Anda di halaman 1dari 5

TANAH HISTOSOL

A. Pengertian Tanah Histosol

Tanah Histosol atau tanah Organosol yang saat ini lebih populer disebut tanah
gambut adalah tanah yang terbentuk dari akumulasi bahan organik seperti sisa-sisa
jaringan tumbuhan yang berlangsung dalam jangka waktu yang cukup lama. Tanah
gambut umumnya selalu jenuh air atau terendam sepanjang tahun kecuali
didrainase. Secara alami, tanah gambut terdapat pada lapisan tanah paling atas, di
bawahnya terdapat lapisan tanah aluvial pada kedalaman yang bervariasi. Disebut
sebagai lahan gambut apabila ketebalan gambut lebih dari 50 cm. Dengan demikian,
lahan gambut adalah lahan rawa dengan ketebalan gambut lebih dari 50 cm
Menurut Taksonomi Tanah, disebut tanah gambut (histosol) dengan ketentuan
apabila :
1. tidak mempunyai sifat-sifat tanah andik pada ≥ 60% ketebalan di antara
permukaan tanah dan kedalaman 60 cm, atau diantara permukaan tanah dan
kontak densik, litik, atau paralitik, atau duripan, apabila lebih dangkal;
2. memiliki bahan tanah organik yang memenuhi satu atau lebih sifat berikut;
a. terletak di atas bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu apung dan/atau
mengisi celah-celah di antara batu-batuan tersebut, dan langsung di bawah
bahan-bahan tersebut terdapat kontak densik, litik, atau paralitik; atau
b. apabila ditambahkan dengan bahan-bahan sinderi, fragmental, atau batu
apung yang berada di bawahnya, maka total ketebalannya sebesar ≥ 40 cm,
di antara permukaan tanah dan kedalaman 50 cm; atau
c. menyusun ≥ 2 /3 dari ketebalan total tanah sampai ke kontak densik, litik,
atau paralitik dan tidak mempunyai horizon mineral atau memiliki horizon
mineral dengan ketebalan total ≤ 10 cm atau;
d. jenuh air selama ≥ 30 hari setiap tahun dalam tahun -tahun normal (atau
telah di drainase), mempunyai batas atas di dalam 40 cm dari permukaan
tanah, dan memiliki ketebalan total sebagai berikut:
(1) apabila ≥ ¾ bagian volumenya terdiri dari serat-serat lumut, atau
apabila berat jenisnya, lembab, sebesar < 0,1 g/cm3 , ≥ 60 cm; atau
(2) apabila terdiri dari bahan saprik atau hemik, atau bahan fibrik yang <
¾ ( berdasarkan volume) terdiri dari serat-serat lumut dan berat jenisnya,
lembab, sebesar ≥ 0,1 g/cm 3 , 40 cm atau lebih
B. Potensi Tanah

Tanah Histosol dapat digunakan untuk usaha pertanian, tetapi dengan syarat
harus dilakukan perbaikan drainase terlebih dahulu. Sebagai akibatnya, akan terjadi
penyusutan volume tanah (subsidence). Besarnya penyusutan dipengaruhi oleh
dalamnya saluran drainase sebagai berikut :

Y = (X – 2,45) / 14,77
Dimana Y adalah besarnya subsidence ( inch / tahun ) dan X adalah rata – rata
dalamnya saluran (inchi). Kebakaran merupakan bahaya yang sering terjadi pada
Histosol yang telah diperbaiki drainasenya. Apabila pembukaan lahan dilakukan
dengan cara pembakaran hutan dan gambut yang dimaksudkan
untuk membebaskan garam terlarut dan mempertinggi pH maka akan timbul
beberapa kerudian. Diantaranya adalah :
1. Reaksi gambut yang kaya kapur menjadi alkalis
2. Hilangnya gambut sebabkan tanah bawah tersembul
3. Lapisan bahan organik yang subur di permukaan tanah hilang terbakar
4. Permukaan gambut menjadi rendah
5. Di musim kemarau sangat membahayakan lingkungan sekitar
6. Garam-garam yang basah, akibat pembakaran, akan dilarutkan dan
dihanyutkan air hujan.
7. Pada musim kemarau, kepekatan garam air tanah sangat tinggi sehingga
merusakkan tumbuhnya tanaman

Jenis tanaman yang dapat diusahakan pada tanah Histosol tergantung dari iklim
di mana tanah tersebut ditemukan. Karena bulk density yang rendah, tanah ini
sesuai untuk ditanami macam – macam tanaman sayur – sayuran. Sering juga
ditanami bawang merah, kentang, dan wortel. Di Indonesia sendiri, banyak
digunakan untuk bertanam padi terutama tanah – tanah gambut yang tidak terlalu
dalam karena cukup subur.

Tanah gambut yang dalam umumnya kurang subur dibandingkan yang lebih
dangkal karena tanah gambut dangkal berasal dari sisa – sisa vegetasi hutan yang
lebih kaya unsur hara daripada gambut dalam. Pada gambut dangkal, pertumbuhan
vegetasi hutan umumnya masih dipengaruhi oleh air sungai yang banyak
mengandung unsur hara. Selain itu, akar – akar vegetasi masih dapat masuk ke
dalam tanah mineral di bawahnya untuk menyerap unsur hara sehingga vegetasi
yang tumbuh dan kemudian membusuk di tempat ini banyak pula mengandung
unsur hara. Apabila gambut ini makin tebal, maka tinggi permukaan tanah gambut
dapat menjadi lebih tinggi dari permukaan air sungai, sehingga air sungai tidak lagi
pernah meluap di atas permukaan gambut ini. Akibatnya air yang tersedia di situ
hanyalah air hujan yang miskin unsur hara, sehingga tanaman yang tumbuh di
atasnya menjadi miskin unsur hara. Demikian pula makin tebal gambut maka
vegetasi hutan yang tumbuh di situ, akar – akarnya tidak lagi dapat mencapai
lapisan tanah mineral yang lebih kaya unsur hara. Oleh karena itu, sisa – sisa
vegetasi yang tertimbun di permukaan tanah ini juga merupakan gambut yang
kurus. Tanah gambut sering digunakan sebagai sumber energi (sumber bahan
bakar). Selain itu, Histosol mempunyai daya menyangga (bearing capacity) sangat
rendah sehingga pembuatan bangunan di atasnya banyak mengalami kesulitan.

C. Agihan Distribusi

Di Indonesia, tanah Histosol merupakan golongan kedua terluas setelah


podsolik dan menempati 10% dari daratan Indonesia. Penyebaran tanah Histosol
sebagian besar di Sumatra (4,3 juta ha), Kalimantan (9,3 juta ha) dan Papua (4,6
juta ha) yang ditaksir mencakup areal seluas 18,2 juta ha dan merupakan nomor
empat terbesar di dunia setelah Kanada, Rusia dan Amerika Serikat. Untuk melihat
distribusinya, dapat dilihat dari pembagian tanah Histosol berdasarkan penyebaran
topografinya, yaitu:

1. Gambut ombrogen Penyebarannya di daerah dataran pantai Sumatra,


Kalimantan dan Papua. Terletak di dataran pantai yang berawa, mempunyai
ketebalan 0,5 m – 16 m. Terbentuk dari sisa tumbuhan hutan dan rawa dan
hampir selalu tergenang air.
2. Gambut topogen Terbentuk di daerah cekungan (depresi) antara rawa – rawa
di daerah dataran rendah maupun di pegunungan, berasal dari sisa tumbuhan
rawa, ketebalan 0,5 m – 6 m, bersifat agak asam, kandungan unsur hara relatif
tinggi. Contohnya berada di Rawa Pening, Ambarawa, dan Segara Anakan,
Cilacap.
3. Gambut pegunungan Contohnya ada di pegunungan Dieng. Gambut jenis ini
terbentuk di daerah pegunungan dan terbentuk dari sisa – sisa tumbuhan.
DAFTAR PUSTAKA
Hardjowigeno, Sarwono, Prof. Dr. Ir. H. 2003. Klasifikasi Tanah dan Pedogenesis.
Jakarta : Penerbit Akademika Pressindo
Jamulya dan Suratman Woro Suprojo. 1993. Pengantar Geografi Tanah.
Yogyakarta : Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada.
Najiyati S; L Muslihat ; INN Suryadiputra. 2005. Panduan Pengelolaan Lahan
Gambut untuk Pertanian Berkelanjutan. Proyek Climate Change, Forests and
Peatlands in Indonesia. Wetlands International – Indonesia Programme dan
Wildlife Habitat Canada. Bogor. Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai