Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PRAKTIKUM

“PERBANYAKAN MASSAL AGEN HAYATI Beauveria bassiana”

Diajukan sebagai tugas mata kuliah

Pengendalian Organisme Penganggu Tanaman

Dosen : Lutfi Afifah, M.Si.

Disusun Oleh :
Kelompok 6
Kelas 4B Agroteknologi

Aullia Oktaviani (1710631090044)

Lestari (1710631090084)

Muhammad Farid Dwi (1710630900094)

Rizfi Yusuf A. (1710631090008)

Savira Mayani (1710631090131)

Tiara Kasih A.Z (1710631090138)


PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS SINGAPERBANGSA KARAWANG
KARAWANG
2019

2
KATA PENGANTAR

Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan laporan praktikum
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman
dengan judul “Perbanyakan Massal Agen Hayati Beauveria bassiana".
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna, hal
ini dikarenakan kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan.
Untuk itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak.
Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat demi menambah
pengetahuan terutama bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Akhir kata
kami sampaikan terima kasih semoga Allah Swt senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.

Karawang, Mei 2019

Penyusun

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Indonesia disebut negara agraris karena memiliki lahan yang luas untuk
ditanami tanaman budidaya. Sehingga tidak heran banyak kegiatan produksi pertanian
yang dibudidayakan disini. Kegiatan pertanian merupakan suatu tindakan yang
dilakukan dengan cara membudidayakan tanaman untuk memenuhi kebutuhan hidup
manusia. Kegiatan budidaya tidak lepas dari faktor yang berpotensi mengurangi hasil
produksi suatu produk hasil pertanian. Salah satu faktor yang mampu menurunkan hasil
produksi yaitu keberadaan organisme penggangu tanaman. OPT merupakan mahkluk
hidup yang berpotensi untuk menimbulkan kerusakan pada pertumbuhan tanaman,
sehingga secara tidak langsung juga berakibat pada pengurangan hasil produksi. Jenis
OPT yang sering ditemukan di lahan pertanian dapat dibedakan menjadi serangga hama,
penyakit dan gulma. Tingkat populasi OPT yang melebihi batas ambang akan
menyebabkan pertumbuhan tanaman budidaya terhambat, oleh karena itu diperlukan
upaya pengendalian terhadap kerusakan yang timbul akibat keberadaan OPT pada
lahan. Jenis OPT yang jumlahnya banyak ditemukan di lahan pertanian yaitu golongan
serangga hama. Pengendalian OPT pada dasarnya tindakan untuk membatasi jumlah
OPT pada lahan, serta untuk mengurangi tingkat kerusakan yang ditimbulkan.

Metode yang dapat dilakukan untuk mengendalikan keberadaan serangga hama


dengan cara pengendalian hayati. Prinsip pengendalian hama secara pengendalian hayati
yaitu dengan cara memanfaatkan organisme lain untuk membunuh atau mengendalikan
populasi dari hama. Agen hayati yang digunakan dalam mengendalikan hama harus
memiliki sifat menekan pertumbuhan hama dan mampu menyebabkan kerusakan pada
tubuh hama. Sifat agen hayati yang mampu menekan pertumbuhan hama bertujuan
untuk mengurangi jumlah populasi suatu hama sehingga tidak menyebabkan kerusakan
pada tanaman budidaya. Pengendalian secara hayati dirasa lebih aman terhadap

4
lingkungan karena tidak menghasilkan residu seperti penggunaan pestisida dalam
mengendalikan hama.

Agen (mikroba) yang bersifat menguntungkan bagi tanaman, termasuk sebagai


agen penginduksi ketahanan, hidup di daerah sekitar perakaran (rizosfer), dimana
terdapat ekstrudat yang dikeluarkan akar sebagai nutrisi bagi mikroba. Saat ini, mikroba
bermanfaat dalam meningkatkan ketahanan/kesehatan tanaman yang banyak diteliti
adalah kelompok Rizobacteria sebagai pemacu pertumbuhan tanaman (Plants Growth
Promoting Rhizobacteria / PGPR). PGPR merupakan agen hayati yang dapat menekan
populasi OPT di lapang.

Salah satu jenis organisme yang dapat mampu mengurangi jumlah populasi
hama yaitu patogen. Patogen memiliki kemampuan untuk menginfeksi luka serta
membunuh inang (serangga hama). Patogen dapat menginfeksi inang dengan cara
masuk melalui bahan makanan inang (masuk lewat mulut inang) dan dengan cara
memasuki lubang alami pada serangga hama. Jenis patogen yang dapat dijadikan
sebagai agen pengendali hayati yaitu nematoda entomopatogen (NEP) dan cendawan
entomopatogen. Pengendalian serangga hama dengan cendawan entomopatogen dapat
dilakukan dengan menggunakan Beauveria bassiana. B. bassiana memiliki metode
masuk pada tubuh serangga hama dengan cara melakukan penetrasi langsung pada
kutikula (kulit) dari serangga hama. B. Bassiana kemudian akan menghasilkan spora
yang melekat pada kutikula B. Bassiana menginfeksi serangga hama dengan
memproduksi enzim peptidase dan kitinase yang mampu menghancurkan kutikula
serangga.

