Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang

Pare (Momodica charantia) merupakan tumbuhan dataran rendah


yang seluruh bagian dari tanaman ini di manfaatkan sebagai obat bagi manusia
(deptan,2002 dalam irwanto,2018). Hasil penelitian sebelumnya telah
membuktikan kandungan senyawa pada buah pare memiliki khasiat sebagai obat
batuk, radang tenggorokan, penurun panas, disentri, dan cacingan. Buah pare
mengandung senyawa anti imflamasi dan antelmintik, selain itu juga dapat
sebagai obat untuk radang tenggorokan,sakit mata, demam, malaria, penambah
nafsu makan, diabetes rematik, sariawan, bisul, abses, sakit liver, sembelit,
cacingan, disentri, dam asma. Kandungan kalsium di dalam buah pare tergolong
tinggi,sehingga mampu menaikkan produksi sel-sel beta dalam pankreas untuk
menghasilkan insulin yang berkaitan dengan penurunan kadar gula dalam darah.
Kini penggunaan pare semakin meluas di asia tenggara. Australia dan Amerika
Serikat, pare kini menjadi bahan penting bagi obat leukimia, dan berfungsi untuk
mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh HIV AIDS. Buah pare dapat
meningkatkan jumlah sel imun dalam tubuh manusia. Penelitian tentang pengaruh
konsumsi buah pare yang diujikan pada individu dengan jumlah sel imun pada
tahap kritis adalah jumlah sel imun mereka maningkat (Gunawan, 2009).

Dengan berbagai khasiat dari buah pare sebagai tanamat obat, petani
Indonesia perlu mengoptimalkan kondisi buah pare. Tetapi banyak petani
Indonesia mengalami kendala, salah satu kendala yang di hadapi yaitu hama lalat
buah yang menyerang buah pare.

Lalat buah merupakan hama paling ganas pada tanaman holtikultura di


dunia. Sifat khas lalat buah adalah hanya bertelur didalam buah. Larva yang
menetas dari larva tersebut akan merusak daging buah. Sehingga menjadi busuk

1
dan gugur, Hal ini dapat menurunkan daya saing komoditas holtikultura indonesia
di pasar global (Deptan, 2002 dalam Irwanto, 2008).

Kebanyakan usaha pengendalian serangan hama yang sering di lakukan


adalah melalui pemberian pestisida sintesis (Santoso, 2006). Sedangkan
pengendalian hama pada tanaman harus di dasarkan pada prinsip ambang
ekonomi, artinya pengendalian hama dan penyakit baru dapat dilakukan secara
intensif apabila dari segi ekonomi serangan hama dan oenyakit mengakibatkan
kerugian yang cukup besar. Pengendalian hama di prioritaskan dengan cara
memperbaiki kondisi lingkungan setempat, sedangkan aolikasi pestisida di
lakukan pada urutan terakhir (santoso, 1996).

Penggunaan pestisida kurang efektif dalam mengendalikan lalat buah


karenasemua stadium larva berada di dalam daging buah, sehingga sulit untuk
terjangkau pestisida. Pestisida juga dapat menyebabkan pencemara lingkungan,
mengakibatkan kematian hewan non-target, penyederhanaan rantai makanan
alami, dan penyederhanaan keanekaragaman hayati (Djojosumarto, 2000 dalam
Irwanto, 2008)

Pengendalian hama dengan pestisida sintesis memilki beberapa


kelemahan bagi tanaman, yaitu dapat mengakibatkan gangguan pada proses
pembentukan buah. Selain itu,penggunaan bahan kimia yang berlebihan dapat
menyebabkanpopulasi hama mengalami peningkatan (Tn, 2009).

Menurut Soetjipta (1993), penggunaan bahan kimia secara berlebihan


juga dapat menyebabkan populasi hama semakin bertambah. Selain itu, musuh
alami dari hama yanag berada di lahan pertanian maupun perkebunan juga akan
ikut mati, bahkan terancam punah.

1.2.Tujuan

2
Tujuan dari praktikum ini antara lain:

1.Mempelajari cara pengapuran pada tanah marginal

2.Mengetahui pengaruh pemberian kapur pada tanah terhadap tanaman pare

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Pare

Tanaman pare (Momordica Charantia) diklasifikasikan ke dalam

3
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Kelas : Tubuhan berbiji belah
Ordo : Cucurbitales
Family : Cucurbitaceae
Genus : Momordica
Spesies : Momordica charantia
Akar
Akar tanaman pare memiliki akar tunggang yang berbentuk kerucut dan
cabang – cabang akar bercabang lagi hingga amat luas daerah perakaran nya. Akar
– akar yang tumbuh mendatar dapat menyebar dengan radius 40 – 80 cm dari
pangkal batang. (Kurniawan, 2015)

Batang
Tanaman pare memiliki batang berusuk lima, panjangnya kurang lebih 2-
5 mm, dan pada batang tanaman yang masih muda terdapat rambut yang rapat.

Daun
Tanaman pare berdaun tunggal, bertangkai panjang mulai dari 1,5-5,3
cm, kedudukannya berseling, bentuk bulat panjang, helai daun berbagi 5-7,
pangkal daun berbentuk seperti jantung dengan panjang kurang lebih 3,5-8,5 cm,
lebar 2,5-6 cm, berwarna hijau tua.

Bunga
Bunga tanaman pare bertipe tunggal, berkelamin 2 dalam satu pohon,
tangkai bunga panjang dan mahkota bunga berwarna kuning.

Buah
Buah pare berwarna hijau (muda) sampai jingga (tua), bentuk bulat
memanjang dengan 8-10 rusuk, permukaan buah berbintil-bintil tidak beraturan,
panjang 8-30 cm, bila dikonsumsi rasanya pahit.

Biji
Dalam satu buah pare memiliki banyak biji, berwarna coklat kekuningan,
bentuk pipih memanjang, dan keras.

2.2 Syarat Tumbuh Tanaman pare

Iklim
Tanaman pare umumnya memiliki daya adaptasi yang sangat luas,namun
kondisi tanah yang subur dan gembur dengan sistem drainase dan
tingkatkeasamaan yang baik merupakan syarat yang ideal bagi pertumbuhan pare.
Untuk pertumbuhan optimum, pH tanah harus berkisar antara 5-6, namun
tanaman. Tanaman pare adalah tanaman sangat sensitif yang memerlukan kondisi
tanam yang hangat dan kering dalam waktu yang lama untuk keberhasilan
produksi. Tanaman pare menghendaki suhu udara antara 220º C – 300º C.
Temperatur lingkungan tumbuh sangat mempengaruhi pertumbuhan tanaman dan
pencapaian masa berbunga pada pare. Lingkungan tumbuh yang memiliki rata -
4
rata 10 temperatur yang tinggi dapat mempercepat pembungaan dan umur panen
menjadi lebih pendek (Firmanto, 2011).
Tanah
Tingkat kemasaman (pH) tanah yang sesuai bagi tanaman pare
berkisarantara 5,3–5,7. Namun demikian masih toleran pada pH yang lebih
rendah, yaitu5,0. pH tanah yang terlalu rendah akan mengakibatkan rendahnya
kualitas dan tingkat produksi tanaman (Samadi, 2011).
Pupuk Kandang Ayam
Menurut (Musnawar dan Elfi, 2015). Pupuk Kandang merupakan pupuk organik
dari hasil fermentasi kotoran padat dan cair (urine) hewan ternak yang umumnya
berupa mamalia (sapi, kambing, babi, kuda) dan unggas (ayam, burung) pupuk
kandang ini paling sering digunakan petani untuk menyuburkan tanah. Bahan
organik yang terkandung dalam kotoran unggas (ayam) bermanfaat dalam proses
mineralisasi akan melepaskan hara dengan lengkap (N, P, K,Ca, Mg, S serta hara
mikro) sehingga dapat meningkatkan kandungan nutrisi tanah.selain itu kotoran
ayam juga dapat memperbaiki sifat fisik dan kimia tanah, memperbaiki struktur
tanah, tanah menjadi ringan untuk diolah, meningkatkan daya tahan air,
permeabilitas tanah menjadi lebih baik, serta meningkatkan kapasitas pertukaran
kation, sehingga mampu mengikat kation menjadi tinggi, akibatnya bila pupuk
dengan dosis tinggi hara tanaman tidak mudah tercuci. (Anonymous, 2010)
Kandang Ayam memiliki kandungan N yang cukup tinggi, dibandingkan pupuk
kandang kotoran hewan lainnya, dan perbandingan C/N rasio yang
rendah.Kandungan N yang relatif tinggi pada kotoran ayam dapat dimanfaatkan
untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Selain itu penambahan pupuk padat kotoran
ayam juga mampu memperbaiki sifat fisik tanah. Walaupun demikian pupuk
padat
kotoran ayam umumnya lebih lambat tersedia bagi tanaman,karena membutuhkan
waktu untuk proses dekomposisi (Hardjowigeno, 2010) Setiap ternak hara
kotorannya berbeda-beda karena masing-masing ternak mempunyai sifat khas
tersendiri. Makanan masing-masing ternak berbeda - beda, padahal makanan
inilah yang menentukan kadar pupuk kandang / jika makanan yang diberikan
banyak mengandung hara N, P, dan K , makanya kotorannya pun akan kaya
dengan zat tersebut. Salah satunya kandungan hara pada pupuk kandang yaitu
kadar air 55%, Nitrogen 1,00%, Phosphor 0,80%, Kalium 0,40% (Musnawar,
2006)

5
BAB III

METODE PRAKTIKUM

Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan meliputitanah ultisol , dolomit, pupuk kandang, benih


pare,

Polybag pupuk NPK mutiara, air.

AlatAlat tulis,handphone

6
B.Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum adalah sebagai berikut:

1. Alat dan bahan dipersiapkan terlebih dahulu.

2. Tanah ultis dimasukkan ke dalam 2 polybag dan ditimbang. Masing-


masing polybag dimasukkan tanah seberat 10 kg

3. Masing-masing polybag diberi label sesuai perlakuan.

4. Pupuk kandang dan dicampurkan ke dalam masing-masing polybag


dengan dosis sesuai perlakuan. Lalu diaduk sanpai merata.

5. Dolomit diberikan pada salah satu polybag dengan takaran 3 sendok atau 3
gram

6. Polybag yang sudah diberi pupuk kandang dan dolomit sesuai perlakuan
selanjutnya disusun dengan rapi.

7. Benih pare ditanam ke dalam polybag. Masing-masing polybag


ditanamsebanyak 4 benih per bolibag

8. Polybag disiram dengan air sampai kapasitas lapang.

9. Pada umur 14 HST, tanaman pare dipupuk NPK mutiara

10. Data yang telah diperoleh lalu dianalisis.

BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

Hasil

7
Tidak menggunakan dolomit

Ketika tanaman pare tidak


menggunakan dolomit pada media
tanamnya, pertumbuhan tanaman
pare terkesan lambat dan warna
daun nya agak kuning

Menggunakan dolomit

Tanaman pare yang menggunakan


dolomit pada media tanam
cenderung lebih cepat tumbuh dan
terlihat subur

Pembahasan

Tanah podzolik merah kuning atau sering disebut Ultisol adalah tanah
berwarna merah kuning yang sudah mengalami proses hancuran iklim yang
sudahlanjut, basa-basanya tercuci sehingga tanah bereaksi masam dan
memilikikejenuhan Al yang tinggi (Subagyoet al ., 2000).

8
Ultisol merupakan tanah yang bertekstur relatif berat, berwarna merah atau
kuning dengan struktur gumpalmempunyai agregat yang kurang stabil dan
permeabilitas rendah. Tanah iniumumnya berkembang dari bahan induk tua. Ciri
Ultisol memiliki solum tanahagak tebal yaitu 90-180 cm dengan batas horizon
yang datar.Sifat-sifat fisika dari tanah ultisol umumnya buruk, hal ini dapat dilihat
dari beberapa hal sebagai berikut:

(1) struktur tanah kurang mantap.

(2) infiltrasi dan permeabilitas lambat.

(3) aerasinya buruk.

(4) kandungan bahan organik rendah.

(5) porositas yang rendah sehingga tanah cenderung lebih padat.

(6) agregatkurang stabil dan lambat akibatnya bahaya erosi dapat meningkat.

(7) bobot isi pada lapisan tanah bawah tinggi (Utomo, 2008).

Sifat kimia pada tanah Ultisol yang berperan dalam menentukan sifat,
ciridan kesuburan tanah yakni kemasaman kurang dari 5,5, kandungan bahan
organik rendah sampai sedang, kejenuhan basa kurang dari 35%, serta Kapasitas
TukarKation (KTK) kurang dari 24 me per 100 gram liat. Tingkat pelapukan dan
pembentukan Ultisol berjalan lebih cepat pada daerah-daerah yang beriklimhumid
dengan suhu tinggi dan curah hujan yang tinggi (seperti halnya Indonesia),ini
berarti Ultisol merupakan tanah yang telah mengalami proses pencucian
sangatintensif, hal ini yang menyebabkan Ultisol memiliki kejenuhan basa
rendah.Selain itu, Ultisol juga memiliki kandungan Al-dd tinggi (Munir, 1996)

Pengapuran adalah suatu teknologi pemberian kapur ke dalam tanah,


yangdimaksudkan untuk memperbaiki kesuburan tanah yaitu memperbaiki sifat-
sifatkimia, fisika dan biologi dari tanah (Soepardi, 1986). Pemberian kapur
dapatmeningkatkan ketersediaan unsur fosfor (P) dan molibdenum (Mo).
Pengapurandapat meningkatkan pH tanah, sehingga pemberian kapur pada tanah
masam akanmerangsang pembentukan struktur remah, mempengaruhi pelapukan
bahanorganik dan pembentukan humus (Buckman dan Brady, 1964).

Secara umum pengapuran bertujuan untuk memperbaiki sifat fisik,


kimiadan biologi dari tanah. Pengapuran di wilayah-wilayah subtropik sering
bertujuanuntuk menaikkan pH hingga 6,5-7. Alasan mereka, karena pada kisaran
pHtersebut adalah paling cocok untuk ketersediaan unsur hara dan
pertumbuhantanaman umumnya. Ternyata konsep ini tidak cocok untuk wilayah-
wilayahtropik. Pemberian kapur untuk mencapai pH tersebut di tropik, sering
menurunkan produksi karena terjadi kelebihan kapur (over liming ). Berkaitan
9
dengan jumlahAl yang tinggi dan merupakan masalah utama pada tanah masam di
tropik, maka pengapuran sebaiknya ditujukan untuk meniadakan pengaruh
meracun ALtersebut. Sejalan dengan itu, pengapuran juga bertujuan untuk
menyediakan haraCa bagi tanaman (Nyakpadkk, 1998).

Soepardi (1983) menyatakan bahwa pengapuran menetralkan senyawa-


senyawa beracun dan menekan penyakit tanaman. Aminisasi, amonifikasi
danoksidasi belerang nyata dipercepat oleh meningkatnya pH yang diakibatkan
oleh pengapuran. Peningkatan pH tanah ini akan menjadikan tersedianya unsur N,
Pdan S serta unsur mikro bagi tanaman. Kapur yang banyak digunakan di
Indonesiadalam bentuk kalsit (CaCO3) dan dolomite (CaMg(CO3)2).

Soepardi (1983) menerangkan bahwa, tujuan utama pengapuran


adalahmenaikkan pH tanah hingga tingkat yang diinginkan, dan mengurangi
ataumeniadakan keracunan Al. Disamping itu juga untuk meniadakan keracunan
Fedan Mn, serta menyediakan hara Ca. Kebutuhan kapur dapat ditentukan dengan
berbagai cara tetapi untuk tanah masam di tropik disarankan berdasarkan
Aldd.Pemberian kapur setara 1x Al-dd (C1) sangat nyata menurunkan Al-dd
didalam tanah. Pengapuran akan mengurangi daya larut Al, Fe, Mn dan Zn
(TeamStudi Kapur Fakultas Pertanian IPB, 1983).

Kussow (1971) mengemukakan reaksiyang terjadi dalam menetralkan Al sebagai


berikut:

CaCO3 Ca2+ + CO32-

CO32- + 2H2O H2CO3 + 2OH-

X-Al + 3OH X3- + Al(OH)3

Secara umum semua jenis kapur bagi pertanian untuk


mengurangikemasaman tanah dan menambah Ca sebagai unsur hara tanaman.
Kapur dolomitmenyediakan unsur Mg. Batuan kapur tesusun oleh kalsium
karbonat.dan magnesium karbonat (MgCO3). Suasana masam dalam tanah
dapatditanggulangi dengan pemberian kapur. Mekanisme reaksi dari bahan kapur
padakomplek tanah masam dapat dilukiskan sebagai berikut (Buckman and
Brady,1982).Kapur, baik dioksida, maupun hidroksida atau karbonat,
ditambahkan padatanah asam jika terjadi pelarutan gerakannya berubah menjadi
bentuk bikarbonat.Hal ini disebabkan oleh tekanan parsiel karbondioksida, yang
biasanya beberaparatus kali lebih besar dari atmosfer; umumnya cukup kuat untuk
mencegahterjadinya hidroksida atau bahkan karbonat. Reaksi untuk kapur kalsium
murniadalah sebagai berikut:

CaO + H2 Ca(OH)2

10
Ca(OH)2 + 2H2CO3 Ca(HCO3)2 + 2H2O

CaCO3 + H2CO3 Ca(HCO3)2

Reaksi dengan koloid tanah adalah sebagai berikut:

H misel + Ca (OH)2 Ca Misel + 2 CO2

Hmisel + Ca (HCO3) Ca Misel + 2H2O + 2CO2

H (tidak larut)

H misel + CaCO3 Ca Misel + H2O +CO2

H fase padat

(Utomo, 2008).

Pengaruh kapur terhadap sifat fisik tanah sangat erat hubungannya


dengansifat biologi tanah. Agregasi zarah tanah yang semakin baik akibat
pengaruhkapur akan memperbaiki aerasi dan perkolasi di dalam tanah sehingga
aktivitas biologi tanah semakin baik. Keadaan ini menyebabkan proses pelapukan
bahanorganik menjadi cepat, sehingga asam-asam organik banyak dihasilkan
yangkemudian akan mengikat Al-dd. Proses pengikatan Al-dd oleh asam-asam
organikdapat terjadi karena asam-asam tersebut mempunyai gugus fungsional
yangmengandung oksigen seperti -C= , -OH, dan – COOH (Stevenson, 1982
dalamWahjudin, 2006). Kompos yang diberikan di dalam tanah akan
terdekomposisimenjadi asam humat dan asam fulvat yang keduanya mengandung
asam fenolatdan asam karboksilat. Asam-asam tersebut dapat berinteraksi dengan
oksida danatau hidroksida Al, baik secara dijerap maupun dikelat. Aktivitas dari
asam-asamini terjadi karena adanya perubahan muatan elektron dari oksigen, baik
secara polar maupun resonansi (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Pengaruh kapur terhadap sifat fisik tanah sangat erat hubungannya dengansifat
biologi tanah. Agregasi zarah tanah yang semakin baik akibat pengaruhkapur akan
memperbaiki aerasi dan perkolasi di dalam tanah sehingga aktivitas biologi tanah
semakin baik. Keadaan ini menyebabkan proses pelapukan bahanorganik menjadi
cepat, sehingga asam-asam organik banyak dihasilkan yangkemudian akan
mengikat Al-dd. Proses pengikatan Al-dd oleh asam-asam organikdapat terjadi
karena asam-asam tersebut mempunyai gugus fungsional yangmengandung
oksigen seperti -C= , -OH, dan – COOH (Stevenson, 1982 dalamWahjudin, 2006).

11
Kompos yang diberikan di dalam tanah akan terdekomposisimenjadi asam
humat dan asam fulvat yang keduanya mengandung asam fenolatdan asam
karboksilat. Asam-asam tersebut dapat berinteraksi dengan oksida danatau
hidroksida Al, baik secara dijerap maupun dikelat. Aktivitas dari asam-asamini
terjadi karena adanya perubahan muatan elektron dari oksigen, baik secara polar
maupun resonansi (Fessenden dan Fessenden, 1986).

Ada berbagai jenis kapur yang dapat digunakan untuk pengapuran lahan
pertanian. Jenis kapur tersebut dijelaskan menurut Kuswandi (2005) antara lain:

1. Kapur giling = kapur Super, kalsit kelas 1 (CaCO3)Kapur giling


menduduki kelas utama dalam pengapuran lahan pertanian.Bahan
aslinya terutama mengandung CaCO3atau MgCO3yang dapat
mengubahkeasaman tanah.

2. Kapur tohor = kapur hidup, kalsit kelas 2 (Quicklime)Kapur giling


atau bahan lain yang kaya CaCO3dipanasi dengan suhu tinggi,terbentuk
CO2dan kapur hidup. Kapur hidup ini terutama terdiri dari CaO
jikayang digunakan bahan berkadar Ca tinggi. Kadang-kadang kapur
hidup jugamasih mengandung MgO bentuk kapur ini biasanya tepung
halus, tapi dapat jugamengandung beberapa gumpalan empuk (soft
lumps). Bila dicampur air,membentuk kapur mati. Bila tersentuh udara,
kapur hidup lambat menyerap airdan CO2untuk membentuk campuran
kapur mati dan CaCO3yang disebut kapurmati udara.

3. Kapur dolomit CaMg(CO3)2 Kapur yang mengandung MgCO3kira-


kira sama dengan kandunganCaCO3disebut dolomit. Tektur dan
kekerasan kapur dolomit bervariasi, tetapisetela digiling sempurna dapat
bekerja (bereaksi) baik dengan tanah bila tidakterlalu banyak
mengandung unsur lain. Dolomit sudah umum diperdagangkansebagai
pupuk, karena kandungan Mg disamping Ca. Fungsinya sebagai
penambah unsur seperti halnya pada pupuk gypsum. Selayaknya
koreksi terhadapkeasaman pada tanah kurus dimulai dengan pemberian
kalsit, lalu diikuti dengandolomit untuk menambah daya guna lahan.

4. Kapur mati = slaked lime, Hydrated lime Ca(OH)2 Bahan ini


diperoleh dengan menyiramkan air pada kapur mentah (kapurhidup)
yang kemudian biasa diperdagangkan sebagai kapur untuk
mengapurtembok. Kapur mati lambat mengambil dari CO2udara.
Penyerapan CO2dan airolehkapur hidup dan CO2 oleh kapur mati tidak
mengurangi nilai bahan untuk pengapuran, hanya saja untuk
mendapatkan berat tertentu CaO diperlukan kapurmati dalam jumlah
besar.

12
5. Kapur liat = Napal, MarlMarl adalah butiran atau butir lepas,
seringkali tak murni,CaCO3yang berasal dari cangkang binatang laut
atau terbentuk dari presipitasi CaCO3 dari perairan danau kecil atau
kolam. Secara umum marl diartikan sebagai CaC3yanglunak dan tidak
tahan lapuk dan biasanya tercampur dengan lempung dan kotoranlain.
Istilah ini juga dipakai untuk hamper semua bahan yang tinggi
kadarkapurnya seperti beberapa tanah liat berkapur. Marl biasanya
hamper semuanyaCaCO3murni, tapi kadang-kadang mengandung tanah
liat, debu atau bahanorganic yang tinggi. Marl sering digali dalam
keadaan basah dan sukar dihampardiatas tanah, kecuali sebelumnya
dibiarkan kering. Penyebaran marl tidak seluaskapur giling, dan
penimbunannya jauh kurang ekstensif tapi terdapat di banyak pantai.

6. Kapur tulis = kapur halus, Talk, Chalk, Ca(HCO3)2 Batuan ini


merupakan bahan CaCO3yang lunak dan baik untuk pengapuran.D
Inggris, bahan ini banyak digunakan namun di Indonesia, belum lazim.
Kapurtulis harus digiling sebelum digunakan, tapi karena mudah pecah,
hanyadibutuhkan sedikit tenaga.

7. Kapur bara = slagHasil samping industry besi ini digunakan sebagai


bahan pengapuran didaerah dekat udara panas setempat. Kapur bara ini
berbeda dengan kebanyakan jenis kapur laidalam hal kandungan Cad
dan Mg, dan juga mengandung silikatmisalnya berbeda pula dengan
CO3atau oksida seperti kapur giling atau kapurtohor. Pemakaiannya
sama efektifnya dengan kapur giling yang seukuran.Kapurbara yang
mengandung CaSi2O5, dapat juga dijadikan bahan
pengapuran.Kandungan Mg-nya amat sedikit dan P-nya juga rendah.

8. Kulit binatang dan lain-lain Kulit kerang giling dancangkang hasil


laut lainyya kayaakanCaCO3. Biladigiling halus, kulit binatang itu akan
berubah menjadi bahan agen pengapuranyang efektif.

Menurut Hardjowigeno (1995) dalam Naibaho (2003), umumnya


bahankapur untuk pertanian adalah berupa kalsium karbonat (CaCO3), beberapa
berupakalsium magnesium karbonat (CaMg (CO3)2), dan hanya sedikit yang
berupa CaOatau Ca(OH)2. Dua bahan utama yang lebih dikenal ialah kalsium
karbonat(CaCO3), dan dolomit (CaMg (CO3)2). Bila bahan tersebut tidak atau
sedikitmengandung dolomit disebut kalsit, tetapi bila jumlah magnesium
meningkatdisebut kapur dolomitik, dan bila sedikit kalsium karbonat dijumpai dan
hanyaterdiri dari kalsium-magnesium-karbonat maka disebut dolomit. Bahan
kapuryang biasanya diperdagangkan dalam bentuk tepung. Makin halus bahan
tersebutmakin cepat daya larut dan reaksinya (Soepardi, 1983).

13
Praktikum tentang pengapuran pada tanah marginal dilakukan dengan
caramenanam kangkung pada tanah podzolik merah kuning. Kapur yang
digunakanyaitu kapur pertanian dan dolomit, dengan dosis 0 gr/5 kg tanah, 2 gr/5
kg tanahdan 4 gr/5 kg tanah. Variabel yang diamati yaitu tinggi tanaman dan
bobot basahtanaman. Setelah dilakukan pemeliharaan selama 26 hari dan
pengamatansebanyak 13 kali. Pada akhir pengamatan juga dilakukan pengukuran
pH denganmenggunakan alat pH meter. Hasil pengukuran pH tanah dengan pH
meter adalah sebagai berikut. Pada perlakuan K, D1, D2, KP1, dan KP2 berturut-
turut . 6,3;6,3; 6; 6,8;dan 6,4. Dapat terlihat bahwa tanah PMK yang tainya asam
menjadimendekati netral. Sedangkan pengamatan didapatkan hasil sebagai
berikut.Rata-rata tinggi tanaman kangkung pada perlakuan kontrol (K), dolomit
2gr/5 kg tanah (D1), dolomit 4 gr/5 kg tanah (D2), kapur pertanian 2 gr/5 kg
tanah(KP1), kapur pertanian 4 gr/5 kg tanah (KP2) berturut-turut yaitu sebesar 29,
21,22, 21, 23 cm. Terlihat dari data tersebut bahwa tanaman kangkung yang
tertinggiyaitu pada perlakuan kontrol (K) yaitu sebesar 29 cm. Tinggi tanaman
yang palingrendah pada perlakuan D1 dan KP1 yaitu sebesar 21 cm. Data yang
telahdiperoleh lalu dilakukan uji ANOVA menunjukkan F hitung > F tabel,
Artinya perlakuan pemberian kapur baik dolomit ataupun kapur pertanian
tidakmenunjukkan adanya pengaruh yang nyata terhadap pertumbuhan tinggi
tanamankangkung.

Hasil yang diperoleh tidak sesuai dengan literatur yang adasebagaimana


disebutkan oleh Munir (1996) bahwa tanah Ultisol merupakan tanahyang
mengalami proses pencucian yang sangat intensif yang menyebabkan tanahini
miskin secara kimia dan fisik. Ultisol merupakan tanah mineral yang
bersifatmasam dengan kejenuhan basa rendah dan memiliki kadar Al yang tinggi
yangdapat menjadi racun bagi tanaman. Ultisol juga memiliki kandungan
bahanorganik dan KTK yang rendah. Ultisol mempunyai derajat kemasaman
yangtinggi, serta ketersediaan unsur hara N, P dan K yang rendah. Sehingga
pertumbuhan tanaman pada tanah ini biasanya tidak akan optimal. Beberapa
penelitian menyebutkan bahwa perlakua pemberian kapur pada tanah masam akan
berpengaruh terhadap pertumbuhan tanaman. Pengaruh langsung dari kapuradalah
selain sebagai sumber hara Ca dan Mg, juga meningkatkan pH tanah
danketersediaan hara N, P, Mo, serta hara lainnya (Hakim 1983).

Sehingga padatanah masam yang telah diberi kapur, tanaman akan tumbuh
optimal jikadibandingkan dengan pertumbuhan tanaman pada tanah yang masam
tanpa perlakuan pengapuran.Rata-rata bobot basah tanaman kangkung pada
perlakuan kontrol (K),dolomit 2 gr/5 kg tanah (D1), dolomit 4 gr/5 kg tanah (D2),
kapur pertanian 2 gr/5kg tanah (KP1), kapur pertanian 4 gr/5 kg tanah (KP2)
berturut-turut yaitu sebesar5, 3, 8, 4, 4 gram. Hasil ini menunjukkan bahwa
perlakuan pemberian kapurdolomit dengan dosis 4 gr/5kg tanah dapat
meningkatkan bobot basah tanaman.dari data yang telah diperoleh, lalu dilakukan
14
uji ANOVA, hasilnya bahwa Fhitung < F tabel, artinya bahwa perlakuan
pengapuran tidak berpengaruh terhadap bobot basah tanaman kangkung. Sehingga
tidak dilakukan uji lanjut.

Padahal,menurut Hasibuan (1999) dalam Nurhayati (2014), terjadinya


peningkatan pertumbuhan vegetatif dan produksi tanaman yang diberi kapur
terutamadiperkirakan karena adanya perbaikan penyediaan hara bagi tanaman
karena peranan kapur dolomit menciptakan kondisi pH yang sesuai bagi
aktivitasmikrorganisme tanah yang berperan dalam dekomposisi bahan organik
tanah.Praktikum yang telah dilakukan tidak sesuai dengan literatur, karena
disebabkan beberapa faktor, diantaranya kurangnya air yang diberikan pada
masing-masing poliyag setelah dilakukan pemupukan, sehingga pupuk sulit larut
dan tanahmenjadi lebih keras. Kemungkinan adanya kesalahan dalam melakukan
pengukuran pada saat pengamatan, sehingga data yang diperoleh tidak akurat.

15
BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

A.Kesimpulan

Kesimpulan dari praktikum ini adalah sebagai berikut:.

1. Pengapuran pada tanah marginal dapat dilakukan dengan


mencampurkankapur pada tanah marginal, kapur yang digunakan dapat
berupa kapur pertanian maupun dolomit sesuai dengan dosis.

2. Pemberian kapur pada tanah marginal khususnya pada tanah podzolik


merahkuning yang termasuk tanah masam, dapat memperbaiki sifat fisik
dan kimiatanah, seperti menaikkan pH tanah hingga tingkat yang
diinginkan, danmengurangi atau meniadakan keracunan Al. Sehingga
pertumbuhan tanamanakan lebih optimal.

B.Saran

Sebaiknya praktikan memperhatikan banyaknya air yang diberikan


padatanaman sehingga tanaman tidak mengalama defisiensi air. Selain itu,
praktikan juga diharapkan lebih teliti dalam melakukan pengamatan, agar tidak
terjadikekeliruan data. Asisten juga diharapkan mendampingi praktikan saat
melakukan pengamatan sehingga praktikan mendapatkan bimbingan yang lebih
terarah.

16
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 2013.
Kangkung.http://syekhfanismd.lecture.ub.ac.id/files/2013/02/KANGKUN
G.pdf . Diakses pada 01 Januari 2016.

Buckman, H.O. dan N.C. Brady. 1982. Ilmu Tanah. Terjemahan


Soegiman.Bharatara Karya Aksara. Jakarta.

Fessenden, R.J., J.S. Fessenden. 1986. Organic Chemistry. 3rd ed.


Wadsworth,Inc., Belmont, California

Hakim, N. 1983. Pengapuran adalah Suatu Teknologi Tepat Guna


untukMeningkatkan Produksi Pangan di Pedesaan. Seminar IPTEK di
Semarang,24-28 Juni 1983

.Kuswandi. 2005.Pengapuran Tanah Pertanian: Edisi Revisi. KanisiusYogyakarta.

Lingga, P dan Marsono, 1999. Petunjuk Penggunaan Pupuk. Penebar


Swadaya.Jakarta.

Munir, M. 1996.Tanah Ultisol – Tanah Ultisol Di Indonesia. Pustaka


Jaya.Jakarta.

Naibaho R. 2003. Pengaruh Pupuk Phonska dan Pengapuran


TerhadapKandungan Unsur Hara NPK dan pH Beberapa Tanah
Hutan.Skripsi.Fakultas Kehutanan. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Nurhayati, Razali, dan Zuraida. 2014. Peranan Berbagai Jenis Bahan


PembenahTanah Terhadap Status Hara P dan Perkembangan Akar Kedelai
pada TanahGambut Asal Ajamu Sumatera Utara. J. Floratek Vol 9: 29-38.

Nyakpa, M.Y., S.P. Komariah, dan Suryadi. 1988. Kesuburan Tanah.


UniversitasLampung.

Rukmana. 1994. Bertanam Kangkung . Kanisius. Yogyakarta.

Sarief, E. S. 1989. FisikaKimia Tanah Ultisol Pertanian. Pustaka Buana.Bandung.

17
Soepardi, G. 1983.Sifat dan Ciri Tanah. Institut Pertanian Bogor. Bogor.

Subagyo, H., N. Suharta, A. B. Siswanto. 2000.Tanah-tanah pertanian di


Indonesia. SumberdayaLahan Indonesia dan Pengelolaannya.
PusatPenelitian Tanah dan Agroklimat. Badan Penelitian dan
PengembanganPertanian. Departemen Pertanian.

Team Studi Kapur Fakultas Pertanian IPB. 1983.

Studi tata pengadaan dan penggunaan serta dampak kapur terhadap pendapatan
petani dalam rangka pengembangan lahan kering di daerah transmigrasi.
Kerjasama antaraTeam Studi Kapur Fakultas Pertanian dengan Proyek
P3DT Dit. PerluasanAreal Pertanian, DitJen Pertanian Tanaman Pangan,
Dep. Pertanian.

Utomo, B. 2008. Perbaikan Sifta Tanah Ultisol untuk Meningkatkan


PertumbuhanEucalyptus urophylla pada Ketinggian 0-400 Meter.Karya
Ilmiah.Universitas Sumatera Utara. Medan.

Wahjudin, U.M. 2006. Pengaruh Pemberian Kapur dan Kompos Sisa


Tanamanterhadap Aluminium Dapat Ditukar dan Produksi Tanaman
Kedelai padaTanahVertic Hapludultdari Gajrug, Banten. Bul. Agron.
34(3): 141

18
LAMPIRAN

MEDIA SEBELUM PENGAPURAN

TANPA MENGUNAKAN DOLOMIT

19
20
MENGUNAKAN DOLOMIT

21

Anda mungkin juga menyukai