Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

PENGENDALIAN PENYAKIT SECARA BIOLOGIS

OLEH :
KELOMPOK V
Anggota :
1. AMIL QADRI (2105901020073)
2. LAODE IRDANA (2105901020100)

DOSEN :
AGUSTINUR S.Si.,M.Sc

PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS TEUKU UMAR
2022

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep PHT muncul sebagai tindakan koreksi terhadap kesalahan dalam
pengendalian hama yang dihasilkan melalui pertemuan panel ahli FAO di Roma
tahun 1965. Di Indonesia, konsep PHT mulai dimasukkan dalam GBHN III, dan
diperkuat dengan Keputusan Presiden No. 3 tahun 1986 dan undang-undang No.
12/1992 tentang sistem budidaya tanaman, dan dijabarkan dalam paket Supra
Insus, PHT menjadi jurus yang dianjurkan. (Arifin dan Iqbal, 1993; Baco, 1993;
Soegiarto, et, al., 1993). Adapun tujuan PHT adalah meningkatkan pendapatan
petani, memantapkan produktifitas pertanian, mempertahankan populasi hama
tetap pada taraf yang tidak merugikan tanaman, dan mempertahankan stabilitas
ekosistem pertanian.
Tiga dasar pokok pengendalian dengan perangkat lunak adalah kultur
teknis, varietas unggul, dan musuh alami. Satu dasar pokok perangkat keras
adalah pengendalian langsung dengan membunuh hama berdasar nilai ambang
ekonomi yang merupakan lintasan kritis pemandu pengendalian perangkat keras.
Dari segi substansial, PHT adalah suatu sistem pengendalian hama dalam
konteks hubungan antara dinamika populasi dan lingkungan suatu jenis hama, 
menggunakan berbagai teknik yang kompatibel untuk menjaga agar populasi
hama tetap berada di bawah ambang kerusakan ekonomi. Dalam konsep PHT,
pengendalian hama berorientasi kepada stabilitas ekosistem dan efisiensi ekonomi
serta sosial. Dengan demikian, pengendalian hama dan penyakit harus
memperhatikan keadaan populasi hama atau patogen dalam keadaan dinamik
fluktuasi disekitar kedudukan kesimbangan umum dan semua biaya pengendalian
harus mendatangkan keuntungan ekonomi yang maksimal (Arifin dan Agus,
1993).
Sejalan dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, PHT
tidak lagi dipandang sebagai teknologi, tetapi telah menjadi suatu konsep dalam
penyelesaian masalah lapangan (Kenmore 1996). Waage (1996) menggolongkan
konsep PHT ke dalam dua kelompok, yaitu konsep PHT teknologi dan PHT
ekologi. Konsep PHT teknologi merupakan pengembangan lebih lanjut dari
konsep awal yang dicetuskan oleh Stern et al. (1959), yang kemudian
dikembangkan oleh para ahli melalui agenda Earth Summit ke-21 di Rio de
Janeiro pada tahun 1992 dan FAO. Tujuan dari PHT teknologi adalah untuk
membatasi penggunaan insektisida sintetis dengan memperkenalkan konsep
ambang ekonomi sebagai dasar penetapan pengendalian hama. Pendekatan ini
mendorong penggantian pestisida kimia dengan teknologi pengendalian alternatif,
yang lebih banyak memanfaatkan bahan dan metode hayati, termasuk musuh
alami, pestisida hayati, dan feromon. Dengan cara ini, dampak negatif
penggunaan pestisida terhadap kesehatan dan lingkungan dapat dikurangi (Untung
2000).
Konsep PHT ekologi berangkat dari perkembangan dan penerapan PHT
dalam sistem pertanian di tempat tertentu. Dalam hal ini, pengendalian hama
didasarkan pada pengetahuan dan informasi tentang dinamika populasi hama dan
musuh alami serta keseimbangan ekosistem. Berbeda dengan konsep PHT
teknologi yang masih menerima teknik pengendalian hama secara kimiawi
berdasarkan ambang ekonomi, konsep PHT ekologi cenderung menolak
pengendalian hama dengan cara kimiawi.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) mencegah masyarakat dari
ketergantungan terhadap pestisida kimia dengan mengintegrasikan pendekatan
berkelanjutan untuk mengelola hama dengan memadukan sedemikian rupa
berbagai aspek pengendalian, seperti biologis, kultur teknis, pengendalian fisik
dan kimia, dan lainnya untuk meminimalisasi resiko ekonomi, kesehatan, dan
lingkungan.
