Subtema: BIOKIMIA
Disusun oleh:
MARINA FELICIA IRAWAN
SABRINA KHAIRUNNISA ZULKARNAIN
SYASYA ADLINA HALWA
Pembimbing:
MINANTI ARNA EKAWATI
Oleh:
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN
1. Beragam Tanaman
Indonesia menghasillkan berbagai jenis tanaman pertanian, termasuk padi,
kopi, karet, kelapa sawit, kacang tanah, kakao, teh, dan rempah-rempah. Produksi
padi merupakan salah satu komoditas pertanian utama di Indonesia.
2. Penghasilan Utama
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama di Indonesia,
berkontribusi secara signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini.
Selain itu, sektor pertanian memberikan mata pencaharian bagi sebagian besar
populasi pedesaan.
4. Tantangan Pertanian
Meskipun pertanian memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia,
sektor ini juga dihadapkan pada sejumlah tantangan. Beberapa dari tantangan ini
termasuk perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan ketidaksetaraan akses ke
sumber daya pertanian.
Pestisida sering kali mengandung bahan aktif sebagai komponen utama yang
berfungsi sebagai agen yang efektif dalam mengendalikan hama, penyakit, atau
gulma. Selain bahan aktif, pestisida juga dapat mengandung bahan tambahan seperti
pelarut, penstabil, dan bahan pengisi. Penting untuk menggunakan pestisida sesuai
dengan petunjuk label produsen dan pedomen penggunaan yang aman untuk
mengurangi risiko dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia.
Hal yang patut diperhatikan tentang pestisida tentang adalah residu yang
dihasilkan. Residu yang dihasilkan akibat pemakaian pestisida secara berlebihan
tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan, tanaman, maupun kesehatan. Telah
banyak penelitian yang mengaitkan paparan pestisida dalam jangka panjang dengan
kemunculan kanker, seperti kanker ginjal, kulit, otak, limfoma, payudara, prostat,
hati, paru-paru, dan leukimia. Para pekerja pertanian adalah yang paling rentan
terhadap risiko ini.
Walaupun banyak efek samping residu yang dihasilkan karena pestisida, tak
dapat dipungkiri pula bahwa pestisida sangat dibutuhkan dalam pembudidayaan dan
pemeliharaan kualitas tanaman pada zaman ini. Oleh karenanya, kita sebagai
masyarakat perlu tahu lebih lanjut apa resiko dan cara mengurangi dampak residu
akibat penggunaan pestisida karena kita tak bisa benar-benar terlepas dari
penggunaanya pada tanaman dan lingkungan.
Berikut merupakan tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah yang ingin kami
sampaikan adalah sebagai berikut:
Berikut ini merupakan manfaat dari penulisan karya ilmiah yang ingin kami
sampaikan:
BAB 3
Metode Penelitian
BAB 4
Hasil dan Pembahasan
Siklus Nutrisi: Mikroba tanah juga memainkan peran penting dalam siklus nutrisi,
seperti siklus nitrogen. Mereka membantu mengubah senyawa nitrogen yang
kompleks menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman.
Pengendalian Hama dan Penyakit: Beberapa mikroba tanah juga dapat membantu
dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Mereka bersaing dengan patogen
tanaman dan memproduksi senyawa antibakteri atau antijamur.
Dengan demikian, aktivitas mikroba tanah yang dipicu oleh residu adalah unsur
penting dalam menjaga kesehatan tanah dan ekosistem pertanian, serta mendukung
pertumbuhan tanaman yang sehat.
2. Pencemaran tanah: Beberapa pestisida memiliki senyawa-senyawa yang dapat
mencemari tanah, terutama jika digunakan secara berlebihan. Pencemaran ini dapat
memengaruhi kesuburan tanah.
Pencemaran tanah akibat residu terjadi ketika bahan-bahan berbahaya atau limbah
yang berasal dari berbagai sumber manusia atau industri mencemari tanah. Residu
yang dapat menyebabkan pencemaran tanah meliputi bahan kimia beracun, logam
berat, pestisida, minyak, limbah padat, dan sebagainya. Dampak pencemaran tanah
akibat residu termasuk:
Biaya Reklamasi: Membersihkan tanah yang tercemar bisa sangat mahal dan sulit.
Proses reklamasi memerlukan penghapusan limbah, pemulihan tanah, dan
pencegahan lebih lanjut.
Pencemaran residu dan zat berbahaya dalam tanah dapat mengakibatkan gangguan
serius dalam rantai makanan tanah. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat
terjadi:
Akumulasi Toksin: Jika tanah tercemar dengan zat berbahaya, organisme tanah
seperti cacing dan serangga dapat terakumulasi toksin dalam jaringan mereka. Ketika
organisme ini dimakan oleh hewan lain dalam rantai makanan, toksin juga akan
terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.
Keracunan Hewan: Hewan yang memakan organisme tanah yang tercemar toksin
dapat mengalami keracunan. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan hewan tersebut,
termasuk burung, mamalia kecil, dan hewan-hewan lain yang bergantung pada
organisme tanah sebagai sumber makanan.
Gangguan Siklus Nutrisi: Pencemaran tanah dapat mengganggu siklus nutrisi dalam
ekosistem tanah. Misalnya, mikroba tanah yang penting dalam dekomposisi bahan
organik dan siklus nutrisi dapat terganggu oleh zat berbahaya.
Ancaman Kepunahan: Jika organisme yang merupakan bagian dari rantai makanan
tanah terpengaruh secara signifikan oleh pencemaran residu, hal ini dapat mengancam
kelangsungan hidup mereka dan berkontribusi pada kepunahan spesies tertentu.
Penurunan kualitas air tanah akibat residu adalah masalah serius yang dapat
berdampak buruk pada sumber air yang digunakan untuk konsumsi manusia,
pertanian, industri, dan ekosistem air. Beberapa cara di mana residu dapat
menyebabkan penurunan kualitas air tanah meliputi:
Infiltrasi Residu: Bahan-bahan berbahaya dalam residu, seperti pestisida, bahan kimia
industri, atau limbah domestik, dapat meresap ke dalam tanah melalui proses
infiltrasi. Ketika residu ini mencapai lapisan air tanah, mereka dapat mencemari air
tanah.
Akumulasi Logam Berat: Logam berat seperti timbal, merkuri, atau kromium dapat
terakumulasi dalam tanah akibat residu industri atau limbah. Jika logam-logam ini
larut dalam air tanah, mereka dapat mencemari sumber air tanah.
Kerusakan Ekosistem Air: Air tanah yang tercemar dapat mengalir ke sungai, danau,
atau lautan, menyebabkan pencemaran di seluruh ekosistem air. Ini dapat
membahayakan organisme air, termasuk ikan dan makhluk air lainnya.
Pencemaran air tanah akibat residu memerlukan tindakan pencegahan dan mitigasi
yang ketat, seperti pengelolaan limbah yang aman, penggunaan bahan kimia yang
lebih ramah lingkungan, pemantauan kualitas air, dan tindakan remediasi untuk
membersihkan tanah dan air yang tercemar. Keberlanjutan pengelolaan limbah dan
praktik lingkungan yang bijak sangat penting untuk melindungi sumber air tanah dan
menjaga kualitasnya.
A. Pestisida Biologis
Pestisida biologis atau organik, seperti Bacillus Thuringiensis, mengandung
organisme hidup secara alami terjadi di lingkungan. Mereka sering memiliki residu
yang lebih rendah karena mudah terurai dan tidak berdampak jangka panjang pada
ekosistem.
Pestisida biologis adalah pestisida yang menggunakan organisme hidup atau produk-
produk yang berasal dari alam untuk mengendalikan hama atau penyakit tanaman.
Kandungan dalam pestisida biologis dapat bervariasi tergantung pada jenis pestisida
dan organisme yang digunakan, tetapi beberapa komponen umumnya termasuk:
1. Organisme Hidup
Pestisida biologis sering kali mengandung organisme hidup yang merupakan musuh
alami hama atau penyakit tanaman. Ini bisa berupa bakteri, jamur, virus, atau
serangga parasit. Contoh organisme ini termasuk Bacillus Thuringiensis, yang
digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman.
2. Metobolit Mikroba
Beberapa pestisida biologis menggunakan produk-produk yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, seperti metabolit mikroba, enzim, atau senyawa lain yang dapat
merusak hama atau patogen tanaman. Contohnya adalah senyawa yang dihasilkan
oleh bakteri Bacillus spp. yang memiliki efek toksis terhadap serangga.
3. Ekstrak Tumbuhan
Beberapa pestisida biologis mengandung ekstrak tumbuhan, seperti minyak neem
(azadirachtin) yang digunakan sebagai insektisida. Ekstrak tumbuhan ini dapat
memiliki sifat repelen terhadap hama atau bisa merusak hama ketika diterapkan.
4. Feromon
Feromon adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh hewan untuk berkomunikasi.
Pestisida biologis dapat menggunakan feromon untuk mengganggu komunikasi
antara hama, mengurangi kemampuan mereka untuk menemukan pasangan atau
makanan.
5. Inhibitor Pertumbuhan
Beberapa pestisida biologis menggunakan senyawa yang menghambat pertumbuhan
hama. Contohnya adalah juvenoid yang mengganggu perkembangan serangga.
6. Serangga Parasitoid
Pestisida biologis jenis ini menggunakan serangga parasitoid, yaitu serangga yang
mengebur atau meletakkan telur pada hama, sehingga hama tersebut mati atau
terkendali.
Pestisida biologis sering dianggap sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan
daripada pestisida kimia karena mereka menggunakan organisme dan senyawa yang
terjadi secara alami dalam lingkungan. Namun, seperti halnya dengan semua
pestisida, penggunaan yang bijak dan sesuai dengan pedoman perlu diterapkan untuk
memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan dampak negatif.
Pestisida yang mengandung minyak hewan atau tumbuhan adalah jenis pestisida yang
berasal dari bahan alami, seperti minyak dari hewan atau tumbuhan tertentu.
Kandungan dalam pestisida semacam ini dapat bervariasi tergantung pada jenis
minyak yang digunakan dan formulasi pestisida tersebut. Beberapa komponen umum
yang dapat ditemukan dalam pestisida minyak hewan atau tumbuhan adalah:
1. Minyak Tumbuhan
Pestisida ini mengandung minyak yang diekstrak dari berbagai jenis tumbuhan.
Minyak tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Kandungan dalam pestisida minyak
tumbuhan dapat berbeda tergantung pada jenis tumbuhan yang digunakan, tetapi
beberapa senyawa umum yang dapat ditemukan dalam minyak tumbuhan termasuk:
e. Asam Lemak: Asam lemak tertentu dalam minyak tumbuhan dapat memiliki efek
repelen atau mengganggu sistem pencernaan hama.
2. Minyak Hewan
Jenis pestisida yang mengandung minyak yang diekstrak dari hewan tertentu. Minyak
hewan ini mengandung senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Kandungan dalam pestisida minyak
hewan dapat berbeda tergantung pada jenis hewan yang digunakan, tetapi beberapa
komponen umum yang dapat ditemukan dalam pestisida minyak hewan adalah:
a. Minyak Ikan: Pestisida minyak ikan sering menggunakan minyak ikan, seperti
minyak ikan sardine atau minyak ikan lemak (fish oil). Minyak ikan mengandung
asam lemak omega-3 yang dapat berperan sebagai insektisida atau fungisida.
b. Minyak Hati Ikan: Minyak hati ikan, seperti minyak hati ikan kod, mengandung
senyawa seperti vitamin A dan D, yang dapat digunakan dalam pestisida sebagai zat
pengendali hama.
c. Minyak Kepiting: Minyak yang diekstrak dari kepiting juga dapat digunakan dalam
pestisida untuk mengendalikan hama.
d. Minyak Hewan Laut Lainnya: Selain minyak ikan, minyak dari hewan laut lainnya
seperti jentik-jentik laut dapat digunakan dalam pestisida.
e. Asam Lemak: Minyak hewan juga mengandung asam lemak tertentu, yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif dalam pestisida untuk mengendalikan hama atau
penyakit tanaman.
f. Komponen Aktif: Komponen aktif dalam pestisida minyak tumbuhan atau hewan
adalah senyawa yang memberikan efek pestisidal. Misalnya, azadirachtin dalam
minyak neem memiliki efek insektisida terhadap serangga.
Pestisida berbasis minyak hewan atau tumbuhan sering dianggap sebagai alternatif
yang lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida kimia karena
mereka berasal dari bahan alami. Namun, penggunaan yang bijak dan sesuai dengan
petunjuk label tetap diperlukan untuk memastikan efektivitas dan menghindari efek
samping yang tidak diinginkan.
3. Insektisida Botanical
Pestisida ini mengandung senyawa-senyawa yang diekstrak dari tumbuhan. Beberapa
pestisida yang berasal dari tanaman tertentu, seperti pyrethrin yang diambil dari
bunga chrysanthemum, cenderung memiliki residu yang lebih rendah.
b. Rotenone: Rotenone adalah senyawa yang ditemukan dalam akar tanaman seperti
Derris dan Lonchocarpus. Ini digunakan sebagai insektisida dan juga sebagai zat
pengendali hama dalam perairan.
c. Nicotine Sulfate: Senyawa nikotin dari tanaman tembakau digunakan dalam bentuk
nicotine sulfate sebagai insektisida. Ini memiliki efek neurotoksin terhadap serangga.
d. Neem Oil: Minyak neem diekstrak dari pohon neem (Azadirachta indica) dan
mengandung azadirachtin yang memiliki efek insektisida terhadap serangga.
f. Sabun Potasium: Sabun potasium, yang terbuat dari potasium dan minyak
tumbuhan, sering digunakan dalam formulasi insektisida botanical untuk
meningkatkan daya lekat pada tanaman dan hama.
1. Pestisida Kontak
a. Senyawa Aktif Kontak: Pestisida kontak mengandung senyawa aktif yang
berfungsi ketika hama atau patogen tanaman terkena atau bersentuhan langsung
dengan pestisida tersebut. Senyawa ini bisa berupa zat kimia tertentu yang memiliki
efek toksis terhadap hama atau patogen.
c. Pelarut: Pestisida kontak sering diencerkan dalam pelarut yang sesuai sehingga
dapat dengan mudah diaplikasikan pada tanaman. Pelarut ini biasanya adalah air,
tetapi bisa juga berupa pelarut organik tertentu.
d. Senyawa Repelen: Beberapa pestisida kontak mengandung senyawa yang bersifat
repelen, yang dapat membuat hama menjauhi tanaman yang diobati.
c. Metabolit: Setelah diserap oleh tanaman, beberapa pestisida kontak sistemik dapat
mengalami metabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif dalam melawan hama atau
patogen.
d. Bahan Tambahan: Seperti pestisida kontak, pestisida kontak sistemik juga dapat
mengandung bahan tambahan seperti surfaktan atau pelarut untuk meningkatkan daya
sebar dan efektivitas aplikasi.
Pestisida kontak sistemik sering digunakan untuk mengendalikan hama atau penyakit
yang sulit dijangkau oleh pestisida kontak biasa. Karena senyawa sistemik meresap
ke dalam tanaman, mereka dapat memberikan perlindungan lebih tahan lama dan
merata di seluruh tanaman. Namun, penggunaan pestisida kontak sistemik juga
memerlukan kebijaksanaan dan pemahaman tentang dosis dan aplikasi yang benar.
5. Pestisida Mikroba
Jenis pestisida yang menggunakan mikroorganisme hidup atau produk-produk yang
dihasilkan oleh mikroba untuk mengendalikan hama atau patogen tanaman.
Kandungan dalam pestisida mikroba tergantung pada jenis mikroorganisme yang
digunakan dan jenis produk yang dihasilkannya. Pestisida jenis ini juga memiliki
residu yang lebih rendah karena mereka bekerja dengan cara yang lebih spesifik dan
tidak berdampak pada berbagai organisme non-target. Beberapa komponen umum
yang dapat ditemukan dalam pestisida mikroba termasuk:
1. Mikroorganisme Aktif: Pestisida mikroba mengandung mikroorganisme hidup
yang berperan dalam mengendalikan hama atau patogen. Beberapa contoh
mikroorganisme yang umum digunakan termasuk bakteri seperti Bacillus
thuringiensis atau Pseudomonas fluorescens, serta jamur seperti Beauveria bassiana
atau Metarhizium anisopliae.
b. Mineral: Beberapa pestisida terurai cepat dapat mengandung senyawa mineral yang
larut dalam air, seperti belerang, tembaga, atau besi.
Karakteristik utama dari pestisida yang terurai cepat adalah kemampuan mereka
untuk terurai dalam jangka waktu relatif singkat melalui berbagai proses alamiah,
seperti biodegradasi oleh mikroorganisme, oksidasi, atau hidrolisis. Ini membantu
mengurangi akumulasi residu pestisida di lingkungan dan mengurangi dampak
negatifnya pada ekosistem. Namun, meskipun pestisida terurai cepat lebih ramah
lingkungan, penggunaannya tetap memerlukan pemahaman yang baik tentang dosis,
aplikasi yang bijak, dan pematuhan terhadap pedoman yang berlaku.
BAB 5
Kesimpulan dan Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN