Anda di halaman 1dari 23

UJI ANTAGONISME Trichoderma sp.

TERHADAP JAMUR Fusarium


oxysporum PENYEBAB LAYU PADA TANAMAN TOMAT (Solanum
lycopersicum L.) SECARA in vitro

OLEH:

NAMA : YUKE ALFADHEL ZEGA

NO BP : 1910252032

KELOMPOK : 8 (DELAPAN)

ASISTEN : 1. SILVA DIKA RAHAYU (1710253020)

2. ANDINI WIDIASTI (1810252046)

DOSEN PENGAMPU : 1. Prof. Dr. Ir. NURBAILIS, MS.

2. Prof. Dr. Ir. TRIZELIA, M.Si.

PROGRAM STUDI PROTEKSI TANAMAN


FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS ANDALAS
PADANG
2020
KATA PENGANTAR
Puji syukur marilah kita ucapkan kepada Tuhan YME atas limpahan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberi kesempatan untuk menyelesaikan
penulisan Laporan Pratikum Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat.
Laporan ini dibuat untuk melengkapi tugas pratikum yang dilakukan
mengenai kuliah Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat. Pada kesempatan
ini penulis ucapkan terima kasih kepada semua pihak yang rela membantu
penulisan laporan ini. Terutama kepada Dosen Penanggung Jawab Praktikum dan
Asisten Praktikum serta teman-teman sesama praktikan.
Penulis sangat menyadari bahwa laporan yang dibuat ini masih jauh dari
kata sempurna, untuk itu penulis dengan senang hati menerima kritik dan saran
demi kesempurnaan laporan ini untuk yang akan datang. Penulis juga sangat
berharap supaya laporan ini bisa bermanfaat bagi orang lain terutama pembaca.
Atas segala perhatian yang telah diberikan penulis mengucapkan terima kasih.

Padang, 12 April 2022


DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Pengendalian Hayati merupakan suatu pemanfaatan mikroorganisme yang
bertujuan untuk mengendalikan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT). Adapun
kegiatan atau aktivitas dalam pengendalian hayati yaitu pemberian
mikroorganisme antagonis dengan perlakuan tertentu yang bertujuan untuk
meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah diantaranya dengan pemberian
bahan organik sehingga mikroorganisme antagonis menjadi tinggi aktivitasnya di
dalam tanah. Secara alamiah mikroorganisme antagonis banyak dijumpai pada
tanah-tanah pertanian sehingga menciptakan tingkat pengendalian hayati itu
sendiri terhadap satu atau banyak jenis patogen tumbuhan, tanpa adanya campur
tangan manusia. Namun demikian, manusia sudah banyak memanfaatkan dan
meningkatkan efektifitas antagonisme itu dengan memasukan jenis antagonisme
baru serta meningkatkan populasinya.

Banyak keuntungan dan kerugian penggunaan agensia hayati dalam


pemanfaatannya untuk mengatasi penyakit tanaman. Agensia hayati berfungsi
untuk menekan populasi patogen sehingga berakibat pada perbaikan pertumbuhan
tanaman Agensia pengendali hayati pada perakaran tanaman sangat unik karena
keterkaitannya dengan eksudat akar. Pada lingkungan tanah, posisi agensia hayati
sebagai penyeimbang antara tanaman dan patogen. Agensia hayati berpengaruh
terhadap tanaman, patogen serta lingkungan. Pengaruh agensia hayati terhadap
tanaman yaitu kemampuan melindungi tanaman atau mendukung pertumbuhan
tanaman melalui salah satu mekanismenya, yaitu mendukung pertumbuhan
tanaman. Sementara itu tanaman menyediakan nutrisi bagi agensia pengendali
hayati dalam bentuk eksudat akar, yang sangat diperlukan untuk pertumbuhannya.
Sedangkan pengaruh agensia hayati terhadap patogen sangat jelas yaitu menekan
daya tahan dan pertumbuhan patogen. Penekanan ini akan menyebabkan
penurunan populasi patogen di alam. Lingkungan hidup, baik itu biotik maupun
abiotik sangat berperan dalam kelangsungan hidup agensia pengendali hayati.
Agensia hayati sangat dipengaruhi oleh iklim terutama iklim mikro (suhu, pH,
kelembaban, dan beberapa komponen lainnya)
Pupuk merupakan bahan tambahan yang diberikan ke tanah dengan tujuan
untuk memperkaya atau meningkatkan kondisi kesuburan tanah baik kimia, fisik
maupun biologis. Pupuk pada umumnya terbagi menjadi 2 kelompok yaitu pupuk
anorganik dan pupuk organik (kompos). Pengomposan adalah proses perombakan
(dekomposisi) bahan-bahan organik dengan memanfaatkan peran atau aktivitas
mikroorganisme. Melalui proses tersebut, bahan-bahan organik akan diubah
menjadi pupuk kompos yang kaya dengan unsur-unsur hara baik makro ataupun
mikro yang sangat diperlukan oleh tanaman.

Proses pengomposan adalah proses dimana bahan organik mengalami


penguraian secara biologis, khususnya oleh mikroba yang memanfaatkan bahan
organik sebagai sumber energi. Pengomposan adalah proses yang merubah limbah
organik menjadi pupuk organik melalui kegiatan biologi pada kondisi yang
terkontrol. Kompos sebagai pupuk organik berfungsi sebagai sumber bahan
organik atau sumber hara yang sangat dibutuhkan oleh tanaman.

Menurut Soepardi (1983) bahwa pengolahan pupuk organik yang berasal


dari kotoran sapi merupakan salah satu alternatif dalam penerapan teknologi tepat
guna. Pupuk organik banyak kandungan hara diantaranya 0,5% N, 0,25% P2O5
dan 0,5% K2O yang dapat menyuburkan tanah. Potensi feses atau kotoran ternak
yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk sangat tinggi seiring dengan
meningkatnya populasi sapi. Berdasarkan data statistik pertanian tahun 2015
diketahui bahwa populasi sapi potong pada tahun 2014 mencapai 136.638 ekor.

Berdasarkan pendapat Goerge (1991), pengomposan merupakan proses


dekomposisi materi organik yang dapat dipercepat oleh berbagai jenis bakteri,
jamur dan ragi, dalam kondisi suhu, kelembaban dan intensitas oksigen tertentu.
Baik dalam reaksi biologis mikroorganisme secara aerobik maupun anaerobik
dalam kondisi yang terkendali. Salah satu starter yang dapat digunakan untuk
mempercepat proses penguraian kompos adalah Trichoderma Harzianum.
Trichoderma harzianum merupakan organisme pengurai, juga sebagai agen hayati
dan stimulator pertumbuhan tanaman. Dalam pembuatan pupuk organik
trichoderma harzianum berperan sebagai biodekomposer, mendekomposisi limbah
organik menjadi kompos yang bermutu sehingga tersediannya unsur hara bagi
pertumbuhan tanaman.

Pupuk hayati dan pupuk organik berdaya ameliorasi ganda dengan


berbagai proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan
sekaligus mengonversi tanah serta menyehatkan ekosistem tanah, dan
menghindari pencemaran lingkungan.
BAB. II TINJAUAN PUSTAKA

A. TANAMAN TOMAT (Solanum lycopersicum)

Secara lengkap ahli-ahli botani mengklasifikasikan tanaman tomat secara


sistematik sebagai berikut:

Kingdom: Plantae,

Divisi: spermatophyta,

Kelas: dicotyledoneae,

Ordo: plemoniales,

Famili: Solanaeae,

Genus: Lycopersion,

Spesies: Lypersion esculentum Mill (Jones, 2008).

Tanaman tomat memiliki akar tunggang, akar cabang, serta akar serabut
yang berwarna keputih-putihan dan berbau khas. Perakaran tanaman tidak terlalu
dalam, menyebar ke semua arah hingga kedalaman rata-rata 30-40 cm, namun
dapat mencapai kedalaman hingga 60-70 cm. Akar tanaman tomat berfungsi untuk
menopang berdirinya tanaman serta menyerap air dan unsur hara dari dalam
tanah. Oleh karena itu tingkat kesuburan tanah dibagian atas sangat berpengaruh
terhadap pertumbuhan tanaman dan produksi buah, serta benih tomat yang
dihasilkan (Pitojo, 2005).

Batang tanaman tomat berbentuk bulat dan membengkak pada buku-buku


batang. Batang yang masih muda terdapat rambut-rambut dan juga ada yang
berkelenjar. Batang tanaman tomat sangat rapuh sehingga mudah patah, sebaiknya
diberikan ajir dengan mengunakan kayu atau tali untuk bersandar, namun harus
dibantu dengan beberapa ikatan agar tanaman dapat berdiri tegak. Jika tanaman
dibiyarkan melatah akan terdapat banyak cabang. Tanaman tomat termasuk dalam
golongan tanaman perdu (Rismunandar, 2001).
Perbungaan tumbuh berlawanan dan berada diantara daun. Bunga tomat
adalah bunga sempurna, berdiameter sekitar 2 cm dan sering mengantung dengan
mahkota bunga (korola) berbentuk bintang berwarna kuning; kepala sari kuning
menyatu membentuk tabung. Bunga umumnya menyerbuk sendiri (Esrita et al,
2011).

Buah tomat adalah buah buni, saat muda berwarna hujau dan berbulu serta
relatif keras, setelah tua berwarna merah muda, merah atau kuning, cerah dan
mengkilat serta relatif lunak. Diameter buah tomat antara 2-15 cm, tergantung
varietasnya. Jumlah ruang didalam buah juga bervariasi, ada yang hanya dua
seperti pada buah cherry dan tomat romo atau lebih dari dua seperti tomat
marmade yang beruang delapan. Pada buah masih terdapat tangkai bunga yang
berubah fungsi menjadi sebagai tangki buah serta kelopak bunga yang beralih 5
fungsi menjadi kelopak bunga (Pitojo, 2005).

Daun tomat mudah dikenali karena mempunyai bentuk yang khas, yaitu
berbentuk oval, bergerigi, dan mempunyai celah yang menyirip. Daunnya yang
berwarna hijau dan berbulu mempunyai panjang sekitar 20-30 cm dan lebar daun
15-20 cm. daun tomat tumbuh didekat ujung dahan atau cabang, sementara itu,
tangkai daunnya berbentuk bulat memanjang sekitar7-10 cm dan ketebalan 0,3-0,5
mm (Wiryanta, 2004).

Biji tomat berbentuk pipih, berbulu dan berwarna putih kekunigan dan
coklat muda. Panjang 3-5 mm dan lebarnya 2-4 mm. Biji saling melekat dan
diselimuti daging buah dan tersusun berkelompok dan dibatasi daging buah.
Jumlah biji bervariasi tergantung varietas dan lingkungan, maksimal 200 biji
perbuah. Umumnya biji digunakan sebagai bahan perbanyakan tanaman (Redaksi
Agromedia, 2007).

B. JAMUR PATOGEN Fusarium oxysporum

Penyakit layu fusarium merupakan salah satu penyakit yang sering


menyerang tanaman tomat. Penyakit ini disebabkan oleh jamur Fusarium
oxysporum. Ditemukannya penyakit layu Fusarium diduga karena penyakit layu
fusarium merupakan patogen tular tanah dan perkembangannya sangat
dipengaruhi oleh suhu, airase, keasaman tanah dan kesuburan tanah (Sopialena,
2015).

Fusarium oxysporum dapat bertahan dalam tanah dalam bentuk


klamidiospora, karena termasuk penyakit soil borne. Pengunaan fungisida untuk
mengendalikan patogen di dalam tanah terbukti tidak efektif karena
senyawasenyawa yang dihasilkan fungisida menjadi tidak bersifat biosikdal,
karena adanya bahan organik di dalam tanah yang berfungsi sebagai penetral
racun (Djatnika dkk., 2003).

Gejala yang menyolok dari penyakit layu Fusarium awalnya adalah


terjadinya penguningan tepi daun yang lebih tua. Gejala ini awalnya sulit
dibedakan dari gejala defisiensi kalium, terutama pada kondisi kering atau dingin.
Penguningan berkembang dari daun tertua menuju daun termuda, kemudian
secara berangsur-angsur tangkainya layu sehingga patah di sekiar pangkal daun,
dan mengantung di sekeliling batang semu (Saragih dan Sillahi, 2006).

Daur hidup oxysporum mengalami fase patogenesis dan saprogenesis.


Pada fasepatogenesis, jamur hidup sebagai parasite pada tanaman inang. Apabila
tidak ada tanaman inang, patogen hidup di dalam tanah sebagai saprofit pada sisa
tanaman dan masuk fase saprogenesis, yang dapat menjadi sumber inokulim
untuk menimbulkan penyakit pada tanaman lain (Alfizar dkk., 2011).

Gejala penyakit layu Fusarium pertama terlihat mulai hari kedua setelah
inokulasi saat tanaman berumur 22 HST. Gejala penyakit layu Fusarium diawali
dengan menguningnya daun bagian bawah tanaman sehingga menyebabkan
jaringan daun mati (gejala nekrosis) dan kemudian kering. Gejala lebih lanjut
diikuti layunya tanaman bagian atas, pada serangan tingkat lanjut tanaman akan
rebah dan mati. Makrokonidia jamur F. oxysporum lycopersici berbentuk panjang
dengan ujung runcing (fusi) agak melengkung menyerupai bulan sabit, ramping
dan terdiri dari 3-5 septa.

Makrokonidia seringkali berpasangan atau dalam kelompok. Miselium


jamur bersekat dan tidak berwarna. Rata-rata konidia berukuran 31,84µm, dengan
lebar hifa 5,08 µm, dan tebal dinding sel yakni 1,13 µm. Salah satu penyakit yang
menjadi penghambat dan faktor pembatas pada pertumbuhan tanaman tomat yaitu
penyakit layu yang disebabkan oleh jamur oxysporum lycopersici yang
merupakan salah satu penyakit utama pada tanaman tomat. Penyakit ini pernah
dilaporkan menimbulkan kerugian yang besar di Jawa Timur dengan tingkat
serangan mencapai 23% (Bustaman, 1997). Sedangkan di Kalimantan Tengah
serangan patogen ini mencapai 25%-50% berdasarkan data Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (1997).

Menurut Novizan (2002) teknik pengendalian lain dapat dilakukan dengan


memanfaatkan agen hayati yang bersifat antagonis seperti Trichoderma spp.
Selain bersifat hiperparasit terhadap cendawan patogen tular tanah, cendawan
antagonis ini juga bersifat dekomposer yang dapat mempercepat proses
pembuatan kompos. Soesanto (2008) menyatakan bahwa penggunaan pestisida
secara terus-menerus dalam jumlah yang besar dapat mengakibatkan matinya
musuh alami dan menimbulkan resistensi patogen pada tanah. Trichoderma
diketahui memiliki kemampuan antagonis terhadap cendawan pathogen.

Pengendalian secara biologi sudah luas digunakan dengan menggunakan


jamur-jamur saprofit yang bersifat antagonis terhadap Fol di antaranya dengan
menggunakan fungi mikoriza arbuskula (FMA). Fungi Mikoriza Arbuut sudah
banyak diteliti sebagai agen antagonis terhadap beberapa patogen penyebab
penyakit tanaman. Potensi FMA sebagai agen antagonis tergantung pada kondisi
lingkungan. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa perkembangan FMA
tidak terjadi pada media yang tidak diinokulasi dengan Trichoderma spp (Santoso
dkk., 2007).

C. AGENS PENGENDALIAN HAYATI (Trichoderma sp.)

Kingdom : Fungi

Divisi : Ascomycotina

Sub Divisi : Pezizomycotina

Kelas : Sordariomycetes

Ordo : Hypocreales
Famili : Hypocreaceae

Genus : Trichoderma

Spesies : Trichoderma sp.

Trichoderma sp. adalah jamur yang terdapat pada hampir semua tanah dan
habitat beragam menurut (Gusnawaty, 2014). Dalam tanah, Trichoderma sp.
jamur yang paling lazim sering ditemukan. Beberapa strain rizosfer sangat
kompeten, yaitu mampu menginfeksi dan tumbuh di akar sebagaimana yang
Trichoderma sp. lakukan. Setelah Trichoderma sp. masuk dan kontak dengan
akar, Trichoderma sp. menginfeksi permukaan akar atau korteks, tergantung pada
strain. Kehadiran mereka disukai oleh akar tanaman tingkat tinggi, dimana
Trichoderma sp. dapat berguna sebagai pemicu pertumbuhan tanaman, pengurai
unsur hara tanaman, pengurai herbisida dialat dalam tanah meskipun lambat dan
juga berpotensi sebagai agen hayati dalam pengendalian penyakit tanaman (Eric,
2010).

 Kompetisi untuk meperoleh nutrisi dan tempat

Dalam menghasilkan berbagai bentuk spora, zat anti jamur maupun anti bakteri,
jamur antagonis dipengaruhi oleh substrat atau media organik tempat tumbuhnya.
Kombinasi jamur antagonis dan media organik yang tepat harus digunakan agar
dapat menekan penyakit dengan baik. Penekanan penyakit dapat efektif dengan
menyelubungi sejumlah kecil kombinasi jamur antagonis dan media organik yang
tepat langsung pada biji dibandingkan jika diaplikasikan langsung pada tanah.

 Mikoparastik

Mikoparastik adalah kemampuan menjadi parasit bagi jamur patogen dan


menghasilakan enzim yang mampu mekuruhkan atau mencerna dinding sel.

 Antibiosis

Antibiosis adalah kemampuan menghasilkan antibiotik seperti alametichin,


paracelsin, trichtoxin, yang dapat menghancurkan sel jamur melalui pengerusakan
terhadap permebilitas membran sel, dan enzim chitinase, lamiarinase, yang dapat
mentyebabkan lisis dinding sel.

Manfaat jamur Trichoderma sp. yaitu :

a. Sebagai organisme pengurai dan membantu proses dekomposer dalam


pembuatan pupuk bokashi dan kompos (Lisa Marianah, 2013)

b. Sebagai agensia hayati, sebagai aktifator bagi mikroorganisme lain di dalam


tanah, stimulator pertumbuhan tanaman. Mengingat peran Trichoderma sp. yang
sangat besar dalam menjaga kesuburan tanah dan menekan populasi jamur
patogen, sehingga Trichoderma sp. memiliki potensi sebagai kompos aktif juga
sebagai agen pengendali organism patogen. Trichoderma sp. merupakan jamur
tanah yang berperan dalam menguraikan bahan organik tanah, dimana bahan
organik tanah ini mengandung beberapa komponen zat seperti N, P, S dan Mg dan
unsur hara lain yang dibutuhkan tanaman dalam pertumbuhannya. Trichoderma
sp. dapat menguraikan posfat dari Al, Fe dan Mn. Pada pH rendah ion P akan
mudah bersenyawa dengan Al, Fe dan Mn, sehingga tanaman sering mengalami
keracunan Al dan Fe. Keracunan Al akan menghambat pemanjangan dan
pertumbuhan akar primer serta menghalangi pembentukan akar lateral dan bulu
akar.
BAB. III METODE PENELITIAN

A. WAKTU DAN TEMPAT

Praktikum Pengendalian Hayati dan Pengelolaan Habitat ini dilaksanakan


di Laboratorium Mikrobiologi, Fakultas Pertanian, selama … minggu.

B. ALAT DAN BAHAN

Alat yang digunakan adalah Laminar Air Flow, bunsen, cawan petri,
spatula, kertas label, dan cork borrer.

Sedangkan bahan yang digunakan adalah jamur antagonis Trichoderma


sp., jamur patogen Fusarium oxysporum, media PDA, dan alkohol

C. METODE PENELITIAN

Uji tersebut dilakukan dengan cara, inokulum diletakkan pada cawan petri
berdiameter 9 cm, untuk masing-masing pengujian dibuat garis tengah dan diberi
dua titik, jarak antara keduanya dari tepi cawan yaitu 3 cm. Biakan tersebut
diinkubasikan pada suhu kamar selama 1-7 hari, diamati dan dicatat
perkembangan dan interaksi dari kedua isolat tersebut, manakah yang lebih
dominan antara agen hayati dan patogen Fusarium.

D. PELAKSANAAN PENELITIAN

Pelaksanaan dilakukan dengan langkah-langkah berikut:

 Persiapan inokulum

Sumber agen hayati Trichoderma harzianum, Trichoderma virens,


Trichoderma viride dan fusarium dari koleksi Laboraturium Mikrobiologi,
Jurusan Proteksi Tanaman, Fakultas Pertanian, Universitas Andalas  

 Pengujian secara in vitro Trichoderma spp. dengan Fusarium sp.

Uji untuk mengetahui kecepatan tumbuh agen hayati dan penyebab


penyakit (patogen) dilakukan pada media PDA, dengan cara
diinokulasikan agen hayati dan patogen ke dalam cawan petridis selama 1
sampai 7 hari, lalu diamati dari keempat isolat yang ditanam.

E. PENGAMATAN

Pengamatan dilakukan terhadap pertumbuhan miselia Fusarium sp. selama


5 hari dengan cara mengukur jarak antara jamur ke tepi petridish dan jarak dari
pusat jamur ke daerah kosong didekat patogen dan selanjutnya dihitung persentase
daya hambat Trichoderna sp. terhadap Fusarium sp.

F. ANALISIS DATA

Selanjutnya data yang didapat digunakan untuk menghitung uji Daya


Hambat (DH) isolat jamur antagonis terhadap jamur patogen, yang ditentukan
dengan rumus di bawah ini (Amaria dkk., 2013).

3−1 , 7
Daya hambat = X 100 %
3

= 43,3 %

Keterangan :

DH : Persentase Daya Hambat (%)

r1 : jari-jari koloni jamur patogen yang menjauhi koloni antagonis.

r2 : jari-jari koloni jamur patogen yang mendekati koloni antagonis.


BAB. IV HASIL DAN PEMBAHASAN

A. HASIL

ULANGAN DOKUMENTASI KETERANGAN


1 Pada ulangan 1 ini
memiliki daya
hambat 43,4%

2 Pada ulangan 2 ini


memiliki daya
hambat 60%
3 Pada ulangan 1 ini
memiliki daya
hambat 46,6%

4 Pada ulangan 1 ini


memiliki daya
hambat 36,6%

B. PEMBAHASAN

Uji antagonis adalah suatu cara untuk mengukur kemampuan bakteri atau
jamur antagonis terhadap patogen pada skala in vitro. Tujuannya untuk
mengetahui kemampuan bakteri antagonis tersebut dalam menekan pertumbuhan
dan perkembangan patogen.

Jamur Trichoderma sp. sebagai antagonis dan jamur Fusarium sp. sebagai
jamur patogen. Praktikum ini dilakukan dengan membiakan jamur antagonis dan
jamur patogen yang berlawanan tersebut dalam satu wadah cawan petri,dengan
demikian keduanya akan saling menekan sehingga dapat dilihat seberapa jauh
kemampuan Trichoderma sp. yang dominan dalam menekan pertumbuhan jamur
Fusarium sp.

Dari praktikum yang telah dilaksanakan didapatkan data pengukuran daya


hambat jamur Trichoderma sp. terhadap jamur Fusarium sp. sebagai berikut, pada
ulangan 1 di dapat hasil daya hambatnya yaitu 43,3 %, ulangan 2 yaitu 60 %,
ulangan 3 yaitu 46,6 %, dan ulangan 4 yaitu 36,6 %.

Dari hasil pengamatan tersebut dapat dilihat yang memiliki daya hambat
palinhg besar yaitu pada ulangan ke-2, yaitu sebesar 60 %. Jamur Trichoderma sp.
tersebut memiliki potensi menjadi agens hayati. Aktivitas yang dilakukan oleh
jamur antagonis tersebut untuk menghambat pertumbuhan jamur patogen
Fusarium sp. , hal ini dikaitkan karena jamur Trichoderma itu sendiri memiliki
sifat saprofit yang secara alami menyerang cendawan patogen dan bersifat
menguntungkan bagi tanaman. Trichoderma spp. dapat menjadi hiperparasit pada
beberapa jenis jamur penyebab penyakit tanaman, pertumbuhannya sangat cepat
dan tidak menjadi penyakit untuk tanaman tingkat tinggi. Mekanisme
pengendalian Trichoderma spp. yang bersifat spesifik target, mengoloni rhizosfer
dengan cepat dan melindungi akar dari serangan jamur patogen, mempercepat
pertumbuhan tanaman dan meningkatkan hasil produksi tanaman, menjadi
keunggulan lain sebagai agen hayati.

Trichoderma juga mempunyai mekanisme biokontrol sangat efektif dalam


menekan perkembangan patogen diantaranya mikoparasitisme, antibiosis dan
kompetisi. Antibiosis adalah mekanisme antagonism yang melibatkan hasil
metabolit penyebab lisis, enzim, senyawa folatil dan nonfolatil atau toksin yang
dihasilkan oleh suatu mikroorganisme. Mikroba antagonis akan menekan
masuknya patogen melalui akar serta mengeluarkan senyawa kimia tertentu
seperti antibiotik, toksin yang dapat menonaktifkan atau sekaligus mematikan
mikroba pathogen. Kemampuan masing-masing spesies Trichoderma spp. dalam
mengendalikan cendawan patogen berbeda-beda, hal ini dikarenakan morfologi
dan fisiologinya berbeda-beda. Beberapa spesies Trichoderma spp. telah
dilaporkan sebagai agens hayati adalah T. harizanum, T. viridae dan T. koningii
yang tersebar luas pada berbagai tanaman budidaya.
Trichoderma spp. merupakan cendawan parasit yang dapat menyerang dan
mengambil nutrisi dari cendawan lain. Kemampuan dari Trichoderma spp. ini
yaitu mampu memarasit cendawan patogen tanaman dan bersifat antagonis,
karena memiliki kemampuan untuk mematikan atau menghambat pertumbuhan
cendawan lain. Organisme ini 9 menguntungkan karena aktivitasnya sebagai
antifungal/biofungisida atau mycoparasitik jamur patogen.

Mekanisme kerja jamur Trichoderma spp. sebagai agen pengendalian


hayati adalah antagonis terhadap jamur lain. Penekanan patogen berlangsung
dengan proses antibiosis parasitisme, kompetisi O2 dan ruang yang dapat
mematikan patogen tersebut .Mikoparasit dari marga Trichoderma berpengaruh
terhadap aktivitas antagonistik melawan fitopatogenik. Trichoderma spp. merusak
hifa inang dengan cara membelit, mengait, atau struktur semacam apresorium dan
mempenetrasi dinding sel inang dengan mengeluarkan enzim lytic, yaitu
proteinase, α-1.3-glukanase, dan chitinase. Strain tertentu mengkolonisasi
permukaan akar dan memenetrasi epidermis serta kemudian melepas berbagai
senyawa yang mengimbas (induce) respon tahan (resistant) secara lokal atau
sistemik.
BAB. V PENUTUP

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil praktikum yang telah dilaksanakan maka dapat


disimpulkan bahwa jamur antagonis Trichoderma sp. dapat menghambat
perkembangan dan pertumbuhan jamur patogen Fusarium sp. Trichoderma juga
mempunyai mekanisme biokontrol sangat efektif dalam menekan perkembangan
patogen diantaranya mikoparasitisme, antibiosis dan kompetisi. Daya hambat
tertinggi antagonis bakteri Trichoderma sp terhadap Fusarium sp terdapat pada
ulangan 2 yaitu sebesar 60%.

B. Saran

Berdasarkan praktikum yang telah dilaksanakan disarankan agar bekerja dengan


baik sehingga hasil yang didaptkan menjadi lebih akurat dan tidak adanya
kontaminasi, dan disarankan untuk praktikum selanjutnya selalu mengikuti arahan
ketika melakukan praktikum dan lebih hati-hati dalam bekerja secara aseptik.
DAFTAR PUSTAKA

Alfizar, M. dan N. Hasanah. 2011. Upaya Pengendalian Penyakit Layu Fusarium


oxysporum dengan Pemanfaatan Agen Hayati Cendawan FMA dan
Trichoderma harizanum. Jurnal Floratek, 6: 8-17.

Djatnika, I., C. Hermanto dan Eliza. 2003. Pengendalian Hayati Layu Fusarium
pada Tanaman Pisang dengan Pseudomonas fluorescens dan Glioclodium
sp. Jurnal Hortikultura, 13(3): 205-2011

Eric. 2010. Pengaruh Pemberian Beberapa Jamur Antagonis Dengan Beragai


Tingkat Konsentrasi Untuk Pertumbuhan dan Menekan Phytium sp
Penyebab Rebah Kecambah Pada Tanaman Tembakau (Nicotiana
tabaccum L). Jurnal Penelitian Pertanian vol 09(2)-105.

Esrita., B. Ichwan dan Irianto. 2011. Pertumbuhan dan Hasil Tomat pada Berbagai
Bahan Organik dan Dosis Trichoderma. Jurnal Penelitian Universitas
Jambi Seri Sains, 13(2): 37-42.

Gusnawaty, H.S., M. Taufik dan L. Triana. 2014 Karakterisaksi dan Morfologis


Trichoderma spp. Indigenus Sulawesi Tenggara. Jurnal Agroteknologi,
4(2): 87-93.

Jones, J.B. 2008. Tomato Plant Cuture in the Filed Green House and Home
Graden. CRC Press: Taylor and Francis Group. 400 Pages

Pitojo, S. 2005. Benih Tomat. Kanisius. Yogyakarta. 81 hal.

Redaksi Agromedia. 2007. Tanaman Sayur. PT. Agromedia Pustaka. Jakarta. 32


hal.

Rismunandar. 2001. Tanaman Tomat. Sinar Baru Aigensindo. Bandung.


54 Hal.

Saragih, Y.S., dan F.H. Silalahi. 2006. Isolasi dan Identifikasi Spesies Fusarium
Penyebab Penyakit Layu pada Tanaman Markisa Asam. Jurnal
Hortikulyura, 16(4): 336-344.
Santoso, S. E., L. Soesanto dan T.A.D. Haryanto. 2007. Penekanan Hayati
Penyakit Moler Pada Bawang Merah dengan Trichorderma Harizianum.

Sopialena. 2015. Ketahanan Beberapa Varietas Tomat Terhadap Penyakit


Fusarium Oxysporum dengan Pemberian Trichoderma Sp. Jurnal Agrifor,
14(1): 131-140.

Wiryanta, W.T.B, 2004. Bertanam Tomat. Agromedia Pustaka, Jakatra. 42 hal


LAMPIRAN
A. Dokumentasi

No. Gambar Keterangan


1. Sterilisasi corkborer

2. Pengambilan jamur patogen


menggunakan spatula

3. Pengambilan jamur Trichoderma sp


menggunakan spatula
4. wrapping

Gambar 1. Cara Kerja Uji Antagonis Dual Culture


B. Pengolahan Data
R 1−R 2
Daya hambat = X 100 %
R1

Ulangan 1 :
R1 = 3 cm
R2 = 1,7 cm
3−1 , 7
Daya hambat = X 100 %
3
= 43,3 %
Ulangan 2 :
R1 = 3 cm
R2 = 1,2 cm
3−1,2
Daya hambat = X 100 %
3
= 60 %
Ulangan 3 :
R1 = 3 cm
R2 = 1,6 cm
3−1,6
Daya hambat = X 100 %
3
= 46,6%
Ulangan 4 :
R1 = 3 cm
R2 = 1,9 cm
3−1,9
Daya hambat = X 100 %
3
= 36,6%

Anda mungkin juga menyukai