Anda di halaman 1dari 43

LAPORAN FIELDTRIP

DASAR PERLINDUNGAN TANAMAN

Kelompok 1
Ahmad Taufiqqurahman A (19504020011329)
Ammar (19504020011318)
Andryan Nur Fauzan (19504020011317)
Ardhan Chrisandi (19504020011309)
Elsha Afry Raunicha (19504020011302)
Rivana Nadia Azzahra (19504020011316)
Rukha Heny Pramubinasih (19504020011314)
Zira Afrida (19504020011315)

Asisten:
Siti Siska Agustina

PROGRAM STUDI AGROEKOTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
2019
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Tumbuhan merupakan komponen penting dalam kehidupan, karena


tumbuhan adalah produsen utama dalam sistem struktur rantai makanan, itu
berarti tumbuhan sebagai penyedia atau penyuplai makanan bagi makhluk hidup
tak terkecuali manusia. Tanaman memiliki peran penting dalam memenuhi
kebutuhan pangan manusia. Oleh karena itu perlu dilakukan proteksi terhadap
tanaman karena sifat tanaman yang tidak mampu melakukan perlindungan
terhadap dirinya sendiri dalam bentuk mobilitas. Bentuk perlindungan tanaman
yang dapat kita lakukan adalah dengan melakukan perlindungan hama terpadu
(PHT)o(Tjitrosoepomo,o2011).
Hama dan penyakit tanaman merupakan salah satu hambatan sebagai
faktor pembatas dalam hasil panen kegiatan budidaya tanaman. Oleh karena itu
masalah mengenai hama dan penyakit tanaman merupakan kendala yang perlu
selalu diantisipasi perkembangannya karena dapat menimbulkan kerugian bagi
petani. Selama ini, petani hanya mengandalkan pestisida untuk memberantas
Organisme Pengganggu Tanaman, padahal cara ini dapat menimbulkan
permasalahan baru terkait terganggunya stabilitas ekosistem yang berakibat
munculnya kasus seperti ledakan hama (Diyasti, 2017).
Pengendalian Hama Terpadu, memberi ruang dan hak kehidupan bagi
semua komponen biota ekologi, tanpa terjadinya kerusakan pada tanaman yang
dibudidayakan. Sasaran pengendalian hama terpadu adalah mengurangi
penggunaan pestisida dengan memadukan teknik pengendalian hayati dan
pengendalian kimiawi. Pengendalian hama secara terpadu pada tanaman
merupakan salah satu metode pengendalian untuk menekan populasi serangga
hama agar petani tidak tergantung pada. Pengendalian dengan cara kimiawi
yang berefek negatif, baik terhadap lingkungan maupun manusia dan hewan
(Luca, 2015).
Menurut Yuniasari (2015) mengatakan bahwa, pengendalian secara
bercocok tanam (kultur teknis), yaitu pengendalian OPT dengan cara mengelola
lingkungan/ ekossistem sedemikian rupa sehingga ekosistem tersebut menjadi
kurang cocok bagi kehidupan dan perkembangbiakan hama, hal ini dapat
mengurangi laju peningkatan populasi & kerusakan tanaman.
Penggunaan insektisida secara berlebihan berdampak timbulnya
resurgensi hama, dan pencemaran lingkungan pertanian, sehingga
2

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) perlu di lakukan pada lahan tersebut.


Pengendalian Hama Terpadu pada tanaman merupakan teknik pengelolaan
keseimbangan lingkungan pertanian melalui ekologi dan efisiensi ekonomi dalam
rangka pengelolaan ekosistem yang berwawasan lingkungan yang berkelanjutan.
Strategi PHT adalah mensinergikan semua teknik atau metode pengendalian
hama dan penyakit yang kompatbel didasarkan pada asas ekologi dan ekonomi.
Prinsip operasional yang digunakan dalam PHT adalah budidaya tanaman sehat,
penyeimbangan komponen ekobiota lingkungan, pelestarian musuh alami,
pemantauan ekosistem secara terpadu, mewujudkan petani aktif sebagai ahli
PHT (Sulistiya, 2010).

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari pembuatan laporan hasil pengamatan ini yaitu untuk
mengetahui apa itu PHT. Mengetahui mekanisme pelaksanaan PHT. Mengetahui
peran PHT dalam menciptakan lingkungan pertanian yang berkelanjutan.

1.2.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari pembuatan laporan hasil pengamatan ini yaitu untuk
mengetahui pengertian OPT beserta morfologi dan komponen penyusunnya.
Mengetahui populasi OPT pada lingkungan pertanian yang diamati. Mengetahui
faktor penyebab timbulnya peledakan populasi hama dan penyakit tanaman dan
mengetahui konsep ambang ekonomi.

1.3 Manfaat

Manfaat dari pembuatan laporan hasil pengamatan dari kegiatan fieldtrip


yang telah dilaksanakan yaitu untuk mengetahui dan memahami bagaimana
konsep dan mekanisme pelaksanaan Perlindungan Hama Terpadu (PHT) serta
peranan PHT dalam menciptakan lingkungan pertanian yang berkelanjutan.
Selain itu manfaat lainnya yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang OPT
beserta morfologi dan komponen penyusunnya. Mengetahui dan memahami
faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya peledakan hama dan penyakit
tanaman serta memahami konsep ambang ekonomi.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian dan Komponen PHT (Pengendalian Hama Terpadu)

2.1.1 Pengertian PHT


Menurut Luca (2015) mengatakan bahwa, definisi singkat PHT sebagai
perpaduan yang terbaik. Yang dimaksud perpaduan terbaik ialah menggunakan
berbagai metode pengendalian hama secara kompartibel. Sehingga melalui PHT
diharapkan kerusakan yang ditimbulkan hama tidak merugikan secara ekonomi,
sekaligus menghindari kerugian bagi manusia, binatang, tanaman, dan
lingkungan.

2.1.2 Pengendalian Hama dengan Kultur Teknis


Menurut Yuniasari (2015) mengatakan bahwa, pengendalian secara
bercocok tanam (kultur teknis), yaitu pengendalian OPT dengan cara mengelola
lingkunga atau ekosistem sedemikian rupa sehingga ekosistem tersebut menjadi
kurang cocok bagi kehidupan dan perkembangbiakan hama, hal ini dapat
mengurangi laju peningkatan populasi dan kerusakan tanaman.
Macam pengendalian secara kultur teknis berupa pemilihan bibit yang
sehat, pengolahantanah, sanitasi lahan, pemupukan, pengairan, tanam
serempak, rotasi atau pergiliran tanaman, tumpang saritanaman perangkap,
pengaturan jarak tanam, pengendalian hayati, pengendalian secara fisis dan
mekanis (Yuniasari, 2015).

2.1.3 Pengendalian Hayati


Menurut Ir.Otto Marwoto (2016), menjelaskan bahwa pengendalian hayati
(Biological Control) adalah pengendalian organisme pengganggu tumbuhan
(OPT) oleh musuh alami atau agensia pengendali hayati. Tetapi bias juga
disebut mengendalikan hama dan penyakit tanaman dengan cara biologi, yaitu
memanfaatkan musuh-musuh alami. Dalam hal ini yang dimanfaatkan yaitu
musuh alami, sedangkan yang menggunakan atau memanfaatkan adalah
manusia. Jadi jelas ada campur tangan manusia dalam setiap pengendalian
hayati.
Contoh dari musuh alami sendiri adalah patogen merupakan suatu
mikroorganisme yang hidup dan makan (memarasit) pada atau di dalam suatu
organisme inang yang lebih besar dan menyebabkan inangnya sakit atau mati,
predator merupakan suatu binatang yang makan binatang lain sebagai mangsa,
baik tubuhnya lebih kecil maupun lebih besar daripada dirinya, parasitoid
2

merupakan suatu serangga parasitik yang hidup di dalam atau pada serangga
(atau arthropoda lain) inang yang tubuhnya lebih besar dan akhirnya membunuh
inangnya (Marwoto, 2016).

2.1.4 Pengendalian secara Fisik dan Mekanis


Perlakuan atau tindakan fisik lebih banyak dilakukan untuk
mengendalikan serangan hama. Beberapa perlakuan yang termasuk dalam
perlakuan fisik di antaranya pemanasan, pembakaran, pendinginan,
pembasahan, pengeringan, penggunaan lampu perangkap, radiasi sinar infra
merah, penggunaan gelombang suara, atau penggunaan penghalang (Sulistiya,
2010).
Perlakuan atau tindakan secara mekanik bertujuan untuk mematikan atau
memindahkan hama secara langsung, baik dengan tangan atau dengan bantuan
alat atau bahan lainnya. Beberapa perlakuan yang termasuk dalam perlakuan
secara mekanik di antaranya pengambilan dengan tangan, penggunaan
perangkap, serta proses gropyokan untuk mengendalikan hama tikus,
penggunaan perangkap berupa lampu untuk mengendalikan serangga, atau
pemasangan bebegig atau orang-orangan di sawah untuk mencegah serangan
burung (Sulistiya, 2010).

2.1.5 Penggunaan Insektisida


Cara ini menggunakan racun kimia (pestisida) untuk mengendalikan
hama dan penyakit. Dalam banyak kasus, pestisida memang berhasil menekan
populasi hama dan penyakit dalam waktu singkat, bila digunakan dengan tepat
sebagai bagian dari strategi penerapan PHT. Pada PHT, pemakaian pestisida
yang berspektrum luas, berdosis tinggi, dan terdiri atas satu jenis saja dalam
waktu panjang harus dihindari. Karena, akan menyebabkan kekebalan pada
hama dan penyakit tertentu (Sulistiya, 2010).

2.2 Pengertian Organisme Pengganggu Tanaman

Dalam pertanian, organisme pengganggu tanaman merupakan semua


organisme yang dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara
langsung karena menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia,
atau kompetisi hara terhadap tanaman budidaya (Diyasti, 2017).
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) adalah hewan maupun
tumbuhan yang berukuran mikro maupun makro yang merusak, menghambat,
maupun mematikan tanaman yang dibudidayakan. Organisme Pengganggu
3

Tanaman (OPT) terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu hama, vektor penyakit, dan
gulma (Diyasti, 2017).
Hama tanaman dalam arti luas adalah semua organisme atau binatang
yang aktifitas hidupnya menyebabkan kerusakan tanaman sehingga
menimbulkan kerugin secara ekonomi bagi manusia. Organisme yang menjadi
hama adalah binatang yang menyerang tanaman budidaya sehingga
menimbulkan kerugian. Hama tanaman sering disebut serangga hama (pest).
(Rukman, 2002)
Penyakit tanaman adalah kondisi dimana sel dan jaringan tanaman tidak
berfungsi secara normal yang ditimbulkan karena gangguan secara terus
menerus oleh agen patogenik atau faktor lingkungan (abiotik) dan akan
menghasilkan perkembangan gejala. Penyakit dapat ditimbulkan oleh cendawan,
bakteri, virus, dan nematoda. Tanaman yang sakit menunjukkan gejala atau
tanda yang khas. Penyakit pada tanaman menyebabkan suatu abnormalitas
pertumbuhan pada tanaman yang beragam, seperti keriput daun, bercak cokelat,
dan busuk (Agrios, 2005).
Gulma adalah tumbuhan yang dikehendaki keberadaannya pada lahan
budidaya pertanian dan dapat berkompetisi dengan tanaman budidaya sehingga
berpotensi untuk menurunkan hasil tanaman budiidaya tersebut (Barus, 2003).

2.3 Morfologi dan Ordo Serangga

2.3.1 Morfologi Serangga

Ada tiga bentuk morfologi serangga yang penting untuk dilakukan


identifikasi, ketiga bentuk morfologi itu adalah pola rangka sayap, bentuk antena,
dan bentuk mulut. Berkaitan dengan pola rangka sayap sebagai cara untuk
mengidentifikasi serangga.
Menurut Borror (2010), menjelaskan bahwa sayap serangga merupakan
pertumbuhan keluar dan dinding tubuh yang terletak pada bagian dorsallateral
antara nota dan pleura. Sifat utama hexapoda perlu dipahami dalam melakukan
identifikasi serangga karena dalam melakukan identifikasi terhadap serangga.
Serangga disebut juga hexapoda (hewan berkaki enam), merupakan
kelas besar dari filum Arthropoda, yang beranggotakan kurang lebih 675.000
spesies mempunyai kelompok diseluruh penjuru dunia.Bentuk tubuh serangga
menyerupai silinder yang beraneka ragam, dengan kulit yang keras sebagai
pelindung dan memberi bentuk tubuh (kerangka luar).Pada bagian kepala
4

terdapat mulut dan sepasang antena, sedangkan pada thoraks terletak tiga
pasang tungkai dan sayap.Aspek susunan bagian-bagian tubuh serupa ini sudah
khas pada insekta, oelh karena itu dinamakan juga hexapoda (hewan berkaki
enam) (Borror, 2010).
2.3.2 Ordo Serangga

Menurut Hansanmuhito (2010), menjelaskan bahwa golongan serangga


penting yang merupakan hama tanaman antara lain adalah kelompok kelas
Hexapoda, dengan ciri khasnya adalah memiliki kaki 3 pasang kaki. Kelas
Hexapoda ini memiliki beberapa jenis ordo serangga yang menjadi hama
penting, yakni sebagai berikut.
Ordo Orthoptera Ordo Orthoptera yaitu ordo serangga yang mengalami
metamorfosis tidak sempurna. Dalam daur hidupnya ordo inimengalami tahapan
perkembangan yaitu telur, nimfa (serangga muda yang mempunyai sifat dan
bentuk sama dengan dewasa). Dalam fase ini serangga muda mengalami
pergantian kulit, imago dewasa ialah fase yang ditandai dengan berkembangnya
semua organ tubuh dengan baik, termasuk alat perkembang biakan serta sudah
memiliki sayap. Alat mulut nimfa dan imagonya menggigit-mengunyah
(Hansanmuhito, 2010)
Ordo Hemipterea berasal dari kata “Hemi” berarti "setengah" dan pteron
artinya "sayap". Golongan serangga yang termasuk ke dalam ordo ini memiliki
sayap depan yang mengalami modifikasi sebagai " hemelitron ", yaitu setengah
bagian di daerah pangkal menebal, sedangkan sisanya berstruktur seperti
selaput, dan sayap belakang mirip selaput tipis (membran). Tipe perkembangan
hidup ordo Hemiptera adalah paurometabola (telur→nimfa→imago). Tipe alat
mulut, baik nimfa rnaupun imago, bersifat menusuk-mengisap, dan keduanya
hidup dalam habitat yang sama. Stadium serangga yang merusak tanaman
adalah nimfa dan imago (Hansanmuhito, 2010).
Ordo Homptera berasal dari kata “Homo” artinya "sama" dan “pteron”
berarti "sayap". Serangga golongan ini mempunyai sayap depan berstruktur
sama, yaitu seperti selaput (membran). Sebagian dari serangga ini mempunyai
dua bentuk, yaitu serangga bersayap dan tidak bersayap. Misalnya, kutu daun
(Aphis sp.), sejak menetas sampai dewasa tidak bersayap. Namun, bila
populasinya tinggi sebagian serangga tadi membentuk sayap untuk
memudahkan pindah dari satu tempat ke tempat lain. Tipe perkembangan hidup
ordo Homoptera adalah paurometabola (telur → nimfa → imago). Kutu daun
5

bersifat partenogenetik, yaitu embrio berkembang didalam imago betina tanpa


pembuahan terlebih dahulu (Hansanmuhito, 2010).
Ordo Lepidoptera berasal dar kata “Lepidos” berarti "sisik" dan “pteron”
artinya "sayap". Kedua pasang sayap golongan serangga ini mirip membran
yang penuh dengan sisik. Sisik-sisik ini sebenarnya merupakan modifikasi dari
rambut biasa. Bila sisik tersebut dipegang akan mudah menempel pada tangan.
Serangga dewasa dibedakan atas dua macam, yaitu kupu-kupu dan
ngengat.Kupukupu aktif pada siang hari sedangkan ngengat aktif pada malam
hari.Perkembangbiakan serangga ordo Lepidoptera adalah holometabola (telur
→ larva → pupa → imago).Alat mulut larva bersifat menggigit-mengunyah,
sedangkan alat mulut imagonya bertipe mengisap.Stadium serangga yang sering
merusak tanaman adalah larva, sedangkan imagonya hanya mengisap nektar
(madu) dari bunga-bungaan (Hansanmuhito, 2010).
Ordo coleoptera Ordo ini termasuk kedalam kelompok holometabola
(metamorfosis sempurna). Tahapan dari daur serangga yang mengalami
metamorfosisi sempurna adalah luar menjadi larva menjadi pupa dan pupa
menjadi imago. Coleoptera berasal dari kata “Coleos” atau "seludang" dan
“pteron” atau "sayap". Serangga golongan ini memiliki sayap depan yang
mengalami modifikasi, yaitu mengeras dan tebal seperti seludang. Sayap depan
atau seludang ini berfungsi untuk menutupi sayap belakang dan bagian
tubuhnya. Sayap depan yang bersifat demikian disebut elitron, sedangkan sayap
belakang strukturnya tipis seperti selaput. Pada saat terbang kedua sayap depan
tidak berfungsi, namun waktu istirahat sayap belakang dilipat di bawah sayap
depan. Perkembangan hidup serangga ordo Coleoptera adalah holometabola
(telur → larva → pupa → imago). Tipe alat mulut larva dan imago memiliki sifat
yang sama, yaitu menggigit-mengunyah (Hansanmuhito, 2010).
Thyasoptera berasal dari kata “Thysanos’’ artinya "rumbai" dan “pteron’’
berarti "sayap". Golongan serangga ini berukuran kecil.Sayapnya berjumlah dua
pasang dengan bentuk memanjang, sempit, membranus, dan pada bagian
tepinya terdapat rambut-rambut halus berumbai. Perkembangan hidup serangga
Thysanoptera adalah paurometabola (telur → nimfa → imago). Tipe alat mulut
nimfa dan imago bersifat menusuk-mengisap atau memarut-mengisap. Golongan
hama ini dapat merusak daun, bunga, dan buah tanaman. Daun yang terserang
hama menjadi keriting atau salah bentuk. Bunga yang terserang menjadi salah
6

bentuk atau gugur, sedangkan serangan pada buah menyebabkan bercak-


bercak atau gugur (Hansanmuhito, 2010).
Serangga muda yang mengalami perkembangan holometabola disebut
larva. Bentuk larva amat berbeda dengan imago.Jenis makanan, perilaku, dan
habitatnya pun biasanya berbeda dengan imago. Sebelum menjadi imago, larva
akan berkepompong terlebih dahulu. Perubahan bentuk luar dan dalam terjadi
dalam tingkat pupa (kepompong). Sayap berkembang secara internal. Contoh
serangga yang mengalami perkembangan holometabola, antara lain ordo
Lepidoptera, ordo Coleoptera, dan ordo Diptera (Hansanmuhito, 2010).
Ordo Diptera, ordo ini memiliki metamorfosis sempurna. Ordo diptera
meliputi serangga pemakan tumbuhan, penghisap darah, predator, dan
parasitoid. Pada kepala serangga ini dijumpai adanya antena dan mata facet.
Tipe mulut bervariasai, tergantung sub ordonya, tetapi pada umumnya memiliki
tipe penjilat-penghisap. Biasanya hidup di sampah atau sebagai pemakan daging
(Nonadita, 2011).
Ordo Hymenoptera, ciri-ciri dari ordo ini yaitu pada bagian kepala dijumpai
adanya antene, mata facet, mata oceli, tipe mulut penggigit-penghisap yang
dilengkapi flabellum sebagai alat penghisapan. Beberapa contoh anggotanya
antara lain parasit telur penggerek tebu atau padi (Nonadita, 2011).

2.4 Pengertian dan Komponen Ekosistem

2.4.1 Komponen Biotik

Komponen biotik adalah lingkungan biologis yang meliputi seluruh


organisme yang mempengaruhi kehidupan individu, populasi, atau spesies.13
Berdasarkan cara memperoleh makanannya, komponen biotik dalam suatu
ekosistem dibagi kedalam tiga kelompok, yaitu produsen (penghasil), konsumen
(pemakai) dan dekomposer (pengurai) (Sodikin, 2016).
Komponen biotik mempengaruhi komponen abiotik. Contohnya adalah
tumbuhan hijau dalam proses fotosintesis menghasilkan oksigen, sehingga kadar
oksigen meningkat dan suhu lingkungan menjadi sejuk. Jadi tumbuhan hijau
(komponen biotik) mampu mempengaruhi komposisi udara dan suhu lingkungan
(komponen abiotik) (Sodikin, 2016).
Sedangkan contoh hubungan saling ketergantungan antara sesama
komponen biotik ada dua. Yang pertama yaitu saling ketergantungan
intraspesies (makhluk hidup sejenis), contohnya sekumpulan lebah saling
7

bekerja sama mengumpulkan madu sebagai cadangan makanan di sarangnya.


Yang kedua adalah saling ketergantungan antarspesies (makhluk hidup tidak
sejenis, contohnya tanaman kacang-kacangan memerlukan bakteri Rhizobium
untuk membantu menambah nitrogen bebas dari udara, sedangkan bakteri
Rhizobium memerlukan media atau substrat dan makanan untuk hidup. Saling
ketergantungan antarspesies yang berbeda jenis juga terjadi dalam peristiwa
makan dan dimakan. Peristiwa makan dan dimakan menimbulkan perpindahan
materi dan energi. Hal ini akan membentuk jaring-jaring kehidupan yang terdiri
dari rantai makanan, jaring-jaring makanan, dan piramida makanan (Sodikin,
2016).

2.4.2 Komponen Abiotik

Komponen abiotik atau komponen tak hidup adalah komponen fisik dan
kimia yang merupakan medium atau substrat tempat berlangsungnya kehidupan,
atau lingkungan tempat hidup. Sebagian besar komponen abiotik bervariasi
dalam ruang dan waktunya (Sodikin, 2016).
Komponen abiotik dapat berupa bahan organik, senyawa anorganik, dan
faktor yang memengaruhi distribusi organisme, yaitu suhu, air, garam, cahaya
matahari, tanah dan batu, serta iklim. Komponen abiotik mempengaruhi
komponen biotik.Contohnya adalah cahaya, tanah, air, udara, dan unsur hara
(komponen abiotik) mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
(komponen biotik) (Sodikin, 2016).

2.5 Peran PHT dalam Ekosistem Pertanian

Pengendalian Hama Terpadu (PHT) memiliki suatu konsep pengendalian


hama yang timbul atas kesadaran manusia akan bahayanya penggunaan
pestisida yang terus meningkat baik untuk lingkungan maupun kesehatan (Kirk,
2018).
Konsep PHT sendiri sangat tepat bagi pertanian berkelanjutan yang
mampu memenuhi kebutuhan hari ini tanpa memberikan dampak negatif atas
sumber daya yang ada, sehingga tidak membahayakan potensi pertanian pada
masa mendatang (Kirk, 2018).
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) adalah suatu konsepsi atau cara
berpikir mengenai pengendalian Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT)
dengan pendekatan ekologi yang bersifat multidisiplin untuk mengelola populasi
8

hama dan penyakit dengan memanfaatkan beragam taktik pengendalian yang


kompatibel dalam suatu kesatuan koordinasi pengelolaan (Kirk, 2018).
PHT memiliki empat prinsip dasar yang mendorong penerapannya dalam
rangka pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan. Beberapa
prinsip yang mengharuskan PHT yaitu budidaya tanaman sehat, pemanfaatan
musuh alami, pengamatan rutin atau pemantauan, petani sebagai ahli PHT
(Kirk, 2018).

2.6 Faktor Penyebab Timbulnya Peledakan Hama dan Penyakit Tanaman

Pemindahan tanaman ke daerah yang berbeda iklim. Populasi hama


sifatnya dinamis. Jumlah tersebut bisa naik, bisa turun, atau tetap seimbang,
tergantung keadaan lingkungannya. Bila suatu tanaman dipindahan ke daerah
lain yang berbeda iklim dengan kondisi lingkungan cocok, populasi hama
berembang pesat. Pada suhu optimum, kemampuan hama untuk berkembang
biak sangat besar dan kematian amat sedikit, menyebabkan terjadi peledakan
hama. Begitu juga dengan kelembaban, bila kelembaban sesuai dengan
kebutuhan hidup hama, hama tersebut cenderung tahan terhadap suhu-suhu
ekstrem dan menyebabkan perkembangan telur menjadi lebih cepat. Untuk curah
hujan, apabila berlebihan menimbulkan dampak negatif bagi hama itu sendiri
karena dapat menghalangi perkembangbiakan dan pertumbuhan organisme
hama. Selain itu angin juga berpengaruh terhadap perkembangan hama
terutama dalam proses penyebaran hama tanaman. Misalnya kutu daun (Aphid).
Hasil pemuliaan tanaman, dengan adanya berbagai pengebangan
tumbuhan seperti persilangan hingga rekayasa genetika sebenarnya telah
merubah mekanisme ketahanan alami pada tumbuhan itu sendiri. Tanaman hasil
rekayasa genetika cenderung resisten terhadap hama karena adanya gen-gen
yang disisipkan dan memungkinkan tanaman terhindar, mempunyai daya tahan
atau daya sembuh dari serangan serangga dalam kondisi yang akan
menyebabkan kerusakan lebih besar pada tanaman lain dari spesies yang sama.
Tetapi ada pula kondisi dimana tanaman hasil pemuliaan tersebut rentan
terhadap hama yang menyerang dan tidak adanya musuh alami sehingga
perkembangbiakan hama tidak dapat dihentikan dan terjadilah peledakan
populasi hama. Apalagi daya tahan suatu varietas unggul yang berhasil dirakit
sampai sekarang terbatas menghadapi beberapa spesies hama saja.
Berkurangnya keragaman genetik pada tanaman tertentu menyebabkan
cara tanam yang cenderung sama setiap waktu (monokultur). Dengan cara
9

tanam tersebut berakibat tanaman menjadi rentan terhadap serangan hama dan
terjadilah peledakan populasi hama apabila tidak dikendalikan dengan benar.
Jarak tanam yang tidak teratur memberikan dampak yang kurang baik
terhadap pertumbuhan dan hasil suatu tanaman yang diproduksi terutama
berkaitan dengan hama yang menyerang tanaman tersebut. Apabila jarak
tanaman terlalu rapat mengakibatkan perkembangbiakan dan perpindahan hama
dari satu tanaman ke tanaman yang lain semakin cepat.
Penanaman terus-menerus di suatu lahan produksi akan mengakibatkan
meledaknya populasi hama terutama karena makanan untuk hama tersedia
sepanjang waktu. Terlebih jika tanaman tersebut tidak diselingi oleh tanaman lain
yang resisten terhadap serangan hama, maka perkembangbiakan hama menjadi
pesat.
Unsur hara tanah, struktur dan kelembaban tanah berpengaruh besar
terhadap kehidupan hama, begitu pula unsur hara. Apabila dalam suatu tanah
berstruktur gembur dengan kandungan bahan organik tinggi, kelembaban cukup,
serta tersedianya unsur hara yang juga diperlukan bagi hama (khususnya hama
yang seluruh atau sebagian hidupnya di dalam tanah) maka mendukung
perkembangbiakan hama dengan pesat dan terjadilah peledakan populasi hama.
Masa tanam pun perlu diperhatikan dalam melakukan usahatani tetentu,
karena apabila menanam tanpa diatur masa tanam ataupun jangka waktunya,
menyebabkan terjadinya gangguan akibat serangan hama. Serangan hama yang
lebih banyak terjadi sewaktu musim kemarau terjadi pada tanaman kubis.
Untuk tanaman padi, masa tanam pertama cenderung bagus, baik hasil maupun
tanaman, sebab pada masa tanam pertama, tanah yang kering pada musim
kemarau, membuat virus penyakit dan hama tanaman padi mati. Sedangkan
untuk masa tanam kedua, tanaman padi tidak sebagus masa tanam pertama
karena kondisi tanah maupun cara pemupukan membuat virus penyakit kembali
berkembang.
Asosiasi antara tanaman dan hama dapat terjadi antara tanaman inang
dan hama. Tanaman inang adalah tanaman yang menjadi makanan dan tempat
tinggal organisme hama. Bila tanaman yang disukai tedapat dalam jumlah
banyak, populasi hama meningkat cepat. Sebaliknya bila makanan kurang
populasi hama akan menurun.
Pestisida yang merubah fisiologi tanaman, pengendalian terhadap hama
seringkali menggunakan pemakaian pestisida yang harus diperhatikan ketepatan
10

dosisnya. Kelebihan atau kekurangan dosis dapat berakibat merugikan manusia.


Bila terjadi kelebihan dosis, hama atau penyakit memang akan musnah, tetapi
tanaman juga akan musnah. Sedangkan bila kekurangan dosis, akan
menyebabkan hama atau penyakit bertambah kebal dan dan keturunannya pun
akan bertambah kebal pula, sehingga terjadilah peledakan populasi hama
apabila penanganannya tidak tepat. Pestisida juga dapat merubah fisiologi
tanaman misalnya ada jenis pestisida yang merangsang pertumbuhan kuncup
dan bunga menyebabkan berkembabiaknya hama tanaman tertentu.
Penyebab Penyakit Faktor Lingkungan, diantaranya pengaruh suhu.
Tumbuhan umumnya tumbuh pada kisaran suhu 1℃ sampai 40℃, kebanyakan
jenis tumbuhan tumbuh sangat baik antara 15℃ dan 30℃. Tumbuhan berbeda
kemampuan bertahannya terhadap suhu ekstrim pada tingkat prtumbuhan yang
berbeda. Misalnya, tumbuhan yang lebih tua, dan lebih keras akan lebih tahan
terhadap suhu rendah dibanding kecambah muda. Jaringan atau organ berbeda
dari tumbuhan yang sama mungkin sangat bervariasi kesensitifannya
(kepekaannya) terhadap suhu rendah yang sama. Tunas jauh lebih sensitif
(peka) dibanding daun dan sebagainya (Agrios, 2005).
Pengaruh suhu tinggi, pada umunya tumbuhan lebih cepat rusak dan
lebih cepat meluas kerusakannya apabila suhu lebih tinggi dari suhu maksimum
untuk pertumbuhannya dibanding apabila suhu lebih rendah dari suhu minimum.
Suhu tinggi biasanya berperan dalam kerusakan sunsclad yang tampak pada
bagian terkena sinar matahari pada buah berdaging dan sayuran, seperti cabe,
apel, tomat, umbi lapis bawang dan umbi kentang (Agrios, 2005).
Pengaruh suhu rendah, kerusakan tumbuhan yang disebabkan oleh suhu
rendah lebih besar dibanding dengan suhu tinggi. Suhu di bawah titik beku
menyebabkan berbagai kerusakan terhadap tumbuhan. Kerusakan tersebut
meliputi kerusakan yang disebabkan oleh late frost (embun upas) terhadap titik
meristematik muda atau keseluruhan bagian tumbuhan herba, embun upas yang
membunuh tunas pada persik, cherry, dan pepohonan lain, dan membunuh
bunga, buah muda dan kadangkadang ranting sukulen sebagian pepohohonan
(Agrios, 2005).
Pengaruh kelembaban, apabila pengaruh kelembaban tanah rendah.
Tumbuhan yang menderita karena kekurangan kelembaban tanah biasanya
tetap kerdil, hijau pucat sampai kuning terang, mempunyai daun, bunga dan
buah sedikit, kecil dan jarang, dan jika kekeringan berlanjut tumbuhan layu dan
11

mati. Walaupun tumbuhan setahun jauh lebih rentan terhadap periode pendek
kekurangan air, tetapi tumbuhan dan pepohonan juga dapat rusak dengan
periode kering yang berlangsung lama dan menghasilkan pertumbuhan yang
lambat, daun menjadi kecil dan hangus, ranting pendek, dieback, defoliasi
(pengguguran daun), dan akhirnya layu dan mati (Agrios, 2005).
Pengaruh Kelembaban Tanah Tinggi. Akibat kelebihan kelembaban tanah
yang disebabkan banjir atau drainase yang jelek, bulu-bulu akar tumbuhan
membusuk. Kekurangan oksigen menyebabkan sel-sel akar mengalami stres,
sesak napas dan kolapsi.Keadaan basah,anaerob menguntungkan tumbuhnya
mikroorganisme anaerob, yang selama proses hidupnya membentuk substansi
seperti nitrit, yang beracun bagi tumbuhan. Disamping itu, sel-sel akar yang
dirusak secara langsung oleh kekurangan oksigen akan kehilangan permeabilitas
selektifnya dan dapat memberi peluang terambilnya zat-zat besi atau bahan-
bahan beracun lain oleh tumbuhan (Agrios, 2005).
Drainase yang jelek menyebabkan tumbuhan tidak vigor, seringkali
menyebabkan layu dan daun berwarna hijau pucat atau hijau kekuningan. Banjir
selama musim tanam dapat menyebabkan kelayuan tetap dan kematian
tumbuhan semusim sukulen dalam dua sampai tiga hari (Agrios, 2005).
Kekurangan Oksigen, tingkat oksigen rendah yang terjadi pada pusat
buah atau sayuran yang berdaging di lapangan, terutama selama periode
pernapasan cepat pada suhu tinggi, atau pada penyimpanan produk tersebut di
dalam tumpukan yang besar sekali (Agrios, 2005).
Kekurangan cahaya memperlambat pembentukan klorofil dan mendorong
pertumbuhan ramping dengan ruas yang panjang, kemudian menyebabkan daun
berwarna hijau pucat, pertumbuhan seperti kumparan, dan gugurnya daun bunga
secara prematur. Keadaan tersebut dikenal dengan etiolasi. Tumbuhan
teretiolasi didapatkan di lapangan hanya apabila tumbuhan tersebut ditanam
dengan jarak yang terlalu dekat atau apabila ditanam di bawah pohon atau
benda lain. Kelebihan cahaya agak jarang terjadi di alam dan jarang merusak
tumbuhan. Banyak kerusakan yang berhubungan dengan cahaya mungkin akibat
suhu tinggi yang menyertai intensitas cahaya tinggi (Agrios, 2005).

2.7 Konsep Ambang Ekonomi

Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama
yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE
12

populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada
biaya pengendalian (Nyoman, 2012).
Ambang Ekonomi adalah kepadatan populasi hama yang memerlukan
tindakan pengendalian untuk mencegah peningkatan populasi hama berikutnya
yang dapat mencapai Aras Luka Ekonomi, ALE (Economic Injury Level).
Sedangkan ALE didefinisikan sebagai padatan populasi terendah yang
mengakibatkan kerusakan ekonomi. Kerusakan ekonomi terjadi bila nilai
kerusakan akibat hama sama atau lebih besarnya dari biaya pengendalian yang
dilakukan, sehingga tidak terjadi kerugian. Dengan demikian AE merupakan
dasar pengendalian hama untuk menggunakan pestisida kimia (Nyoman, 2012).
Ambang ekonomi serangan hama dan penyakit adalah batasan-batasan
yang dibuat untuk melakukan tindakan penanggulangan hama dan penyakit
tanaman. Jika serangan hama dan penyakit tersebut tidak melebihi ambang
ekonomis maka tindakan penanggulangan tidak perlu dilakukan. Sedangkan jika
serangan hama dan penyakit tersebut melebihi ambang batas ekonomis
tanaman maka perlu dilakukan kegiatan penanggulangan (Nyoman, 2012).
Kegiatan penanggulangan serangan hama dan penyakit tanam harus
sesuai dengan konsep perlindungan hama dan penyakit tanaman. Konsep dan
Strategi penerapan PHT merupakan suatu cara pendekatan atau cara berpikir
tentang pengendalian OPT yang didasarkan pada dasar pertimbangan ekologi
dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agro-ekosistem yang
berwawasan lingkungan yang berkelanjutan. Sebagai sasaran teknologi PHT
adalah produksi pertanian mantap tinggi, penghasilan dan kesejahteraan petani
meningkat, populasi OPT dan kerusakan tanaman tetap pada aras secara
ekonomi tidak merugikan dan pengurangan resiko pencemaran lingkungan
akibat penggunaan pestisida yang berlebihan (Nyoman, 2012).
Tiga komponen komponen dasar yang harus dibina, yaitu petani, komoditi
hasil pertanian dan wilayah pengembangan dimana kegiatan pertanian
berlangsung, disamping pembinaan terhadap petani diarahkan sehingga
menghasilkan peningkatan produksi serta pendapatan petani, pengembangan
komoditi hasil pertanian benar-benar berfungsi sebagai sektor yang
menghasilkan bahan pangan, bahan ekspor dan bahan baku industri, sedangkan
pembinaan terhadap wilayah pertanian ditujukan agar dapat menunjang
pembangunan wilayah seutuhnya dan tidak terjadi ketimpangan antar wilayah
(Nyoman, 2012).
13

Banyak persoalan yang dihadapi oleh petani baik yang berhubungan


langsung dengan produksi dan permasalahan hasil pertanian maupun yang
dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, selain merupakan uasaha bagi petani,
pertanian sudah merupakan bagian dari kehidupannya sehingga tidak hanya
aspek ekonomi saja tetapi aspek yang lainya juga merupakan peranan penting
dalam tindakan-tindakan petani, dengan demikian dari segi ekonomi pertanian
berhasil atau tidaknya produksi dan tingkat harga yang diterima oleh petani untuk
hasil produksinya merupakan faktor yang sangat mempengaruhi perilaku dan
kehidupan petani itu sendiri (Nyoman, 2012).
Sejalan dengan kemajuan teknologi maupun perkembangan struktur
sosial, ekonomi dan budaya teknologi baru di pedesaan dapat membantu warga
desa dalam meningkatkan usahataninya dalam arti memperbesar hasil,
meningkatkan pengelolaan untuk mendapatkan atau nafkah dalam usahataninya
tersebut atau dalam usahatani lainnya, sedangkan teknologiadalah merupakan
pengetahuan untuk menggunakan daya cipta manusia dalam menggali sumber
daya alam dan memanfatkanya untuk meningkatkan kesejahteraan mereka
(Nyoman,z2012).
14

BAB III METODE PELAKSANAAN

3.1 Waktu dan Tempat

Pengamatan ini dilaksanakan pada tanggal 8 November 2019 pukul 14.00


sampai dengan pukul 17.00 WIB. Kegiatan pengamatan dilaksanakan di daerah
kelurahan Mrican, kota Kediri, Jawa Timur tepatnya di lahan tanaman sengon
dan jagung.

3.2 Alat dan Bahan

1. Alat
Sweepnet (untuk menangkap serangga). Jaring serangga dapat
digunakan dengan dua cara, berayun pada tanaman, dalam situasi ini
dibutuhkan kecepatan dan keterampilan, terutama untuk serangga yang terbang
cepat. Kedua menyapu di sekitar tanaman, di sini akan diperoleh jumlah dan
jenis serangga yang relatif kecil. Jaring serangga (Sweep net) lebih cocok
digunakan untuk menangkap serangga yang menempel atau ditemukan di
semak. Light trap untuk menjebak serangga. Perangkap ini adalah alat yang
biasanya digunakan untuk menangkap serangga penggali tanah, rayap,
kumbang atau serangga lain yang memiliki mobilitas di darat.
Gelas pelastik perangkap dikubur di tanah di mana permukaan tanah
sejajar dengan bagian atas gelas plastik yang diisi dengan air detergent. Bagian
atas perangkat perangkap harus ditutup dengan penutup atau pelindung lain
untuk mencegah air hujan atau vertebrata kecil memasuki sumur perangkap. Alat
ini sering digunakan untuk menangkap serangga dari ordo Coleoptera seperti
kumbang dan kepik. Kertas yellowtrap (utnk menjebak serangga) perangkap
kuning atau perangkap lengket lebih menarik bagi serangga daripada perangkap
oranye, putih, biru, hijau dan tidak berwarna.Perangkap kuning juga lebih efektif
dalam menangkap hama dibandingkan dengan perangkap biru.
Fungsi warna kuning sebenarnya untuk menarik hama, karena pada
malam hari perangkap kuning tampak menyala. Sementara lem mengikat,
sehingga hama tidak bisa terbang dan mati, selain menghemat biaya obat,
dengan menggunakan perangkap kuning membuat produktivitas tanaman
meningkat. Kamera digunakan untuk mendokumentasikan hama atau kegiatan
yang dilakukan saat fieldtrip. Alat tulis untuk mencatat hasil pengamatan selama
kegiatan berlangsung. Papan dada untuk alas penulisan pengamatan,
dikarenakan tidak aja meja. Jadi menggunakan papan dada adalah salah satu
15

cara yang efisien sebagai alas penulis pengamatan. Spidol permanen untuk
menandai pengamatan atau mencirikan sesuatu, Misal seperti menandai
ketinggian pasak dan menandai plastik plastik. Form Pengamatan tempat
dituliskanya hasil pengamatan dan hasil identifikasi hama yang telah didapatkan.

2. Bahan
Detergen berfungsi untuk bahan tambahan membuat cairan perangkap.1
buah botol air mineral ukuran 600 ml berfungsi untuk tempat melekatnya kertas
yellowtrap. 5 buah gelas bekas air mineral berfungsi sebagai perangkap pitfall.
Plastik ukuran 1 kg berfungsi untuk tempat serangga. Kapas dan alkohol 70%
berfungsi untuk pembius serangga.

3.3 Diagram alir

3.3.1 Diagram alir sweepnet


Siapkan alat dan bahan.

Sweepnet di ayunkan dengan jarak 5-10 cm diatas tanaman budidaya.

Ayunkan 3 kali ayunan dengan ayunan ke tiga sweepnet di tutup.

Jalan dengan melangkah maju membentuk huruf U.

Serangga yang berhasil ditangkap oleh sweepnet dimasukkan kedalam


plastik yang telah berisi kapas yang dibasahi alkohol.

identifikasi.

catat hasil pengamatan.

3.3.2 Diagram alir pitfall


Siapkan alat dan bahan.

Pitfall di pasang H-1 kegiatan.

Pitfall dipasang di lima titik.


16

Arthropoda yang ditemukan dilima pitfall dimasukkan kedalam plastik ukuran 1


kg.

Identifikasi dan dokumentasikan

Catat hasil pengamatan.

3.3.3 Diagram alir yellowtrap

Siapkan alat dan bahan.

Yellowtrap dipasang H-1 kegiatan.

Yellowtrap dipasang ditengah-tengah plot setinggi tanaman budidaya.

Ambil hama yang menempel di yellowtrap.

Identifikasi dan dokumentasikan serangga.

Catat hasil pengamatan.

3.3.4 diagram alir light trap


Siapkan alat dan bahan

Pasang light trap H-1 kegiatan berada ditengah diantara beberapa plot

Serangga yang ditemukan pada light trap dimasukkan kedalam plastik

Identifikasi dan dokumentasikan

Catat hasil pengamatan


BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Hasil

4.1.1 Kondisi Lahan


Kondisi lahan pada dua lahan yang diamati termasuk lahan yang subur.
Pada satu lahan ditanami tanaman tahunan yaitu sengon sedangkan pada satu
lahan lainnya yang diamati ditanami tanaman pangan yaitu tanaman jagung.
Pada tanaman yang ditanami tanaman tahunan tidak terdapat banyak
tanaman vegetasi seperti gulma ataupun lainnya, namun ketebalan seresah
sangat banyak yang dominan terdiri dari daun-daun dan ranting pohon sengon
itu sendiri yang berguguran. Pancaran radiasi matahari tidak begitu dapat
mencapai permukaan tanah karena terhalang pohon sengon yang tinggi dan
kerpatan pohonnya yang agak rapat. Kondisi air pada lahan tersebut tidak begitu
baik, hal ini karena tanaman sengon sendiri yang merupakan tanaman tahunan
dan tidak begitu membutuhkan banyak air sehingga tidak perlu dilakukan
penyiraman atau irigasi.
Sedangkan pada lahan pengamatan yang ditanami tanaman jagung
terdapat banyak sekali ditumbuhi gulma, hal ini tentu saja akan dapat
mengganggu dan menghambat pertumbuhan dan perkembangan tanaman
jagung itu sendiri karena adanya persaingan dalam mendapatkan nuttrisi dari
dalam tanah. Kondisi suhu dan kelembapan pada lahan yang ditanami tanaman
jagung tergolong baik untuk pertumbuhan dan perkembangan ttanaman jagung.
Untuk kondisi air pengelola lahan melakukan penyiraman berkala pada lahan
tersbut, karena kondisi iklim kemarau yang menyebabkan kurangnya air pada
lahan tersebut.

4.1.2 Sistem Budidaya yang Dijalankan Petani


Sistem budidaya yang dijalankan petani dalam mengolah lahan yang
diamati yakni dengan menjalankan pertanian monokultur. Pertanaman tunggal
atau monokultur adalah salah satu cara budidaya di lahan pertanian dengan
menanam satu jenis tanaman pada satu areal. Pada lahan yang ditanami
tanaman tahunan yakni sengon tidak terdapat tanaman lainnya selain tanaman
itu sendiri.
Berbeda dengan lahan yang satunya yaitu pada lahan yang ditanami
yang menggunakan sistem pertanian polikultur. Pada lahan ini terdapat tanaman
18

ubi kayu pada pematang lahan sebagai variasi tanaman. Selain itu juga terdapat
tanaman ubi jalar disekitar lahan tanaman jagung. Keberadaan tanaman ubi kayu
dan tanaman ubi jalar di sekitar lahan yang ditanami tanaman jagung mempunyai
peran tersendiri dan juga menguntungkan, hal ini karena keberadaan tanaman
tersebut dapat menjadi tempat bagi serangga-serangga musuh alami untuk
bersembunyi. Selain itu juga dapat menjadi tanaman pengalih perhatian bagi
hama untuk menghindarkan tanaman jagung dari serangan hama.Hama yang
Ditemukan di Lapang

No. Nama dan Klasifikasi Ciri-Ciri Dokumentasi

1. Nama OPT: Kepik Hitam Kepik hitam atau kepik


Biji mempunyai
Kingdom: Animalia
karakteristik yaitu
Filum: Arthropoda panjang tubuh 6-7 mm,
tipe alat mulut menusuk
Kelas: Insecta
menghisap, antena
Ordo: Hemiptera terdiri dari 4 ruas dan
warna tubuh didominasi
Famili: Lygaeidae
warna hitam dengan
Genus: Paraeucosmetus sedikit corak kuning
keemasan. Ciri khusus
Spesies: Paraeucosmetus
lainnya adalah femur
pallicornis
(paha) pada tungkai
depan cenderung
membesar dan masing-
masing mempunyai 4
duri (spina) agak besar
dan 4 duri kecil. Kepala
berbentuk oval dengan
mata ocelli yang
menonjol.
19

2. Nama OPT: Belalang Oxya chinensis biasanya


Hijau ditemukan di daerah
rerumputan, semak.
Kingdom: Animalia
belalang ini memiliki
Filum: Arthropoda antena yang lebih
pendek dari tubuhnya.
Kelas: Insecta
Belalang Oxya chinensis
Ordo: Orthoptera kebanyakan berwarna
hijau dengan sayap
Famili: Acrididae
belakan berwarna abu-

Genus: Oxya abu kecokelatan.


Mempunyai sayap
Spesies: Oxya chinensis
dengan tekstur lembut
yang dapat digunakan
untuk terbang. Memiliki
famur yang besar di
belakang dan kaku yang
digunakan untuk
melompat.

3. Nama OPT : Belalang Belalang merupakan


kayu serangga berukuran 45-
55 mm (jantan) dan 15-
Kingdom: Animalia
75 mm (betina). Tubuh
Filum: Arthropoda terdiri atas kepala, dada
atauthorax dan
Kelas: Insecta
abdomen atau perut.
Ordo: Orthoptera Belalang kayu berwarna
cokelat kekuningan,
Famili: Acrididae
kekuningan atau hijau
Genus: Valanga dengan corak warna biru
gelap terutama di bagian
Spesies: Valanga
sayap. Bagian sayap
nigricornis
belakang biasanya
20

terlihat saat terbang dan


berwarna merah.
Individu muda biasanya
berwarna hijau pucat
dengan corak gelap.

4. Nama OPT: Lebah Bentuknya setengah


lingkaran besar, dari
Kingdom: Animalia
jauh tampak berwarna
Filum: Arthropoda hitam kecoklatan,
menempel di cabang-
Kelas: Insecta
cabang pohon yang
Ordo: Hymenoptera tinggi, sesekali tampak
bergoyang-goyang ditiup
Famili: Apidae
angin. Lebah madu ini
Genus: Apis berbeda dengan lebah
madu yang sering
Spesies: Apis dorsata
ditemui dan dipelihara di
peternakan lebah
umumnya. Ini adalah
lebah madu hutan, yang
berukuran besar dan
liar.

5. Nama OPT: Semut merah Panjang semut


pekerjanya mencapai
Kingdom: Animalia
3mm dan panjang ratu
Filum: Arthropoda
semut mencapai
Kelas: Insecta 6mm. Jenis semut ini

Ordo: Hymenoptera berwarna coklat


agakkemerah-
Famili: Formicidae
merahan. Serangga ini
Genus: Selenopsis biasanya hidup dalam
koloni dengan jumlah
Spesies: Selenopsis
koloni bisa mencapai
invicta
hingga 100.000 ekor
21

semut. Tiap koloni


semut api dipimpin
oleh ratu semut yang
menghasilkan telur
antara 150 dan 200 telur
setiap hari. Semut api
membuat gundukan
tanah yang tingginya
dapat mencapai hingga
2 kaki. Gundukan tinggi
tersebut biasanya dibuat
di tempat yang terbuka
dan terkena sinar
matahari. Semut api
mampu menyengat
binatang dan juga
manusia. Sengatan dari
semut api tersebut
terasa menyakitkan.
Spesies dari genus ini
dapat diidentifikasi
menggunakan
mikroskop untuk
mengetahui ciri-cirinya.
Ciri serangga tersebut
adalah pertama
pinggang antara perut
dan dada dapat dilihat
dengan jelas. Kedua,
masing-masing antena
memiliki 10
segmen. Jenis semut ini
tidak memiliki gigi
atau propodeal.
22

6. Nama OPT: Lalat parasit Lalat parasit


Cryptochaetum adalah
Kingdom: Animalia
lalat biru tua atau hijau
Filum: Arthropoda hingga hitam,
panjangnya sekitar 1/12
Kelas: Insecta
inci (2 mm), dengan
Ordo: Diptera sayap pendek bundar,
keabu-abuan. Satu
Famili: Cryptochaetidae
generasi lalat

Genus: Cryptochaetum membutuhkan sekitar 1


bulan di musim panas,
Spesies: Cryptochaetum
dengan hingga lima atau
iceryae
enam generasi per
tahun.
Parasit Cryptochaetum b
etina bertelur dalam
kutu-kutu kecil dan
selusin lebih pada inang
yang lebih besar. Larva
makan dan biasanya
menjadi pupa di dalam
inangnya. Pupa
berwarna hitam dengan
dua tabung pernapasan
kecil (spirakel).

7. Nama OPT: Semut Hitam Koloni Lasius niger


dapat mecapai ukuran
Kingdom: Animalia
hingga sekitar 40.000
Filum: Arthropoda pekerja dalam kasus
yang jarang terjadi,
Kelas: Insecta
tetapi 40.000-7.000
Ordo: Hymenoptera adalah sekitar rata-
rata. Seorang
Famili: Formicidae
ratu Lasius Niger dapat
23

Genus: Lasius hidup hingga sekitar 15


tahun dan telah diklaim
Spesies: Lasius niger
bahwa beberapa telah
hidup selama 30 tahun.

8. Nama OP: Kutu daun Kutu ini biasanya terlihat


dalam jumlah besar dan
Kingdom: Animalia
merupakan serangga
Filum: Arthropoda kecil dan montok sekitar
dua milimeter dengan
Kelas: Insecta
kepala kecil dan perut
Ordo: Hemiptera bulat.Tubuh berwarna
kehitaman atau hijau
Famili: Aphididae
tua. Bentuk sayal lebih
Genus: Aphis panjang dan lebih
ramping dari aptata dan
Spesies: Aphis fabae
memiliki kepala dan
thorax hitam
mengkilap. Sayap
membran dari alate
dipegang miring pada
tubuh. Antena kurang
dari dua pertiga dari
panjang tubuh dan
mereka dan kakinya
berwarna kuning pucat
dengan ujung
hitam. Tibiae kaki
belakang bengkak pada
betina bertelur. Di dekat
bagian belakang perut
adalah sepasang tabung
memanjang ramping
yang dikenal
sebagai cornicles atau
24

siphunculi. Fungsi
mereka adalah
menghasilkan sekresi
lilin defensif. Mereka dua
kali lebih panjang dari
ekor seperti jari dan
keduanya berwarna
hitam kecoklatan

9. Nama OPT: Semut Hitam Kepala semut terdapat


banyak organ sensor,
Kingdom: Animalia
diantaranya antena,
Filum: Arthropoda antenal scrobe, mata,
clypeus, frontal carina,
Kelas: Insecta
mandibula dan palp
Ordo: Hymenoptera formula. Mesosoma
(Altrunk) merupaka
Famili: Formicidae
bagian dari tubuh

Genus: Dolichoderus serangga yang terletak


antara kepala dan
Spesies: Dolichoderus
abdomen. Alitrunk terdiri
thoracicus
dari
segmen thorax yaitu; pro
thora,
mesothorax dan metatho
rax. Abdomen pada
semut tediri dari tujuh
buah segmen (A1-A7),
yaitu propadeum (PPD,A
1), petiole
(PT,A2), gastral, keemp
at dan ketujuah sama
segemen gastrel (GA), p
igydium (PY),dan Hypop
ygidium(HY).
25

10. Nama OPT: Lipan Scolopendra


mosrsitans, merupakan
Kingdom: Animalia
arthropoda pemangsa
Filum: Arthropoda (predator cacing &
serangga) yang memiliki
Kelas: Chilopoda
ciri utama sebagai
Ordo: hewan memiliki banyak
kaki (pada setiap
Scolopendromorpha
segmen, kecuali

Famili : segmen di belakang


kepala dan
Scolopendridae
dua segmen

Genus: Scloropendra terakhirnya) serta bentuk


tubuh yang pipih (terbagi
Spesies: menjadi dua bagian
Scloropendramorsitans yaitu kepala dan
abdomen).

11. Nama OPT: Laba-laba Pada umumnya tubuh


hewan ini dapat dibagi
Kingdom: Animalia
menjadi dua bagian
Filum:Arthropoda yaitu kepala-dada
prosoma dan abdomen
Kelas: Arachnida
atau ophisthosoma.
Ordo: Araneida Kelisera yang berbentuk
catut atau gunting,
Famili: Araneadae
terletak di sebelah

Genus: Aranea depan biasanya


digunakan untuk
Spesies: Aranea sp.
melumpuhkan
mangsanya. Di bagian
belakang kepala
terdapat sepasang
pedipalpus, bentuknya
seperti kaki berfungsi
26

untuk memegang
mangsanya karena
pedipalpus berakhir
dengan cakar.
Ophisthosoma
mempunyai empat
pasang kaki dan
beberapa buah mata
tunggal. Hewan ini
bernapas dengan paru-
paru buku, trakea atau
keduanya. Peredaran
darah bersifat terbuka.
Sistem syaraf berupa
ganglion-ganglion
ventral yang bersatu
dengan ganglion dorsal
kemudian membentuk
sebuah massa syaraf
dan ditembus oleh
oesophagus dengan
mengeluarkan banyak
cabang.

12. Nama OPT: Ulat jengkal Telur : Telur berbentuk


bulat, berwarna hijau
Kingdom: Animalia
kebiruan. Lama stadium
Filum: Arthropoda telur 5 - 6 hari. Telur
diletakkan pada daun
Kelas: Insecta
dan lekukan buah
Ordo: Lepidoptera kakao.
Larva : Ulat (larva) kecil
Famili: Geometridae
berkelompok dan bila

Genus: Hyposidra ada angin akan


menyebar dan mulai
27

Spesies: Hyposidra talaca menyerang daun. Lama


stadium larva (ulat) 12 -
18 hari. Waktu ulat
sudah besar biasanya
masuk ke dalam tanah
yang gembur untuk
berkepompong.
Pupa : Kepompong
berwarna coklat
mengkilap yang
diletakkan di dalam
tanah sedalam 2 - 5 cm
sekitar pangkal batang
atau di bawah tajuk.
Stadium pupa 6 - 8 hari.
Imago : Ngengat
(serangga dewasa)
berwarna coklat keabua-
abuan dan aktif pada
malam hari. Pupa betina
meletakkan telur
sebanyak 500-700 butir.
Perkembangan dari telur
sampai menjadi dewasa
memerlukan waktu
sekitar 24 – 32 hari.

13. Nama OPT: kutu daun Secara umum kutu


hijau berukuran kecil, antara 1
- 6 mm, tubuhnya lunak,
Kingdom: Animalia
berbentuk seperti buah
Filum: Arthropoda pir, mobilitasnya rendah
dan biasanya hidup
Kelas: Insecta
secara berkoloni. Satu-
Ordo: Hemiptera satu generasi kutu ini
28

Famili: Aphididae berlangsung selama 6 -


8 hari pada kondisi
Genus: Toxoptera
lingkungan sekitar 25°C,
Spesies: Toxoptera dan 21 hari pada
aurantii boy 15°C. Kutu daun ini
berbeda dengan
serangga lainnya dalam
berkembang biak, yaitu
dengan melahirkan
anaknya, dan termasuk
serangga yang vivipar
partenogenesis atau
baik jantan maupun
betinanya melahirkan
anak, demikian juga
imago kutu daun dapat
bersayap maupun tidak
bersayap. Kutu daun
tidak menyebabkan
kerusakan yang berarti
pada tanaman, tetapi
perannya sebagai vektor
virus Tristeza jauh lebih
berbahaya karena virus
ini menyebabkan
kerugian ekonomis yang
tinggi.

14. Nama OPT: Ulat Bentuk dewasa berupa


penggerek batang ngengat kecil dengan
rentang sayap sekitar
Kingdom: Animalia
3.5 sentimeter dengan
Filum: Arthropoda warna coklat kekuningan
disertai garis-garis
Kelas: Insecta
kecoklatan. Telur diletak
29

Ordo: Lepidoptera kan pada daun dalam


kumpulan dengan
Famili: Crambidae
sekitar 25-50 butir. Telur
Genus: Ostrinia berdiameter setengah
milimeter, bewarna putih
Spesies: Ostrinia
tetapi menjadi hitam
furcanalis
menjelang menetas.
Telur yang terinfeksi
tawon parasit berwarna
coklat. Larva instar atau
tahap pertama berwarna
merah muda dengan
bintik gelap dan kepala
hitam. Larva tahap akhir
berwarna kuning
kecoklatan dengan
bintik-bintik gelap dan
dapat mencapai 2,9 cm
panjangnya.

15. Nama OPT: Jangkrik Jangkrik adalah


serangga berukuran
Kingdom: Animalia
kecil hingga sedang
Filum: Arthropoda dengan tubuh sebagian
besar berbentuk silinder,
Kelas: Insecta
agak vertikal. Kepala
Ordo: Orthoptera bulat dengan antena
ramping panjang yang
Famili: Grillydae
timbul dari scape

Genus: Gryllus berbentuk kerucut


(segmen pertama) dan
Spesies: Gryllus
tepat di belakang ini
campestris
adalah dua mata
majemuk besar. Di dahi
ada tiga ocelli (mata
30

sederhana). Pronotum (s
egmen toraks pertama)
berbentuk trapesium,
kuat,
dan sklerotinisasi baik. I
a halus dan tidak
memiliki lilitan dorsal
atau lateral (bubungan).

Di ujung perut adalah


sepasang cerci panjang
(pelengkap berpasangan
pada segmen paling
belakang), dan pada
wanita, ovipositor berbe
ntuk silindris, panjang
dan sempit, halus dan
mengkilap. Femora
(segmen ketiga) dari
sepasang kaki belakang
sangat diperbesar untuk
melompat. Tibiae
(segmen keempat) dari
kaki belakang
dipersenjatai dengan
sejumlah taji yang dapat
digerakkan, yang
pengaturannya
merupakan karakteristik
dari masing-masing
spesies. Tibiae kaki
depan menanggung satu
atau lebih tympani yang
digunakan untuk
penerimaan suara.
31

Sayap terbaring rata di


tubuh dan sangat
bervariasi ukurannya di
antara spesies,
berkurang ukurannya di
beberapa jangkrik dan
hilang pada yang
lain. Sayap
kedepan elytra terbuat
dari chitin tangguh,
bertindak sebagai
perisai pelindung untuk
bagian tubuh yang lunak
dan pada laki-laki,
beruang
organ stridulasi untuk
menghasilkan
suara. Pasangan
belakangnya adalah
membran, kipas lipat di
bawah sayap kedepan.
Pada banyak spesies
sayap tidak diadaptasi
untuk terbang.
32

4.1.3 Penyakit yang Ditemukan di Lapang

No Nama dan Klasifikasi Gejala Dokumentasi

1. Kingdom: Fungi Pada diplodia basah


Phylum: Ascomycota terdapat blendok yang
berwarna kuning emas
Kelas: Ascomycetes
dari batang atau
Ordo: Dothideales cabang-cabang
Famili:Botryosphaeriaceae tanaman, kulit yang
terserang mengering
Genus: Botryodiplodia
dan mengelupas. Kayu
Spesies: Botryodiplodia yang telah mati
theobromae berwarna hijau sampai
hitam.
(Hariri, 2017)
2. Kingdom: Fungi Pada daun terdapat
halo kuning yang
Filum: Ascomycota mengelilingi bercak,
lama kelamaan bercak
Kelas: Dothideomycetes ini akan melebar dan
berwarna kecoklatan.
Ordo: Pleosporales Dalam kondisi yang
ideal, bercak akan
Famili: Pleosporaceae berkembang dan dapat
menyebabkan tanaman
Genus: Bipolaris mati Lesio pada daun
biasanya memanjang
Spesies: Bipolaris maydis diantara tulang daun
dengan warna coklat
muda dan ukuran
mencapai 1,2 x 2,7 cm,
(Wakman, 2010) berbentuk elip. Lesio
sering dikelilingi oleh
warna coklat dan dapat
terjadi di batang, upih
daun dan tongkol
(Gambar 9). Tanaman
yang tumbuh dari biji
yang terinfeksi akan
layu dan mati pada
umur 3 - 4 minggu.
33

3. Kingdom: Chromista Terlihat adanya warna


putih sampai
Filum: Stramenopiles kekuningan pada
permukaan daun, diikuti
Kelas: Oomycetes oleh garis-garis klorotik,
daun berbentuk kaku,
Ordo: Peronosporales tegak dan menyempit,
bentuk tongkol tidak
Famili: Peronosporaceae normal. Ciri lainnya,
pada pagi hari di sisi
Genus: Peronosclerospora bawah daun terdapat
lapisan berbulu halus
Spesies: P. maydis berwarna putih yang
terdiri atas konidiofor
dan konidium jamur.

Kirk (2018) Penyakit bulai pada


tanaman jagung
menyebabkan gejala
sistemik yang meluas
ke seluruh bagian
tanaman dan
menimbulkan gejala
lokal (setempat). Gejala
sistemik terjadi bila
infeksi cendawan
mencapai titik tumbuh,
sehingga semua daun
terinfeksi. Tanaman
yang terinfeksi penyakit
bulai pada umur masih
muda umumnya tidak
menghasilkan buah.
Bila infeksi terjadi pada
tanaman yang sudah
tua, buah masih
terbentuk tetapi tidak
sempurna dan tanaman
kerdil.
34

4.1.4 Musuh Alami yang Ditemukan di Lapang

No Nama dan Klasifikasi Jenis Musuh Alami Dokumentasi

1. Belalang Hijau Predator

Kingdom : Animalia

Phylum : Arthropoda

Class : Insecta

Order : Orthoptera

Family : Acrididae

Genus : Oxya

Species : Oxya chinensis

2. Belalang kayu Hama

Kingdom : Animalia

Phylum: Arthopoda

Class : Insecta

Ordo : Orthoptera

Subordo : Caelifera

Family : Acrididae

Genus : Valanga

Spesies: Valanga
nigricornis

(Campbell, 2003)

3. laba-laba Predator

Kingdom : Animalia

Sub Kingdom :
Invertebrata

Phylum : Arthropoda
35

Classis : Arachnida

Ordo: Araneida

Familia : Araneadae

Genus: Aranea

Species: Aranea sp

4. kumbang hitam Predator

Kingdom : Animalia

Filum : Arthropoda

Kelas : Insecta

Ordo : Hemiptera

Famili : Lygaeidae

Genus :Paraeucosmetus

Spesies : P. pallicornis
(Dallas)
4.2 Pembahasan

4.2.1 Kondisi Ekosistem Lahan Pengamatan


Lahan pengamatan tanaman sengon maupun jagung memiliki kondisi
yang cukup subur dengan komponen biotik maupun abiotik yang memenuhi
kriteria ekosistem yang baik.
Lahan merupakan suatu daerah di permukaan bumi dengan sifat- sifat
tertentu yang meliputi biosfer, atmosfer, tanah, lapisan geologi, hidrologi,
populasi tanaman dan hewan serta hasil kegiatan manusia masa lalu dan
sekarang, sampai pada tingkat tertentu dengan sifat-sifat tersebut mempunyai
pengaruh yang berarti terhadap fungsi lahan oleh manusia pada masa
sekarang dan masa yang akan datang (Sitorus, 2005).
Lahan pengamatan tanaman sengon menunjukkan ekosistem yang sehat
karena tersebarnya nekromassa seperti guguran daun kering yang berserakan
berfungsi sebagai material bahan organik. Vegetasi yang beragam pada lahan
sengon tidak menunjukkan adanya persaingan antara tanaman sengon dengan
tumbuhan liar di sekitarnya hal ini mengindikasikan kesuburan tanah yang
dimiliki lahan tersebut. Keseimbangan ekosistem alami pada lahan ini terlihat
dari terdapatnya musuh alami, predator, dan hama.
Lahan pengamatan tanaman jagung sesuai dengan lahan budidaya
jagung, yaitu lahan terbuka yang kering dengan cukup pengairan. Ekosistem
pada kondisi lahan ini berlangsung dengan baik yang dibantu oleh tangan
manusia.

4.2.2 Analisis Penyebab Timbulnya Serangan OPT


Pada lingkungan yang masih alami berada kondisi keseimbangan, setiap
makhluk hidup saling berinteraksi satu sama lain, keberadaannya sangat
diperlukan dalam kelestarian rantai makanan.
Gangguan pada rantai makanan seperti kepunahan spesies tertentu
menyebabkan terjadi ketidak seimbangan, yaitu gangguan terhadap kestabilan
populasi spesies lain yang ada pada rantai makanan (Masnur, 2018).
Pengertian OPT juga terbatas pada kepentingan manusia terhadap
produksi suatu tanaman, OPT mempunyai arti pada manusia bila mengadakan
kompetisi terhadap kepentingan ekonomi manusia. Suatu organisme disebut
OPT bila organisme tersebut dapat menurunkan produksi tanaman baik kualitas
maupun kuantitas, organisme tersebut bersaing terhadap kepentingan manusia,
atauomenjadiomasalahodalamousahaopertanian.
37

Beberapa faktor yang menyebabkan timbulnya OPT antara lain, sistem


pertanaman yang monokultur, masuknya OPT dari daerah lain, karena terbawa
oleh angin, binatang, atau agen lain, penggunaan pestisida yang tidak benar,
dan pemasukan jenis tanaman baru.
4.2.3 Solusi Pengendalian OPT yang dapat Diterapkan di Lahan Observasi
melalui Konsep PHT
Strategi pengendalian hama yang dapat digunakan pada lahan observasi
dalam PHT yaitu: (1) mengusahakan pertumbuhan tanaman sehat, (2)
pengendalian hayati, (3) penggunaan varietas tahan, (4) pengendalian secara
mekanik, (5) pengendalian secara fisik, (6), pengendalian dengan
menggunakan senyawa kimia semio (semiochemicals) yaitu dengan
memanfaatkan senyawa kimia alami yang dihasilkan oleh organisme tertentu
untuk mempengaruhi sifat serangga hama, (7) pengendalian secara genetik,
dan (8) penggunaan pestisida kimia.
BAB V KESIMPULAN

5.1 Kesimpulan

Organisme pengganggu tanaman merupakan semuaorganisme yang


dapat menyebabkan penurunan potensi hasil yang secara langsung karena
menimbulkan kerusakan fisik, gangguan fisiologi dan biokimia, atau
kompetisi hara terhadap tanaman budidaya. Organisme Pengganggu Tanaman
(OPT) adalah hewan maupun tumbuhan yang berukuran mikro maupun makro
yang merusak, menghambat, maupun mematikan tanaman yang dibudidayakan.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terbagi menjadi 3 kelompok, yaitu
hama, vektor penyakit, dan gulma. OPT sendiri memiliki moroflogi masing-
masing yang membedakan mereka yaitu Ada tiga bentuk morfologi dalam
serangga yang penting untuk dilakukan identifikasi, ketiga bentuk morfologi itu
adalah pola rangka sayap, bentuk antena, dan bentuk mulut.
Dalam lahan pertanian seringkali banyak ditemukan berbagai macam
OPT. Pada lahan yang kami amati yaitu lahan sengon dan lahan jagung. OPT
yang kami temukan diberbagai perangkap yang telah dipasang yaitu belalang
hijau, kepik hitam, ulat jengkal, lipan, belalang kayu, lalat parasit, ktu daun, semut
merah, semut hitam, dan jangkrik.
Dilahan yang kita amati juga terdapat beberapa penyakit yang kita
temukan seperti diplodia basah pada kayu sengon. Penyakit bulai pada jagung,
dan penyakit kresek faktor. Penyakit sendiri muncul karena keadaan mendukung
terjadinya segita penyakit dengan faktor pembentuknya adalah inang, patogen,
dan lingkungan. jika tanaman rentan, lingkungan mendukung maka matogen
(penyakit) akan ada.
Ambang Ekonomi adalah batas populasi hama atau kerusakan oleh hama
yang digunakan sebagai dasar untuk digunakannya pestisida. Diatas AE
populasi hama telah mengakibatkan kerugian yang nilainya lebih besar daripada
biaya pengendalian.
PHT dalam pertanian berkelanjutan dalam proses produksinya sangat
memperhatikan keadilan terhadap masyarakat, khususnya petani produsen dan
konsumen. Oleh karena itu, perlu diterapkan ekolabel yang memberi
penghargaan (rewarding) kepada petani yang telah berproduksi dengan benar.
Juga perlu memperhatikan konsumen yang turut berkontribusi dalam
pengembangan pertanian yang baik, memberi peluang kepada petani untuk
membedakan sendiri pasar/tempat penjualan, dan bahkan bila perlu ada kontrak
39

antara petani produsen dan pedagang. Penerapan ekolabel sangat


dimungkinkan bila didasari oleh kesepakatan pemberian penghargaan kepada
pihak yang terlibat, misalnya insentif bagi produsen yang telah berjasa dalam
praktek pertanian yang baik. Di lain pihak, konsumen dapat menggunakan
kekuatan daya belinya dalam mempengaruhi praktek produsen, dan
pengembang (developer) dapat pula menyusun suatu agenda ekolabel antara
produsen dan konsumen. Mereka tentu diharapkan mengerti dan mampu
mempraktekkan konsep PHT dalam pertanian berkelanjutan setelah mendengar,
melihat, dan merasakan betapa pentingnya kehidupan di masa mendatang.

5.2 Saran

Adapun saran yang penulis berikan semoga dengan adanya laporan ini
dapat menjadi acuan pembelajran untuk kedepannya. Dan laporan pun dapat
dikaji kembali untuk mengetahui apakah laporan ini telah objektif atau tidak
dikarenakan laporan ini telah memuat informasi untuk kegiatan pembelajaran.
DAFTAR PUSTAKA
Agrios, G.N. 2005. Plant Pathology. Elshevier Academic Press. New York.
Dede, Juanda & Bambang, Cahyono. 2005. WIJEN:Teknik Budi Daya dan
Analisis Usaha Tani. Kanisius.Yogyakarta.
Diyasti, F. 2017. Pengenalan dan Pengendalian Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT), Direktorat Perlindungan Perkebunan Kementrian
Pertanian. Jakarta.
Hansanmuhito. 2010. Hama Tanaman Pangan dan Perkebunan. Bumi Aksara.
Jakarta.
Hariri, M. Identifikasi dan Keparahan Penyakit Diplodia Pada Tanaman Jeruk
Siam di Kecamatan Umbulsari. Skripsi Identifikasi Penyakit : 7-14
Kirk, P. 2018. Species Fungorum (version Oct 2017). Digital resource at
www.catalogueoflife.org/col. Species 2000: Naturalis, Leiden, the
Netherlands. ISSN 2405-8858.
Marwoto, O. 2016. Penerapan Inovasi Teknologi dalam Mendukung
Pembangunan Hortikultura yang Berdaya Saing dan Berbasis Keragaman
Sumber Daya Lokal. Pusat Penelitian dan Pengembangan Hortikultura.
Jakarta.
Nyoman, O.I. 2012. Pengendalian Hama Terpadu dan Implementasinya.
Universitas Gadjah Mada Press. Yogyakarta.
Sulistiya. 2010. Dasar-Dasar Perlindungan Tanaman. Universitas Janabadra.
Yogyakarta.
Tjitrosoepomo, Gembong. 2011. Morfologi Tumbuhan. Universitas Gadjah Mada
Press. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai