I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit yang
menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi nilai
ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk mengendalikan serangan
tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai muncul konsep perlindungan tanaman,
dan hingga kini terus berkembang sehingga dapat menciptakan suatu solusi
pengendalian hama dan penyakit yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tidak
membahayakan terhadap petani maupun lingkungan hidup serta tidak mengganggu
keanekaragaman hayatinya.Pengandalian hama dan penyakit tanaman merupakan
bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan
hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kualitas
dan kuantitas produksi yang baik.
Sejarah manusia kaya dengan peperangan melawan organisme pengganggu
tumbuhan (OPT). Lebih dari sepuluh ribu spesies insekta, gulma, nematoda, chordata
dan penyakit yang dapat menyerang tanaman yang dibudidayakan. Berbagai cara
telah dikembangkan untuk mengubah keseimbangan ke arah yang menguntungkan.
Salah satunya adalah pengendalian OPT dengan menggunakan bahan kimia.
Gangguan OPT dapat menyebabkan penurunan kualitas dan kuantitas hasil serta
kematian tanaman. Adanya ancaman OPT terhadap tanaman budidaya mengharuskan
petani dan perusahaan pertanian melakukan berbagai upaya pengendalian. Sejarah
perkembangan pengendalian hama dan penyakit di Indonesia dimulai sejak periode
sebelum kemerdekaan, 1950-1960-an, 1970-an dan 1980 sampai sekarang.
Organisme penganggu tanaman (OPT) merupakan faktor pembatas produksi
tanaman baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Organisme
pengganggu tanaman secara garis besar dibagi menjadi tiga yaitu hama, penyakit dan
gulma. Organisme pengganggu tanaman merupakan salah satu penghambat produksi
dan penyebab ditolaknya produk tersebut masuk ke wilayah pasar dunia, karena
dikawatirkan akan menjadi hama baru di negara yang ditujunya. Selain itu, dalam
kaitannya dengan terbawanya OPT pada produk yang akan diekspor dan dianalis
potensial masuk, menyebar dan menetap di suatu wilayah negara, akan menjadi
hambatan yang berarti dalam perdagangan internasional.
2
B. Rumusan Masalah
1. Kelas Mamalia mana saja yang menjadi OPT terhadap tanaman?
2. Kerugian apa saja yang disebabkan oleh OPT dari kelas Mamalia?
3. Bagaimana teknik perlindungan yang diterapkan dalam menanggulangi
OPT?
C. Tujuan
1. Agar Mahasiswa Mengetahui Kelas Mamalia Yang Menjadi OPT.
2. Agar Mahasiswa Mengetahui Kerugian Yang Disebabkan Oleh OPT Dari
Kelas Mamalia.
3. Agar Mahasiswa Mengetahui Teknik Perlindungan Yang Diterapkan
Untuk Menanggulangi OPT Tersebut.
4
II TINJAUAN PUSTAKA
Tujuan Perlindungan Tanaman antara lain adalah: (a) pencegahan, pengendalian
dan pemantauan/peramalan OPT, (b) peningkatan kuantitas dan kualitas hasil-hasil
pertanian, (c) peningkatan daya saing produk pertanian di pasar, (d)
peningkatan penghasilan dan kesejahteraan petani, (e) peningkatan kualitas dan
keseimbangan lingkungan hidup(Martono, 1996).
Ilmu-ilmu yang terkait terhadap kegiatan penerapan perlindungan tanaman antara
lain adalah : Ekologi dan epidemiologi, fisiologi tumbuhan, patologi anatomi
dan morfologi, genetika, taksonomi dan geografi tumbuhan, bakteriologi, mikologi,
virologi, entomologi, fitopatologi, ilmu gulma, agronomi, ilmu tanah,
mikrobiologi, biokimia, kimia, bioteknologi, fisika, meteorologi, matematik dan
statistik untuk peramalan OPT, teknologi informasi, ekonomi untuk penentuan
ambang pengendalian ( Yudiarti, 2007).
Pengendalian hama dan penyakit berdasarkan perspektif global terdiri atas
beberapa zaman, yaitu zaman prapestisida, zaman optimisme, zaman keraguan
dan zaman PHT.
