NIM : G021231071 SEJARAH PERLINDUNGAN TANAMAN DI DUNIA Sejarah perlindungan tanaman di dunia telah menjadi bagian penting dalam upaya manusia untuk menjaga keberlanjutan dan kelangsungan hidup tumbuhan. Sejak zaman kuno, manusia telah menyadari pentingnya tanaman sebagai sumber makanan, obat-obatan, dan bahan bangunan. Namun, dengan semakin berkembangnya peradaban manusia, penggunaan yang berlebihan terhadap tanaman juga mengancam kelestarian mereka. Salah satu contoh awal dari perlindungan tanaman adalah praktik pertanian berkelanjutan yang ditemukan oleh peradaban Mesir Kuno. Mereka menggunakan rotasi tanaman dan pemupukan organik untuk menjaga kesuburan tanah dan menghindari kerusakan lingkungan. Praktik ini kemudian diadopsi oleh peradaban lain di seluruh dunia. Pada abad ke-19, perlindungan tanaman semakin menjadi fokus utama dengan ditemukannya insektisida pertama oleh Pierre Paul de Roffignac pada tahun 1811. Penemuan ini membuka jalan bagi pengembangan pestisida modern yang digunakan untuk melawan hama dan penyakit pada tanaman. Namun, penggunaan pestisida secara berlebihan juga menimbulkan masalah baru seperti polusi air dan kerusakan ekosistem. Oleh karena itu, sejak akhir abad ke-20, perlindungan tanaman mulai bergeser menuju pendekatan yang lebih ramah lingkungan seperti pengendalian hayati dan penggunaan pestisida organik.Dalam era globalisasi saat ini, tantangan dalam perlindungan tanaman semakin kompleks dengan adanya perdagangan internasional dan perubahan iklim. Oleh karena itu, kerjasama global dalam perlindungan tanaman menjadi sangat penting untuk menjaga keberlanjutan dan kelangsungan hidup tumbuhan. pertanian dalam arti luas merupakan sektor yang penting dan strategis dalam menyambut kehadiran Abad Asia yang diperkirakan akan terjadi pada tahun 2045. Salah satu konsekuensinya adalah lalu lintas perdagangan internasional meningkat yang juga berdampak semakin meningkatnya masalah perlindungan tanaman karena semakin banyak organisme pengganggu tanaman (OPT) baru yang masuk dari luar negeri. Lemahnya kualitas sumber daya manusia (SDM), termasuk SDM dalam bidang perlindungan tanaman, merupakan kendala dalam pembangunan pertanian pada era milenial. kegiatan perlindungan tanaman telah berlangsung sejak masa penjajahan Belanda dan Jepang. Pada masa penjajahan Belanda sebelum tahun 1900, kegiatan pertanian masih bersifat alami, hanya diusahakan untuk pemenuhan kebutuhan sendiri serta belum tersentuh ilmu pengetahuan dan teknologi. Perlindungan tanaman merupakan suatu kegiatan dalam menanggulangi kerusakan tanaman, baik tanaman yang masih berada di perkebunan, ladang, sawah dan lahan pertanian lainnya. Perlindungan tanaman bertujuan untuk mendapatkan rendemen ekonomi yang optimal dengan kerusakan lingkungan yang minimal. Tanpa kegiatan perlindungan tanaman yang teratur, produksi pangan dunia akan terganggu. Perlindungan tanaman menyangkut berbagai macam jasad pengganggu, seperti hama, penyakit dan gullma baik yang terdapat dilapangan maupun di tempat lainnya, setiap tanaman memiliki ketahanan tersendiri terhadap serangana bermacam - macam jasad penganggu. Dengan munculnya berbagai macam dan jenis hama dan penyakit yang menyerang tanaman budidaya yang berdampak terhadap produksi nilai ekonomisnya, muncullah pemikiran dan inisiatif untuk mngendalikan serangan tersebut. Berdasarkan pemikiran inilah mulai muncul konsep perlindungan tanaman, dan hingga kini terus berkembang sehingga dapat menciptakan suatu solusi pengendalian hama dan penyakit yang lebih efisien, ramah lingkungan, dan tidak membahayakan terhadap petani maupun lingkungan hidup serta tidak mengganggu keanekaragaman hayatinya. Pengendalian hama dan penyakit tanaman merupakan bagian dari sistem budidaya tanaman yang bertujuan untuk membatasi kehilangan hasil akibat serangan OPT menjadi seminimal mungkin, sehingga diperoleh kwalitas dan kwantitas produksi yang baik. Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) adalah salah satu faktor pembatas dalam usaha budidaya tanaman sayuran. Kekhawatiran yang berlebih terhadap OPT biasanya mendorong penggunaan pestisida dengan efikasi tinggi, tanpa memperhitungkan dampak negatifnya terhadap lingkungan. Gangguan yang ditimbulkan oleh masing-masing OPT dapat terjadi sejak benih mulai ditanam sampai dengan masa panen hingga penyimpanan hasil di dalam tempat penyimpanan atau gudang. Contoh hama pada pertanaman di lapangan adalah hama wereng (Nilaparvata lugens) yang menyerang tanaman padi sehingga dapat menyebabkan puso. Kutu beras dan kutu jagung (Sitophilus oryzae dan S. zeamays) merupakan hama pasca panen yang dapat merusak gabah atau beras serta jagung di tempat penyimpanan sehingga komoditas menjadi hancur dan rusak. Tikus merupakan salah satu contoh hama yang merusak baik pada saat tanaman masih di lapangan maupun pada saat komoditas sudah disimpan di gudang penyimpanan. meningkatnya kesejahteraan masyarakat, kesadaran akan kesehatan diri dan kelestarian lingkungan membuat tuntutan masyarakat akan kualitas bahan makanan dan lingkungan hidup makin meningkat. Hal ini terlihat dari berbagai kegiatan pertanian seperti munculnya kegiatan pertanian organik dan penerapan teknologi Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Salah satu tujuan praktis sistem PHT adalah mengurangi penggunaan pestisida sintetik, antara lain dengan mengintroduksi pestisida nabati yang mampu menggantikan pestisida sintetik tersebut. Indonesia merupakan salah satu habitat asli tanaman pestisida nabati. Oleh karena itu pemanfaatan sumber daya alam tersebut secara maksimal merupakan sumbangan yang sangat berarti bagi pembangunan dalam sektor pertanian. Penyakit tanaman dapat menimbulkan kerugian secara langsung karena penyakit tanaman mengurangi kuantitas dan kualitas hasil, serta meningkatkan biaya produksi. Kerugian tersebut selanjutnya dapat menyebabkan terjadinya serangkaian kerugian tidak langsung yang dirasakan oleh masyarakat. Biaya produksi yang tinggi menyebabkan para konsumen terpaksa membayar harga yang lebih tinggi. Berkurangnya hasil menyebabkan lesunya pengangkutan dan ekspor melesu, pajak berkurang, dan lain sebagainya. Departemen Pertanian, Kerajinan dan Perdagangan Hindia Belanda dibentuk pada 1 Januari 1905 dengan Direktur pertama kalinya Dr. M. Treub. Tugas Departemen Pertanian adalah memperbaiki keadaan pertanian, peternakan dan perikanan tradisional yang kemudian dikenal sebagai pertanian rakyat. Pemerintah Hindia Belanda mulai membangun jaringan irigasi dan infrastruktur lainnya guna meningkatkan produksi padi, palawija, dan sayuran. Adanya kebijakan Departemen Pertanian menyebabkan produksi tanaman pangan meningkat sehingga kebutuhan beras dapat dipenuhi. Berbagai upaya dilakukan untuk memenuhi kebutuhan pangan, program pemenuhan kebutuhan pangan rakyat ini dicoba dikembangkan oleh pemerintahan termasuk pengembangan tanaman pangan baik padi maupun jagung, meskipun hasil yang diperoleh masih rendah. Pada masa pemerintahan orde baru tahun 1970an telah mengeluarkan Program Repelita I dan diikuti dengan Repelita-repelita selanjutnya. Program pembangunan berencana tersebut memberikan prioritas utama pada pembangunan pertanian nasional dengan tujuan peningkatan produksi padi menuju tercapainya swasembada beras nasional. pestisida dimasukkan sebagai salah satu paket produksi yang harus diambil sebagai kredit oleh petani peserta program. Kredit tersebut nanti harus dikembalikan oleh petani setelah panen tiba. Kebijakan intensifikasi pertanian yang mendorong peningkatan penggunaan pestisida oleh petani yang semula belum mengenal pestisida Konsep perlindungan hama dan penyakit menggunakan pestisida ditinggalkan karena tidak sesuai dengan kaidah lingkungan hidup yang menjaga kelestarian lingkungan dan keragaman hayati serta hilangnya beberapa musuh alami hama dan penyakit. Konsep lain yang mulai ditinggalkan adalah pertanian secara intensif baik dalam budidaya maupun penanggulangan hama dan penyakit. Konsep penanggulangan ini hanyaberkonsentari terhadap produksi dan mutu hasil budidaya tanpa memikirkan dampak yang ditimbulkan seperti adanya zat-zat beracun yang ikut terbawa oleh hasil panen, hilangnya karegaman biota, dandampak lainnya yang timbul akibat pertanian secara intensif tersebut.
Ilmu penyakit tumbuhan merupakan ilmu yang mempelajari karakteristik penyakit,
penyebab penyakit, interaksi tumbuhan dan patogen, dan lingkungan biotic serta abiotik, faktor-faktor yang mempengaruhi perkembangan penyakit dalam suatu populasi atau individual tumbuhan; dan berbagai cara pengendalian penyakit. Ilmu penyakit tumbuhan juga memiliki aspek seni, yaitu dalam aplikasi pengetahuan yang diperoleh dari mempelajari ilmu tersebut. Jadi tujuan utama dalam mempelajari ilmu penyakit tumbuhan adalah mencegah atau menekan seminimal mungkin terjadinya penyakit tumbuhan, meningkatkan produksi makanan, menjaga kuantitas dan kualitas hasil panen. Dengan demikian, hasil panen aman digunakan, terutama tanaman untuk bahan serat, obat-obatan, dan komoditas yang memiliki nilai estetika. Telah dikemukakan bahwa ketergantungan manusia kepada tanaman sangat tinggi, karena hanya tumbuhan berhijau daun yang dapat mengkonversi energi matahari menjadi energi kimia. Jika penyakit mematikan tumbuhan, maka mahluk hidup yang lain akan sangat menderita dan mati. Dalam kesimpulannya, Sejarah perlindungan tanaman di dunia telah mengalami revolusi dan praktik pertanian berkelanjutan hingga penggunaan pestisida modern dan pendekatan yang lebih ramah lingkungan. Perlindungan tanaman menjadi semakin penting dalam upaya manusia untuk menjaga keberlanjutan dan kelangsungan hidup tumbuhan di Tengah tantangan global saat ini. DAFTAR PUSTAKA Siti astuti.2011.sejarah perlindungan tanaman. Komunitas Ilmiah Berjiwa Wirausaha. Susamto somowiyarjo.gulta galma dalam perlindungan tanamn tropika.gadjah mada university press anggota IKAPI dan APPTI.2021. Ir. Sri Hendrastuti Hidayat Dr. Ir. Purnama Hidayat.dasar-dasar perlindungan tanaman.triganda kaya.jakarta.1994.