1.2. Tujuan
Tujuan praktikum “Perbanyakan Massal Agen Hayati Beauveria bassiana”
adalah agar mahasiswa dapat mengetahui perbanyakan massal agen hayati.

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Landasan Teori


 Pengertian Agen hayati
Pengertian agen hayati menurut FAO (1988) adalah mikroorganisme, baik yang
terjadi secara alami seperti bakteri, cendawan, virus dan protozoa, maupun hasil
rekayasa genetik (Genetically modified microorganisms) yang digunakan untuk
mengendalikan organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Pengertian ini hanya
mikroorganisme, tetapi juga organisme yang ukurannya lebih besar dan dapat dilihat
secara kasat mata seperti predator atau parasitoid untuk membunuh serangga. Dengan
demikian, pengertian agen hayati perlu dilengkapi dengan kriteria menurut FAO
(1997), yaitu organisme yang dapat berkembang biak sendiri seperti parasitoid,
predator, parasit, artropoda pemakan tumbuhan dan patogen.

 Tahapan Pengembangan Agen Hayati

Faktor awal yang sangat menentukan keberhasilan pengembangan agen hayati


untuk pengendalian patogen tanaman adalah ketepatan dalam pemilihan jenis dan
sumber agen hayati yang akan dikembangkan. Pada umumnya agen hayati yang
dikembangkan adalah mikroba alami, baik yang hidup sebagai saprofit di tanah, air
dan bahan organik, maupun yang hidup di jaringan tanaman (endofit) yang bersifat
menghambat pertumbuhan dan berkompetisi dalam ruang dan nutrisi dengan
patogen sasaran, atau bersifat menginduksi ketahanan tanaman. (Oka, I.N. 1995)

Faktor kedua adalah menguji keefektifitan agen hayati dalam kondisi terbatas
dan homogen, misalnya dalam cawan petri in vitro, terhadap patogen target. Bila
suatu agen hayati menunjukan potensi antagonisme atau penekanan terhadap
patogen target, yang ditunjukan dengan terbentuknya zona hamnbatan maka
dilakukan tahap pengujian secara terbatas dalam kondisi terkontrol misalnya di
rumah kaca dengan menggunakan formula sederhana, seperti penambahan zat
pembawa (Karier). Apabila pada tahap ini kemampuan agen hayati masih konsisten
dalam menekan perkembangan patogen target maka perlu dilanjutkan dengan tahap

6
uji lapang, kemungkina agen hayati menimbulkan kerusakan pada tanaman perlu
diperhatikan.

Pada tahap pengujian lapang, biasanya agen hayati harus diformulasikan secara
lebih baik. Dalam proses pembuatan formula, semua bahan yang digunakan harus
dipastikan tidak akan menimbulkan kerusakan pada tanaman target, mikroba bukan
sasaran, dan lingkungan. Bila pada tahap ini pun calin agen hayati masih
menunjukjkan potensi penekanan yang stabil maka pengujian dalam skala luas
dapat dilaksanakan.

Tahap terakhir adalah komersialisasi agen hayati. Pada tahap ini diperlukan
peran industri untuk memperbanyak agen hayati secara massal dan
memformulasikannya dalam bentuk yang lebih stabil dan terstandar. Pada tahap
akhir inilah data tentang analisi risiko dari suatu agen hayati harus dilengkapi untuk
memperoleh izin penggunannya secara komersial dari institusi resmi.

 Beauveria bassiana sp.


Beauveria bassiana sp. merupakan cendawan entomopatogen yaitu cendawan
yang dapat menimbulkan penyakit pada serangga. Beauveria bassiana sp. berasal dari
kingdom fungi. Filum Ascomycota, kelas Sordariomycetes, ordo Hypocreales, famili
Clayicipitaceae, dan genus Beauveria. Merupakan jamur mikroskopik dengan tubuh
membentuk benang-benang halus (hifa). Hifa-hifa tersebut selanjutnya membentuk
koloni yang disebut miselia. Jamur ini tidak dapat memproduksi makanannya sendiri,
oleh karena itu, ia bersifat parasit terhadap serangga yang lainnya. Cara cendawan
Beauveria bassiana menginfeksi tubuh serangga dimulai dengan kontak inang, masuk
ke dalam tubuh inang, reproduksi di dalam satu atau lebih jaringan inang, kemudian
dengan kontak menginfeksi inang baru.
Beauveria bassiana secara alami terdapat di dalam tanah sebagai cendawan
saprofit. Pertumbuhan jamur di dalam tanah sangat dipengaruhi oleh :
1. Kondisi tanah, seperti kandungan bahan organik
2. Suhu
3. Kelembaban
4. Kebiasaan makan serangga

7
5. Adanya pestisida sintetis
6. Waktu aplikasi
7. Kelembaban tanah yang berkurang

B. bassiana masuk ke tubuh serangga inang melalui kulit, saluran pencernaan,


spirakel dan lubang alami lainnya. Inokulum cendawan yang menempel pada tubuh
serangga inang akan berkecambah dan berkembang membentuk tabung kecambah,
kemudian menembus kulit tubuh. Penembusan dilakukan secara mekanis dan/atau
kimiawi dengan menggunakan enzim atau toksin. Cendawan ini selanjutnya akan
mengeluarkan racun beauverin yang membuat kerusakan jaringan tubuh serangga. Pada
proses selanjutnya, cendawan akan bereproduksi di dalam tubuh inang. Cendawan akan
berkembang dalam tubuh inang dan menyerang seluruh jaringan tubuh, sehingga
serangga mati. Miselia cendawan menembus ke luar tubuh inang, tumbuh menutupi
tubuh inang dan memproduksi konidia. Dalam hitungan hari, serangga akan mati.
Serangga yang diserang cendawan B. Bassiana akan mati dengan tubuh seperti mumi
dan cendawan menutupi tubuh inang dengan warna putih.

Serangga yang telah terinfeksi B. bassiana selanjutnya akan mengkontaminasi


lingkungan, baik dengan cara mengeluarkan spora menembus kutikula tubuh inang,
maupun melalui fesesnya yang terkontaminasi. Serangga sehat kemudia akan terinfeksi.

Dilaporkan yang telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang
menjadi inang cendawan B. Bassiana. Berdasarkan hasil kajian cendawan ini efektif
mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng batang coklat
(Nilapavarta lugens) pada tanaman padi, dan hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman
sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang cendawan ini adalah jangkrik dan
ulat grayak.

Pemanfaatan cendawan B. bassiana untuk mengandalikan hama dapat


dilakukan dengan beberapa metode.

1. Cendawan ini bisa dipakai sebagai jebakan hama. Adapun cara


penggunannya dengan memasukan B. bassiana serta alat pemikat berupa
aroma yang diminati serangga (feromon) ke dalam botol mineral. Serangga

8
akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Sehingga hama tersebut
akan terinfeksi.
2. Cara yang kedua menggunakan metode penyemprotan

Beberapa keunggulan cendawan B. bassiana sebagai cendawan entomopatogen


adalah sebagai berikut :

1. Selektif terhadap serangga sasarang sehingga tidak membahayakan


serangga lain bukan sasaran seperti predator, parasitoid, serangga
penyerbuk, dan serangga lebah madu.
2. Tidak meninggalkan residu berupa racun pada hasil pertanian, dalam tanah
maupun pada aliran air alami
3. Tidak menyebabkan fitotoksin (keracunan) pada tanaman
4. Mudah diproduksi dengan teknik sederhana

9
BAB III
METODOLOGI

3.1. Tempat dan Waktu


 Waktu : 24 April 2019
 Tempat : Laboratorium Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
Universitas Singaperbangsa Karawang

3.2. Alat dan Bahan


 Alat
1. Cup ukuran 200 ml
2. Plastik transparan
3. Timbangan digital
4. Bunsen
5.
 Bahan
1. Jagung
2. Isolat cendawan Beauveria bassiania

3.3. Cara Kerja


1. Haluskan jagung hingga berbentuk butiran sedikit halus
2. Siapkan timbangan digital, plastik transparan dan cup
3. Timbang jagung sebanyak 50 gram dan masukkan ke dalam cup
4. Cuci butiran jagung hingga bersih dan tidak ada kotoran yang tersisa
5. Masukkan jagung kedalam plastik transparan dan ikat plastik
6. Masukkan plastik jagung kedalam autoklaf
7. Masukkan alat dan bahan ke dalam laminar air flow

10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1. Hasil

11
BAB V
PENUTUP

5.1.

12
DAFTAR PUSTAKA

FAO. (1988). Food and Agriculture Organization of the Unite Nations, Rome.
Guidelines for the Registration of Biological Pest Control Agents.
Oka, I. (1955). Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

13
LAMPIRAN

14

Anda mungkin juga menyukai