Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH PRAKTIKUM

“PENGENDALIAN HAMA TERPADU”

OLEH :

MARIO MARZHUQ

AGROTEKNOLOGI – C

JURUSAN AGROTEKNOLOGI

FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS RIAU

PEKANBARU
PENGENDALIAN HAMA TERPADU

A. Pengertian PHT

Pengendalian hama terpadu (PHT) merupakan cara pengelolaan pertanian


dengan setiap keputusan dan tindakan yang diambil selalu bertujuan
meminimalisasi serangan OPT, sekaligus mengurangi bahaya yang
ditimbulkannya terhadap manusia, tanaman, dan lingkungan. Sistem PHT
memanfaatkan semua teknik dan metode yang cocok (termasuk biologi, genetis,
mekanis, fisik, dan kimia) dengan cara seharmoni mungkin, guna
mempertahankan populasi hama berada dalam suatu tingkat di bawah tingkat yang
merugikan secara ekonomis. Keuntungan yang diperoleh yaitu biaya perlindungan
tanaman dapat di kurangi, terlebih lagi apabila pengendalian OPT menggunakan
insektisida nabati, sehingga dampak negatif terhadap produk hortikultura dari
residu pestisida dan pencemaran lingkungan hampir tidak ada. Implementasi PHT
di Indonesia secara nasional di mulai sejak di keluarkannya Inpres No. 6 tahun
1986, kemudian di ikuti dengan Undang-undang No. 12 tahun 1992 .

PHT adalah suatu langkah peniruan yang seksama yang jumlahnya cukup
tepat tentang keanekaan tekanan seleksi yang terlihat bekerja di alam, dengan
tujuan untuk menghilangkan tekanan seleksi dari satu faktor saja. Pada umumnya
dengan menggunakan cara-cara biologi, yaitu dengan menerapkan corak bercocok
tanam dan memadukan dengan bahan kimia untuk menjaga agar populasi hama
tetap tidak berarti secara ekonomi. Dengan demikian PHT bukanlah suatu
eradikasi atau pemberantasan hama, melainkan lebih tepat dikatakan sebagai
pembatasan populasi hama. (Sudarmo, 1989).

Alternatif lain untuk pengendalian hama yaitu dengan memanfaatkan


senyawa beracun yang terdapat pada tumbuhan yang dikenal dengan insektisida
nabati. Insektisida nabati secara umum diartikan sebagai suatu pestisida yang
bahan aktifnya berasal dari tumbuh-tumbuhan yang bersifat racun bagi organisme
pengganggu, mempunyai kelompok metabolit sekunder yang mengandung
berbagai senyawa bioaktif seperti alkoloid, terpenoid dan fenolik .

Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua taktik atau


metode pengendalian hama. Taktik PHT adalah :

Pemanfaatan proses pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-


tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami

Pengelolaan ekosisem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan


untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perikehidupan
hama serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati

Pengendalian fisik dan mekanis yang bertujuan untuk mengurangi


populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis hama yang normal, serta
mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan
perkembangan hama

Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi


hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat
fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah
dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang
kendali. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan. Ada
empat prinsip yang harus dilaksanakan dalam penerapan PHT, yaitu
pembudidayaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan secara rutin,
dan pengambiian keputusan pengendalian oleh petani.

B. Teknik Pengendalian Hama

1. Pengendalian Secara Kultur Teknik (Preventif)


Pengendalian hama dan penyakit secara kultur teknik yaitu pengendalian
hama dan penyakit melalui sistem atau cara dalam bercocok tanam. beberapa
tindakan dalam cara bercocok tanam yang dapat mengurangi atau menekan
populasi dan serangan hama antara lain sebagai berikut ; a). mengurangi
kesesuaian ekosistem hama dengan melakukan sanitasi, modifikasi inang,
pengelolaan air, dan pengolahan lahan, b). mengganggu kontinuitas penyediaan
keperluan hidup hama, yaitu dilakukan dengan cara pergiliran tanaman,
pemberoan dan penanaman serempak pada suatu ilayah yang luas, c). pengalihan
populasi hama menjauhi pertanaman, misalnya dengan menanam tanaman
perangkap, d). pengurangan dampak kerusakan oleh hama dengan cara mengubah
toleransi inang.

2. Pengendalian Secara Fisik


Pengendalian OPT tanaman secara fisik ialah pengendalian OPT dengan
cara mengubah faktor lingkungan fisik, seperti suhu, kelembapan, dan lain-lain
sedemikian sehingga dapat menimbulkan kematian dan penurunan populasi OPT.
Dasar pemikirannya adalah bahwa setiap organisme perusak tanaman (OPT)
mempunyai batas-batas toleransi terhadap faktor-faktor fisik tertentu. Lebih
rendah atau lebih tinggi daripada batas toleransi tersebut, OPT tidak dapat hidup
dan berkembang biak.
Macam bentuk pengendalian OPT tanaman secara fisik, antara lain:
a. Perlakuan Panas
1. Suhu dinaikkan atau menghembuskan udara panas ke dalam suatu ruangan
tertutup, misalnya untuk pengendalian berbagai jenis hama gudang.
2. Sisa-sisa tanaman yang digunakan tempat istirahat atau berlindung OPT
(sumber OPT) dibakar. Teknik pembakaran ini perlu diperhitungkan
secara matang agar tidak menimbulkan kerugian-kerugian seperti
terbunuhnya musuh alami, rusaknya tanaman di sekitar lokasi pembakaran
akibat hembusan asap panas dan percikan api yang mungkin terbawa
angin.
3. Bahan tanaman, baik berupa benih maupun bibit direndam dalam air
panas. Misalnya, bibit pisang direndam dalam air panas 55°C selama 30
menit, benih albasia dan leucaena direndam dalam air panas 60°C selama
24 jam, benih cabai direndam dalam air hangat 55°-60°C selama 15-30
menit.
b. Penggunaan Lampu Perangkap
Banyak jenis hama, terutama imagonya, yang tertarik cahaya lampu di
malam hari. Sifat-sifat hama seperti ini dapat dijadikan salah satu bentuk
siasat pengendalian, seperti yang pernah dilakukan petani padi di Jalur
Pantai Utara, Jawa Barat tahun 1990-1991. Mereka mengadakan gerakan
massal pemasangan lampu petromak untuk mengumpulkan ngengat
penggerek ba-tang. Ternyata tiap malamnya bisa ditangkap ratusan ribu
ngengat.
c. Penggunaan Penghalang (Barrier)
Penghalang (barrier) adalah berbagai bentuk faktor fisik yang dapat
menghalangi atau membatasi pergerakan OPT sehingga tidak mendatangi atau
menyerang areal pertanaman. Misalnya:
 Meninggikan pematang agar OPT tertentu tidak bisa pindah ke tempat lain
 Membuat lubang atau selokan jebakan di sekeliling areal pertanaman
 Membuat pagar yang rapat dan bambu, kayu, atau lembaran seng di
sekeliling areal pertanaman untuk menghindari gangguan babi hutan, rusa,
tikus, dan lain-lain. Penghalang ini dapat pula dibuat secara individual,
misalnya pemasangan lembaran seng pada pohon kelapa untuk
menghindari serangan tikus dan tupai;
 Memberi mulsa plastik atau jerami, misalnya untuk mencegah serangan
lalat kacang pada tanaman kedelai. Pemasangan mulsa dapat mencegah
lalat tidak meletakkan telur pada tanaman;
 Memblongsong buah dengan kantong plastik atau pembungkus lainnya
sehingga hama tidak dapat meletakkan telur pada buah tersebut, seperti
pengendalian pada lalat buah (Bactrocera papayas) yang sering
menyerang aneka jenis buah-buahan

3. Pengendalian Secara Mekanik


Pengendalian OPT secara mekanis ialah pengendalian dengan cara
menangkap, memukul (hand picking), atau menghalaunya secara langsung agar
OPT tersebut tidak menimbulkan kerugian ekonomi bagi tanaman budidaya. Cara
ini amat sederhana dan dapat dilakukan oleh setiap orang. Pengen-dalian secara
mekanis perlu dilakukan secara kontinu dan bersama-sama dalam suatu hamparan
yang luas melalui pengorganisasian yang baik agar hasilnya memuaskan. Macam
pengendalian fisik yang sering dilakukan, antara lain sebagai berikut.
a. Pengambilan dengan Tangan
Cara ini amat sederhana, mudah, dan murah. Telur-telur, larva, atau imago
pada areal tanaman diambil dan dimusnahkan. Kegiatannya bisa ber-samaan
dengan penyulaman, penyiangan, dan pemupukan. Dapat pula me-lalui kegiatan
massal seperti yang pernah dilakukan di Jalur Pantai Utara Jawa Barat pada
musim tanam 199071991, yaitu dengan mengerahkan pendu-duk dan anak
sekolah untuk mengumpulkan kelompok telur dan ngengat penggerek batang padi
putih (Tryporyza innotata Walker).

b. Gropyokan
Cara ini sudah lazim dilakukan pada tikus. Tikus yang masih di dalam
lubang maupun yang sedang berkeliaran ditangkap dan dibunuh bera-mai-ramai.
Kegiatan ini akan berhasil dengan baik bila dilakukan pada saat tidak ada
tanaman.
c. Pemasangan Perangkap
Alat perangkap yang digunakan tergantung kepada jenis OPT. Untuk
menangkap tikus, bisa digunakan senteg dan lem tikus, sedang untuk menang-kap
beberapa jenis serangga bisa digunakan botol aqua bekas dan lem se-rangga.
Pemasangan perangkap ini biasanya dibantu dengan bahan penarik, seperti
makanan kesukaan hama, warna, atau bau yang menarik.

4. Pengendalian Secara Hayati (Biological Methods)


Pengendalian secara hayati adalah pengendalian hama atau penyakit
dengan memanfaatkan agens hayati (musuh alami) yaitu predator, parasitoid,
maupun patogen hama. contohnya adalah sebagai berikut ; a). predator (binatang
yang ukuran tubuhnya lebih besar sebagai pemangsa yang memakan binatang
yang lebih kecil sebagai mangsa) ; contohnya memanfaatkan ular sebagai predator
hama tikus atau kumbang coccinelid sebagai pemangsa kutu daun. b). parasitoid
(binatang yang hidup diatas atau didalam tubuh binatang lain yang lebih besar
yang merupakan inangnya) ; contoh trichoderma sp, sebagai parasit telur
penggerek batang padi. c). patogen hama (mikroorganisme penyebab penyakit
organisme hama), organisme tersebut meliputi nematoda, protozoa, rikettsia,
bakteri atau virus ; contoh paecilomyces sp. jamur patogen telur nematoda puru
akar.
5. Pengendalian Secara Kimiawi
Pengendalian OPT secara kimiawi ialah pengendalian dengan cara
menggunakan senyawa kimia (pestisida). Cara ini dianjurkan sebagai alternatif
pengendalian terakhir karena meskipun ampuh membunuh sasaran, mempunyai
efek sampingan yang berbahaya bagi kelestarian lingkungan dan kesehatan
manusia.
Penggunaan pestisida harus memperhatikan tiga prinsip penting sebagai
berikut:
Penggunaan secara legal, yakni penggunaan pestisida pertanian yang tidak
bertentangan dengan semua peraturan yang berlaku di Indonesia.
Penggunaan secara benar, yakni penggunaan pestisida sesuai dengan
metode aplikasinya, sehingga pestisida yang diaplikasikan mampu
menampilkan efikasi biologisnya yang optimal. Dengan kata lain,
penggunaan pestisida harus efektif dan mampu mengendalikan OPT
sasaran. Efikasi biologis (biological efficacy) adalah kemampuan, efikasi
atau keampuhan pestisida dalam mengendalikan OPT sasaran seperti yang
dinyatakan dalam label atau petunjuk penggunaannya.
Penggunaan pestisida secara bijaksana, yaitu:
 Penggunaan pestisida yang mengikuti prinsip-prinsip pengelolaan
risiko (risk management), untuk menjamin keselamatan pengguna,
konsumen dan lingkungan.
 Penggunaan pestisida sejalan dengan prinsip-prinsip Pengendalian
Hama Terpadu (PHT).
 Penggunaan pestisida yang ekonomis dan efisien

C. Metamorfosis Hama
Metamorfosis adalah suatu proses biologi di mana hewan secara fisik
mengalami perkembangan biologis setelah dilahirkan atau menetas. Proses ini
melibatkan perubahan bentuk atau struktur melalui pertumbuhan sel dan
differensiasi sel. Metamorfosis serangga bermacam-macam, mulai dari yang
sederhana sampai yang rumit (kompleks). Berdasarkan perubahan-perubahan
tersebut, serangga dapat dibedakan dalam empat golongan, yaitu terdiri dari:

. Ametabola (Tanpa Metamorfosis).

Golongan serangga ini sejak menetas (instar pertama) bentuknya sudah


menyerupai serangga dewasa (tidak bermetamorfosis), hanya ukurannya saja yang
bertambah besar. Serangga muda dan serangga dewasa hidup dalam habitat
dengan jenis makanan yang sama. Contoh serangga yang tidak metamorfosis,
antara lain ordo Thysanura (kutu buku atau rengget atau ngenget) dan ordo
Collembola, misalnya Ekor Gunting.

. Paurometabola (Metamorfosis Bertingkat).

Serangga yang tergolong paurometabola mengalami perubahan secara


bertahap. Setiap pergantian kulit (ecdysis), ukuran tubuhnya bertambah besar.
Bakal sayap tumbuh secara bertahap, makin lama makin besar, dan akhirnya
menyerupai sayap serangga dewasa. Serangga muda disebut "nimfa" (nymph),
dan serangga dewasa disebut "imago". Baik nimfa maupun imago hidup dalam
habitat yang sama, dengan jenis makanan yang sama pula. Contoh serangga yang
mengalami metamorfosis bertingkat, antara lain ordo Orthoptera (belalang, anjing
tanah, jangkrik,kecoak, dan lain-lain), ordo Thyasanoptera (thrips), ordo
Homoptera (kutu daun, wereng, dan lain-lain), dan ordo Hemiptera (kepik, walang
sangit, dan lainlain).

. Hemimetabola (Metamorfosis Tidak Lengkap).

Nimfa serangga golongan ini mengalami beberapa modifikasi, seperti


adanya insang trachea, tungkai untuk merangkak dan menggali, tubuh harus dapat
berenang, alat mulut harus dapat mengambil makanan di dalam air, dan lain-lain.
Habitat nimfa berbeda dengan habitat imago. Nimfa tergolong serangga akuatik
(hidup di dalam air), sedangkan imagonya adalah serangga aerial. Contoh
serangga golongan hemimetabola adalah ordo Odonata (capung).

. Holometabola (Metamorfosis Sempurna atau Lengkap).

Serangga muda yang mengalami perkembangan holometabola disebut


"larva". Bentuk larva amat berbeda dengan imago. Jenis makanan, perilaku, dan
habitatnya pun biasanya berbeda dengan imago. Sebelum menjadi imago, larva
akan berkepompong terlebih dahulu. Perubahan bentuk luar dan dalam terjadi
dalam tingkat pupa (kepompong). Sayap berkembang secara internal. Contoh
serangga yang mengalami perkembangan holometabola, antara lain ordo
Lepidoptera, Coleoptera, Diptera, dan Hymenoptera.

D. Status Hama

Hama dalam arti luas adalah semua bentuk gangguan baik pada manusia,
ternak dan tanaman. Pengertian hama dalam arti sempit yang berkaitan dengan
kegiatan budidaya tanaman adalah semua hewan yang merusak tanaman atau
hasilnya yang mana aktivitas hidupnya ini dapat menimbulkan kerugian secara
ekonomis. Dilihat dari jenis atau status hama di lapangan, hama terbagi atas :

1. Hama Utama (Main Pest). Hama utama merupakan spesies hama yang
selalu menyerang pada suatu tempat, dengan intensitas serangan yang
berat dalam daerah yang luas sehingga memerlukan usaha pengendalian.
Kelompok hama ini mendatangkan kerugian bagi petani. Biasanya pada
suatu agroekosistem hanya terdapat satu atau dua hama utama.
2. Hama Minor/hama kadangkala/hama kedua (secondary pest) adalah hama
yang pada keadaan normal akan menyebabkan kerusakan yang kurang
berarti tetapi kemungkinan adanya perubahan ekosistem akan
meningkatkan populasi sehingga intensitas serangan sangat merugikan.
Dengan demikian status hama tersebut berubah menjadi hama utama.
3. Hama Potensil (Potensial pest) merupakan sebagian besar jenis serangga
herbivora yang saling berkompetisi dalam memperoleh makanan.
Kelompok hama ini, tidak mendatangkan kerugian yang berarti dan tidak
membahayakan dalam kondisi pengelolaan agroekosistem yang normal.
Namun karena kedudukannya dalam rantai makanan, kelompok populasi
hama ini berpotensi meningkat dan dapat menjadi hama yang
membahayakan.
4. Hama Migran (Migratory pest), merupakan hama yang tidak berasal dari
agroekosistem setempat. Kelompok hama ini datang dari luar, dan sifatnya
berpindah-pindah (migran). Kelompok hama migran jika datang pada
suatu tempat dapat menimbulkan kerusakan yang berarti. Namun hanya
dalam jangka waktu yang pendek, karena akan berpindah ke daerah lain.

E. Prinsip PHT

Sistem pengendalian hama terpadu (pht) memiliki 4 prinsip dasar yang


mencerminkan konsep pengendalian hama dan penyakit yang berwawasan
lingkungan serta mendorong penerapan pht secara nasional untuk pembangunan
pertanian yang berkelanjutan. empat prinsip dasar dalam penerapan pht tersebut
adalah sebagai berikut ;

1. Budidaya Tanaman Sehat

Tanaman yang sehat memiliki daya tahan yang baik terhadap serangan
hama dan penyakit. tanaman sehat juga memiliki kemampuan lebih cepat dalam
mengatasi dan memulihkan dirinya sendiri dari kerusakan akibat serangan hama
dan penyakit tersebut. untuk memperoleh tanaman yang sehat perlu
memperhatiakn varietas yang akan dibudidayakan, penyemaian dengan cara yang
benar, serta pemeliharaan tanaman yang tepat.

2. Memanfaatkan Musuh Alami

Musuh alami atau agens hayati terbukti mampu menekan populasi hama
dan menurunkan resiko kerusakan tanaman akibat serangan hama dan penyakit.
pengendalian hama dan penyakit dengan memanfaatkan musuh alami yang
potensial merupakan tolok ukur dalam sistem pht. pemanfaatan musuh alami di
dalam agroekosistem diharapkan mampu menjaga keseimbangan antara populasi
hama dan populasi musuh alaminya. dengan demikian tidak akan terjadi
peledakan populasi hama yang melampaui ambang toleransi tanaman.

3. Pengamatan dan Pemantauan Rutin

Dalam sistem pengendalian hama terpadu (pht), pengamatan dan


pemantauan perkembangan populasi hama merupakan bagian terpenting yang
harus dilakukan oleh setiap petani. pengamatan dan pemantauan harus dilakukan
secara rutin dan berkala, sehingga perkembangan populasi hama, kondisi tanaman
serta perkembangan populasi musuh alaminya dapat diketahui. hasil pemantauan
dan pengamatan digunakan sebagai dasar tindakan yang akan dilakukan.

4. Petani Sebagai Ahli PHT

Sistem pengendalian hama terpadu (pht) sebaiknya dikembangkan oleh


petani sendiri, karena penerapan pht harus disesuaikan dengan keadaan ekosistem
setempat. setiap wilayah atau daerah memiliki ekosistem yang berbeda-beda,
sehingga suatu sistem pht yang dikembangkan pada wilayah tertentu belum tentu
cocok jika diterapkan pada wilayah lainnya. agar setiap petani mampu
menerapkan pht diwilayahnya masing-masing, maka setiap petani harus proaktif
untuk mempelajari konsep pht. dalam hal ini peran aktif instansi terkait dalam
memasyarakatkan pht sangat diperlukan.
DAFTAR PUSTAKA

Aminatun, Tien. 2012. Teknik Pengendalian Serangga Hama Tanaman Padi


dengan Konservasi Musuh Alami. Universitas Negri Yogyakarta.
Yogyakarta.

Effendi., dan S. Baehaki. 2009. Strategi Pengendalian Hama Terpadu Tanaman


Padi Dalam Perspektif Praktek Pertanian yang baik (Good
Agricultural Practices). Pengembangan Inovasi Pertanian. 2(1 -

Sudarmo, Subiyakto . 1989. Tanaman perkebunan Pengendalian hama dan


penyakit. Yogyakarta. Kanisius.

Sunarno, 2012. Pengendalian Hayati (Biologi Control) Sebagai Salah Satu


Komponen Pengendalian Hama Terpadu (PHT). JOURNAL UNIERA

Anda mungkin juga menyukai