Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

PENERAPAN PENGENDALIAN HAYATI PATOGEN DALAM


PENGENDALIAN HAMA TERPADU DAN BEBERAPA CONTOH
AGENS HAYATI PENGENDALI PENYAKIT TANAMAN

OLEH:
NABILLA YOLANDA (1906111911)
EMI SAFITRI (1906110116)

JURUSAN AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2021

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala rahmat, hidayah,

dan kemudahan, sehingga Penulis dapat menyelesaikan tugas kelompok makalah

yang berjudul “Penerapan Pengendalian Hayati Patogen Dalam Pengendalian Hama

Terpadu dan Beberapa Contoh Agens Hayati Pengendali Penyakit Tanaman”.

Penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pengampu Ibu Ir. Yetti

Elfina S, M.P. yang telah memberikan bimbingan, petunjuk, dan motivasi sampai

selesainya makalah ini. Tim Penulis juga mengucapkan terima kasih kepada seluruh

pihak yang telah membantu Tim Penulis dalam menyelesaikan makalah ini.

Penulis menyadari masih terdapat banyak kekurangan dalam penulisan

makalah ini. Oleh karena itu, Tim Penulis mengaharapkan masukan yang bersifat

membangun untuk penyempurnaan pelaksanaan makalah ini sehingga dapat

bermanfaat bagi kita semua.

Pekanbaru, September 2021

Tim Penulis

ii
DAFTAR ISI

Halaman
HALAMAN JUDUL......................................................................................................i
KATA PENGANTAR...................................................................................................ii
DAFTAR ISI................................................................................................................iii

I PENDAHULUAN...................................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................1
1.2 Tujuan...............................................................................................................2

II TINJAUAN PUSTAKA.........................................................................................3
2.1 Pengendalian Hayati Patogen Tanaman...........................................................3
2.2 Pengendalian Hama Terpadu...........................................................................4
2.3 Pengendalian Hayati Patogen Dalam Sistem Pengendalian Hama Terpadu...5
2.4 Contoh Agen Hayati Pengendali Penyakit Tanaman.......................................7

III PENUTUP...........................................................................................................16
3.1 Kesimpulan....................................................................................................16
3.2 Saran..............................................................................................................17

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................18

iii
I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Pengendalian Hayati merupakan suatu pemanfaatan mikroorganisme yang

bertujuan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Adapun

kegiatan atau aktivitas dalam pengendalian hayati yaitu pemberian mikroorganisme

antagonis dengan perlakuan tertentu yang bertujuan untuk meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah diantaranya dengan pemberian bahan organik sehingga

mikroorganisme antagonis menjadi tinggi aktivitasnya di dalam tanah. Secara

alamiah mikroorganisme antagonis banyak dijumpai pada tanah-tanah pertanian

sehingga menciptakan tingkat pengendalian hayati itu sendiri terhadap satu atau

banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur tangan manusia. Namun

demikian, manusia sudah banyak memanfaatkan dan meningkatkan efektifitas

antagonisme itu dengan memasukan jenis antagonisme baru serta meningkatkan

populasinya. Contoh mengintroduksi Trichoderma harzianum dan atau Bacillus

penetrans, pada lahan-lahan untuk meningkatkan jumlah antagonis yang tadinya

berjumlah sedikit, atau untuk berperan dalam merangsang pertumbuhan

mikroorganisme antagonis serta untuk meningkatkan aktivitas penghambat terhadap

patogen (Agrios, 1995).

Prinsip pengelolan hama terpadu (PHT) ialah budidaya tanaman sehat,

pemberdayaan musuh alami, monitoring dan petani sebagai ahli PHT. Semaksimal

mungkin proses pengendalian hama terjadi secara alami terutama oleh bekerjanya

1
faktor biotik yang antara lain ialah musuh alami hama. Pengendalian hayati

merupakan komponen utama dari PHT, dan mengingat dasar dari PHT adalah

ekologi, ekonomi dan sosial Pengendalian hayati mengoptimalkan peranan musuh

alami dalam usaha pengelolaan populasi hama, dimana musuh alami merupakan

bagian dari mata rantai dalam agro-ekosistem

Agensia hayati berpengaruh terhadap tanaman, patogen serta lingkungan.

Pengaruh agensia hayati terhadap tanaman yaitu kemampuan melindungi tanaman

atau mendukung pertumbuhan tanaman melalui salah satu mekanismenya, yaitu

mendukung pertumbuhan tanaman. Sementara itu tanaman menyediakan nutrisi bagi

agensia pengendali hayati dalam bentuk eksudat akar, yang sangat diperlukan untuk

pertumbuhannya. Sedangkan pengaruh agensia hayati terhadap patogen sangat jelas

yaitu menekan daya tahan dan pertumbuhan patogen.

1.2 Tujuan

Tujuan penulisan makalah ini diharapkan pembaca dapat:


1. Menjelaskan Pengendalian Hayati Patogen

2. Menjelaskan Pengendalian Hama Terpadu

3. Menjelaskan Pengendalian Hayati dalam Sistem Pengendalian Hama Terpadu

4. Menjelaskan Contoh Agen Hayati Pengendali Penyakit Tanaman

2
II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengendalian Hayati Patogen Tanaman

Pengendalian hayati merupakan kondisi atau kegiatan yang berpengaruh

terhadap penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi

dengan agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan

penurunan keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen. Pengendalian hayati

juga didefinisikan secara luas oleh K.F. Baker dan R.J. Cook sebagai penggunaan

macam organisme untuk mengendalikan patogen dan penggunaan tanaman tingkat

tinggi sebagai salah satu cara terbaik dan paling efektif dalam pengendalian hayati

(Soesanto, 2008).

Secara umum pengendalian hayati dikelompokkan menjadi tiga, yaitu

(Soesanto, 2008):

1. Pengenalan atau perbanyakan satu atau kelebih spesies mikroba antagonis

pengendali patogen.

2. Perubahan kondisi lingkungan yang dirancang bagi penggandaan dan keaktifan

agensia pengendali hayati tersebut.

3. Gabungan kedua cara tersebut.

Pengendalian hayati dapat terjadi tidak hanya melalui introduksi agensia

hayati, tetapi juga dapat terjadi melalui kegiatan-kegiatan lain yang secara tidak

langsung dapat meningkatkan jumlah antagonis atau aktivitas antagonis sehingga

dapat menekan serangan patogen, sehingga kegiatan kultur teknis tertentu, pemuliaan

3
tanaman, bahan kimia tertentu dapat dikatakan dan dimasukkan sebagai bagian dari

pengendalian hayati, seperti (Muslim, 2019):

1. Pengendalian kultur teknis seperti, pengelolaan habitat, pengelolaan tanag,

rotasi tanaman, pemberian bahan organik atau kompos, dan kegiatan lainnya

dapat menciptakan lingkungan yang mendukung untuk pertumbuhan dan

perkembangan antagonis atau dapat menginduksi resistensi tanaman terhadap

penyakit, sehingga penekanan penyakit yang terjadi bukan diakibatkan oleh

kultur teknis tersebut tetapi karena pengaruh antagonis.

2. Penggunaan bahan kimia tertentu dapat mengubah mikroflora di habitat

tersebut khususnya peningkatan populasi dan aktivitas antagonis.

3. Introduksi langsung mikrobia antagonis, non-patogen atau hipovirulent

patogen, dan mikroorganisme bermanfaat lainya.

2.2 Pengendalian Hama Terpadu

Pengendalian hama terpadu ( PHT) merupakan pengendalian hama dengan

memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa sehingga

populasi hama dapat tetap berada di bawah ambang ekonomi. Teknik atau metode

pengendalian hama terpadu yaitu pengendalian secara kultur teknis, pengendalian

hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian dengan varietas tahan, pengendalian

secara fisik dan mekasik, dan pengendalian dengan peraturan (Elfina, 2004). Sistem

pengendalian hama terpadu (PHT) juga merupakan cara berpikir dalam

mengendalikan populasi organisme pengganggu tanaman atau tingkat serangannya

dengan berbagai teknik pengendalian yang dipadukan untuk mencagah kerusakan

4
tanaman dan mengakibatkan kerugian ekonomis, serta mencegaah terjadinya

kerusakan lingkungan dan ekosistem.

Sistem pengendalian hama terpadu (PHT) memiliki empat prinsip, dimana

prinsip ini menggambarkan konsep pengendalian hama dan penyakit tanaman yang

berwawasan lingkungan. Empat prinsip dasar tersebut, yaitu budidaya tanaman sehat,

pemanfaatan musuh alami, pengamatan dan pemantauan rutin, dan petani sebagai ahli

PHT. Pengendalian hama dan penyakit tanaman dapat dikatakan sebagai

pengendalian hama terpatu (PHT) jika konsep tersebut memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

1. Penerapan sistem pengendalian hama terpadu (PHT) dilakukan secara

bersistem, terpadu dan terkoordinasi dengan baik.

2. Sasarannya adalah produksi dan ekonomi tercapai tanpa merusak lingkungan

hidup dan aman bagi kesehatan manusia.

3. Mempertahankan produksi dan mengedepankan kualitas produk pertanian.

4. Mempertahakan populasi hama atau tingkat serangan hama dibawah ambang

ekonomi.

5. Penggunaan pestisida kimia merupakan alternatif terakhir apabila teknik

pengendalian yang ramah lingkungan tidak mampu mengatasi.

2.3 Pengendalian Hayati Patogen Dalam Sistem Pengendalian Hama Terpadu

Sesuai dengan konsep dasar pengendalian hama terpadu (PHT), Pengendalian

hayati merupakan komponen dari pengendalian hama terpadu (PHT) dan memegang

peranan yang penting karena pengendalian ini sangat menentukan semua usaha teknik

5
pengendalian yang lain secara bersamaan ditujukan untuk mempertahankan dan

memperkuat fungsi musuh alami sehingga populasi hama tetap berada dibawah

ambang ekonomi (Hakim, 2021).

Konsep pengendalian hama terpadu antara lain dengan teknik budidaya seperti

pergiliran tanaman, penanaman varietas tahan, dan sanitasi lingkungan sangat

mendukung peranan dan kelestarian musuh alami serta penggunaan pestisida yang

benar dan bijak akan mendukung perkembangan dan keberadaan agensia hayati di

ekosistemnya (Seosanto, 2008).

Penerapan pengendalian hama terpadu (PHT) dalam mengendalikan

organisme pengganggu tanaman merupakan kesadaran baru dalam bidang pertanian.

Yaitu dengan cara memaksimalkan penerapan berbagai metode pengendalian hama

secara kompherensif dan mengurangi pemakaian pestisida. Salah satu komponen

PHT tersebut adalah pengendalian hayati dengan memanfaatkan bakteri antagonis

untuk mengendalikan penyakit tanaman. Bakteri antagonis telah dibuktikan di

berbagai penelitian bahwa beberapa jenis bakteri antagonis potensial digunakan

sebagai agensia hayati. Bakteri-bakteri antagonis ini selain dapat menghasilkan

antibiotik, juga menjadi pesaing bagi patogen tanaman untuk mendapatkan unsur hara

(Girsang et al., 2020). Selain bakteri, Menurut (Purnawantisari, 2009) pemanfaatan

jamur Trichoderma spp. sebagai agen hayati untuk mengendalikan jamur patogen

Phytophthota infestans pada tanaman kentang sangat penting di dalam menunjan

program PHT karena berwawasan lingkungan dan berkelanjutan.

6
2.4 Contoh Agen Hayati Pengendali Penyakit Tanaman

Pengendalian hayati penyakit tanaman yang disebabkan oleh patogen, baik

yang di permukaan tanah maupun di dalam tanah, menggunakan agensia pengendali

hayati yaitu mikroba antagonis. Saat ini sudah ditemukan berbagai macam agensia

pengendali hayati yang berhasil menghambat atau mengendalikan patogen penyabab

penyakit tanaman. Agensia hayati pengendali penyakit tanam tergolong dalam tiga

kelompok, yaitu kelompok jamur antagonis, kelompok bakteri antagonis, dan

kelompok khamir antagonis (Soesanto, 2008).

2.4.1 Kelompok Jamur Antagonis

Kelompok jamur antagonis merupakan agensia pengendali hayati yang jenis

nya paling banyak di dunia. Agensia kelompok jamur antagonis antara lain (Soesanto,

2008):

a. Amphelomyces quisqalis

Jamur antagonis ini mampu mengendalikan beberapa jamur embun tepung yang

masuk dalam kelompok genus Oidium, Erysiphe, Sphaerotheca, Podosphaera,

Uncinula, dan Leveillula, kapang abu-abu Botrytis cinerea, serta Alternaria solani.

Jamur Amphelomyces quisqalis juga dikembangkan untuk pengelolaan penyakit

embun tepung pada anggur dalam kondisi rumah kaca. Pada umumnya, penerapan

jamur ini di lapangan menggunakan pelarut minyak (Soesanto, 2008).

Penerapan jamur Amphelomyces quisqalis dapat digabung dengan jamur

antagonis lain seperti Tricoderma harzianum yang dapat memberikan hasil lebih baik

jika dibandingkan hanya menggunakan Amphelomyces quisqalis saja. Jamur

7
Amphelomyces quisqalis juga dapat digabung dengan pemberian fungisida, seperti

fungsida triforin dan pirazofos (Soesanto, 2008).

b. Arthrobotrys oligospora

Jamur Arthrobotrys oligospora merupakan jamur perangkap nematoda yang

paling umum dan yang pertama kali diketahui kemampuannya.jamur antaginis ini

menghasilkan enzim hidrolisis yang mampu menguraikan dan menyebabkan lisis

dinding sklerotium jamur patogen tanaman (Soesanto, 2008).

c. Fusarium oxysporum Schlecht tak-patogen

Pencirian Fusarium oxysporum tak-patogen mengacu kepada pencirian

Fusarium oxysporum patogen. Hal ini terjadi karena kesamaan dalam morfologinya,

sedangkan yang membedakanya adalah mekanisme kerjanya. Morfologi Fusarium

oxysporum yaitu koloninya tumbuh dengan cepat, mencapai diameter 4,5-6,5 cm

dalam waktu empat hari pada suhu 25c. miselium permukaan jarang sampai

berlimpah,bewarna putih atau krim muda, tetapi biasanya dengan warna ungu, lebih

kuat pada permukaan agar storma. Beberapa isolat mempunyai ciri bau aroma seperti

bunga bungur, beberapa menghasilkan sporodokium dengan lender oranye dari

makrokonidiumnya (Soesanto, 2008).

Strain tak-patogen Fusarium ini ketika di terapkan pada beberapa perakaran

tanaman dapat menunda gejala penyakit yang di imbas oleh patogen. Hal ini

menunjukkan bahwa tanaman breaksi terhadap inokulasi strain tak-patogen dan

menghasilkan suatu sinyal yang merangsang reaksi pertahanan. Fusarium oxysporum

secara nyata menekan layu fussarium pada karnasi dengan persaingan karbon dan

karbohidrat (Soesanto, 2008).

8
d. Gliocladium roseum Bain

Antagonis ini merupakan jamur tanah yang umum dan pengoloni tanaman

membusuk dengan penyebaran luas, dari kutub utara sampai daerah tropika. Jamur

mudah diisolasi dengan pengenceran dan banyak teknik lainya. Termasuk dengan

medium pilihan yang dirancang untuk jamur selulisis atau kratinolisis (Soesanto,

2008).

Pada umumnya perkecambahan konidium jamur antagonis ini dapat dihambat

di dalam tanah, tetapi di di dalam humus dapat berkecambah. Perkecambahan

konidium dapat di imbas di sekitar akar kacang kapri, tomat, dan selada. Eksudat

bawang merah dapat menghambat perkecambahan konidium in vitro (Soesanto,

2008).

Jamur Gliocladium roseum dikenal sebagai mikoparasit perusak terhadap

beberapa jamur pathogen, seperti hifa botrytis aclada dan verticilliumdahliae yang

aktif memarasit dengan melilit, membunuh dan memenetrasi (Soesanto, 2008).

e. Trichoderma harzianum Rifai

Spesies jamur antagonis ini paling umum dijumpai di dalam tanah, khususnya

dalam tanah organik dan sering digunakan di dalam pengendalian hayati, baik

terhadap patogen tular-tanah atau rizosfer maupun patogen filosfer. Jamur antagonis

ini memiliki kisaran inang patogen tanaman yang luas sehingga jamur ini banyak

digunakan (Soesanto, 2008).

9
Penghambatan pertumbuhan dan perkembangan jamur Trichoderma

harzianum dilakukan melalui beberapa mekanisme, yaitu a) persaingan, terjadi karena

pasokan terbatas akan karbon, nitrogen, besi, vitamin, tempat infeksi, dan oksigen; b)

antibiosis, karena produksi antibiotika atau senyawa racun hasil metabolisme

sekunder yang memengaruhi keterpaduan salaput jamur patogen; c) mikoparasitisme,

yang memarasit jamur patogen inang di lokasi dan permukaan infeksi jamur patogen;

d) kemotropisme; e) pengenalan yang diantarai lektin; f) pembentukan struktur

perangkap dan pemantakan; dan g) pengeluaran enzim pengurai dinding sel jamur

patogen. Penerapan Trichoderma harzianum di lapngan dapat dipadukan dengan

berbagai fungisida untuk mengendalikan penyakit tanaman (Soesanto, 2008).

f. Trichoderma koningii Oudem

Trichoderma koningii merupakan jamur tular-tanah, yang sekali diberikan

akan menetap di dalam tanah selamanya. Trichoderma koningii mampu berperan

sebagai agensia penekan terhadap patogen berbahaya, seperti Gaeumannomyces

graminis var. tritici pada gandum. Jamur Trichoderma koningii dalam mekanisme

antagonisnya membentuk senyawa dengan sifat mikostatis dan juga senyawa anti

jamur, meskipun belum dapat diidentifikasi. Secara in vitro, jamur Trichoderma

koningii dapat menghambat pertumbuhan jamur patogen Rigidoporus lignosus,

penyebab penyakit akar putih pada karet (Soesanto, 2008).

g. Trichoderma viride Pers. Ex Gray

Trichoderma viride merupakan salah satu jamur tanah yang paling tersebar di

seluruh dunia. Hal ini, menjadikannya mudah diisolasi dengan semua teknik.

Khususnya menggunakan tabung reaksi dan cawan petri. Jamur ini merupakan

10
pengoloni sejumlah bagian tanaman, misalnya kayu untuk tambang tembaga,

kayu Betula alleghaniensis, Acer saccharum, fagus grandifolia, dan Fagus

sylvatica. Di lapangan, jamur ini berhasil menekan pertumbuhan beberapa

patogen, seperti Phythium spp., Macrophomina phaseoli, Verticillum albo-atrum,

Verticillum dahliae, Gaeumannomyces graminis, Fusarium oxysporum, Fusarium

solani, Colletottrichum lini, Helminthosporium sp., Chondro-stereum purpureum,

Alternaria sp., dan Rhizoctonia solani dengan pH tanah yang rendah (Soesanto,

2008).

2.4.2 Kelompok Bakteri Antagonis

Mikroba antagonis kelompok bakteru yang mempunyai kemampuan

penghambatan terhadap pathogen tanaman. Mikroba antaonis dari kelompok bakteri

ini mempunyai sifat khusus yang berbeda dengan antagonis kelompok jamur.

Beberapa mikroba tersebut di antaranya (Soesanto, 2008):

a. Bacillus Subtilis

Spesies Bacillus subtilis sering di gunakan sebagai pengendali hayati penyakit

akar. Anggota dari genus ini mempunyai keuntungan khususnya karena bakteri

membentuk spora yang mudah di simpan dan mempunyai daya hidup lam dan relatif

mudah di inokulasi ke dalam tanah. Spesies Bacillus telah terbukti sebagai agensia

pengendali hayati yang baik,misalnya terhadap penyakit take–all pada gandum dapat

di kendalikan oleh Bacillus pumilus mayer dan gottheil. Bacillus pumilus dan

Bacillus subtilis juga di gunakan untuk melindungi tanaman gandum dari serangan

Rhizoctania (Soesanto, 2008).

11
Bakteri bacillus subtilis juga mampu mengendalikan bakteri patogen, seperti

ralstonia solanacearum.bakteri antagonis juga mampu menghambat pertumbuhan

jamur fusarium solani, penyebab penyakit busuk akar pada bibit jambu monyet

(Soesanto, 2008).

b. Pseudomonas fluorescens migula

Secara garis besar metabolit sekunder yang di hasilkan oleh Pseudomonas

fluorescens memegang peranann hayati penyakit tanaman. Salah satu perannaya

adalah sebagai siderofor yang memperlihatkan pengaruh fungistatis dan

bakteriostatus. Beberapa kelompok Pseudomonas fluorescens adalah (Soesanto,

2008):

1. Kelompok lemak atau senyawa pio

2. Kelompok fenazin

3. Kelompok pirol

4. Kelompok indol

5. Kelompok asam amino dan peptide

6. Kelopok pterin

7. Kelompok aneka senyawa antibiotika

8. Kelompok siderefor

9. Asam indol-3 asetat

c. Pseudomonas putida

Bakteri antagonis Pseudomonas putida dikenal dapat menghasilkan

antibiotika dan sidorofor yang mampu menekan pertumbuan pathogen tular tanah.

12
Selain itu bakteri dapat berperan sebagai rhizobakteri pemacu pertumbuhan tanaman

(PGPR).

Selain itu, bakteri antagonis ini juga mempunyai kemampuanbersaing yang

tinggi. Sebagai salah satu mekanisme antagonismenya. Persaingan di lakukan

terhadap nutrisi dan tempat infeksi. Persaingan terhadap ion besi (III) dengan

mikroba tular tanah lainya dapat menekan infeksi patogen (Soesanto, 2008).

d. Agrobacterium radiobacter Conn

Bakteri Agrobacterium radiobacter berbentuk batang. Bakteri ini termasuk

dalam genus agrobacterium dan family rhizobiceae.sel bakteri saling berpasangan,

tanpa endospera, dan bergerak dengan flagellum. Bakteri secara umum dapat di

jumpai di darah sekitar permukaan akar atau rizosfer (Soesanto, 2008).

e. Erwinia herbicola (lohnsin) Dry

Bakteri antagonis Erwinia herbicola di kenal dengan nama Pantoea

agglomerans atau Pantoea dispersa yang termasuk kedalam enterobacteriaceae dan

masih sekerabat dengan Erwinia amylovora (beram.) Winslow et al. Bakteri Erwinia

herbicola seperti erwenia pembentuk koloni lainya menghasilkan pigmen karoten

yang umum (Soesanto, 2008).

2.4.3 Kelompok Khamir Antagonis

Khamir antagonis pada umumnya berperan dalam pengendalian penyakit

pascapanen atau penyakit karena patogen tular-udara. Berikut ini tiga genus khamir

yang umum di gunakan sebagagai mikroba agensia pengendali hayati (Soesanto,

2008).

13
a. Saccharomyces spp.

Pengaruh khamir antagonis ini hanya rendah dan hanya selama seminggu

pertama di awal penghambatan dan kemudian meningkat. Rendahnya kemampuan

antagonism di sebabkan oleh lambatnya pertumbuhan Saccharomyces cerevisiae. Hal

ini lah yang menghambat penggunaan Saccharomyces cerevisiae sebagai antagonis di

penyimpanan karena salah satu syarat suatu antagonis adalah mampu tumbuh dengan

cepat untuk bersaing dengan patogen (Soesanto, 2008).

b. Sporobolomyces spp.

Mikroba ini mudah di jumpai tumbuh di permukaan pada bagian tanaman

yang membusuk, bubur kertas, daun atau buah yang membusuk, dan merupakan

kontaminan permukaan. Bahkan dikatakan bahwa Sporobolomyces merupakan

khamir yang secara umum di isolasi dari sumber lingkungan seperti air, daun

pepohonan, dan kulit buah jeruk. Habitat alami khamir ini adalah manusia, hewan,

burung, lingkungan, tanaman (Soesanto, 2008).

Sebaran Sporobolomyces dijumpai terutama di sepanjang tulang daun di

permukaan daun bagian atas dan relatif jarang dijumpai di permukaan daun bagian

bawah. Hal ini sangat ditentukan oleh jenis tanaman inang. Misalnya pada daun

bunga krisan, terutama dijumpai di permukaan daun bagian bawah. Sedangkan pada

daun barlei di jumpai di kedua permukaan daun. Khamir ini mampu bertahan hidup

dalam bentuk koloni dan bukan dalam sel tunggal. Khamir ini memerlukan sedikit

bahan nitrogen untuk hidupnya dan mempunyai kemampuan untuk mengasimilasi

kisaran luas senyawa karbon (Soesanto, 2008).

14
Sporobolomyces roseus berperan dalam mengatur stres nutrisi tetap di

permukaan daun. Stress nutrisi hanya merupakan mekanisme antagonis yang sesuai

untuk patogen (Soesanto, 2008).

15
c. Pichia sp.

Khamir Pichia guilliermondii wikerham mampu mengendalikan kisaran luas

jamur pasca panen, seperti Penicillium digitatum pada buah anggur, Botrytis cinerea

dan penicillium exspansum pada apel, dan aspergillus flavus pada kedelai.

Mekanisme antagonis Pichia guiolliermondii adalah persaingan nutrisi dan

mengeluarkan enzim pengurai dinding sel (Soesanto, 2008).

Semetara itu Pichia anomala sering di jumpai pada bebijian dala simpanan

dan memperlihatkan aktivitas antagonis terhadap Penicillium roquifortib dan

Aspergillus candidus. Penghambatan terhadap kedua jamur tersebut terjadi pada

kondisi suhu suboptimum (Soesanto, 2008).

16
III PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Kesimpulan pada makalah ini adalah:


1. Pengendalian hayati patogen merupakan kegiatan yang berpengaruh terhadap

penurunan daya tahan atau kegiatan patogen tanaman melalui interaksi dengan

agensia organisme hidup lainnya (selain manusia), yang menghasilkan penurunan

keberadaan penyakit yang disebabkan oleh patogen.

2. Pengendalian hama terpadu ( PHT) merupakan pengendalian hama dengan

memadukan semua teknik atau metode pengendalian hama sedemikian rupa

sehingga populasi hama dapat tetap berada di bawah ambang ekonomi. Teknik

atau metode pengendalian hama terpadu yaitu pengendalian secara kultur teknis,

pengendalian hayati, pengendalian kimiawi, pengendalian dengan varietas tahan,

pengendalian secara fisik dan mekasik, dan pengendalian dengan peraturan.

3. Pengendalian hayati merupakan komponen dari pengendalian hama terpadu

(PHT). Yaitu dengan cara memaksimalkan penerapan berbagai metode

pengendalian hama secara kompherensif dan mengurangi pemakaian pestisida.

Salah satu komponen PHT tersebut adalah pengendalian hayati dengan

memanfaatkan bakteri antagonis untuk mengendalikan penyakit tanaman dan

penggunaan jamur antagonis seperti Trichoderma untuk mengendalikan penyakit

tanaman.

4. Agensia pengendali hayati terdiri atas tiga kelompok, yaitu kelompok jamur

antagonis, seperti Amphelomyces quisqalis, Arthrobotrys oligospora, Fusarium

17
oxysporum, Gliocladium roseum, Trichoderma harzianum, Trichoderma koningii,

Trichoderma viride, kelompok bakteri antagonis, seperti Bacillus subtilis,

Pseudomonas fluorescens, Agrobacterium radiobacter, dan Erwinia herbicola,

serta kelompok khamir antagonis seperti Saccharomyces spp., Sporobolomyces

spp., dan Pichia sp.

3.2 Saran

Pengendalian hayati sebaik nya digunakan dalam pencegahan dan

pengendalian penyakit tanaman. Dengan menerapkan pengendalian hayati, kita dapat

mencipkatan pertanian yang terpadu dan berkelanjutan.

18
DAFTAR PUSTAKA

Soesanto, L. 2008. Pengantar Pengendalian Hayati Penyakit Tanaman Suplemen ke


Gulma dan Nematoda. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta.
Muslim, A. 2019. Pengendalian Hayati Patogen Tanaman Dengan Mikroorganisme
Antagonis. Unris Press. Palembang.
Elfina, Y. dan F. Puspita. 2004. Pengendalian Hama Terpadu. Faperika Press
Universitas Riau. Pekanbaru.
Girsang, W., J. Purba, dan S. Daulay. 2020. Uji Aplikasi Agens Hayati Tribac
Mengendalikan Pathogen Hawar Daun (Helminthosporium sp.) Tanaman
Jagung (Zea mays L.). Jurnal Ilmiah Pertanian. 17(1): 51-60.
Purwantisari, S. dan R.B. Hastuti. 2009. Uji Antagonis Jamur Patogen Phytophthora
infestans Penyebab Penyakit Busuk Daun dan Umbi Tanaman Kentang
Dengan Menggunakan Trichoderma spp. Isolat Lokal. Bioma. 11(1): 24-32.

19

Anda mungkin juga menyukai