Anda di halaman 1dari 20

LOMBA KARYA TULIS ILMIAH

PENGARUH RESIDU PESTISIDA TERHADAP


PEMBUDIDAYAAN DAN PEMELIHARAAN KUALITAS
TANAMAAN

Subtema: BIOKIMIA

Disusun oleh:
MARINA FELICIA IRAWAN
SABRINA KHAIRUNNISA ZULKARNAIN
SYASYA ADLINA HALWA

Pembimbing:
MINANTI ARNA EKAWATI

MEDICAL SCIENCE AND APPLICATION COMPETITION (MEDSPIN)


2023
ABSTRAK

PENGARUH RESIDU PESTISIDA TERHADAP PEMBUDIDAYAAN DAN


PEMELIHARAAN KUALITAS TANAMAN

Oleh:
DAFTAR ISI
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Indonesia adalah negara agraris atau pertanian yang memiliki sektor pertanian
yang signifikan. Pertanian telah menjadi tulang punggung ekonomi Indonesia selama
beberapa dekade, memberikan penghidupan kepada jutaan petani dan menyumbang
sebagian besar lapangan pekerjaan di negara ini. Berikut adalah beberapa poin
penting tentang pertanian di Indonesia:

1. Beragam Tanaman
Indonesia menghasillkan berbagai jenis tanaman pertanian, termasuk padi,
kopi, karet, kelapa sawit, kacang tanah, kakao, teh, dan rempah-rempah. Produksi
padi merupakan salah satu komoditas pertanian utama di Indonesia.

2. Penghasilan Utama
Pertanian merupakan salah satu sektor ekonomi utama di Indonesia,
berkontribusi secara signifikan terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) negara ini.
Selain itu, sektor pertanian memberikan mata pencaharian bagi sebagian besar
populasi pedesaan.

3. Kemajuan Teknologi Pertanian


Pemerintah Indonesia telah mempromosikan teknologi pertanian modern,
seperti varietas tanaman yang lebih produktif, teknik irigasi, dan praktik pertanian
yang berkelanjutan, untuk meningkatkan produktivitas pertanian.

4. Tantangan Pertanian
Meskipun pertanian memegang peran penting dalam perekonomian Indonesia,
sektor ini juga dihadapkan pada sejumlah tantangan. Beberapa dari tantangan ini
termasuk perubahan iklim, keberlanjutan lingkungan, dan ketidaksetaraan akses ke
sumber daya pertanian.

5. Perkembangan Pertanian Berkelanjutan


Pemerintah Indonesia dan organisasi swasta telah bekerja untuk
mengembangkan praktik pertanian berkelanjutan yang melibatkan keberlanjutan
lingkungan dan sosial. Ini mencakup program-program untuk mengurangi dampak
negatif pertanian terhadap lingkungan dan meningkatkan kesejahteraan petani.
Indonesia memang memiliki sektor pertanian yang kuat, tetapi juga sedang
berusaha untuk mengatasi berbagai masalah dan meningkatkan produktivitas serta
keberlanjutan dalam pertanian.

Sudah banyak inovasi bahan yang bermunculan dan tersebar di pasar


Indonesia yang tentunya bertujuan untuk menghasilkan kualitas unggul tanaman.
Namun hanya dengan bibit kualitas unggul tanaman saja nyatanya belum cukup untuk
dapat meningkatkan produktivitas dalam pertanian. Beberapa bahan penunjang
kesuburan tanaman seperti pestisida, pupuk, dan air juga menjadi hal yang perlu
diperhatikan. Kualitas bibit yang unggal hanya akan bertahan jika tanaman tersebut
dipelihara dengan baik pula dalam unsur di segi manapun. Oleh karenanya, banyak
pula macam-macam bahan alami maupun non-alami yang mulai terbentuk dan
beredar di masyarakat. Misalnya seperti pupuk yang terbagi menjadi pupuk organik
dan anorganik dengan pengaruhnya masing-masing pada tanaman.

Sama seperti pupuk, pestisida yang disebarluaskan di pasar juga memiliki


banyak variasi. Berikut adalah jenis-jenis pestisida beserta pengaruhnya secara
singkat:
1. Insektisida yang berpengaruh pada jenis serangga
2. Akarisida yang berpengaruh pada jenis tungau
3. Fungisida yang berpengaruh pada jenis cendawan
4. Nematisida yang berpengaruh pada jenis nematoda
5. Bakterisida yang berpengaruh pada jenis bakteri
6. Moluskisida yang berpengaruh pada jenis moluska (keong)
7. Termisida yang berpengaruh pada jenis rayap
8. Herbisida yang berpengaruh pada jenis gulma
9. Rodentisida yang berpengaruh pada jenis hewan pengerat
10. Piscisida yang berpengaruh pada jenis ikan liar

Pestisida sering kali mengandung bahan aktif sebagai komponen utama yang
berfungsi sebagai agen yang efektif dalam mengendalikan hama, penyakit, atau
gulma. Selain bahan aktif, pestisida juga dapat mengandung bahan tambahan seperti
pelarut, penstabil, dan bahan pengisi. Penting untuk menggunakan pestisida sesuai
dengan petunjuk label produsen dan pedomen penggunaan yang aman untuk
mengurangi risiko dampak negatif pada lingkungan dan kesehatan manusia.

Hal yang patut diperhatikan tentang pestisida tentang adalah residu yang
dihasilkan. Residu yang dihasilkan akibat pemakaian pestisida secara berlebihan
tentunya akan berdampak buruk bagi lingkungan, tanaman, maupun kesehatan. Telah
banyak penelitian yang mengaitkan paparan pestisida dalam jangka panjang dengan
kemunculan kanker, seperti kanker ginjal, kulit, otak, limfoma, payudara, prostat,
hati, paru-paru, dan leukimia. Para pekerja pertanian adalah yang paling rentan
terhadap risiko ini.

Walaupun banyak efek samping residu yang dihasilkan karena pestisida, tak
dapat dipungkiri pula bahwa pestisida sangat dibutuhkan dalam pembudidayaan dan
pemeliharaan kualitas tanaman pada zaman ini. Oleh karenanya, kita sebagai
masyarakat perlu tahu lebih lanjut apa resiko dan cara mengurangi dampak residu
akibat penggunaan pestisida karena kita tak bisa benar-benar terlepas dari
penggunaanya pada tanaman dan lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah

Berdasarkan dari latar belakang di atas, dapat dirumuskan berbagai masalah


sebagai berikut:

1. Apa saja senyawa yang terdapat pada residu pestisida?


2. Apa jenis pestisida yang memiliki residu terkecil?
3. Apa efek residu pestisida terhadap kualitas tanah?
4. Adakah cara mengurangi efek residu pestisida yang dapat mempengaruhi
kualitas tanaman?

1.3 Tujuan Penelitian

Berikut merupakan tujuan dari penulisan karya tulis ilmiah yang ingin kami
sampaikan adalah sebagai berikut:

1. Untuk mengetahui efek residu pestisida terhadap kualitas tanah


2. Untuk mempelajari cara mengurangi efek residu pestisida yang dapat
mempengaruhi kualitas tanaman.
3. Untuk mengetahui jenis pestisida yang memiliki residu terkecil.
4. Untuk mengetahui senyawa apa saja yang terdapat pada residu pestisida.
1.4 Manfaat Penelitian

Berikut ini merupakan manfaat dari penulisan karya ilmiah yang ingin kami
sampaikan:

1. Untuk mempelajari dan menggabungkan hasil bacaan dari berbagai sumber


menjadi suatu tulisan.
2. Untuk menambah pengetahuan tentang berbagai macam residu pestisida.
3. Untuk mengenalkan dengan kegiatan perpustakaan
BAB 2
Tinjauan Pustaka

BAB 3
Metode Penelitian
BAB 4
Hasil dan Pembahasan

Efek residu pestisida terhadap kualitas tanah.


Pestisida dapat memiliki efek residu pada kualitas tanah. Beberapa efek tersebut
meliputi:

1. Pengurangan aktivitas mikroba tanah: Pestisida dapat membunuh atau menghambat


pertumbuhan mikroorganisme yang penting untuk dekomposisi bahan organik dan
siklus nutrisi tanah. Aktivitas mikroba tanah akibat residu merupakan proses penting
dalam siklus nutrisi dan dekomposisi bahan organik di lingkungan tanah. Residu,
seperti sisa-sisa tumbuhan yang mati atau sisa-sisa organisme lain, adalah sumber
bahan organik yang memberi makan mikroba tanah. Aktivitas mikroba ini memiliki
beberapa dampak penting:

Penguraian Bahan Organik: Mikroba tanah, seperti bakteri dan fungi,


mendekomposisi residu organik menjadi senyawa-senyawa sederhana, seperti humus
dan nutrien. Hal ini memungkinkan nutrien penting seperti nitrogen, fosfor, dan
kalium, tersedia untuk tanaman.

Peningkatan Fertilitas Tanah: Aktivitas mikroba menghasilkan produk sampingan


yang dapat meningkatkan kesuburan tanah. Misalnya, mikroba menghasilkan
senyawa organik yang meningkatkan struktur tanah dan kemampuannya untuk
menahan air.

Siklus Nutrisi: Mikroba tanah juga memainkan peran penting dalam siklus nutrisi,
seperti siklus nitrogen. Mereka membantu mengubah senyawa nitrogen yang
kompleks menjadi bentuk yang dapat diserap oleh tanaman.

Pengendalian Hama dan Penyakit: Beberapa mikroba tanah juga dapat membantu
dalam pengendalian hama dan penyakit tanaman. Mereka bersaing dengan patogen
tanaman dan memproduksi senyawa antibakteri atau antijamur.

Dengan demikian, aktivitas mikroba tanah yang dipicu oleh residu adalah unsur
penting dalam menjaga kesehatan tanah dan ekosistem pertanian, serta mendukung
pertumbuhan tanaman yang sehat.
2. Pencemaran tanah: Beberapa pestisida memiliki senyawa-senyawa yang dapat
mencemari tanah, terutama jika digunakan secara berlebihan. Pencemaran ini dapat
memengaruhi kesuburan tanah.

Pencemaran tanah akibat residu terjadi ketika bahan-bahan berbahaya atau limbah
yang berasal dari berbagai sumber manusia atau industri mencemari tanah. Residu
yang dapat menyebabkan pencemaran tanah meliputi bahan kimia beracun, logam
berat, pestisida, minyak, limbah padat, dan sebagainya. Dampak pencemaran tanah
akibat residu termasuk:

Penurunan Kualitas Tanah: Bahan-bahan berbahaya yang mencemari tanah dapat


mengurangi kualitas tanah, membuatnya tidak cocok untuk pertanian, hutan, atau
pemukiman. Tanah yang tercemar mungkin tidak lagi mendukung pertumbuhan
tanaman yang sehat.

Kontaminasi Air Tanah: Sebagian besar pencemaran tanah juga berpotensi


mencemari sumber air tanah di sekitarnya. Hal ini bisa mengancam kualitas air yang
digunakan untuk konsumsi manusia, pertanian, atau industri.

Risiko Kesehatan Manusia: Tanah yang tercemar dapat mengandung bahan-bahan


beracun atau berbahaya. Jika manusia terpapar melalui kontak langsung atau
konsumsi produk pertanian yang tumbuh di tanah yang tercemar, ini dapat
mengakibatkan risiko kesehatan serius.

Kerusakan Lingkungan: Pencemaran tanah dapat merusak ekosistem lokal dan


berdampak negatif pada flora dan fauna. Organisme tanah yang penting, seperti
mikroba dan cacing tanah, dapat terpengaruh.

Biaya Reklamasi: Membersihkan tanah yang tercemar bisa sangat mahal dan sulit.
Proses reklamasi memerlukan penghapusan limbah, pemulihan tanah, dan
pencegahan lebih lanjut.

Pencegahan pencemaran tanah adalah langkah terbaik. Ini mencakup pengelolaan


limbah yang bijak, penggunaan bahan berbahaya yang lebih aman, dan pengawasan
ketat terhadap praktik industri. Regulasi dan tindakan pemantauan lingkungan juga
diperlukan untuk melindungi tanah dan lingkungan dari pencemaran residu.
3. Gangguan pada rantai makanan tanah
Pestisida dapat mengganggu ekosistem tanah dengan membunuh organisme-
organisme yang lebih rendah dalam rantai makanan, yang pada gilirannya dapat
memengaruhi organisme yang lebih tinggi.

Pencemaran residu dan zat berbahaya dalam tanah dapat mengakibatkan gangguan
serius dalam rantai makanan tanah. Berikut adalah beberapa dampak yang dapat
terjadi:

Akumulasi Toksin: Jika tanah tercemar dengan zat berbahaya, organisme tanah
seperti cacing dan serangga dapat terakumulasi toksin dalam jaringan mereka. Ketika
organisme ini dimakan oleh hewan lain dalam rantai makanan, toksin juga akan
terakumulasi dalam tubuh hewan tersebut.

Keracunan Hewan: Hewan yang memakan organisme tanah yang tercemar toksin
dapat mengalami keracunan. Hal ini dapat memengaruhi kesehatan hewan tersebut,
termasuk burung, mamalia kecil, dan hewan-hewan lain yang bergantung pada
organisme tanah sebagai sumber makanan.

Penurunan Kualitas Daging: Jika hewan-hewan yang tercemar mengkonsumsi


organisme tanah yang terkontaminasi, toksin dapat mencapai tingkat yang cukup
tinggi dalam daging mereka. Ini dapat berdampak pada kualitas daging dan produk
hewan.

Gangguan Siklus Nutrisi: Pencemaran tanah dapat mengganggu siklus nutrisi dalam
ekosistem tanah. Misalnya, mikroba tanah yang penting dalam dekomposisi bahan
organik dan siklus nutrisi dapat terganggu oleh zat berbahaya.

Ancaman Kepunahan: Jika organisme yang merupakan bagian dari rantai makanan
tanah terpengaruh secara signifikan oleh pencemaran residu, hal ini dapat mengancam
kelangsungan hidup mereka dan berkontribusi pada kepunahan spesies tertentu.

Pencemaran residu adalah masalah serius yang dapat mengganggu keseimbangan


ekosistem tanah dan rantai makanan yang bergantung padanya. Oleh karena itu,
pengelolaan yang bijak terhadap limbah dan penggunaan bahan berbahaya sangat
penting untuk melindungi rantai makanan tanah dan lingkungan secara keseluruhan.
4. Penurunan kualitas air tanah
Pestisida yang mencemari tanah dapat merembes ke dalam air tanah dan
mengkontaminasi sumber air bawah tanah. Oleh karena itu, penggunaan pestisida
harus dilakukan dengan hati-hati dan sesuai dengan pedoman yang ditetapkan, serta
dengan mempertimbangkan dampaknya terhadap kualitas tanah dan lingkungan.
Sistem pertanian berkelanjutan dan praktik organik dapat membantu mengurangi efek
residu pestisida pada tanah.

Penurunan kualitas air tanah akibat residu adalah masalah serius yang dapat
berdampak buruk pada sumber air yang digunakan untuk konsumsi manusia,
pertanian, industri, dan ekosistem air. Beberapa cara di mana residu dapat
menyebabkan penurunan kualitas air tanah meliputi:

Infiltrasi Residu: Bahan-bahan berbahaya dalam residu, seperti pestisida, bahan kimia
industri, atau limbah domestik, dapat meresap ke dalam tanah melalui proses
infiltrasi. Ketika residu ini mencapai lapisan air tanah, mereka dapat mencemari air
tanah.

Akumulasi Logam Berat: Logam berat seperti timbal, merkuri, atau kromium dapat
terakumulasi dalam tanah akibat residu industri atau limbah. Jika logam-logam ini
larut dalam air tanah, mereka dapat mencemari sumber air tanah.

Pencemaran Mikroba: Residu organik, seperti limbah domestik, dapat mengandung


mikroorganisme patogen. Jika mikroorganisme ini mencapai air tanah, mereka dapat
mencemari air dan meningkatkan risiko penularan penyakit.

Kontaminasi Nutrien: Peningkatan residu pertanian dan pupuk dapat menyebabkan


peningkatan kandungan nutrien, seperti nitrogen dan fosfor, dalam air tanah. Ini dapat
mengakibatkan masalah eutrofikasi di badan air, yang berdampak buruk pada
ekosistem air.

Kerusakan Ekosistem Air: Air tanah yang tercemar dapat mengalir ke sungai, danau,
atau lautan, menyebabkan pencemaran di seluruh ekosistem air. Ini dapat
membahayakan organisme air, termasuk ikan dan makhluk air lainnya.

Pencemaran air tanah akibat residu memerlukan tindakan pencegahan dan mitigasi
yang ketat, seperti pengelolaan limbah yang aman, penggunaan bahan kimia yang
lebih ramah lingkungan, pemantauan kualitas air, dan tindakan remediasi untuk
membersihkan tanah dan air yang tercemar. Keberlanjutan pengelolaan limbah dan
praktik lingkungan yang bijak sangat penting untuk melindungi sumber air tanah dan
menjaga kualitasnya.

Jenis Pestisida yang memiliki residu terkecil (4)


Pada tanaman dan produk pertanian adalah pestisida yang mudah terurai dan
memiliki tingkat persistensi rendah dalam lingkungan. Beberapa jenis pestisida yang
biasanya memiliki residu terkecil meliputi:

A. Pestisida Biologis
Pestisida biologis atau organik, seperti Bacillus Thuringiensis, mengandung
organisme hidup secara alami terjadi di lingkungan. Mereka sering memiliki residu
yang lebih rendah karena mudah terurai dan tidak berdampak jangka panjang pada
ekosistem.

Pestisida biologis adalah pestisida yang menggunakan organisme hidup atau produk-
produk yang berasal dari alam untuk mengendalikan hama atau penyakit tanaman.
Kandungan dalam pestisida biologis dapat bervariasi tergantung pada jenis pestisida
dan organisme yang digunakan, tetapi beberapa komponen umumnya termasuk:

1. Organisme Hidup
Pestisida biologis sering kali mengandung organisme hidup yang merupakan musuh
alami hama atau penyakit tanaman. Ini bisa berupa bakteri, jamur, virus, atau
serangga parasit. Contoh organisme ini termasuk Bacillus Thuringiensis, yang
digunakan untuk mengendalikan penyakit tanaman.

2. Metobolit Mikroba
Beberapa pestisida biologis menggunakan produk-produk yang dihasilkan oleh
mikroorganisme, seperti metabolit mikroba, enzim, atau senyawa lain yang dapat
merusak hama atau patogen tanaman. Contohnya adalah senyawa yang dihasilkan
oleh bakteri Bacillus spp. yang memiliki efek toksis terhadap serangga.

3. Ekstrak Tumbuhan
Beberapa pestisida biologis mengandung ekstrak tumbuhan, seperti minyak neem
(azadirachtin) yang digunakan sebagai insektisida. Ekstrak tumbuhan ini dapat
memiliki sifat repelen terhadap hama atau bisa merusak hama ketika diterapkan.

4. Feromon
Feromon adalah senyawa kimia yang dihasilkan oleh hewan untuk berkomunikasi.
Pestisida biologis dapat menggunakan feromon untuk mengganggu komunikasi
antara hama, mengurangi kemampuan mereka untuk menemukan pasangan atau
makanan.

5. Inhibitor Pertumbuhan
Beberapa pestisida biologis menggunakan senyawa yang menghambat pertumbuhan
hama. Contohnya adalah juvenoid yang mengganggu perkembangan serangga.

6. Serangga Parasitoid
Pestisida biologis jenis ini menggunakan serangga parasitoid, yaitu serangga yang
mengebur atau meletakkan telur pada hama, sehingga hama tersebut mati atau
terkendali.

Pestisida biologis sering dianggap sebagai alternatif yang lebih ramah lingkungan
daripada pestisida kimia karena mereka menggunakan organisme dan senyawa yang
terjadi secara alami dalam lingkungan. Namun, seperti halnya dengan semua
pestisida, penggunaan yang bijak dan sesuai dengan pedoman perlu diterapkan untuk
memaksimalkan efektivitas dan meminimalkan dampak negatif.

B. Minyak Hewan atau Tanaman


Pestisida yang terbuat dari minyak hewan atau tanaman, seperti minyak neem,
seringkali memiliki tingkat residu yang lebih rendah dan dianggap sebagai pilihan
yang lebih aman.

Pestisida yang mengandung minyak hewan atau tumbuhan adalah jenis pestisida yang
berasal dari bahan alami, seperti minyak dari hewan atau tumbuhan tertentu.
Kandungan dalam pestisida semacam ini dapat bervariasi tergantung pada jenis
minyak yang digunakan dan formulasi pestisida tersebut. Beberapa komponen umum
yang dapat ditemukan dalam pestisida minyak hewan atau tumbuhan adalah:

1. Minyak Tumbuhan
Pestisida ini mengandung minyak yang diekstrak dari berbagai jenis tumbuhan.
Minyak tumbuhan ini mengandung senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Kandungan dalam pestisida minyak
tumbuhan dapat berbeda tergantung pada jenis tumbuhan yang digunakan, tetapi
beberapa senyawa umum yang dapat ditemukan dalam minyak tumbuhan termasuk:

a. Azadirachtin: Senyawa aktif yang ditemukan dalam minyak neem (Azadirachta


indica). Ini adalah senyawa yang paling dikenal dalam pestisida minyak neem dan
digunakan sebagai insektisida. Azadirachtin memiliki berbagai efek toksis terhadap
serangga, termasuk menghambat pertumbuhan dan perkembangan mereka.

b. Minyak Essensial: Minyak tumbuhan seperti minyak eucalyptus, minyak jeruk,


minyak kayu putih, atau minyak kayu manis mengandung senyawa-senyawa yang
dapat berfungsi sebagai insektisida atau repelen terhadap hama.

c. Komponen Fenolik: Beberapa minyak tumbuhan mengandung komponen fenolik


yang dapat merusak sel-sel hama atau patogen tanaman. Contohnya adalah thymol
yang ditemukan dalam minyak tumbuhan seperti minyak timi.

d. Terpenoid: Beberapa minyak tumbuhan mengandung senyawa terpenoid, yang


dapat memiliki efek toksis terhadap serangga atau hama. Terpenoid ini bisa termasuk
senyawa seperti carvacrol, pulegone, atau limonene.

e. Asam Lemak: Asam lemak tertentu dalam minyak tumbuhan dapat memiliki efek
repelen atau mengganggu sistem pencernaan hama.

f. Senyawa Repelen: Beberapa minyak tumbuhan mengandung senyawa-senyawa


yang bersifat repelen terhadap hama. Ini membuat hama menjauhi tanaman yang
diobati dengan minyak tumbuhan.

Pestisida minyak tumbuhan biasanya digunakan sebagai insektisida, fungisida, atau


repelen alami untuk melindungi tanaman dari serangga, jamur, dan penyakit.

2. Minyak Hewan
Jenis pestisida yang mengandung minyak yang diekstrak dari hewan tertentu. Minyak
hewan ini mengandung senyawa-senyawa yang dapat digunakan untuk
mengendalikan hama dan penyakit tanaman. Kandungan dalam pestisida minyak
hewan dapat berbeda tergantung pada jenis hewan yang digunakan, tetapi beberapa
komponen umum yang dapat ditemukan dalam pestisida minyak hewan adalah:

a. Minyak Ikan: Pestisida minyak ikan sering menggunakan minyak ikan, seperti
minyak ikan sardine atau minyak ikan lemak (fish oil). Minyak ikan mengandung
asam lemak omega-3 yang dapat berperan sebagai insektisida atau fungisida.

b. Minyak Hati Ikan: Minyak hati ikan, seperti minyak hati ikan kod, mengandung
senyawa seperti vitamin A dan D, yang dapat digunakan dalam pestisida sebagai zat
pengendali hama.
c. Minyak Kepiting: Minyak yang diekstrak dari kepiting juga dapat digunakan dalam
pestisida untuk mengendalikan hama.

d. Minyak Hewan Laut Lainnya: Selain minyak ikan, minyak dari hewan laut lainnya
seperti jentik-jentik laut dapat digunakan dalam pestisida.

e. Asam Lemak: Minyak hewan juga mengandung asam lemak tertentu, yang dapat
digunakan sebagai bahan aktif dalam pestisida untuk mengendalikan hama atau
penyakit tanaman.

f. Komponen Aktif: Komponen aktif dalam pestisida minyak tumbuhan atau hewan
adalah senyawa yang memberikan efek pestisidal. Misalnya, azadirachtin dalam
minyak neem memiliki efek insektisida terhadap serangga.

g. Pembantu Formulasi: Pestisida seringkali mengandung bahan tambahan untuk


membantu dalam formulasi dan aplikasi. Ini termasuk surfaktan, pengemulsi, dan
bahan pengikat yang membantu pestisida melekat pada tanaman atau hama target.

Pestisida berbasis minyak hewan atau tumbuhan sering dianggap sebagai alternatif
yang lebih aman dan ramah lingkungan dibandingkan dengan pestisida kimia karena
mereka berasal dari bahan alami. Namun, penggunaan yang bijak dan sesuai dengan
petunjuk label tetap diperlukan untuk memastikan efektivitas dan menghindari efek
samping yang tidak diinginkan.

3. Insektisida Botanical
Pestisida ini mengandung senyawa-senyawa yang diekstrak dari tumbuhan. Beberapa
pestisida yang berasal dari tanaman tertentu, seperti pyrethrin yang diambil dari
bunga chrysanthemum, cenderung memiliki residu yang lebih rendah.

a. Pyrethrin: Pyrethrin adalah senyawa yang ditemukan dalam bunga


Chrysanthemum. Ini adalah salah satu bahan aktif paling umum dalam insektisida
botanical. Pyrethrin bersifat toksis terhadap serangga dan digunakan untuk
mengendalikan berbagai jenis serangga, seperti kutu, lalat, nyamuk, dan kecoak.

b. Rotenone: Rotenone adalah senyawa yang ditemukan dalam akar tanaman seperti
Derris dan Lonchocarpus. Ini digunakan sebagai insektisida dan juga sebagai zat
pengendali hama dalam perairan.
c. Nicotine Sulfate: Senyawa nikotin dari tanaman tembakau digunakan dalam bentuk
nicotine sulfate sebagai insektisida. Ini memiliki efek neurotoksin terhadap serangga.

d. Neem Oil: Minyak neem diekstrak dari pohon neem (Azadirachta indica) dan
mengandung azadirachtin yang memiliki efek insektisida terhadap serangga.

e. Essential Oils: Minyak essensial dari berbagai tumbuhan seperti lavender,


eucalyptus, peppermint, dan lainnya juga digunakan dalam insektisida botanical.
Senyawa-senyawa dalam minyak essensial dapat memiliki efek repelen terhadap
serangga.

f. Sabun Potasium: Sabun potasium, yang terbuat dari potasium dan minyak
tumbuhan, sering digunakan dalam formulasi insektisida botanical untuk
meningkatkan daya lekat pada tanaman dan hama.

g. Feromon: Beberapa insektisida botanical menggunakan feromon, senyawa kimia


yang dihasilkan oleh hama untuk berkomunikasi. Ini dapat digunakan untuk
mengganggu perilaku hama.

4. Pestisida Kontak dan Kontak Sistemik


Pestisida dapat dibagi menjadi dua kategori utama, yaitu pestisida kontak dan kontak
sistemik, tergantung pada cara kerja dan distribusi dalam tanaman. Berikut adalah
kandungan umum dalam kedua jenis pestisida ini:

1. Pestisida Kontak
a. Senyawa Aktif Kontak: Pestisida kontak mengandung senyawa aktif yang
berfungsi ketika hama atau patogen tanaman terkena atau bersentuhan langsung
dengan pestisida tersebut. Senyawa ini bisa berupa zat kimia tertentu yang memiliki
efek toksis terhadap hama atau patogen.

b. Bahan Tambahan: Pestisida kontak seringkali mengandung bahan tambahan seperti


pengemulsi, surfaktan, atau bahan pengikat. Ini membantu pestisida melekat pada
permukaan tanaman dan menjaga daya lekat pada hama atau patogen.

c. Pelarut: Pestisida kontak sering diencerkan dalam pelarut yang sesuai sehingga
dapat dengan mudah diaplikasikan pada tanaman. Pelarut ini biasanya adalah air,
tetapi bisa juga berupa pelarut organik tertentu.
d. Senyawa Repelen: Beberapa pestisida kontak mengandung senyawa yang bersifat
repelen, yang dapat membuat hama menjauhi tanaman yang diobati.

2. Pestisida Kontak Sistemik


a. Senyawa Aktif Sistemik: Pestisida kontak sistemik mengandung senyawa aktif
yang tidak hanya berfungsi saat bersentuhan dengan hama atau patogen, tetapi juga
dapat meresap ke dalam jaringan tanaman. Senyawa sistemik ini diserap oleh
tanaman dan mendistribusikannya ke berbagai bagian, termasuk daun, batang, atau
akar.

b. Senyawa Zat Aktif yang Bergerak: Pestisida kontak sistemik seringkali


mengandung senyawa yang dapat bergerak melalui sistem vaskuler tanaman,
sehingga dapat mencapai bagian yang jauh dari titik aplikasi.

c. Metabolit: Setelah diserap oleh tanaman, beberapa pestisida kontak sistemik dapat
mengalami metabolisme menjadi bentuk yang lebih aktif dalam melawan hama atau
patogen.

d. Bahan Tambahan: Seperti pestisida kontak, pestisida kontak sistemik juga dapat
mengandung bahan tambahan seperti surfaktan atau pelarut untuk meningkatkan daya
sebar dan efektivitas aplikasi.

Pestisida kontak sistemik sering digunakan untuk mengendalikan hama atau penyakit
yang sulit dijangkau oleh pestisida kontak biasa. Karena senyawa sistemik meresap
ke dalam tanaman, mereka dapat memberikan perlindungan lebih tahan lama dan
merata di seluruh tanaman. Namun, penggunaan pestisida kontak sistemik juga
memerlukan kebijaksanaan dan pemahaman tentang dosis dan aplikasi yang benar.

5. Pestisida Mikroba
Jenis pestisida yang menggunakan mikroorganisme hidup atau produk-produk yang
dihasilkan oleh mikroba untuk mengendalikan hama atau patogen tanaman.
Kandungan dalam pestisida mikroba tergantung pada jenis mikroorganisme yang
digunakan dan jenis produk yang dihasilkannya. Pestisida jenis ini juga memiliki
residu yang lebih rendah karena mereka bekerja dengan cara yang lebih spesifik dan
tidak berdampak pada berbagai organisme non-target. Beberapa komponen umum
yang dapat ditemukan dalam pestisida mikroba termasuk:
1. Mikroorganisme Aktif: Pestisida mikroba mengandung mikroorganisme hidup
yang berperan dalam mengendalikan hama atau patogen. Beberapa contoh
mikroorganisme yang umum digunakan termasuk bakteri seperti Bacillus
thuringiensis atau Pseudomonas fluorescens, serta jamur seperti Beauveria bassiana
atau Metarhizium anisopliae.

2. Spora atau Sporangia: Beberapa mikroorganisme menghasilkan spora atau


sporangia, yang merupakan bentuk reproduksi mikroba. Spora ini dapat digunakan
dalam formulasi pestisida untuk mengendalikan hama.

3. Metabolit Mikroba: Mikroorganisme dalam pestisida mikroba dapat menghasilkan


metabolit yang memiliki efek toksis terhadap hama atau patogen. Contoh ini adalah
toksin Cry yang dihasilkan oleh Bt.

4. Pembantu Formulasi: Pestisida mikroba sering mengandung bahan tambahan


seperti pembantu formulasi untuk meningkatkan daya sebar dan ketahanan terhadap
kondisi lingkungan. Ini termasuk bahan pengemulsi, pelarut, dan pelindung dari
radiasi ultraviolet.

5. Metabolit Organik: Beberapa mikroorganisme menghasilkan senyawa organik,


seperti asam organik, yang memiliki efek merugikan pada hama atau patogen.

6. Pestisida Yang Terurai Cepat


Pestisida yang mudah terurai oleh mikroorganisme tanah atau faktor cuaca memiliki
kemungkinan tingkat residu yang lebih rendah karena mereka tidak bertahan lama di
lingkungan. Kandungan dalam pestisida semacam ini dapat bervariasi, tetapi mereka
sering kali mencakup senyawa-senyawa berikut:

a. Senyawa Organik: Pestisida yang mudah terurai sering mengandung senyawa


organik alami, seperti asam lemak, protein, atau gula.

b. Mineral: Beberapa pestisida terurai cepat dapat mengandung senyawa mineral yang
larut dalam air, seperti belerang, tembaga, atau besi.

c. Ekstrak Tumbuhan: Pestisida organik terurai cepat sering mengandung ekstrak


tumbuhan, seperti minyak biji kapas atau minyak neem.
d. Enzim: Pestisida biologis dapat mengandung enzim yang berperan dalam
mengendalikan hama atau patogen.

e. Mikroorganisme: Pestisida yang mengandung mikroorganisme hidup, seperti


bakteri atau jamur, cenderung terurai dengan cepat karena mikroorganisme tersebut
akan mengalami proses dekomposisi alami.

f. Bahan Biodegradabel: Pestisida yang diformulasikan dengan bahan yang mudah


terurai, seperti bahan pelarut organik, lebih cenderung terurai secara alami di
lingkungan.

Karakteristik utama dari pestisida yang terurai cepat adalah kemampuan mereka
untuk terurai dalam jangka waktu relatif singkat melalui berbagai proses alamiah,
seperti biodegradasi oleh mikroorganisme, oksidasi, atau hidrolisis. Ini membantu
mengurangi akumulasi residu pestisida di lingkungan dan mengurangi dampak
negatifnya pada ekosistem. Namun, meskipun pestisida terurai cepat lebih ramah
lingkungan, penggunaannya tetap memerlukan pemahaman yang baik tentang dosis,
aplikasi yang bijak, dan pematuhan terhadap pedoman yang berlaku.

Penting untuk memahami bahwa pemilihan pestisida harus disesuaikan dengan


kebutuhan spesifik pertanian, termasuk jenis tanaman yang ditanam, jenis hama yang
ada, dan faktor lingkungan. Praktik pertanian yang berkelanjutan dan penggunaan
pestisida yang bijak dapat membantu mengurangi residu pestisida dan meminimalkan
dampak negatifnya pada lingkungan dan kesehatan manusia.

BAB 5
Kesimpulan dan Saran

DAFTAR PUSTAKA

LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai