BIOTEKNOLOGI PERTANIAN
Oleh Kelompok :
Claudia Angel M (1706541051)
BAB I
Pendahuluan
Pertanian terutama di Indonesia mulai mengalami penurunan dari segi kualitas dan kuantitas,
banyak faktor yang terjadi, salah satunya adalah penggunaan bahan kimia sebagai pelengkap
pertanian yang banyak memberi efek negatif berkelanjutan. Petani mulai merasakan efek buruk
yang terjadi secara berkepanjangan, namun juga banyak yang masih memanfaatkan bahan kimia
baik secara campuran ataupun langsung pada tanaman, alasannya tidak lain karena tuntutan
kuantitas. Petani yang mulai peka terhadap hasil berkelanjutan dan lingkungan pasti lebih
memilih pertanian yang kembali ke organik, meskipun masih dalam tahapan semi organik
sekalipun.
Sejalan dengan semakin meningkatnya kesadaran manusia dan utamanya petani akan
kerusakan lingkungan dan munculnya berbagai penyakit yang disebabkan penggunaan bahan
kimia secara berlebihan pada makanan, pertanian organik muncul sebagai sebuah alternatif yang
menjadi pilihan bagi banyak orang. Pertanian organik dapat dikatakan sebagai suatu sistem
bertani selaras alam, mengembalikan siklus ekologi dalam suatu areal pertanian membentuk
suatu aliran yang siklik dan seimbang.
Secara perlahan tapi pasti sistem pertanian organik mulai berkembang diberbagai belahan
bumi, baik dinegara maju maupun negara berkembang. Masyarakat mulai melihat berbagai
manfaat yang dapat diperoleh dengan sistem pertanian organik ini, seperti lingkungan yang tetap
terjaga kelestariannya dan dapat mengkonsumsi produk pertanian yang relatif lebih sehat karena
bebas dari bahan kimia yang dapat menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Beberapa lembaga penelitian dan pihak perguruan tinggi juga turut memberikan andilnya
dalam pengembangan pertanian organik melalui penelitian- penelitian dan juga penyampaian
informasi teknologi budidaya yang dapat diterapkan pada sistem pertanian organik. Upaya yang
mulai dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu
dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyediaan hara dan
pengendalian penyakit.
Untuk menggemakan kembali pertanian organik ini, banyak petani yang mulai beralih
menggunakan pemanfaatan mikroorganisme sebagai pengganti nahan kimia yang banyak
menghasilkan dampak negatif berkelanjutan. Dalam sistem pertanian organik upaya pertama
yang dilakukan adalah memperkenalkan bioteknologi dalam sistem pertanian organik yaitu
dengan memanfaatkan beberapa mikroorganisme yang dapat membantu penyedian unsur hara
dan pengendalian penyakit. Beberapa mikroba tanah seperti rhizobium,azaosprillium,
azotobacter mikoriza perombak sellulosa dan efektif mikroorgnisme dapat dimanfaatkan sebagai
biofertilizer pada pertanian organik.Biofertilizer tersebut memiliki fungsinya antara lain
membantu penyediaan unsur hara pada tanaman, membantu dekomposisi bahan organik,
meyediakan lingkungn rhizosfer sehingga pada akhirnya akan mendukung pertumbuhan dan
produksi peningkatan tanaman
1.3. Tujuan
1.2 Biofertilizer
Biofertilizer merupakan suatu zat yang digunakan untuk meningkatkan kesuburan tanah
dengan menggunakan limbah biologis, bermanfaat dalam memperkaya tanah dengan kandungan
mikro-organisme yang menghasilkan nutrisi organik untuk tanah dan membantu memerangi
penyakit. Zat yang mengandung mikroorganisme, yang ditambahkan pada bibit, permukaan
tanaman, atau tanah, akan mendorong pertumbuhan dengan meningkatkan pasokan atau
ketersediaan nutrisi utama untuk tanaman inang.
Tidak seperti pupuk kimia pada umumnya yang langsung meningkatkan kesuburan tanah
dengan menambahkan nutrisi, biofertilizers menambahkan nutrisi melalui proses alami dengan
cara memperbaiki atmosfer nitrogen, melarutkan fosfor, dan merangsang pertumbuhan tanaman
dengan memicu sintesis zat tertentu yang dibutuhkan. Mikroorganisme dalam biofertilizer
mengembalikan siklus hara alami dan membangun materi organik tanah.
Pertanian organik dapat didefinisikan sebagai sistem pengelolaan produksi pertanian yang
holistik yang mendorong dan meningkatkan kesehatan agro-ekosistem, termasuk biodiversitas,
siklus biologi dan aktivitas biologi tanah, dengan menekankan pada penggunaan input dari dalam
dan menggunakan cara-cara mekanis, biologis dan kultural. Dalam sistem pertanian organik
masukan (input) dari luar (eksterna) akan dikurangi dengan cara tidak menggunakan pupuk
kimia buatan, pestisida, dan bahan bahan sintetis lainnya. Dalam sistem pertanian organik
kekuatan hukum alam yang harmonis dan lestari akan dimanfaatkan untuk meningkatkan
kuantitas dan kualitas hasil pertanian sekaligus miningkatkan ketahanan terhadap serangan hama
dan penyakit.
Pada dasarnya kesuburan tanah lokal merupakan kunci keberhasilak sistem pertanian
organik, baik kesuburan fisik, kimia maupun biologi. Bila kesuburan tanah telah baik, maka akan
tercipta lingkungan pertanaman terutama untuk perakaran yang diinginkan, ketersediaan hara –
hara makro dan mikro terpenuhi dan aktivitas mikroorganisme tanah untuk membantu kesuburan
tanah juga terjaga.
