Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tuntutan Tugas Projek Based Learning (PJBL)
Dengan Guru Pembimbing : Firman S.Pd Dan Sagitia Rahman S.Kom
Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan
oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin aktif dalam
memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya
hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru
meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti
pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian.
Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang
dikenal dengan pertanian organik.
Pertanian organik adalah sistem budi daya pertanian yang mengandalkan
bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan kimia sintetis. Beberapa tanaman
Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dengan teknik tersebut adalah
padi, hortikultura yang meliputi tanaman sayur, buah, bunga, dan tanaman obat
(contohnya: brokoli, kubis merah, jeruk, dll.), tanaman perkebunan (kopi, teh,
kelapa, dll.), dan rempah-rempah. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada
prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan. Yang dimaksud dengan
prinsip kesehatan dalam pertanian organik adalah kegiatan pertanian harus
memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan,
bumi, dan manusia sebagai satu kesatuan karena semua komponen tersebut saling
berhubungan dan tidak terpisahkan. Pertanian organik juga harus didasarkan pada
siklus dan sistem ekologi kehidupan. Pertanian organik juga harus memperhatikan
keadilan baik antar manusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan.
Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan yang
berhati-hati dan bertanggung jawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan
manusia baik pada masa kini maupun pada masa depan.
Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik,
kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang
menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk
pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan
budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis
tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.
Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar.
Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar
25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000).
Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar
oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan
menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah
lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur.
Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan
menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini
memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk
pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay
oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar
produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh
seperti Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya
terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi
antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk
pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus
memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada
kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan
terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-
masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas
pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta
dan 0,06 juta hektar. Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian
organik internasional di samping produk peternakan.
Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar
internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan
komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka
untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung
pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa
olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.
Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan
untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas
eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki
potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya,
Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar
internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.
Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur
kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian
intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi,
asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga
tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.
1. Peluang dan Hambatan Pertanian Organik
Indonesia berpotensi untuk menjadi produsen pertanian organik
terkemuka dunia beberapa factor yang menjadi peluang Indonesia dalam
pengembangan pertanian organik adalah :
1. Sumberdaya alam dan sumberdaya hayati
Sebagai Negara agraris, Indonesia memiliki potensi sangat besar
bagi system pertanian organik. Selain lahan pertanian tropik, plasma
nutfah yang sangat beragam. Juga didukung oleh ketersediaan bahan
organik. Produk buah-buahan seperti durian, manggis, salak duku dan
rambutan dengan mudah digolongkan ke dalam buah-buah organik..
2. Adanya berbagai pemangku kepentingan yang memiliki respon terhadap
pertanian organik.
Peminat pertanian organik telah mendeklarasikan organisasi yang
diberi nama Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA). Di
Indonesian juga telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal
sepertiz baras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk
lainnya. Adanya berbagai pemangku kepentingan yang bergerak dalam
pertanian organik menjadi kekuatan tersendiri bagi pengembangan
pertanian organik di masa yang akan datang.
3. Berkembangnya bioteknologi mikroba pendukung pertanian organik
a. Teknologi kompos bioaktif.
Teknologi ini merupakan teknologi yang dapat mempersingkat
proses pengomposan (dekomposisi) bahan organik dari beberapa bulan
menjadi beberapa minggu. Produk-produk biodekomposer untuk
mempercepat proses pengomposan, yang tersedia di pasaran
diantaranya: SuperDec, OrgaDec, EM4,EM lestari, Starbio, Stardec.
Mikroba tersebut mampu mempercepat proses pengomposan menjadi
sekitar 2-3 minggu. Mikroba akan tetap hidup dan aktif di dalam
kompos. Ketika kompos tersebut diberikan ke tanah, mikroba akan
berperan untuk mengendalikan organisme pathogen penyebab penyakit
tanaman.
b. Biofertilizer
Teknologi ini merupakan teknologi mikroba yang berperan dalam
meningkatkan penyediaan dan penyerapan hara tanaman. Prinsip
dasarnya mikrobaba tanah yang mampu menghasilkan hormon tanaman
diformulasikan dalam bahan pembawa khusus dan digunakan sebagai
biofertilizer (jasad penyuburan tanah).
c. Agen biocontrol
Teknologi ini merupakan teknologi mikroba untuk pengendalian
hama dan penyakit. Teknologi mikroba (agen biokontrol) yang sudah
dikembangkan antara lain Bacillus thuringiensis (BT), Bauveria
bassiana. Paecilonmyces fumosoroseus, dan Metharizium anisopliae,
Trichoderma sp. Beberapa produk biokontrol yang tersedia di pasaran.
Pertanian organik akan banyak memberikan keuntungan ditinjau dari
segi peningkatan kesuburan tanah dan peningkatan produksi tanaman maupun
ternak, dari aspek lingkungan dalam mempertahankan ekosistem, sedangkan
dari aspek ekonomi akan menghemat devisa Negara untuk mengimport
pupuk, bahan kimia pertanian dan member banyak kesempatan lapangan
kerja serta meningkatkan pendapatan petani.
Pertanian organik memungkinkan pemanfaatan limbah rumah tangga,
limbah pertanian dan limbah peternakan sebagai bahan baku pupuk. Kotoran
yang dihasilkan oleh hewan ternak yang semula kurang dapat dimanfaatkan,
kini dapat diolah menjadi pupuk organik yang mampu mendukung kebutuhan
hara tanaman. Penggunaan bahan organik diharapkan akan mengurangi
kerusakan tanah sehingga tanah dapat terus memberikan manfaatnya untuk
kehidupan yang akan datang. Penurunan produktivitas dapat dicegah sehingga
kemampuan produksi tetap dapat dipertahankan.
Pertanian organik telah mulai berkembang di masyarakat, namun
demikian perkembangan tersebut masih dirasakan kurang optimal. Hal
tersebut antara lain disebabkan masih adanya berbagai kelemahan antara lain:
1. Kesalahan persepsi
Masyarakat awam menganggap produk organik adalah yang bagus
tidak hanya dari segi kandungan nutri namun juga penampilan produknya.
Kenyataanya produk organik tidaklah selalu bagus, sebagai contoh daun
berlobang dan berukuran kecil, karena tidak menggunakan pestisida dan
zat perangsan tumbuh atau pupuk anorganik lainnya.
2. Penyediaan Pupuk Organik
Pertanian organik mutlak memerlukan pupuk organik sebagai
sumber hara utama. Sistem pertanian organik mensyaratkan ketersediaan
hara bagi tanaman harus berasal dari pupuk organik. Kenyataan pupuk
organik memiliki kandungan hara per satuan berat kering bahan jauh
dibawah hara yang dihasilkan oleh pupuk anorganik, seperti urea, TSP dan
KCL. Untuk memenuhi kebutuhan dasar tanaman dapat membuat petani
kewalahan. Umumnya petani kita bukan petani mampu yang memiliki
lahan dan ternak sekaligus sehingga mereka mesti membeli dari sumber
lainnya dan ini membutuhkan biaya yang cukup tinggi disamping tenaga
yang lebih besar.
3. Kesiapan Teknologi Pendukung
Teknologi pertanian organik, baru dikenal masyarakat dalam
beberapa tahun terakhir, sehingga wajar apabila ketersediaan teknologi
pendukung masih terbatas. Teknik becocok tanam yang benar seperti
pemilihan rotasi tanaman dengan mempertimbangkan efek pemutusan
siklus hidup hama perlu dikatahui. Pengetahuan akan tanaman yang dapat
menyumbangkan hara tanaman seperti legume (kacang-kacangan) sebagai
tanaman penyumbang nitrogen dan unsur hara lainnya sangatlah
membantu untuk kelestarian lahan pertanian organik. Selain itu teknologi
pencegahan hama dan penyakit juga sangat diperlukan, terutama pada
pembudidaya pertanian organik di musim hujan.
4. Pemasaran Produk Organik
Pemasaran produk organik di dalam negeri sampai saat ini hanyalah
berdasarkan kepercayaan kedua belah pihak yaitu konsumen dan produsen,
pemasaran produk organik Indonesia masih sulit menembus pasar
internasional tersebut. Kendala utama adalah sertifikasi produk oleh suatu
badan sertifikasi yang sesuai dengan standar pertanian organik yang
ditetapkan oleh Negara yang akan dituju. Akibat keterbatasan sarana dan
prasarana terutama terkait dengan standar mutu produk, sebagian besar
produk pertanian organik tersebut berbalik memenuhi pasar dalam negeri
yang masih memiliki pangsa pasar cukup luas. Masing-masing produsen
melabel produknya sebagai produk organik, namun kenyataanya banyak
yang masih mencampur pupuk organik dengan pupuk kimia atau
menggunakan pestisida untuk pengendalian hama penyakit tanaman.
Petani yang benar-benar melaksanakan pertanian organik tentu saja akan
merugi.
https://new.litbang.pertanian.go.id/info-aktual/17/
https://www.kompasiana.com/nurasih2000/61888f2ff5eb6826171fb7b2/peluang-
pertanian-organik-di-indonesia
https://id.wikipedia.org/wiki/Pertanian_organik
http://cybex.pertanian.go.id/mobile/artikel/72704/Pertanian-Organik-Serta-
Perbedaan-Pertanian-Organik-Dengan-Pertanian-Anorganik-Konvensional-
Lengkap/
https://maluku.litbang.pertanian.go.id/?p=635
https://www.simulasikredit.com/untung-rugi-pertanian-organik-organic-farming/