Pengendalian Hama Terpadu (PHT) sangat berkaitan erat dengan konsep
pertanian berkelanjutan. Pertanian berkelanjutan (sustainable agriculture) adalah
pemanfaatan sumberdaya yang dapat diperbaharui (renewable resources) dan
sumberdaya tidak dapat diperbaharui (unrenewable resources) untuk proses
produksi pertanian dengan menekan dampak negatif terhadap lingkungan
seminimal mungkin. Keberlanjutan yang dimaksud meliputi : penggunaan
sumberdaya, kualitas dan kuantitas produksi, serta lingkungannya. Proses
produksi pertanian yang berkelanjutan akan lebih mengarah pada penggunaan
produk hayati yang ramah terhadap lingkungan (Kasumbogo Untung, 1997).
Sasaran PHT adalah : 1) produktivitas pertanian yang mantap dan tinggi,
2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi OPT dan
kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada aras yang secara
ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan resiko pencemaran lingkungan
akibat penggunaan pestisida. Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel
semua teknik atau metode pengendalian OPT didasarkan pada asas ekologi dan
ekonomi.
Menurut Untung (2002) dalam mengendalikan hama ada tiga dalil yang
perlu diingat, yaitu :
1. Suatu spesies serangga tidak pernah menjadi hama tetapi beberapa populasinya
dapat berstatus hama.
2. Status hama suatu spesies serangga tergantung pada dua faktor: (a) jenis
tanaman inangnya, (b) peningkatan populasinya diatas ambang toleransi
kritisnya.
3. Masalah serangga hama selalu disebabkan karena ulah manusia. Seringkali
perubahan fisiologi tanaman karena “pemuliaan” dan perubahan cara-cara
bercocok tanam mengakibatkan fenomena biologik. Oleh karena itu
pencegahannya harus dengan pemikiran biologik, bukan secara teknologik
(pestisida).
Padi (bahasa latin: Oryza sativa L.) merupakan salah satu tanaman
budidaya terpenting dalam peradaban. Di Indonesia padi merupakan sumber
pangan utama, lebih dari 70% penduduk Indonesia mengonsumsi olahan padi.
Oleh karena itu budidaya tanaman padi dilakukan secara besar-besaran di
berbagai daerah di Indonesia untuk memenuhi kebutuhan, ketahanan, dan
permintaan pangan.
Sehubungan dengan itu pula, akibat dari penanaman secara monokultur
demi penyediaan kebutuhan nasional siklus hidup hama dan penyakit tanaman
padi menjadi semakin meningkat. Hal ini dikarenakan selalu tersedianya
makanan, tempat hidup hama dan penyakit serta penggunaan pestisida kimia
secara tidak bijak yang mengakibatkan resurjensi hama dan penyakit yang
mengakibatkan membludaknya populasi hama diikuti pula oleh kerugian nyata
terhadap produksi padi di Indonesia.
PHPT adalah suatu konsep pengendalian hama dan penyakit yang
didalamnya menggunakan berbagai macam pengendalian, baik fisik, mekanik,
kimia dan biologi yang dimana pengendaliannya diatur berdasarkan aras luka
ekonomi dan adanya Keseimbangan Umum. PHPT merupakan jawaban dari
segala permasalahan yang kompleks dalam masalah hama dan penyakit tanaman
yang selama ini pengendalian dengan pestisida kimia yang merusak alam, PHPT
adalah suatu sistem pengendalian yang baik dimana tidak dari segi keampuhan
mengusir OPT saja melainkan pula memperhatikan aspek ekologis.
B. Tujuan
Dapat mengetahui tentang hama dan enyakit pada tanaman padi serta
pengendaliannya secara terpadu.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Hama Tanaman Padi dan Pengendaliannya
1. Tikus
Tikus sawah (Rattus argentiventer) merupakan spesies dominan pada
pertanaman padi. Selain itu, dapat pula ditemukan tikus semak R. Exulans.
Hama tikus perlu dikendalikan seawal mungkin, mulai dari pengolahan tanah
sampai tanaman dipanen. Telah banyak cara pengendalian hama tikus sawah
yang dilakukan petani, baik di Sumatera Barat maupun diberbagai daerah
lainnya, namun ketepatan pemilihan waktu pengendalian, sasaran habitat, dan
teknologi yang digunakan belum mencapai sasaran. Karena itulah maka
populasi tikus hampir disemua daerah sentra pertanaman padi sawah semakin
meningkat. Beberapa komponen teknologi pengendalian hama tikus sawah
yang bisa dilakukan adalah :
a. Sanitasi lingkungan dan manipulasi habitat
 Membersihkan dan memperbaiki lingkungan di sekitar areal pertanaman
padi, seperti: semak belukar, tanggul-tanggul saluran irigasi dan
pematang sawah sehingga tikus merasa tidak nyaman untuk berlindung
dan berkembang biak
 Memperkecil ukuran pematang sawah (tinggi dan lebar + 30 cm ) dapat
menghambat perkembangan populasi tikus karena tikus tidak nyaman
untuk membuat sarang
b. Kultur teknis
Musim tanam yang teratur dan terjalinnya kebersamaan antar
petani dalam setiap kelompok tani serta kebersamaan antar kelompok tani
dalam satu hamparan sehingga tumbuh kebiasaan bertanam serentak,
penanaman varietas yang sama setiap musim (waktu panennya sama),
pengaturan pola tanam, waktu tanam, dan jarak tanam.
 Pengaturan pola tanam. Pada lahan sawah irigasi dilakukan pergiliran
tanaman, seperti: padi-padi-palawija, padi-padi-bera, padi-palawija ikan-
padi. Ini akan mengakibatkan terganggunya siklus hidup tikus akibat
terbatasnya ketersediaan makanan.
 Pengaturan waktu tanam. Penanaman padi sawah yang serentak pada satu
hamparan (minimal 100 hektar) dapat meminimalkan kerusakan karena
serangannya tidak terkonsentrasi pada satu lokasi tetapi tersebar sehingga
kerusakan rata-rata akan lebih rendah.
 Pengaturan jarak tanam. Bertujuan menciptakan lingkungan terbuka
sehingga tikus tidak merasa puas dalam mencari makanan. Penanaman
padi agak jarang atau sistem tanam jajar legowo (bershaf) kurang disukai
oleh tikus sawah (suasana terang) karena takut adanya musuh alami
(predator).
c. Fisik dan mekanis
Secara fisik dengan mengubah lingkungan fisik seperti: suhu,
kelembaban, cahaya, air, dll sehingga tikus menjadi jera atau mengalami
kematian karena adanya perubahan faktor fisik. Secara mekanis, dengan
menangkap dan membunuh tikus secara langsung atau menggunakan alat
seperti cangkul, kayu pemukul, alat perangkap, penyembur api (solder) dan
emposan atau fumigasi.
Kelebihan cara ini, yaitu: (1) sederhana dan tidak memerlukan alat
yang mahal; (2) Dapat menurunkan populasi tikus secara nyata; dan (3)
meningkatkan kebersamaan petani. Sedangkan kelemahan cara ini, yaitu: (1)
memerlukan tenaga kerja relatif banyak; (2) memerlukan kebersamaan antar
petani; dan (3) menimbulkan kerusakan lingkungan seperti terbongkarnya
pematang sawah, rusaknya saluran irigasi, tanggul, dsb.
 Gropyokan massal atau berburu tikus bersama. Mudah dilaksanakan,
biaya murah, dan efektif menurunkan populasi hama tikus, tetapi
membutuhkan kebersamaan.
 Alat perangkap. Bubu perangkap untuk menangkap tikus dalam keadaan
hidup, dan umpan beracun untuk menangkap tikus sampai tikus tersebut
mati.
 Solder dan emposan. Solder untuk menyeburkan api dan udara panas ke
dalam lubang atau sarang tikus sehingga tikus keluar atau mati dalam
sarangnya. Untuk lebih efektifnya alat ini dapat digunakan belerang yang
diletakkan pada mulut sarang tikus sehingga hembusan asap belerang
yang panas dapat meracuni tikus yang ada dalam sarang.
d. Biologis
Musuh alami tikus biasanya adalah: burung hantu, ular, anjing, dan
kucing. Numun, musuh alami ini pada sawah irigasi sudah jarang
ditemukan.
e. Kimiawi
Petani sudah banyak mengetahui pengendalian secara kimiawi ini,
seperti rodentisida, fumigasi, dll. Namun cara ini hanya dianjurkan bila
populasi tikus sangat tinggi dan cara lain sudah dilaksanakan.
f. Penerapan sistem SPBL dan SPB
Penangkapan tikus terutama di daerah endemis dapat dilakukan
dengan sistem perangkap bubu (SPB) atau Trap Barrier System (TBS).
Tanaman perangkap adalah padi yang ditanam pada lahan berukuran 20x20
m atau 50x50 m di tengah hamparan. Penanaman dilakukan 3 minggu lebih
awal, pada saat petani disekitarnya membuat pesemaian. Tanaman
perangkap dipagar dengan plastik setinggi 60 cm, disetiap sisi pagar ditaruh
satu unit perangkap bubu berukuran 25x25x60 cm. Perangkap bubu dapat
dibuat dari ram kawat atau kaleng bekas minyak goreng. Di sekeliling
tanaman perangkap dibuat parit agar bagian bawah pagar selalu tergenang
air, sehingga tikus diharapkan tidak dapat melubangi pagar atau menggali
lubang di bawah pagar. Perangkap bubu perlu diperksi setiap hari sehingga
tikus atau hewan lainnya yang terperangkap tidak mati dalam bubu. Setiap
SPB mempunyai pengaruh sampai radius 200 m (hallo effect) sehingga satu
unit SPB diperkirakan mampu mengamankan pertanaman padi seluas 10-15
ha dari serangan tikus.
Sistem perangkap bubu linier (SPBL) atau LTBS (Linear Trap
Barrier System) digunakan untuk penangkapan tikus migran yang berasal
dari sekitar sawah bera, rel kereta api, perkampungan atau saluran irigasi.
Terdiri dari pagar plastik setinggi 50 cm sepanjang minimal 100 m dan
pemasangan perangkap bubu setiap jarak 20 m. SPBL dipasang diantara
pertanaman padi dengan habitat tikus, untuk jangka waktu 3-5 hari. SPBL
dapat dipindahkan ke lokasi lain. Teknologi ini akan berhasil jika dapat
diterapkan pada hamparan relatif luas dengan melibatkan beberapa petani
sehamparan.
Keberhasilan pengendalian hama tikus sangat tergantung pada
kearifan memadukan komponen teknologi tersebut. Disajikan model strategi
pengendalian hama tikus terpadu yang dapat disesuaikan dengan lingkungan
spesifik.
2. Penggerek batang
Penggerek batang merusak tanaman padi pada berbagai fase
pertumbuhan, dan ditemukan pada padi sawah, padi air dalam dan padi gogo.
Empat jenis penggerek batang padi yang umum ditemukan adalah; Penggerek
batang padi kuning (Tryporyza incertulas), penggerak batang padi bergaris (Chilo
suppressalis), penggerek batang padi putih (Tryporyza innotata), dan penggerek
batang padi merah jambu (Sesamia inferens). Kerusakan tanaman yang
diakibatkan oleh semua jenis hama penggerek batang adalah sama, yaitu matinya
pucuk tanaman pada stadia vegetatif (sundep) dan malai yang keluar hampa pada
stadia generatif (beluk). Penghendaliannya adalah:
 Panen padi sawah dengan cara memotong tunggul jerami rendah supaya hidup
larvanya terganggu dimana larva yang ada dibagian bawah tanaman tertinggal
dan membusuk bersama jerami.
 Pengendalian mekanis dapat dilakukan dengan mengambil kelompok telur
pada saat tanaman berumur 10-17 hari setelah semai, karena hama penggerek
batang sudah mulai meletakkan telurnya pada tanaman padi sejak di
pesamaian.
 Harus diamati intensif sejak semai sampai panen. Kalau populasi tinggi dapat
dikendalikan dengan insektisida butiran (karbofuran, fipronil) dan insektisida
cairan (dimehipo, bensultap, amitraz, dan fipronil) yang diaplikasikan bila
populasi tangkapan ngengat 100 ekor/minggu pada perangkap feremon atau
300 ekor/minggu pada perangkap lampu. Insektisida butiran diaplikasikan bila
genangan air dangkal dan insektisida cair bila genangan air tinggi.
 Penangkapan massal ngengat jantan dengan memasang perangkap feromon 9-
16 perangkap setiap hektar untuk mengamati spesies dominan.
3. Wereng coklat atau wereng punggung putih
Wereng coklat (Nilaparvata lugens Stal.) memiliki tingkat kemampuan
reproduksi yang tinggi jika keseimbangan populasinya terganggu oleh penanaman
varietas peka, perubahan iklim (curah hujan), maupun kesalahan aplikasi
insektisida yang menyebabkan resurjensi hama. Wereng coklat mampu merusak
tanaman padi dalam skala luas pada waktu yang relatif singkat. Wereng coklat dan
wereng punggung putih (Sogatella furcifera H.) seringkali menyerang tanaman
secara bersamaan pada tanaman stadia vegetatif. Varietas yang tahan wereng
coklat belum tentu tahan wereng punggung putih. Oleh karena itu, pengendalian
wereng coklat harus dimulai sebelum tanam. Pengendaliannya adalah :
 Di daerah endemis wereng coklat, pada musim hujan harus ditanam varietas
tahan wereng coklat.
 Gunakan berbagai cara pengendalian, mulai dari penyiapan lahan, tanam jajar
legowo, pengairaninttermitten, takaran pupuk sesuai BWD.
 Monitor perkembangan hama wereng punggung putih dan perimbangan
populasi wereng coklat dan musuh alami pada umur 2 minggu setelah tanam
sampai 2 minggu sebelum panen.
4. Siput murbei atau keong mas (Pomace canaliculata Lamarck)
Merupakan hama baru yang penyebarannya cukup luas. Kerusakan
terjadi ketika tanaman masih muda. Petani harus menyulam atau menanam ulang
pada daerah dengan populasi siput yang tinggi sehingga biaya produksi
meningkat. Pengendaliannya adalah :
 Mencegah introduksi keong mas pada areal baru. Bila keong mas masuk ke
dalam areal sawah baru akan berkembang cepat terutama pada lahan yang
selalu tergenang dan akan sukar dikendalikan.
 Pengendalian harus berkesinambungan, walaupun tanaman sudah berumur 30
HST, pengendalian harus tetap dilakukan untuk mencegah serangan pada
pertanaman berikutnya.
 Secara mekanis dapat dilakukan dengan mengambil dan memusnahkan telur
dan keong mas baik dipesemaian atau di pertanaman secara bersama-sama,
membersihkan saluran air dari tanaman air seperti kangkung, dan
mengembalakan itik setelah panen. Untuk mengurangi kegagalan panen, harus
menyiapkan benih lebih banyak.
 Pada stadia vegetatif, dapat dilakukan: (1) pemupukan P dan K sebelum tanam;
(2) menanam bibit yang agak tua (>21 Hari) dan jumlah bibit lebih banyak; (3)
mengeringkan sawah sampai 7 HST; (4) tidak mengaplikasikan herbisida
sampai 7 HST; (5) mengambil keong mas atau telur dan memusnahkan; (6)
memasang saringan pada pemasukan air untuk menjaring siput; (7)
mengumpan dengan menggunakan daun talas atau daun pepaya; (8) Aplikasi
pestisida anorganik atau nabati seperti saponin dan rerak sebanyak 20-50 kg/ha
sebelum tanam pada caren sehingga pestisida bisa dihemat.
5. Hama ganjur (Orseolia oryzae Wood Mason)
Sering terjadi pada musim hujan terutama pada tanaman padi yang
terlambat tanam. Pengendaliannya adalah :
 Penanaman varietas tahan, seperti: Tajum dll.
 Pengamatan tiap minggu, bila tingkat serangan mencapai 2% maka aplikasikan
insektisida karbofuran dengan takaran 0,5 kg bahan aktif/ha.
6. Lembing batu (Scotinopora coarctata) atau black bugs
Berkembang dengan cepat sejak tanaman berumur 30 HST dan
perkembangannya terhambat bila sawah dalam keadaan tergenang. Pengendalian
dapat dilakukan pada stadia vegetatif dan generatif. Jika populasi rata-rata telah
mencapai >5 ekor/rumpun maka perlu diaplikasikan insektisida seperti: etripole
dan alfametrin.
7. Ulat tentara (Mythimna separata)
Menyerang tanaman secara tidak terduga baik stadia vegetaif maupun
generatif. Pengendalian dilakukan bila telah terjadi serangan.
8. Walang sangit (Leptocorisa spp.)
Hanya menyerang tanaman yang sudah berbulir. Pengendalian dengan
insektisida dilakukan jika populasinya melebih ambang kendali yaitu pada saat
setelah stadia pembungaan ditemukan rata-rata >10 ekor/rumpun.
9. Penyakit tungro dan wereng hijau
Wereng hijau (Nephotettix virescens Distant) umumnya tidak langsung
merusak tanaman padi, tetapi bertindak sebagai penular atau vektor penyakit virus
tungro. Pengendalian dengan waktu tanam yang tepat dan rotasi varietas telah
berhasil di Sulawesi Selatan namun pada kondisi pola tanam tidak teratur,
pergiliran varietas kurang berhasil, seperti di Bali dan Jawa Tengah.
Pengendaliannya adalah :
 Usahakan menanam serentak minimal 20 hektar
 Gunakan varietas tahan virus tungro atau tahan serangga penular wereng wijau.
Varietas tahan wereng hijau menentukan >70% keberhasilan pengendalian
tungro.
 Sawah jangan dikeringkan karena merangsang pemencaran wereng hijau
sehingga memperluas penyebaran tungro.
 Lakukan pengamatan tungro saat tanaman berumur 2-3 MST. Kendalikan
serangga wereng hijau penular virus dengan insektisida kimiawi yang
direkomendasikan bila saat tanaman umur 2 MST ditemukan 5 tanaman
terserang dari 10.000 rumpun tanaman atau umur 3 MST ditemukan 1 tanaman
terserang dari 1.000 rumpun tanaman. Insektisida yang dianjurkan adalah
imidacloprid, tiametoksan, etofenproks, dan karbofuran.
10. Penyakit hawar daun bakteri (HDB)
Penyakit hawar daun bakteri Xanthomonas oryzae pv oryzae dapat terjadi
melalui air, angin, dan benih. Infenksi terjadi melalui luka/lubang alami (stomata).
Pengendaliannya adalah :
 Penanaman varietas tahan merupakan salah satu cara pengendalian,
namunketahanan verietas saat ini di Indonesia bersifat spesifik lokasi karena
strain HDB berbeda-beda. Saat ini terdapat strain III, IV, V, VI, VII, dan VIII.
 Amati kerusakan tanaman, bila keparahan penyakit melebihi 20% maka
gunakan bakterisida Agrep.
 Lakukan rotasi tanaman, dan pupuk N yang digunakan jangan berlebihan.
B. Penyakit Tanaman Padi dan Pengendaliannya
1. Penyakit bercak cokelat pada daun padi
Penyakit ini disebabkan oleh jamur Helmintosporium oryzae , gejala
penyakit ini adalah adanya bercak coklat pada daun berbentuk oval yang
tersebar merata di permukaan daun dengan titik abu-abu atau putih.
Titik abu- abu atau putih di tengah bercak meruapakan gejala khas
penyakit bercak daun coklat di lapang. Bercak yang masih muda berwarna
coklat gelap atau keunguan berbentuk bulat. Pada varietas yang peka panjang
bercak dapat mencapai 1 cm. Pada serangan berat jamur dapat menginfeksi
gabah dengan gejala bercak warna hitam atau coklat gelap pada gabah.
Jamur Helmintosporium oryzae menginfeksi daun baik melalui
stomata maupun menembus langsung dinding sel epidermis setelah membentuk
apresoria. Konidia lebih banyak dihasilkan bercak yang sudah berkembang
(besar) kemudian konidia di hembuskan oleh angin dan menginfeksi secara
sekunder. Jamur dapat bertahan sampai 3 tahun pada jaringan tanaman dan
lamanya bertahan sangat dipengaruhi lingkungan.
Selain gejala di atas gejala lainnya yaitu menyerang pelepah, malai,
buah yang baru tumbuh dan bibit yang baru berkecambah. Biji berbercak-
bercak coklat tetapi tetap berisi, padi dewasa busuk kering, biji kecambah
busuk dan kecambah mati.
Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah,
menanam varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk
N di saaat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2)
menyemprotkan insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20
AS atau Rabcide 50 WP.
2. Blast
Penyebab : jamur Pyricularia oryzae.
Gejala : menyerang daun, buku pada malai dan ujung tangkai malai.
Serangan menyebabakn daun, gelang buku, tangkai malai dan cabang di dekat
pangkal malai membusuk. Proses pemasakan makanan terhambat dan butiran
padi menjadi hampa.
Pengendalian: (1) membakar sisa jerami, menggenangi sawah,
menanam varitas unggul Sentani, Cimandirim IR 48, IR 36, pemberian pupuk
N di saaat pertengahan fase vegetatif dan fase pembentukan bulir; (2)
menyemprotkan insektisida Fujiwan 400 EC, Fongorene 50 WP, Kasumin 20
AS atau Rabcide 50 WP.
3. Penyakit garis coklat daun (Narrow brown leaf spot)
Penyebabnya adalah jamur Cercospora oryzae.
Gejala : menyerang daun dan pelepah. Tampak gari-garis atau bercak-
bercak sempit memanjang berwarna coklat sepanjang 2-10 mm. Proses
pembungaan dan pengisian biji terhambat.
Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini seperti Citarum,
mencelupkan benih ke dalam larutan merkuri; (2) menyemprotkan fungisida
Benlate T 20/20 WP atau Delsene MX 200.
4. Busuk pelepah daun
Penyebab : jamur Rhizoctonia sp.
Gejala : menyerang daun dan pelepah daun, gejala terlihat pada
tanaman yang telah membentuk anakan dan menyebabkan jumlah dan mutu
gabah menurun. Penyakit ini tidak terlalu merugikan secara ekonomi.
Pengendalian: (1) menanam padi tahan penyakit ini; (2)
menyemprotkan fungisida pada saat pembentukan anakan seperti Monceren 25
WP dan Validacin 3 AS.
5. Penyakit fusarium
Penyebab : jamur Fusarium moniliforme.
Gejala : menyerang malai dan biji muda, malai dan biji menjadi
kecoklatan hingga coklat ulat, daun terkulai, akar membusuk, tanaman padi.
Kerusakan yang diderita tidak terlalu parah.
Pengendalian: merenggangkan jarak tanam, mencelupkan benih pada
larutan merkuri.
6. Penyakit noda/api palsu
Penyebab : jamur Ustilaginoidea virens.
Gejala : malai dan buah padi dipenuhi spora, dalam satu malai hanya
beberap butir saja yang terserang. Penyakit tidak menimbulkan kerugian besar.
Pengendalian: memusnahkan malai yang sakit, menyemprotkan
fungisida pada malai sakit.
7. Penyakit kresek/hawar daun
Penyebab : bakteri Xanthomonas campestris pv oryzae).
Gejala : menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis-garis di
antara tulang daun, garis melepuh dan berisi cairan kehitam-hitaman, daun
mengering dan mati. Serangan menyebabkan gagal panen.
Pengendalian: (1) menanam varitas tahan penyakit seperti IR 36, IR
46, Cisadane, Cipunegara, menghindari luka mekanis, sanitasi lingkungan; (2)
pengendalian kimia dengan bakterisida Stablex WP.
8. Penyakit bakteri daun bergaris/Leaf streak
Penyebab : bakteri Xanthomonas translucens.
Gejala : menyerang daun dan titik tumbuh. Terdapat garis basah
berwarna merah kekuningan pada helai daun sehingga daun seperti terbakar.
Pengendalian : menanam varitas unggul, menghindari luka mekanis,
pergiliran varitas dan bakterisida Stablex 10 WP.
9. Penyakit kerdil
Penyebab : virus ditularkan oleh serangga Nilaparvata lugens.
Gejala : menyerang semua bagian tanaman, daun menjadi pendek,
sempit, berwarna hijau kekuning- kuningan, batang pendek, buku-buku
pendek, anakan banyak tetapi kecil. Penyakit ini sangat merugikan.
Pengendalian : sulit dilakukan, usaha pencegahan dilakukan dengan
memusnahkan tanaman yang terserang ada memberantas vector.
10. Penyakit tungro
Penyebab : virus yang ditularkan oleh wereng Nephotettix impicticeps.
Gejala : menyerang semua bagian tanaman, pertumbuhan tanaman
kurang sempurna, daun kuning hingga kecoklatan, jumlah tunas berkurang,
pembungaan tertunda, malai kecil dan tidak berisi.
Pengendalian : menanam padi tahan wereng seperti Kelara, IR 52, IR
36, IR 48, IR 54, IR 46, IR 42.

BAB III
KESIMPULAN

Padi merupakan tanaman semusim, berakar serabut, memiliki batang


sangat pendek, struktur serupa batang terbentuk dari rangkaian pelepah daun yang
saling menopang; daun sempurna dengan pelepah tegak,dan berurat daun sejajar. 
Hama dan penyakit pada  tanaman padi merupakan kendala bagi pertumbuhan dan
perkembangan padi itu sendiri.
Adapun macam-macam hama dan penyakit yang menyerang tanaman
padi yaitu wereng, walang sangit, burung,  tikus, keong mas, dan kepinding tanah
serta penyakit yang diantaranya penyakit bercak coklat, blas, hawar daun, tungro,
penyakit garis coklat daun, busuk pelepah daun, penyakit fusarium, penyakit
noda/api palsu, leaf streak dan kerdil. Hama dan penyakit tersebut dapat
mempengaruhi pertumbuhan dan produksi pada tanaman padi. Sehingga
diperlukan berbagai cara untuk mengendalikannya.
Penggunaan perstisida kimia sintetik secara terus-menerus memberikan
pengaruh negatif terhadap kualitas lingkungan, kesehatan manusia, dan
meningkatkan perkembangan populasi hama akibat resistensinya terhadap
pestisida.
Dampak negatif dari ketergantungan terhadap pestisida, keamanan
makanan, dan kebutuhan akan pertanian berkelanjutan secara global menjadi
indokator berkembangnya pengendalian hama secara terpadu (PHT).
PHT pada tanaman padi dapat dilakukan dengan cara menggunakan
varietas tahan, pergiliran varietas antarmusim, penggunaan agensia hayati dan
musuh alami, teknologi pengendalian hama padi dengan sistem integrasi palawija
pada pertanaman padi, serta pengendalian hama berdasarkan ambang ekonomi.
Dengan penerapan pengendalian hama tanaman padi secara terpadu,
maka selain mendapatkan produksi yang tinggi, menguntungkan secara ekonomi,
serta produk yang aman dikonsumsi, petani juga dapat menjaga keseimbangan
ekosistem secara berkelanjutan. Hal ini sejalan dengan tujuan pertanian
berkelanjutan, yaitu menguntungkan, ramah linggkungan, dan dapat diterima
masyarakat baik secara sosial dan ekonomi.
DAFTAR PUSTAKA

Baehaki S.E. 1986. Dinamika populasi wereng coklat Nilaparvata lugens Stal.
Edisi Khusus No1. Wereng Coklat. Baehaki S.E. 1992. Teknik
pengendalian wereng coklat terpadu. hlm. 39-49.
Baehaki S.E., P. Sasmita, D. Kertoseputro, dan A. Rifki. 1996. Pengendalian
hama berdasar ambang ekonomi dengan memperhitungkan musuh
alami serta analisis usaha tani dalam PHT. Temu Teknologi dan
Persiapan Pemasyarakatan Pengendalian Hama Terpadu. Lembang. 81
hlm.
Baehaki S.E. 1999. Strategi pengendalian wereng coklat. hlm. 54-63. Prosiding
Hasil Penelitian Teknologi Tepat Guna Mendukung Gema Palagung.
Balai Penelitian Tanaman Padi, Sukamandi.
Baehaki S.E. 2002. Perbaikan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) Berdasar
Pemahaman Biodiversitas Arthropoda pada Berbagai Pola Pertanaman
Padi. Seminar Proyek/Bagian Proyek Pengkajian Teknologi Pertanian
Partisipatif. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian, Jakarta.
Untung, K. 2000. Pelembagaan konsep pengendalian hama terpadu Indonesia.
Jurnal Perlindungan Tanaman Indonesia 6(1): 1-8.

Anda mungkin juga menyukai