1. Penyedia hara
2. Peningkat ketersediaan hara
3. Pengontrol organisme pengganggu tanaman
4. Pengurai bahan organik dan pembentuk humus
5. Pemantap agregat tanah
6. Perombak persenyawaan agrokimia
1. Bakteri Rhizobium
Bakteri Rhizobium adalah salah satu contoh kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai
penyedia hara bagi tanaman. Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini
akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Rhizobium hanya dapat
memfiksasi nitrogen atmosfer bila berada di dalam bintil akar dari mitra legumnya. Peranan
Rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya barkaitan dengan masalah ketersediaan
nitrogen bagi tanaman inangnya.
Rhizobium yang berasosiasi dengan tanaman legum mampu menfiksasi 100-300 kg N/ha
dalam satu musim tanam dan meninggalkan sejumlah n untuk tanaman berikutnya. Permasalahan
yang perlu diperhatikan adalah efisiensi inokulen Rhizobium untuk jenis tanaman tertentu.
Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan
produksi antara 10% – 25 %. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi
tanah dan efektifitas populasi asli.
2. Azospirillum dan Azotobacter
Azospirillum mempunyai potensi cukup besar untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati.
Bakteri ini banyak dijumpai berasosiasi dengan tanaman jenis rerumputan, termasuk beberapa
jnis serelia, jagung, cantel, dan gandum. Sampai saat ini ada tiga spesies yang telah ditemukan
dan mempunyai kemampuan sama dalam menambat nitrogen yaitu Azospirillum brasilense, A.
Lipoferum, dan A. Amazonese. Azospirillum merupakan salah satu jenis mikroba di daerah
perakaran. Infeksi yang disebakan oleh bakteri ini tidak menyebabkan perubahan morfologi
perakaran, meningkatnya jumlah akar rambut, menyebabkan percabangan akar lebih berperan
dalam penyerapan hara.
Keuntungan lain dari bakteri ini, bahwa apabila saat berasosiasi dengan perakaran tidak dapat
menambat nitrogen, maka pengaruhnya adalah meningkatkan penyerapan nitrogen yang ada di
dalam tanah. Dalam hal ini pemanfaatan bakteri ini tidak berkelanjutan, tetapi apabila
Azospirillum yang berasosiasi dengan perakaran tanaman mampu menambat nitrogen, maka
keberadaan nitrogen di dalam tanah dapat dipertahankandalam waktu yang lebih panjang.
Keadaan ini relatif lebih menguntugkan karena dapat mengurangi pasokan pupuk nitrogen.
Disamping itu, Azospirillum meningkatkan efisiensi penyerapan nitrogen dan menurunkan
kehilangan akibat pencucian, denitrifikasi atau bentuk kehilangn nitrogen lain Azotobacter spp.
Juga merupaka bakteri non – simbiosis yang hidup di daerah perakaran. Dijumpai hampir pada
semua jenis tanah, tetapi populasinya relatif rendah. Selain kmampuannya dalam membuat
nitrogen, bakteri ini juga menghasilkan sejenis hormon yang kurang lebih sama dengan hormon
pertumbuhan tanaman dan menghambat pertumbuhan jenis jamur tertentu. Seperti halnya
Azospirillum, Azotobacter dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui pasoka
nitrogenudara, pasokan pengatur tumbuh, mengurangi kompetisi dengan mikroba lain dalam
menambat nitrogen, atau membuat kondisi tanah lebih menguntungkan untuk pertumbuhan
tanaman.
4. Mikoriza
Asosiasi antara jamur dan sistem perakaran tanaman tinggi diistilahkan dalam mikoriza.
Dalam fenomena ini jamur menginfeksi dan mengkoloni akar tanpa menimbulkan nekrosis
sebagaimana bisa terjadi pada infeksi jamur paogen, dan mendapat pasokan nutrisi secara
teratur. Istilah mikoriza yang berarti jamur akar pertama kali diperkenalkan olehfrank pada tahun
1855. Dalam deskripsinya kemudian frank membagi mikoriza berdasarkan tempat
jamurberkembang dalam akar menjadi dua golongan (Schneck, 1982):
1. Ektomikoriza, jamur yang berkembang di permukaan luar akar dan diantara sel- sel
korteks akar.
2. Endomikoriza, jamur yang berkembang di dalam akar di antara dan di dalam sl-sel
korteks akar.
2.5 Proses Produksi Biofertilizer
KESIMPULAN
Sistem pertanian organik sebagai suatu sistem yang menjadi jawaban pertanain masa kini dan
nanti, pemanfaatan Biofertilizer (pupuk hayati) merpakan upaya pendukungnya untuk membantu
penyediaan hara bagi tanaman sangat penting. Pemanfaatan beberapa jenis mikroba tanah dapat
membantu ketersediaan hara bagi tanaman seperti hara nitrogen dan fosfat, selain itu ada
mikroba tanah yang berperan dalam mempercepat dekomposisi bahan organik Mikroorganisme
memegang peranan penting dalam aktivitas perombakan di dalam tanah karena tanpa aktivitas
mikroba maka segala kehidupan di bumi ini lambat laun akan terhambat. Selain itu, mikroba juga
berperan dalam siklus energi, siklus hara, pembentukan agregat tanah, dll.
DAFTAR PUSTAKA
Prihatini, T., A. Kentjanasari, dan Subowo. 1996. Pemanfaatan Biofertilizer untuk Peningkatan
Rao, N.S.S. 1994. Soil Microorganisms and plant Growth. Oxford and IBM Publishing Co.
Febriana. 2017. Azotobacter sebagai Agen Biofertilizer Berbentuk Granul Vol.6. No. 2. JURNAL