Anda di halaman 1dari 19

PENGENALAN PENGENALAN HAYATI (ISOLASI DAN

PERBANYAKAN JAMUR METARHIZIUM ANISOPLIAE DAN


BEAUVERIA BASSIANA)
(Laporan Praktikum Pengendalian Hama Tanaman)

Oleh

Dewa Ayu Putu Puspita Herayanti


1614121097
Kelompok 1

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS LAMPUNG
2018
I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hama yang merugikan biasanya merupakan hama yang menyerang pada bagian
tanaman yang kita konsumsi, atau biasa kita sebut dengan hama langsung.
Serangan hama pada suatu tanaman akan menimbulkan gejala yang khas, hal ini
terkait dengan alat mulut serta perilaku yang dimiliki oleh masing-masing
serangga yang juga memiliki ciri khas tersendiri. Semakin banyak populasi hama
di suatu pertanaman, semakin besar pula gejala kerusakan yang ditimbulkan, hal
ini juga akan mengakibatkan semakin tingginya tingkat kerugian ekonomi. Untuk
menghindari kerugian ekonomi akibat serangan yang ditimbulkan oleh hama,
maka perlu diadakan suatu pengendalian (Harianto, 2009).

Pada pengendalian tersebut hendaknya kita harus mengetahui ekologi dari


masing-masing hama, sehingga hal ini bisa memudahkan kita dalam mengambil
keputusan untuk pengendalian hama secara tepat. Pada budidaya tanaman
umumnya, organisme pengganggu tanaman (OPT) merupakan salah satu kendala
yang perlu diperhatikan dan ditanggulangi. Perkembangan serangan organisme
pengganggu tanaman yang tidak dapat dikendalikan akan berdampak kepada
timbulnya masalah-masalah lain yang bersifat sosial, ekonomi, dan ekologi.

Pada dasarnya pengendalian hama merupakan setiap usaha atau tindakan manusia
baik secara langsung maupun tidak langsung untuk mengusir, menghindari dan
membunuh spesies hama agar populasinya tidak mencapai aras yang secara
ekonomi merugikan. Pengendalian hama terpadu tidak dimaksudkan untuk
membasmi atau menghilangkan spesies hama sampai tuntas, melainkan hanya
menekan populasi hama tersebut sampai berada pada aras tertentu sehingga
secara ekonomi tidak merugikan. Oleh karena itu, taktik pengendalian apapun
yang diterapkan dalam pengendalian hama haruslah tetap dipertanggungjawabkan
secara ekonomi dan secara ekologi. Pengendalian hayati sebagai komponen utama
pengendalian hama terpadu pada dasarnya adalah pemanfaatan dan penggunaan
musuh alami untuk mengendalikan populasi hama yang merugikan.

Pengendalian hayati sangat dilatarbelakangi oleh berbagai pengetahuan dasar


ekologi terutama teori tentang pengaturan populasi oleh pengendali alami dan
keseimbangan ekosistem. Musuh alami yang terdiri atas parasitoid, predator dan
patogen merupakan pengendali alami utama hama yang bekerja secara “terkait
kepadatan populasi” sehingga tidak dapat dilepaskan dari kehidupan dan
perkembangbiakan hama. Adanya populasi hama yang meningkat sehingga
mengakibatkan kerugian ekonomi bagi petani disebabkan karena keadaan
lingkungan yang kurang memberi kesempatan bagi musuh alami untuk
menjalankan fungsi alaminya.

1.2 Tujuan Praktikum

Tujuan dari praktikum ini adalah agar mahasiswa dapat mengetahui teknik
perbanyakan jamur entomopatogen.
III. METODOLOGI PRAKTIKUM

3.1 Waktu dan Tempat

Praktikum pengenalan pengendalian hayati (isolasi dan perbanyakan jamur


Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana) dilaksanakan pada pukul 13:00-
15:00 hari senin, 14 mei 2018, di Laboratorium Hama Tanaman Fakultas
Pertanian, Universitas Lampung.

3.2 Alat dan Bahan

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini antara lain autoklaf, laminar air
flow, jarum ose, plastik tahan panas, nampan, plastik wrap, straples dan bunsen
burner.
Sedangkan bahan-bahan yang digunakan adalah isolat jamur Metarhizium
anisopliae dan Beauveria bassiana dan menir beras.

3.3 Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan yaitu :


1. Disiapkan alat dan bahan yang dibutuhkan.
2. Dicuci bersih menir beras hingga bersih
3. Dimasak menir beras dalam dandang setengah matang kurang lebih 20 menit
4. Didinginkan menir kemudian dimasukan dalam plastik tahan panas kurang
lebih 200 gram
5. Diautoklaf menir dalam suhu 121oc dalam waktu 1 jam
6. Didinginkan menir beras dalam waktu 12 jam
7. Dimasukan biakan jamur Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana
masing-masing pada wadah plastik tahan panas
8. Di straples agar udara tidak ada yang masuk
9. Diamati selama 3 hari.
II. TINJAUAN PUSTAKA

Dalam konsep PHT, pengendalian hama merupakan satu kesatuan sistem


pengelolaan ekosistem pertanian dengan penekanan pada upaya memadukan
secara optimal semua teknologi pengendalian hama yang cocok dan mendorong
berfungsinya proses pengendalian alami yang mampu mempertahankan populasi
hama pada tingkat keseimbangan yang rendah. Tujuannya adalah menurunkan
status hama, menjamin keuntungan pendapatan petani, melestarikan kualitas
lingkungan, dan menyelesaikan masalah hama secara berkelanjutan
(Pedigo, 1986).

Hama merupakan suatu organisme yang mengganggu tanaman,merusak tanaman


dan menimbulkan kerugian secara ekonomi,membuat produksi suatu tanaman
berkurang dan dapat juga menimbulkan kematian pada tanaman,serangga hama
mempunyai bagian tubuh yang utama yaitu caput, abdomen ,dan thorax.Serangga
hama merupakan organisme yang dapat mengganggu pertumbuhan tanaman dan
mengakibatkan kerusakan dan kerugian ekonomi. Hama dari jenis serangga dan
penyakit merupakan kendala yang dihadapi oleh setiap para petani yang selalu
mengganggu perkembangan tanaman budidaya dan hasil produksi pertanian.
Hama dan penyakit tersebut merusak bagian suatu tanaman, sehingga tanaman
akan layu dan bahkan mati (Harianto, 2009).

Dalam arti sempit pengendalian penyakit secara hayati adalah penambahan suatu
mikroflora antagonis secara buatan ke dalam lingkungan untuk mengendalikan
patogen. Pengendalian hayati dapat juga didefinisi sebagai upaya pengurangan
kepadatan inokulum atau pengurangan kegiatan patogen atau parasit baik pada
waktu aktif maupun dorman dengan menggunakan satu atau lebih organisma yang
dilakukan secara alami atau melalui manipulasi lingkungan, inang atau antagonis
atau melalui penambahan satu atau lebih antagonis .Tujuan pengendalian penyakit
secara hayati tidak lain adalah mengurangi laju perkembangan penyakit melalui
penurunan daya hidup patogen pada tanaman, menurunkan jumlah propagul yang
diproduksi serta mengurangi penyebaran inokulum, mengurangi infeksi patogen
pada tanaman serta mengurangi serangan yang berat oleh patogen. Pengendalian
penyakit hayati oleh mikroorganisme baik jamur ataupun bakteri dapat terjadi
melalui satu atau beberapa mekanisme seperti: antibiosis, kompetisi, hiperparasit,
induksi resistensi dan memacu pertumbuhan tanaman (Baker, 1982).

Pengendalian hayati dilihat dari aspek ekologi adalah suatu fase dari pengendalian
alami. Definisi pengendalian hayati adalah perbuatan parasitoid, predator dan
patogen dalam memelihara kepadatan populasi organisme pada tingkat rata-rata
yang lebih rendah dari pada apabila perbuatan itu tidak ada. Pengendalian alami
mencakup semua pengaturan populasi secara hayati tanpa campur tangan
manusia. Sebaliknya jika pengendalian alami secara langsung dan sengaja
digunakan untuk pengendalian organisme pengganggu atau jika pemahaman
tentang organisme hidup digunakan sebagai dasar untuk strategi atau taktik
pengendalian, maka didefinisikan sebagai pengendalian hayati (biological
control). Jadi pengendalian hayati adalah manipulasi secara langsung dan sengaja
menggunakan musuh alami, pesaing organisme pengganggu, seluruhnya atau
sebagian , atau sumber daya yang diperlukan oleh agensia itu untuk pengendalian
organisme pengganggu atau dampak negatifnya (Tampubolon, 2004).

Salah satu cendawan entomopatogen yang sangat potensial dalam pengendalian


beberapa spesies serangga hama adalah Beauveria bassiana (Balsamo) Vuillemin.
Cendawan ini dilaporkan sebagai agensi hayati yang sangat efektif mengendalikan
sejumlah spesies serangga hama termasuk rayap, kutu putih, dan beberapa jenis
kumbang. Sebagai patogen serangga, B. bassiana dapat diisolasi secara alami dari
pertanaman maupun dari tanah. Epizootiknya di alam sangat dipengaruhi oleh
kondisi iklim, terutama membutuhkan lingkungan yang lembab dan hangat.
Dibeberapa negara, cendawan ini telah digunakan sebagai agensi hayati
pengendalian sejumlah serangga hama mulai dari tanaman pangan, hias, buah-
buahan, sayuran, kacang-kacangan, hortikultura, perkebunan, kehutanan hingga
tanaman gurun pasir (Sutopo, 2007).

Jamur M. anisopliae ini bersifat parasit pada serangga dan bersifat saprofit pada
tanah atau bahan organic. Jamur ini mengadakan penetrasi ke dalam tubuh
serangga melalui kontak dengan kulit di antara ruas-ruas tubuh. Mekanisme
penetrasinya di mulai dengan menempelkan konidia pada kutikula atau mulut
serangga. Konidia ini selanjutnya berkecambah dengan membentuk tubuh
kecambah.Apresorium mula-mula dibentuk dengan menembus epitikula,
selanjutnya menembus jaringan yang lebih dalam (Situmorang, 1990).
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil Pengamatan

Hasil pengamatan yang diperoleh yaitu sebagai berikut :

Tanggal
No Gambar Keterangan
pengamatan
1
Pada pengamatan pertama, jamur
Metarhizium anisopliae dan
Beauveria bassiana belum
16 Mei 2018
menunjukan pertumbuhan pada
media menir beras.

2
Pada pengamatan kedus, jamur
Metarhizium anisopliae dan
Beauveria bassiana belum
17 Mei 2018 menunjukan pertumbuhan pada
media menir beras.

3
Pada pengamatan ketiga, jamur
Metarhizium anisopliae dan
Beauveria bassiana menunjukan
18 Mei 2018 pertumbuhan nya namun jamur
tersebut hanya menempel pada 2-
3 butir menir beras.
4.2 Pembahasan

Pada praktikum ini, menir beras digunakan sebagai media perbanyakan dari
entomopatogen yaitu jamur Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana.
Disebut sebagai jamur entomopatogen karena dapat mengganggu fungsi fisiologis
dari serangga yang dapat menyebabkan kematian pada serangga hama.
Pengamatan pada media menir beras untuk perbanyakan entomopatogen
Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana dilakukan selama tiga hari dan
hasil pengamatan menunjukan bahwa pengamatan hari pertama, jamur
Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana belum menunjukan pertumbuhan
pada media menir beras. Lalu, pengamatan kedua, jamur Metarhizium anisopliae
dan Beauveria bassiana belum menunjukan pertumbuhan pada media menir
beras. Pada pengamatan ketiga, jamur Metarhizium anisopliae dan Beauveria
bassiana menunjukan pertumbuhan nya namun jamur tersebut hanya menempel
pada 2-3 butir menir beras. Lambatnya perkembangan dan pertumbuhan jamur
Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana diduga karena media menir beras
yang masih keras (belum setengah matang) dan keaadan dari menir beras yang
kering atau tidak lembab.

Untuk membiakkan jamur di laboratorium diperlukan media yang mengandung


seluruh nutrisi esensial yang dibutuhkan jamur. Sumber nutrisi merupakan faktor
penentu pertumbuhan dan virulensi jamur-jamur entomopatogen, karena laju
perkecambahan, pertumbuhan, dan sporulasi adalah indikator tingkat virulensi.
Nutrisi dibutuhkan jamur untuk biosintesa dan pelepasan energi sebagai faktor
utama pendukung viabilitas, kemampuan hidup, dan keberlanjutan koloninya.
Selain itu, makroelemen seperti karbon, nitrogen, oksigen, sulfur, dan fosfat
merupakan komponen utama nutrisi yang dibutuhkan oleh jamur. Gao et al.
(2007) dalam studinya mengenai pengaruh perbedaan nutrisi terhadap
pertumbuhan dan sporulasi beberapa agensi hayati menyimpulkan bahwa
pertumbuhan miselium dan produksi spora pada media buatan tergantung
karakter isolat dan kandungan nutrisi dalam media. Oleh karena itu, kandungan
nutrisi baik media padat maupun cair sangat menentukan laju pertumbuhan dan
virulensi jamur.
Klasifikasi Metarhizium anisopliae dalam sistematika jamur, menurut
Alexopoulus dkk. (1996) adalah sebagai berikut :

Kingdom : Fungi

Divisio : Amastigomycotina

Classis : Deuteromycetes

Ordo : Moniliales

Famili : Moniliaceae

Genus : Metarhizium

Species : Metarhizium anisopliae

Jamur M. anisopliae mempunyai koloni berwarna hijau zaitun, konidiofor dapat


mencapai panjang 75 μm, bertumpuk - tumpuk diselubungi oleh konidia yang
berbentuk apikal berukuran 6-9,50 rim x 1,50-3,90 rim, bercabang-cabang,
berkelompok membentuk massa yang padat dan longgar. Dalam menginfeksi
serangga dan akarida, konidia berkecambah pada kutikula inang dan melakukan
penetrasi dengan enzim hidrolisis (peptidase dan kitinase), lalu dengan bantuan
tekanan mekanis enzim tersebut menghancurkan kulit dengan cara lisis. Setelah
kapang masuk, konidianya dengan cepat memperbanyak diri sehingga blastospora
segera menyelaputi tubuh inang (Ahmad, 2006).

Menurut Widiyanti dan Muyadihardja (2004) jamur M. anisopliae mampu


menyebabkan kematian pada serangga karena jamur ini memiliki aktivitas
larvasidal yaitu mampu menghasilkan senyawa dextruxin A, B, C, D, E dan
demethyl destruxintin yang dipertimbangkan sebagai bahan insektisida generasi
baru. Efek yang ditimbulkan dari senyawa destruxin yaitu pada organel target
seperti mitokondria, retikulum endoplasma dan membran nukleus yang
menyebabkan parasitis sel dan kelainan fungsi terhadap lambung tengah, tabung
malpigi, hemosol dan jaringan otot. Mekanisme serangan dari jamur M.
anisopliae pada umumnya masuk ke dalam tubuh inang bukan melalui saluran
pencernaan, namun melalui integumen. Setelah jamur masuk ke dalam tubuh
serangga, konidia jamur berkembang dan memperbanyak diri membentuk hifa
pada jaringan epidermis, dan jaringan lain sampai seluruh tubuh serangga
terpenuhi miselia jamur. Serangga yang telah ditutupi miselia jamur secara
keseluruhan berwarna hijau zaitun. Berdasarkan hasil beberapa kajian yang telah
dilakukan, jamur ini efektif mengendalikan hama kumbang badak (Oryctes
rhinoceros), kepik hijau (Nezara viridula),uret (Lepidiota stigma), wereng coklat
(Nilaparvata lugens) (Wahyudi, 2008).

Klasifikasi B. bassiana menurut Hughes (1971) :

Kingdom : Fungi

Filum : Ascomycota

Kelas : Ascomycetes

Ordo : Hypocreales

Famili : Clavicipitaceae

Genus : Beauveria (Bals.)

Spesies : Beauveria bassiana (Bals.) Vuill

Konidia cendawan B. bassiana bersel satu berbentuk oval agak bulat sampai
dengan bulat telur berwarna hialin dengan diameter 2-3 μm. Konidia dihasilkan
dalam bentuk simpodial dari sel-sel induk yang terhenti pada ujungnya.
Pertumbuhan konidia diinisiasi oleh sekumpulan konidia. Setelah itu, konidia
tumbuh dengan ukuran yang lebih panjang karena akan berfungsi sebagai titik
tumbuh. Pertumbuhan selanjutnya mulai dari bawah konidia berikutnya, setiap
saat konidia dihasilkan pada ujung hifa dan dipakai terus, selanjutnya ujungnya
akan terus tumbuh. Miselium cendawan B. Bassiana bersekat dan berwarna putih,
di dalam tubuh serangga yang terinfeksi terdiri atas banyak sel, dengan diameter 4
μm, sedang di luar tubuh serangga ukurannya lebih kecil, yaitu 2 μm. Hifa fertil
terdapat pada cabang, tersusun melingkar dan biasanya menggelembung atau
menebal. Konidia menempel pada ujung dan sisi konidiofor atau cabang-
cabangnya. (Prasasya, 2008).
Mekanisme infeksi secara mekanik adalah infeksi melalui tekanan yang
disebabkan oleh konidium B. bassiana yang tumbuh. Secara mekanik infeksi
jamur B. Bassiana berawal dari penetrasi miselium pada kutikula lalu
berkecambah dan membentuk apresorium, kemudian menyerang epidermis dan
hipodermis. Hifa kemudian menyerang jaringan dan hifa berkembang biak di
dalam haemolymph (Clarkson dan Charnley, 1996).

Pada perkembangannya di dalam tubuh serangga B. bassiana akan mengeluarkan


racun yang disebut beauvericin yang menyebabkan terjadinya paralisis pada
anggota tubuh serangga. Paralisis menyebabkan kehilangan koordinasi sistem
gerak, sehingga gerakan serangga tidak teratur dan lamakelamaan melemah,
kemudian berhenti sama sekali. Setelah lebih-kurang lima hari terjadi kelumpuhan
total dan kematian. Toksin juga menyebabkan kerusakan jaringan, terutama pada
saluran pencernaan, otot, sistem syaraf, dan system pernafasan (Wahyudi, 2008).

Serangga kemudian mati dan jamur B. bassiana akan terus melanjutkan


pertumbuhan siklusnya dalam fase saprofitik. Setelah serangga inang mati,
B.bassiana akan mengeluarkan antibiotik, yaitu Oosporein yang menekan populasi
bakteri dalam perut serangga inang. Dengan demikian, pada akhirnya seluruh
tubuh serangga inang akan penuh oleh propagul B. bassiana. Pada bagian lunak
dari tubuh serangga inang, jamur ini akan menembus keluar dan menampakkan
pertumbuhan hifa di bagian luar tubuh serangga inang yang biasa disebut
“whitebloom”. Pertumbuhan hifa eksternal akan menghasilkan konidia yang bila
telah masak akan disebarkan ke lingkungan dan menginfeksi serangga sasaran
baru. Berdasarkan hasil beberapa kajian yang telah dilakukan, jamur ini efektif
mengendalikan hama walang sangit (Leptocorisa oratorius) dan wereng batang
coklat (Nilaparvata lugens) pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.) pada
tanaman sayuran (Wahyudi, 2008)
V. KESIMPULAN

Kesimpulan yang diperoleh dari praktikum ini adalah sebagai berikut.


1. Jamur entomopatogen Metarhizium anisopliae dan Beauveria bassiana sulit
tumbuh pada media perbanyakan menir beras.
2. Kandungan nutrisi baik media padat maupun cair sangat menentukan laju
pertumbuhan dan virulensi jamur.
3. Jamur Metharhizium anisopliae efektif mengendalikan hama kumbang badak
(Oryctes rhinoceros), kepik hijau (Nezara viridula),uret (Lepidiota stigma),
wereng coklat (Nilaparvata lugens).
4. Jamur Beauveria bassiana efektif mengendalikan hama walang sangit
(Leptocorisa oratorius) dan wereng batang coklat (Nilaparvata lugens)
pada tanaman padi serta hama kutu (Aphids sp.) pada tanaman sayuran.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, R. Z. 2008. Pemanfaatan Cendawan untuk Meningkatkan Produktivitas


dan Kesehatan Ternak. J Litbang Pertanian 27 (3): 86.

Alexopoulos C.J., Mims C.W., Blackwell M. 1996. Introductory Mycology


Ed.Ke-4. John Willey and Sons Inc. New York.

Baker, K. F. dan R. J. Cook. 1982. Biological control of plant pathogen. The


American Phytopathological Society. St. Paul, Minnsota. 433pp

Clarkson, J. M., and A. K. Charnley.1996. New Insights Into The Mechanisms of


Fungal Pathogenesis in Insects. Trends Microbiology. 4:hlm.197-203

Gao, L., M.H. Sun, X.Z. Liu, and C.S. Yong. 2007. Effects of carbon
concentration and carbon to nitrogen ratio on the growth and sporulation
of several biocontrol fungi. Mycol. Res. 111(1):87-92.

Harianto. 2009. Pengenalan dan Pengendalian Hama-Penyakit Tanaman Kakao.


Pusat Penelitian Kopi dan Kakao. Jember.

Pedigo, L. S.H. Hutchins, and L.G Higley. 1986. Economic injury levels in theory
and practice. Ann. Rev. Entomol. 31: 341-68.

Prasasya, A. 2008. Uji efikasi cendawan entomopatogen Beauveria bassiana


Balsamo dan Metarhizium anisopliae (Metch.) Sorokin terhadap 35
Mortalitas Larva Phragmatoecia castanae Hubner di Laboratorium.
(Skripsi). Universitas Sumatra Utara.

Situmorang J. 1990. Petunjuk Praktikum Patologi Serangga PAV Bioteknologi.


Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

Sutopo D, Indriyani IGAA. 2007. Status, Teknologi, dan Prospek B. Bassiana


Untuk Pengendalian Serangga Hama. Balai Penelitian Tanaman Tembakau
dan Serat. Malang.

Tampubolon. M.P. 2004. Prospek Pengendalian Penyakit Parasitik dengan Agen


Hayati. Bagian Parasitologi dan Patologi, Fakultas Kedokteran Hewan,
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Wahyudi, P. 2008. Enkapsulasi propagul jamur entomopatogen Beauveria
bassiana menggunakan alginat dan pati jagung sebagai produk
mikoinsektisida. Jakarta. Jurnal Ilmu Kefarmasian Indonesia. Hal. 51-56

Widiyanti, N. L. P. M, dan Muyadihardja, S. 2004. Uji Toksisitas Jamur


Metarhizium anisopliae terhadap Nyamuk Aedes aegypty. Media Litbang
Kesehatan. 14(3):24-30
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai