jamur ini menghendaki air
bebas, gelap, dan suhutertentu, P . maydis di bawah suhu 24oC, P . philippinensis 21-
26oC, P . sorghi24-26oC, P. sacchari 20-25oC, S. rayssiae 20-22oC,
S.graminicola17-34oC,dan S. macrospora24-28oC.(Wakman dan Burhannudin,2007).
D. Tanaman Inang
Beberapa jenis serealia yang dilaporkan sebagai inang lain dari patogenpenyebab
bulaijagung adalah Avena sativa, Digitariaspp., Euchlaenaspp., Heteropogon
contartus,
Panicumspp., Setariaspp., Saccharumspp., Sorghumspp., Pennisetumspp., dan Zea
mays.
E. Pengendalian
Teknologi pengendalian penyakit bulai pada jagung yang umum diterapkan:
• Penggunaan varietas tahan seperti Bima-1, Bima-3,Bima-9, Bima-14 (Balitsereal
2005)
• Pemusnahan tanaman terinfeksi
• Pencegahan dengan fungisida sistemik berbahan aktif metalaksil
• Pengaturan waktu tanam agar serempak
• Pergiliran tanaman
Dafar Pustaka
Agrios, G.N , 1996. Plant Pathology. Penerjemah Munzir Busnia dalam Ilmu Penyakit
Tumbuhan . Yogyakarta: Gadjah Mada Univeristy Press.
Balitsereal. 2005. Deskripsi varietas unggul jagung. Edisi Keempat. BalaiPenelitian
Tanaman Serealia (Balitsereal). 114 p.
Dickman, M.B., 2000. Colletotrichum, Kluwer Academic Publisher,. Netherlands, .
Herdian, 2000, Pengaruh Mulsa, Sistem Tanam Tumpangsari dan Pengaturan pH tanah
terhadao Penyakit Akar Gada (Plasmodiophora brassicae Wor.) Bogor: IPB
Labuan, K.S. 1999. Kemampuan Antagonis Gliocladium sp. Terhadap Plasmodiophora
brassicae Penyebab Penyakit Bengkak Akar Gada pada Tanaman Petsai. Laporan Masalah
Khusus. Hama dan Penyakit Tanaman. Bogor: IPB
Munir, H. 2003. Penyakit-Penyakit Tanaman Holtikultura diIndonesia. Yogyakarta: Gadjah
Mada University Press.
Nayaka SC, Shankar ACU, Niranjana SR, Prakash HS, Mortensen CN. 2009. Anthracnose
disease of chilli pepper. Technical Bull. 4:4
Nurmayulis et, al, 2013. PENGENDALIAN PENYAKIT ANTRAKNOSA (Colletotrichum
capsici) PADA CABAI MERAH DENGAN BEBERAPA BAKTERI SEBAGAI AGEN
BIOKONTROL. Jur.Agroekoteknologi 5 (1) : 33 – 44
Rathore, R. S. and B. S. Siradhana. 1988. Survival and inoculum buildup
ofPeronosclerospora heteropogoni on root of Heteropogon contortusand its control.
Fifth International Congres of Plant Pathology.Bookof Abstract.
Semangun, H. 1993. Penyakit-penyakit Tanaman Pangan Di Indonesia.Gajah Mada
University Press, Yogyakarta.
Shurtleff, M.C. 1980. Compendium of Corn Diseases.Second Edition.TheAmerican
Phytopathological Society, USA, 105 p.
Singh, R. S. 1998. Plant Diseases. Oxford and IBH Publishing, New Delhi.
Tanaka, 1997. Recent Progress inStudies on Clubroot Disease of Crucifers. Shokubutsu
Boeki/Plant Prot.
Wakman, W. dan H. A. Djatmiko. 2002. Sepuluh spesies cendawan penyebabpenyakit bulai
pada tanaman jagung. Makalah Disajikan pada SeminarNasional Perhimpunan
Fitopatologi Indonesia di UNSOEDPurwokerto, 7 September 2002.10 p.
Widodo, Sinaga, Anas, dan Mahmud. 1993. Penggunaan Pseudomonas spp. Kelompok
Fluorecens Untuk Pnegendalian Penyakit Akar Gada.