Disusun Oleh :
Kelompok 6
Kelas 4B Agroteknologi
Lestari (1710631090084)
2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan Rahmat
dan Karunia-Nya kepada kita semua sehingga kami bisa menyelesaikan laporan praktikum
ini guna memenuhi tugas mata kuliah Pengelolaan Organisme Pengganggu Tanaman
dengan judul “Perbanyakan Massal Agen Hayati Beauveria bassiana".
Kami menyadari bahwa laporan praktikum ini masih jauh dari kata sempurna, hal
ini dikarenakan kemampuan dan pengalaman kami yang masih ada dalam keterbatasan.
Untuk itu, kami mengharapkan segala bentuk saran serta masukan bahkan kritik yang
sifatnya membangun dari berbagai pihak.
Semoga laporan praktikum ini dapat memberikan manfaat demi menambah
pengetahuan terutama bagi pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya. Akhir kata
kami sampaikan terima kasih semoga Allah Swt senantiasa meridhai segala usaha kita.
Aamiin.
Penyusun
3
BAB I
PENDAHULUAN
4
lingkungan karena tidak menghasilkan residu seperti penggunaan pestisida dalam
mengendalikan hama.
Salah satu jenis organisme yang dapat mampu mengurangi jumlah populasi
hama yaitu patogen. Patogen memiliki kemampuan untuk menginfeksi luka serta
membunuh inang (serangga hama). Patogen dapat menginfeksi inang dengan cara
masuk melalui bahan makanan inang (masuk lewat mulut inang) dan dengan cara
memasuki lubang alami pada serangga hama. Jenis patogen yang dapat dijadikan
sebagai agen pengendali hayati yaitu nematoda entomopatogen (NEP) dan cendawan
entomopatogen. Pengendalian serangga hama dengan cendawan entomopatogen dapat
dilakukan dengan menggunakan Beauveria bassiana. B. bassiana memiliki metode
masuk pada tubuh serangga hama dengan cara melakukan penetrasi langsung pada
kutikula (kulit) dari serangga hama. B. Bassiana kemudian akan menghasilkan spora
yang melekat pada kutikula B. Bassiana menginfeksi serangga hama dengan
memproduksi enzim peptidase dan kitinase yang mampu menghancurkan kutikula
serangga.
1.2. Tujuan
Tujuan praktikum “Perbanyakan Massal Agen Hayati Beauveria bassiana”
adalah agar mahasiswa dapat mengetahui perbanyakan massal agen hayati.
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Faktor kedua adalah menguji keefektifitan agen hayati dalam kondisi terbatas
dan homogen, misalnya dalam cawan petri in vitro, terhadap patogen target. Bila
suatu agen hayati menunjukan potensi antagonisme atau penekanan terhadap
patogen target, yang ditunjukan dengan terbentuknya zona hamnbatan maka
dilakukan tahap pengujian secara terbatas dalam kondisi terkontrol misalnya di
rumah kaca dengan menggunakan formula sederhana, seperti penambahan zat
pembawa (Karier). Apabila pada tahap ini kemampuan agen hayati masih konsisten
dalam menekan perkembangan patogen target maka perlu dilanjutkan dengan tahap
6
uji lapang, kemungkina agen hayati menimbulkan kerusakan pada tanaman perlu
diperhatikan.
Pada tahap pengujian lapang, biasanya agen hayati harus diformulasikan secara
lebih baik. Dalam proses pembuatan formula, semua bahan yang digunakan harus
dipastikan tidak akan menimbulkan kerusakan pada tanaman target, mikroba bukan
sasaran, dan lingkungan. Bila pada tahap ini pun calin agen hayati masih
menunjukjkan potensi penekanan yang stabil maka pengujian dalam skala luas
dapat dilaksanakan.
Tahap terakhir adalah komersialisasi agen hayati. Pada tahap ini diperlukan
peran industri untuk memperbanyak agen hayati secara massal dan
memformulasikannya dalam bentuk yang lebih stabil dan terstandar. Pada tahap
akhir inilah data tentang analisi risiko dari suatu agen hayati harus dilengkapi untuk
memperoleh izin penggunannya secara komersial dari institusi resmi.
7
5. Adanya pestisida sintetis
6. Waktu aplikasi
7. Kelembaban tanah yang berkurang
Dilaporkan yang telah diketahui lebih dari 175 jenis serangga hama yang
menjadi inang cendawan B. Bassiana. Berdasarkan hasil kajian cendawan ini efektif
mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius), wereng batang coklat
(Nilapavarta lugens) pada tanaman padi, dan hama kutu (Aphis sp.) pada tanaman
sayuran. Sebagian contoh lain yang menjadi inang cendawan ini adalah jangkrik dan
ulat grayak.
8
akan masuk ke dalam botol dan terkena spora. Sehingga hama tersebut
akan terinfeksi.
2. Cara yang kedua menggunakan metode penyemprotan
9
BAB III
METODOLOGI
10
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Hasil
11
BAB V
PENUTUP
5.1.
12
DAFTAR PUSTAKA
FAO. (1988). Food and Agriculture Organization of the Unite Nations, Rome.
Guidelines for the Registration of Biological Pest Control Agents.
Oka, I. (1955). Pengendalian Hayati Terpadu dan Implementasinya di Indonesia.
Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
13
LAMPIRAN
14