1. Zaman prapestisida
Pada zaman prapestisida, pengendalian hama dilakukan dengan cara
bercocok tanam dan pengendalian hayati berdasarkan pemahaman biologi hama.
Cara ini telah dilakukan oleh bangsa Cina lebih dari 3000 tahun yang lalu. Pada
tahun 2500 SM, orang Sumeria menggunakan sulfur untuk mengendalikan
serangga tungau (Flint dan van den Bosch 1990). Pengendalian secara bercocok
tanam dan hayati pada tanaman padi telah dilakukan di Indonesia sejak zaman
kerajaan di Nusantara, mulai dari Kerajaan Purnawarman,
Mulawarman, Sriwijaya, Majapahit, Mataram sampai era penjajahan Belanda.
2. Zaman Optimisme
Zaman optimisme terjadi pada tahun 1945-1962. Pada zaman itu dimulai
penggunaan insektisida diklor difenol trikloroetan (DDT), fungisida ferbam, dan
herbisida 2,4 D (Flint dan van den Bosch 1990). Selama lebih kurang 10 tahun,
penggunaan pestisida menjadi bagian rutin dari kegiatan budi daya tanaman,
seperti halnya pengolahan tanah dan pemupukan. Pada zaman
optimisme, pengendalian OPT tidak memerhatikan perkembangan pemahaman
5
baik terhadap perkembangan babi hutan (Sus scrofa) dan dimanfaatkan oleh babi
hutan sebagai sumber makanan, tempat berlindung, beristirahat dan berkembang
biak. Babi hutan Sus scrofa memiliki adaptasi dan penyebaran yang tinggi pada
habitat yang berbeda, sehingga babi hutan ini dapat berkembang biak dengan cepat,
yaitu 2-10 ekor per kelahiran per tahun (Sibuea dan Tular, 2000).
Berbagai metode perlindungan terhadap serangan babi hutan telah dilakukan oleh
petani secara tradisional, antara lain dengan memagar anakan sawit, memagar kebun,
penggunaan anakan karet besar, penutupan anakan karet dengan semak, berburu,
penggunaan predator (ular python) dan memasang perangkap, namun demikian cara
ini dirasakan kurang efektif, walaupun memerlukan tenaga serta biaya yang cukup
tinggi.
Pengendalian yang efisien harus menggunakan pendekatan landsekap karena
pengendalian serangan babi hutan secara lokal dapat menyebabkan peningkatan
serangan babi hutan pada lokasi lainnya, misalnya kombinasi antara menjaga tempat
untuk berlindung babi hutan (hutan-hutan di sekitaraliran sungai, semak belukar tua
dan lain-lain) dan cara-cara tradisional, sehingga serangan babi hutan tetap pada
tingkat yang wajar yang tidak merugikan petani.
Tikus merupakan salah satu jenis hama penting pada sebagaian besar perkebunan
kelapa sawit (Purba et al., 2005). Ada beberapa jenis tikus yang bertindak sebagai
hama pada perkebunan kelapa sawit, yaitu Rattus tiomanicus Miller, Rattus
argentiventer Robinson and Kloss, dan Rattus tanezumi Temminck (Corley &
Tinker, 2003; Wood & Chung, 2003).
Serangan pada tanaman belum menghasilkanterjadi padapangkalpelepah
hinggabatang mudayang menyebabkanpatahnya pelepah tersebut sehingga
menghambatpertumbuhan tanaman bahkandapat menyebabkankematian tanaman.
Padatanaman menghasilkantikus lebih menyukai memakan buah, baik yang masih
mentah maupun buah matang sehingga secara langsung menyebabkan kehilangan
hasilbaik secarakuantitatif maupun kualitatif. Tikus jugamerusaktandanbunga jantan.
Tingkatseranganhama tikus yang tinggi berkorelasi negatif terhadap kepadatan
populasiserangga penyerbuk per tandan yaitu apabila terjadi peningkatan serangan
hama tikus makapopulasiElaeidobius kamerunicus akan menurun
(Samsuri&Priyautama, 2017).
8
III PEMBAHASAN
Kelas Mamalia (hewan menyusui, mammalia) merupakan kelas hewan vertebrata
yang dicirikan terutama oleh adanya kelenjar susu yang pada betina menghasilkan
susu sebagai sumber makanan anaknya, adanya rambut, dan tubuh yang endoterm
atau berdarah panas. Mamalia terdiri atas lebih dari 5.000 genus dalam 425 famili
dan 46 ordo, bergantung pada sistem klasifikasi ilmiah yang dipakai. Secara
filogenetik, mamalia merupakan semua turunan dari nenek moyang monotremata
(seperti echidna) dan mamalia theria (berplasenta dan berkantung atau marsupial).
Dari kelas mamalia, ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling
merugikan, misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus
argentiventer). Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti
gajah, kera, babi hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang
merugikan. Untuk perkembangan perlindungan tanaman di indonesia saat ini sudah
baik, karena sudah banyak inovasi-inovasi yang diciptakan baik itu dalam hal
teknologi, penggunaan racun serta pengendalian yang lebih berorientasi dalam hal
yang berkelanjutan.
Dampak yang disebabkan oleh OPT mamalia ada yang secara langsung dan tidak
langsung, untuk dampak tidak langsung dari OPT ini yaitu, Dampak positif jangka
lama yang disebabkan oleh OPT ini adalah dapat meninggalkan kotoran yang
berguna sebagai pupuk untuk nutrisi bagi tanaman. Dampak negatif, contohnya
Sarang yang di buat dan ditinggalkan oleh OPT tersebut akan menyebabkan
pertumbuhan dan prosuksi dari tanaman akan terganggu, seperti hama babi hutan dan
landak. Dampak bagi tanaman yang terserang hama tersebut tergantung dengan
tingkat kerusakan yang diakibatkan, jika tingkat kerusakan yang disebabkan besar
maka tanaman tersebut akan mati atau tidak dapat menghasilkan produksi, tapi jika
tanaman yang diserang memiliki tingkat kerusakan yang kecil maka dengan
perbaikan tertentu pada tanaman yang terserang akan mengembalikan siklus hidup
pada tanaman tersebut.
Selain memberikan dampak negatif mamalia juga memiliki dampak positif bagi
tanaman yang dibudidayakan, Seperti contohnya gajah, sapi, kambing dan lainnya
yang bisa menghasilkan pupuk alami yang memiliki kandungan unsur hara
10
Gambar 1. Berbagai kelas mamalia hama: (a) Kalong besar, (b) Bajing Kelapa, (c)Tikus Sawah, (d)
Tikus Ladang, dan (e) Monyet.
b. Morfologi Tupai
Tupai adalah segolongan mamalia kecil yang mirip bajing. Secara ilmiah,
tupai tidak sama dan jauh kekerabatannya dengan keluarga bajing.
Perbedaannya dengan bajing yaitu, tupai tidak mempunyai kumis yang
panjang.Moncongnya pun lebih panjang dan meruncing serta tidak mempunyai
sepasang gigi seri yang besar berbentuk pahat.Seperti bangsa bajing, bangsa tupai
umumnya aktif mencari makan pada siang hari.Tupai umumnya pandai memanjat
dan memiliki indera penglihatan, pendengaran dan penciuman yang baik.
Makanannya terdiri dari serangga dan buah-buahan, namun kadang kala juga
memakan bagian tumbuhan dan binatang lain. Pada musim dingin, sulit bagi tupai
untuk menemukan makanan, sehingga pada musim panas mereka mengumpulkan
makanan untuk dimakan pada bulan-bulan panjang dan dingin berikutnya.Tupai
termasuk di antara binatang-binatang yang menyimpan makanan untuk musim
dingin.Tupai menyimpan makanannya dengan menimbunnya di beberapa
tempat.Berkat ketajaman penciumannya, mereka dapat mengenali aroma biji-bijian
yang tetimbun salju sedalam 30 sentimeter .Akan tetapi, tupai sangat hati-hati ketika
mengumpulkan makanannya.Mereka tidak mengumpulkan buah, daging atau jenis
makanan yang cepat membusuk, tetapi tupai hanya mengumpulkan buah-buahan
kering dan dapat tahan lama seperti kenari, hazelnut, dan buah cemara. Tupai
memiliki otak relatif besar.Rasio besar otak berbanding besar tubuh yang terbesar
pada makhluk hidup, bahkan mengalahkan manusia. Tupai memiliki Tubuh kecil dan
ramping, kepala dan tubuh sekitar 15cm, ekor sekitar 18 cm. Di belakangnya sering
kali terjuntai ekor di atas punggungnya, lebar, tegak, berumbai dan hampir sama
panjang dengan badannya. Berkat ekor panjangnya, tupai dapat melompat dari satu
pohon ke pohon yang lain tanpa kehilangan keseimbangan.
Tupai banyak merusak buah kelapa dengan cara mengerat, baik pada waktu
siang maupun malam. Tubuh tupai berwarna kelabu sampai hitam pada bagian perut
sampai kepalanya, dan di bagian punggung berwarna hitam pada pangkal dan kuning
di ujung. Tupai betina mempunyai 6 pasang kelenjar susu dan satu tahun mampu
beranak 8 kali (Kalshoven,1981).Tupai menyerang buah kelapa yang sudah tua,
dengan ciri serangan terdapat lubang bekas gigitan pada ujung buah dengan sisi yang
rapi/rata (Rukmana dan Saputra, 1997).
13
2. Tikus (Rattus-rattus spp.)
Tikus merupakan hama paling penting dibandingkan dengan hama-hama dari
golongan mamalia lainnya. Perkembangbiakan tikus sangat cepat, dan tanaman yang
disukainya cukup banyak.Tikus dapat menyebabkan kerusakan tanaman padi pada
areal yang luas sejak di persemaian sampai menjelang panen. Disamping itu tikus
juga menyerang tanaman lainnya yaitu jagung, kedelai, kacang tanah, ubi jalar, tebu,
kelapa, dan kelapa sawit (Kalshoven,1981).
Pada umumnya tikus menyerang tanpa mengenal tempat, sejak di persemaian,
pertanaman sampai di tempat penyimpanan.Tikus aktif menyerang tanaman pada
malam hari. Tikus yang lapar akan memakan hampir semua benda yang dijumpainya.
Jika makanan cukup tersedia, tikus akan memilih jenis makanan yang paling disukai,
seperti padi yang sedang bunting, dan jagung muda. Pada saat makanan banyak
tersedia, perkembangbiakan tikus berlangsung sangat cepat (Rukmana dan Saputra,
1997).
Menurut Priyambodo (1995), terdapat 8 spesies tikus yang berperan sebagai
hama, yaitu :
Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer (Rob. & Kl.))
Tikus rumah (Rattus rattus diardi (Jent.))
Tikus cokelat/tikus riul (Rattus rattus norvegicus Berk.)
Mencit rumah (Mus musculus)
Tikus pohon (Rattus tiomanicus Miller)
Tikus huma/ladang (Rattus exulans Peale)
Tikus wirok (Bandicota indica Bechst.)
Mencit ladang (Mus caroli)
Pada umumnya tekstur rambut/bulu tikus agak kasar, kecuali pada mencit
yang lembut dan halus.Hidung tikus berbentuk kerucut, kecuali tikus wirok dan tikus
cokelat hidungnya berbentuk kerucut terpotong. Tikus wirok, tikus cokelat, tikus
sawah, dan mencit ladang, disebut hewan terestrial dengan ciri-ciri : ekor pendek,
panjangnya sama dengan panjang tubuh, ujung jari halus, tonjolan pada telapak kaki
kecil dan halus. Sedangkan tikus pohon, tikus rumah, tikus huma, dan mencit rumah,
disebut hewan arboreal dengan ciri-ciri : ekor panjang lebih panjang dari ukuran
tubuh, ujung jari kasar, tonjolan pada telapak kaki besar dan kasar. Tikus pohon
14
merupakan hama utama kelapa, biasanya melubangi buah kelapa yang masak/tua
dengan lubang tidak teratur di dekat tangkai (Priyambodo, 1995).
Tiga jenis tikus yang sering merusak tanaman pertanian menurut Kalshoven
(1981) adalah sebagai berikut :
a. Tikus sawah (Rattus rattus argentiventer).
Untuk pengendalian yang dilakukan agar hama tikus sawah ini tidak
mengganggu tanaman padi atau mengurangi dampak yang disebabkan oleh OPT ini
dapat dilakukan tindakan berikut :
a. Melakukan pembersihan atau sanitasi lingkungan, pembersihan rumput
dan semak yang suka digunakan tikus untuk bersarang.
b. Dengan melakukan perburuan secara langsung.
c. Memanfaatkan musuh alami sebagai predator bagi tikus.
d. Memasang tirai penyemaian pada saat padi dalam proses penyemaian.
e. Pengendalian dengan cara kimia yaitu pemberian Rodentisida apabila
populasi tikus sangat tinggi
f. Atau dengan pemberian bentangan pagar plastik/terpal setinggi ±60 cm,
ditegakkan dengan ajir bambu setiap jarak 1 m dan dilengkapi dengan
perangkap setiap jarak ±20 m.
membunuh tikus dengan tangan sendiri secara langsung. Hal ini berkaitan dengan
keseimbangan ekosistem karena hubungan mangsa dan predator secara alami.
Sebagian besar usaha pengendalian tikus yang dilakukan adalah dengan melakukan
pengusiran. Apabila dalam keadaan terdapat kasus leptospirosis atau penyakit tular
tikus lainnya, maka akan mendukung terjadinya penularan. Hasil yang hampir sama
diperoleh pada penelitian yang dilakukan Kasnodihardjo diPasuruan tentang adanya
kepercayaan larangan membersihkan tempat keramat yang menjadi tempat tikus
sehingga berperan dalam penularan pes (Kasnodiharjo, Surachman, Zalbawi., 2005).
3. Kelelawar (Cynopterus minutus)
Morfologi Kelelawar
Cynopterus minutus Miller, 1906 merupakan kelelawar berukuran tubuh
paling kecil dari Marga Cynopterus, panjang lengan bawah 53 - 60 mm. Kelelawar
yang berfamili Pteropodidae mempunyai cakar pada jari kedua yang merupakan
adaptasi dari tipe pakannya yaitu buah-buahan.Secara umum, kelelawar mempunyai
selaput kulit antar paha yang berlekatan dengan ekor atau tulang ekor.Perlekatan
18
ekor ini dapat terjadi seluruhnya atau sebagian kecil. Pada kelelawar Codot Mini
selaput kulit antar pahanya tidak berkembang, sehingga memiliki ekor yang
pendek,.Kelelawar Codot Mini memiliki mata yang besar, telinganya tidak memiliki
tragus atau antitargus.Gigi geraham atasnya berukuran sedang, dan berjumlah 4
buah. Tonjolan gerahamnya tumpul. Gigi serinya tidak terbelah di bagian ujungnya.
Kelelawar codot mini ini mempunyai moncong yang pendek, hidungnya agak besar
menyerupai tabung. Kebanyakan jenis ini masa birahinya ditandai warna rambut
disekitar bahunya lebih terang coklat kemerahan.
Kelelawar merusak tanaman dengan cara memakan buah-buahan yang sudah
masak di pohon, seperti buah pisang, mangga, pepaya, durian, dan jambu-jambuan.
Waktu penyerangan kelelawar pada umumnya terjadi malam hari (Rukmana dan
Saputra, 1997). Untuk pengendalian hama kelelawar ini dalam sektor perkebunan
antara lain :
Dalam pengendalian hama ini ada cara pengendalian yang murah dan mudah
dilaksanakan serta aman dari penggunaan kimia berbahaya yaitu dengan
melakukan pembungkusan buah dengan menggunakan plastik transparan agar
melindungi buah dari kontak langsung oleh serangan hama kelelawar tersebut
Dapat juga dilakukan perburuan dengan memasang jaring perangkap atau
dengan menggunakan senjata api.
4. Musang (Paradoxurus hermaphroditus)
Genus : Paradoxurus
Spesies : Paradoxurus hermaphroditus
Morfologi musang
Pada umumnya musang memiliki panjang berkisar 90-100 cm(termasuk
ekor, dan tubuhnya), memiliki warna abu-abu kecoklatan dengan ekor berwarna
hitam mulus.Bagian sisi tubuh musang berwarna abu-abu kecoklatan, dengan
bervariasi warna coklat merah tua hingga kehijauan.Pada bagian punggung terdapat
jalur lurus dengan warna lebih gelap, namun adapun yang berwarna terang, memiliki
bintik-bintik besar dibagian seluruh tubuh dan memiliki bagian perut berwarna lebih
pucat.
Bagian wajah, kaki dan ekor berwarna coklat gelap hingga berwarna
kehitaman.Bagian dahi dan sisi samping wajah hingga dibawah telinga berwarna
keputih putihan. Untuk posisi kelaming musnag betina dekat dengan bagian anus,
dan memiliki tiga puting susu, sedangkan posisi kelamin musang jantan dekat
dengan bagian pusar.Populasi musang di habitat alam tergolong relatif rendah,
namun dapat menimbulkan kerugian bagi para petani.Binatang ini menyukai buah-
buahan yang sudah tua atau masak. Disamping itu, musang bersifat rakus, pemakan
segala jenis tanaman atau hewan, antara lain pemangsa anak ayam (Rukmana dan
Saputra, 1997).
5. Landak (Acantyon brachyurum (L.) = Hystrix javanicus)
Filum : Chordata
Kelas : Mamalia
Ordo : Artiodactyla
Famili : Suidae
Genus : Sus
Pada bagian dorsal tubuhnya memiliki warna coklat kehitaman dan ada garis
warna putih dan bagian ventral berwarna coklat muda.Mempunyai ukuran tubuh
yang besar.Glandula mammae terletak di daerah pelvis.
Babi berukuran sedang, panjang total tubuhnya 120 sampai 220 dengan berat
badan dapat mencapai 150 kg.Tubuhnya nampak ditumbuhi rambut-rambut panjang
yang jarang-jarang, kulit berwarna coklat, kepala nampak besar, kurang proporsional
jika dibandingkan dengan ukuran tubuhnya. Lubang hidungnya menghadap ke depan
seperti corong dengan dibatasi oleh kulit yang tebal. Taringnya kelihatan menyembul
21
ke samping di bagian depan kepala dan di bagian depan bawah telinga terdapat
benjolan. ( Mevia, 2011)
Hasil pengamatan ICRAF terhadap cara pengendalian hama babi hutan yang
dilakukan oleh masyarakat menunjukkan hasil sebagai berikut:
1. Pemagaran kebun dan pembersihan semak kurang efektif karena anakan sawit
tetap terkena serangan yang cukup tinggi. Sedangkan pemagaran individu
anakan sawit dengan bambu dan ikatan duri pada sistem sisipan dapat
mengurangi tingkat serangan babi hutan. Cara ini cukup efektif tetapi
memerlukan biaya tinggi.
2. Kombinasi perlakuan pemagaran individu anakan sawit - penutupan anakan
sawit dengan semak - penggunaan perangkap dan pemberian racun dapat
mengurangi tingkat serangan.
3. Penggunaan kayu manis yang ditanam dengan anakan sawit kurang efektif,
kemungkinan disebabkan kayu manis yang tumbuh kurang baik akibat
kurangnya cahaya.
4. Selain pengendalian dengan cara alami, juga dapat dilakukan dengan
pengendalian secara kimia yaitu, memberikan racun dengan memasukan nya
ke dalam umpan makanan babi hutan, salah satu contoh racun yang biasa
dipakai oleh kebanyakan orang yaitu Temix .
Jarak kebun dengan jalan yang dekat dan aktivitas petani di lahan yang tinggi
dapat mengurangi kehadiran babi hutan. Dari beberapa OPT yang disajikan, hama
mamalia yang banyak menyebabkan kerugian adalah babi hutan, karna dalam
konteks budidaya tanaman babi hutan lebih banyak merusak dengan manakan anakan
dari tanaman seperti kelapa, kelapa sawit, padi , karet dan lainnya. Dan juga babi
hutan yang membuat sarang di dalam area budidaya dapat menggangu pertumbuhan
dan produksi dari tanaman tersebut.
23
Kingdom : Animalia
Phylum : Chordata
Class : Mamalia
Ordo : Proboscidae
Familia : Elephantidae
Genus : Elephas
Gajah sumatera jantan memiliki gading, namun gajah betina tidak memiliki
gading, berbeda dengan gajah afrika baik yang jantan dan yang betina memiliki
gading.Gajah betina sumatera hanya memiliki gigi seri berupa tonjolan, dan tidak
tumbuh panjang membentuk gading.Gajah juga memiliki belalai yang berfungsi
sebagai alat pembau, bernafas, memegang suatu benda atau makanannya dan untuk
berkomunikasi (Eltringham 1982).
c. Habitat Gajah Sumatera
Habitat adalah suatu tempat dimana suatu organisme dapat hidup.Gajah banyak
melakukan pergerakan dalam wilayah jelajah yang luas sehingga menggunakan lebih
dari satu tipe habitat seperti hutan rawa, hutan gambut, hutan habitat hanya dapat
menampung jumlah satwa pada suatu batas tertentu, sehingga daya dukung
menyatakan fungsi dari habitat. Bebearapa tindakan yang dilakukan agar gajah ini
secara langsung tidak menjadi hama bagi tanaman budidaya, yaitu : Melakukan
pembuatan pagar kejut listrik yang memiliki daya tidak terlalu besar,tidak melakukan
perusakan pada habitat yang dilewati atau tempat mencari makanan bagi gajah.
IV PENUTUP
A. Kesimpulan
Tujuan Perlindungan Tanaman antara lain adalah: (a) pencegahan, pengendalian
dan pemantauan/peramalan OPT, (b) peningkatan kuantitas dan kualitas hasil-hasil
pertanian, (c) peningkatan daya saing produk pertanian di pasar, (d)
peningkatan penghasilan dan kesejahteraan petani, (e) peningkatan kualitas dan
keseimbangan lingkungan hidup.
Mamalia terdiri atas lebih dari 5.000 genus dalam 425 famili dan 46 ordo,
bergantung pada sistem klasifikasi ilmiah yang dipakai. Secara filogenetik, mamalia
merupakan semua turunan dari nenek moyang monotremata (seperti echidna) dan
mamalia theria (berplasenta dan berkantung atau marsupial). Dari kelas mamalia,
ordo Rodentia (binatang mengerat) merupakan ordo yang paling merugikan,
misalnya tupai (Callosciurus notatus) dan tikus sawah (Rattus rattus argentiventer).
Disamping itu kelelawar, musang, landak, dan satwa liar seperti gajah, kera, babi
hutan, rusa, dan beruang juga dapat berperan sebagai hama yang merugikan.
25
Persentase kerugian yang disebabkan oleh mamalia ini tidak terlalu besar
dibandingkan dengan OPT jenis lain, karena OPT mamalia hanya menyebabkan
kerusakan pada tanaman yang diserang nya saja tidak menyebabkan penularan
penyakit bagi tanaman lain, dan serangan yang dilakukan OPT ini hanya mencakup
lingkungan tanaman yang relatif kecil. Pengendalian hama ini bisa dilakukan dengan
alami dan kimia, untuk pengendalian alami antara lain, melakukan pembersihan pada
lahan budidaya dengan teratur, memanfaatkan musuh alami dari OPT tertentu agar
mengurangi populasi OPT tersebut, membuat pagar atau jerat untuk OPT tersebut,
dengan melakukan perburuan. Untuk pengendalian kimia bisa di lakukan dengan
pemberian racun kimiawi.
DAFTAR PUSTAKA
Hasyim, Ahsol dkk. 2015. INOVASI TEKNOLOGI PENGENDALIAN OPT
RAMAH LINGKUNGAN PADA CABAI: UPAYA ALTERNATIF
MENUJU EKOSISTEM HARMONIS. Jurnal Pengembangan Inovasi
Pertanian. Vol. 8 : 1-10(online)