Disusun Oleh :
Nama : ALEX ANDICO PARLINDUNGAN LUMBANTORUAN
Npm : 218310042
Prodi : Agroteknologi – A
Mata kuliah : Teknologi benih
PENDAHULUAN
Pohon aren (Arenga pinnata (Wurmb) Merr) merupakan tanaman palma yang
memiliki potensi ekonomi yang tinggi karena hampir semua bagiannya dapat
memberikan keuntungan finansial. Manfaat yang dapat diperoleh dari tanaman
aren antara lain buahnya dapat dibuat kolang-kaling yang digunakan sebagai
bahan makanan ringan. Ijuk yang berasal dari batangnya dapat dimanfaatkan
sebagai bahan baku anyaman untuk atap rumah, dekorasi, sapu lantai, jok mobil
dan lain-lain. Daun yang masih muda dapat digunakan sebagai rokok daun yang
disebut kawung, batang untuk peralatan bahan bangunan, dan akar aren
digunakan sebagai obat tradisional (Sunanto,1993).
Tandan bunga yang disadap menjadi nira untuk bahan pembuat gula, cuka dan
minuman. Selain itu, nira pohon aren dapat digunakan sebagai bioethanol. Aren
mampu memproduksi bahan bakar jenis bioethanol 40.000 L/ha setiap tahun.
Jumlah ini jauh lebih banyak dibandingkan Bahan Bakar Nabati (BBN) dari kelapa
sawit dan kelapa (Andriewongso, 2008).
Nilai ekonomis yang dimiliki oleh produk-produk yang dihasilkan tanaman aren
tersebut sangat dibutuhkan oleh pasar internasional sehingga mampu
meningkatkan nilai ekspor yang berdampak pada peningkatan perekonomian
nasional. Produk yang paling besar nilai ekonomisnya adalah gula aren. Produk
gula aren selain dikonsumsi dalam negeri juga diminati oleh pasar ekspor
terutama dalam bentuk gula semut.
Luas lahan tanaman aren di Sumatera Barat terus berkurang setiap tahunnya.
Luas lahan yang tidak bertambah disebabkan oleh penebangan atau tanaman
mati karena telah tua. Sementara penanaman belum dilakukan kembali secara
tepat dan terencana (Dinas Perindustrian dan Perdagangan Sumbar, 2016)
Manfaat dan kegunaan tanaman aren yang banyak tersebut tidak diikuti dengan
banyaknya persediaan tanaman aren di lapangan, karena benih aren memiliki
masa dormansi yang menyebabkan proses regenerasi pohon aren menjadi
lambat, sehingga terjadi permasalahan dalam pengadaan bibit aren
(Hadipoentyanti dan Luntungan, 1988).
Dormansi yang terjadi pada benih aren disebabkan oleh tebalnya kulit benih
aren dan ketidakseimbangan senyawa perangsang dan senyawa penghambat
dalam memacu aktivitas perkecambahan benih(Saleh, 2006). Sehingga secara
alami benih aren membutuhkan waktu yang relatif lama untuk dapat
berkecambah. Menurut Mashud (1989) benih aren baru bisa berkecambah 5-6
bulan setelah semai. Dormansi pada benih dapat diatasi dengan berbagai
perlakuan pematahan dormansi benih. Salah satu diantaranya dapat dilakukan
secara mekanis, yaitu dengan melakukan skarifikasi. Skarifikasi ini dapat dilakukan
dengan cara melubangi benih, mengikir, menggosok dengan amplas, goncangan,
ataupun dengan cara perendaman dengan air panas dan dingin secara bergantian.
Hal ini bertujuan agar air, oksigen dan faktor lain yang mendukung untuk
mempercepat perkecambahan lebih mudah masuk sehingga membantu dalam
proses perkecambahan. Penelitian Widyawati et al.,(2009) menggambarkan
bahwa dengan pengamplasan, dapat secara efektif meningkatkan daya kecambah
benih aren. Pengamplasan pada setengah permukaan benih dapat meningkatkan
daya kecambah benih menjadi 72,5%, sedangkan dengan pengamplasan bagian
calon mata tunas (operkulum) benih dapat meningkatkan daya kecambah benih
menjadi 82,50%. Selain dengan perlakuan mekanis ini, pematahan dormansi
dapat juga dilakukan dengan perlakuan kimia, yaitu perendaman dengan bahan
kimia. Perlakuan kimia yang diberikan pada benih dapat menyebabkan kulit benih
menjadi lunak dan mudah dimasuki air dan udara. Menurut Sutopo (2006) bahan
kimia dapat digunakan sebagai perlakuan untuk memecahkan dormansi pada
benih. Tujuannya adalah menjadikan agar kulit biji lebih mudah dimasuki oleh air
pada waktu proses imbibisi. Larutan asam kuat seperti asam sulfat, asam nitrat
dengan konsentrasi pekat membuat kulit biji menjadi lebih lunak sehingga dapat
dilalui oleh air dengan mudah. Bahan kimia lain yang sering digunakan adalah
potassium hidrokside, asam hidrokhlorit, pottasium nitrat dan thiourea. Selain itu
juga dapat digunakan hormon tumbuh antara lain: sitokinin, gibberelin, dan asam
indolasetat (IAA)(Harahap, 2012).
ini bertujuan untuk mengetahui lama perendaman benih aren di dalam ekstrak
bawang merah yang efektif dalam mempercepat pematahan dormansi benih aren
yang telah diskarifikasi
C. Manfaat
TINJAUAN PUSTAKA
Bawang merah merupakan satu dari sekian banyak jenis bawang yang tersedia di
dunia. tanaman bawang merah merupakan tanaman semusim yang tumbuh tegak
dengan tinggi mencapai 15-40 cm (Rahayu, 1999). Klasifikasi tanaman bawang
secara botani menurut Tjitrosoepomo, (2010) sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermathopyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Monocotyledonae
Ordo : Liliales
Famili : Lilianceae
Genus : Allium
Tanah yang cukup lembab dan air tidak menggenang disukai oleh tanaman
bawang merah (Rismunandar, 1986). Morfologi fisik bawang merah bisa
dibedakan menjadi beberapa bagian yaitu akar, batang, daun, bunga, buah dan biji.
Bawang merah memiliki akar serabut dengan sistem perakaran dangkal dan
bercabang terpencar, pada kedalaman antara 15-20 cm di dalam tanah dengan
diameter akar 2-5 mm (AAK, 2004). Bawang merah memiliki batang sejati atau
disebut dengan discus yang berbentuk seperti cakram, tipis, dan pendek sebagai
melekatnya akar dan mata tunas, diatas discus terdapat batang semu yang tersusun
dari pelepah-pelepah daun dan batang semua yang berbeda didalam tanah berubah
bentuk dan fungsi menjadi umbi lapis (Sudirja, 2007).
Produktivitas bawang merah Jawa Timur di bawah 7,5 ton/ha, setelah adanya
pelepasan varietas unggul maka produktivitas di tahun 2012 menjadi rerata 9,6
ton/ha atau meningkat 27,63% (Dirjen Hortikultura 2013). Beberapa petani 9 maju
di Jawa Timur yang telah menggunakan varietas unggul dan benih bersertifikat
bahkan mampu menghasilkan produksi sekitar 15 hingga 20 ton/ha sesuai dengan
daya hasil varietas unggul yang telah dilepas Pemerintah (Putrasameja & Suwandi
1994, Baswarsiati , 2005).
Berat perumbi 5 –12 gram dengan jumlah umbi perumpun 5 –15 umbi, bentuk
umbi bulat dengan diameter 1,7 – 3,2 mm, tinggi tanaman mencapai 26,4 – 40 cm,
panjang daun 27 – 32 cm dengan bentuk penampang silindris tengah berongga,
warna daun hijau sedang, jumlah daun 11 perumbi 3-8 helai, (Dinas Pertanian
Daerah Kabupaten Nganjuk, 2016). Menurut Sartono dan Suwandy (1996)
menyatakan bahwa budidaya bawang merah varietas Thailand yang dilakukan
didataran rendah memiliki hasil produksi umbi sebesar 17-22 ton/ha.
Mikroorganisme lokal (MOL) adalah larutan yang dibuat dari bahan – bahan
organik yang mengandung mikroorganisme dapat dimanfaatkan sebagai starter
dalam pembuatan pupuk organik padat maupun pupuk cair. Menurut Purwasasmita
dan Kunia (2009), larutan MOL adalah larutan hasil fermentasi yang berbahan
dasar dari berbagai sumberdaya yang tersedia setempat. MOL berperan sebagai
pengurai selulotik, dapat memperkuat tanaman dari infeksi penyakit, dan
berpotensi sebagai fungisida hayati. Pemanfaatan pupuk cair MOL lebih murah,
ramah lingkungan, dan menjaga kesimbangan alam. Bahan utama MOL terdiri dari
beberapa komponen yaitu karbohidrat, glukosa, dan sumber mikroorganisme.
Bahan dasar untuk fermentasi larutan MOL dapat berasal dari hasil pertanian,
perkebunan, maupun limbah organik rumah tangga (Darwis, 1992).
Waktu fermentasi MOL berbeda-beda antara satu jenis bahan MOL 13 dengan
yang lainnya. Waktu fermentasi ini berhubungan dengan ketersediaan makanan
yang digunakan sebagai sumber energi dan metabolisme dari mikroorganisme. Hal
ini berhubungan dengan ketersediaan makanan dalam MOL. Proses fermentasi
yang lama menyebabkan cadangan makanan akan berkurang karena dimanfaatkan
oleh mikrobia di dalamnya (Suhastyo, 2011). Peran MOL sebagai dasar komponen
pupuk, mikroorganisme tidak hanya bermanfaat bagi tanaman namun juga
bermanfaat sebagai agen dekomposer bahan organik limbah pertanian, limbah
rumah tangga dan limbah industri. Upaya mengatasi ketergantungan terhadap
pupuk dan pestisida buatan, dapat dilakukan dengan meningkatkan peran
mikroorganisme tanah yang bermanfaat melalui berbagai aktivitasnya yaitu
meningkatkan kandungan beberapa unsur hara di dalam tanah, meningkatkan
ketersediaan unsur hara di dalam tanah, dan meningkatkan efisiensi penyerapan
unsur hara dan meningkatkan aktivitas mikroorganisme tanah yang bermanfaat
melalui aplikasi bahan organik (Rao, 1994 dalam Kementrian Pertanian 2014).
Mikroorganisme lokal yang terbuat dari kumpulan buah yang terdiri dari pepaya,
pisang, dan tomat hasil dari sisa buah-buahan telah busuk sangat mudah untuk
difermentasikandan tidak membutuhkan waktu yang lama dalam prosesnya karena
strukstur dari buah tersebut yang sudah lembek mampu mempercepat terurai, serta
miroorganisme yang terdapat dalam buah busuk tersebut juga mampu menambah
perombak bahan Mikroorganisme lokal tersebut.
Adapun contoh bakteri selulolitik yang telah diteliti sebagai penghasil selulosa
antara lain seperti Scopulariopsis brevicaulis, Ruminococcus albus, Closstridium,
Cellulomonas. Bakteri tersebut memiliki kemampuan aktivitas selulolitik dan
hemiseluloliti yang tinggi pada proses fermentasi untuk menghasilkan gula.
Bakteri selulolitik dalam kondisi aerobik memecah selulosa dan merubahnya
menjadi CO2 dan air, sedangkan pada kondisi anaerobik menjadi CO2, metana dan
air (Supriyatna dkk., 2012).
BAB III
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah bibit umbi dan benih bawang
merah Varietas Tuk Tuk, bokashi, tanah topsoil, pasir, tanah gambut, pupuk
kandang kambing yang diambil dari Rumah Potong Hewan Pekanbaru dan polibeg
ukuran 40 x 50 cm. Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah rak
vertikultur, cangkul, sekop, media persemaian, gembor, pisau, sendok, meteran,
handsprayer, jangka sorong, penggaris, timbangan analitik, ember, kamera dan alat
tulis.
dimana: Yijk : Hasil pengamatan pada faktor M pada taraf ke -i dan faktor B pada
taraf ke -j dan pada ulangan ke-k’
(αβ)ij : Pengaruh interaksi dari faktor M pada taraf ke -i dan faktor B pada taraf ke-
j Εijk : Pengaruh galat percobaan faktor M pada taraf ke -i dan faktor B pada taraf
ke -j pada ulangan ke-k
Benih yang digunakan adalah benih unggul Varietas Tuk Tuk yang berasal dari
PT. East West Seed dan umbi bawang merah yang digunakan adalah Varietas Tuk
Tuk F1 yang berasal dari Bukit Tinggi Sumatera Barat.
3.4.4. Persemaian
Tanah yang digunakan untuk media persemaian adalah tanah topsoil. Kemudian
tanah dicampurkan dengan pupuk bokasi dan pasir dengan perbandingan 1:1:1.
Setelah tanah, pupuk dan pasir teraduk rata, letakkan pada seed bed dan kemudian
diamkan selama 1 minggu. Pada tanaman bawang merah bahan tanam benih, benih
bawang merah disemai terlebih dahulu, persemaian dilakukan pada media
persemaian dengan membuat alur sebanyak 8 alur dengan jarak masing-masing 3
cm dan kedalaman 2 cm. Benih di taburkan secara merata dan tidak menumpuk.
Benih bawang merah yang telah disebar ditutup dengan kompos secara merata.
Media persemaian kemudian disiram dengan gembor halus sampai keseluruhan
media basah. Perawatan pada persemaian terus dilakukan sampai menjadi bibit
yang siap 17 dipindahkan ke polibeg pada rak vertikultur (40-45 hari setelah
semai). Perawatan pada persemaian meliputi penyiraman dan penyiangan gulma
yang dilakukan setiap hari, hal ini dilakukan untuk memastikan benih dapat
tumbuh dengan baik dan tidak mengalami kekurangan air.
3.4.5. Pemberian
Label Pemberian label pada polibeg dilakukan sebelum pemindahan media tanam
dan bahan tanam ke polibeg atau satu hari sebelum pemberian perlakuan.
Pemberian label bertujuan untuk membedakan perlakuan yang diberikan pada
masing-masing tanaman bawang merah.
Perlakuan media tanam dilakukan setelah persiapan media tanam. Media tanam
yang digunakan adalah media topsoil, pasir, dan gambut yang telah dipersiapkan
sebelumnnya. Masing-masing perlakuan media tanam diberikan pupuk kandang
kambing yang dimasukkan kedalam polibeg berukuran 3 kg (20 x 20 cm) dengan
menggunakan perbandingan 1:1. Setelah media tersebut dicampurkan sesuai
komposisi dan perbandingannya selanjutnya media dimasukkan ke dalam polibeg
yang berukuran 10 kg (40 x 50 cm) yang telah diberi label. Pemberian perlakuan
dilakukan dua minggu sebelum tanaman 18 bawang merah ditanam pada rak
vertikultur. Setelah itu polibeg disusun di rak vertikultur sesuai rancangan
(Lampiran 3) dan media yang telah diisi dibiarkan selama satu minggu.
3.4.10. Pemeliharaan
a. Penyiraman
Penyiraman dilakukan setiap hari yaitu 2 kali sehari, pada pagi hari ±jam (6.30-
7.00) dan sore hari ±jam (16.30–17.00) sesuai kondisi kebutuhan air tanaman.
Penyiraman dihentikan seminggu sebelum panen. Penyiraman dilakukan
menggunakan gembor halus.
b. Pemupukan
c. Penyulaman
Penyulaman dilakukan pada tanaman yang mati atau tidak memenuhi syarat
pertumbuhan yang baik. Penyulaman dilakukan hingga tanaman dilapangan
berumur 7 hari setelah pindah tanam. Bibit yang digunakan untuk penyulaman
merupakan tanaman yang umur dan ukurannya bibitnya seragam dengan
menggunakan tanaman cadangan
3.4.11. Panen
Panen dilakukan pada umur 85 hari setelah tanam. Tanaman bawang merah siap
dipanen dengan ciri-ciri; tanaman daun mulai menguning, leher batang melunak,
sebagian besar umbi telah muncul ke permukaan tanah dan warna kulit umbi
merah mengkilap. Panen dilakukan dalam keadaan kering dan cuaca cerah.
Pengamatan dilakukan setelah panen. Umbi yang telah dipanen dibersihkan dari
tanah yang menempel dan dipotong daunnya. Pengukuran bobot basah per tanaman
diukur dengan cara menimbang hasil umbi bawang merah di polibeg dan dibagi
dengan jumlah tanaman per polibeg. Pengukuran dilakukan menggunakan
timbangan analitik.
Pengamatan dilakukan setelah panen dengan cara menimbang hasil semua umbi
setelah dipotong daunnya, yang sebelumnya telah dibersihkan dari tanah yang
menempel. Kemudian ditimbang dengan menggunakan timbangan analitik.
Kabupaten Brebes terletak disepanjang pantai utara Laut Jawa, merupakan salah
satu daerah otonom di Provinsi Jawa Tengah, memanjang keselatan berbatasan
dengan wilayah Karesidenan Banyumas. Sebelah timur berbatasan dengan Kota
Tegal dan Kabupaten Tegal, serta sebelah barat berbatasan dengan Provinsi Jawa
Barat. Letaknya antara 6044’-7 021’ Lintang Selatan dan antara 108041’-109011’
Bujur Timur (BPS, 2016).
Tahun 2013 berjumlah 73.519 penduduk yang terdiri dari 18.636 penduduk
dengan mata pencaharian sebagai petani atau peternak, 29.370 penduduk dengan
mata pencaharian sebagai buruh tani, 5.674 penduduk dengan mata pencaharian
sebagai nelayan, 815 penduduk dengan mata pencaharian sebagai pengusaha,
1.556 penduduk dengan mata pencaharian sebagai buruh industri, 4.439 penduduk
dengan mata pencaharian sebagai buruh bangunan, 6.254 penduduk dengan mata
pencaharian sebagai pedagang, 1.154 penduduk dengan mata pencaharian sebagai
supir atau kernet angkot, 967 penduduk dengan mata pencaharian sebagai PNS
atau TNI atau polisi, 297 penduduk sebagai pensiunan, dan 4.357 penduduk
dengan mata pencaharian lain-lain.
4.3. Karakteristik
Faktor lain yang mempengaruhi tingkat produksi usahatani adalah tenaga kerja.
Faktor produksi tenaga kerja merupakan faktor produksi penting lainnya dan perlu
diperhitungkan. Tenaga kerja bawang merah di Kecamatan Wanasari rata-rata
adalah 18,48 HKSP/MT (Hari Kerja Setara Pria). Petani responden rata-rata
menggunakan tenaga kerja yang cukup banyak, sehingga biaya yang dikeluarkan
untuk membayar tenaga kerja cukup tinggi.
MenurutNovitasari (2017) menyatakan bahwa faktor produksi tenaga kerja
merupakan faktor produksi penting lainnya dan perlu diperhitungkan dalam proses
produksi. Usahatani sebagian besar tenaga kerja berasal dari keluarga petani.
Tenaga kerja yang berasal dari keluarga merupakan sumbangan keluarga pada
produksi secara keseluruhan yang tidak diperhitungkan. Sebaliknya tenaga kerja
luar keluarga diperoleh dengan cara upah. Semakin banyak tenaga kerja yang
digunakan maka upah yang harus dikeluarkan akan semakin banyak. Perhitunga
analisis petani perempuan dihitung dalam HKSP (Hari Kerja Setara Pria).
Perhitungan analisis alokasi tenaga kerja petani dalam HKSP (Hari Kerja Setara
Pria) yaitu dengan perhitungan jumlah tenaga kerja laki-laki dikali 1 dan
perhitungan jumlah tenaga kerja perempuan dikali 0,8 (Madina, 2015). Alokasi
penggunaan tenaga kerja pada kegiatan pertanian bawang merah, rata-rata jumlah
alokasi waktu kerja 296,625 HOK/MT selama 60 hari dan setara dengan alokasi
waktu kerja 5 jam/hari. Petani responden rata-rata menggunakan tenaga kerja
perawatan yang cukup banyak, ini dikarenakan usahatani bawang merah
membutuhkan perawatan yang sangat intens pada perawatan seperti penyiraman
yang dilakukan setiap pagi dan sore hari, pembersihan gulma, pemberian pupuk,
dan pemberian pestisida. Hal ini sesuai dengan pendapat Bagus et al., (2014) yang
menyatakan bahwa budidaya bawang merah meskipun tidak terlalu membutuhkan
air namun penyemprotan air pada tanaman tetap dilakukan pada pagi hari untuk
membersihkan dan mengantisipasi penularan penyakit utama bawang merah
seperti fusarium.
Periode kritis kekurangan air bagi tanaman bawang merah adalah pada saat
pembentukan umbi, yang dapat menurunkan hasil. Pemeliharaan tanaman yang
juga penting adalah penyiangan atau pengendalian gulma. Gulma dikendalikan
secara manual, terutama pertanaman menggunakan mulsa. Perhitungan analisis
waktu kerja digunakan rumus HOK = dengan keterangan, HOK adalah Hari Orang
Kerja, JO adalah Jumlah Orang, JK adalah Jam Kerja, HK adalah Hari Kerja dan
JKS adalah Jam Kerja Standar (Madina, 2015).
Parit nantinya berfungsi sebagai pemasukan air atau pun pengeluaran air yang
berlebihan. Tanah yang telah diolah dibiarkan sampai kering kemudian diolah lagi
2-3 kali sampai gembur sebelum dilakukan perbaikan bedengan-bedengan dengan
rapi. Waktu yang diperlukan mulai dari pembuatan parit, pencangkulan tanah
(ungkap 1, ungkap 2, cocrok) sampai tanah menjadi gembur dan siap untuk
ditanami bibit bawang merah sekitar 3-4 minggu.
4.6.2. Penanaman
Umbi bibit ditanam dengan jarak tanam 20 cm x 15 cm, bibit yang akan ditanam
dirompes ujungnya. Perompesan ujung bibit berfungsi untuk memecahkan masa
dormansi bibit. Lubang tanaman dibuat sedalam rata-rata tinggi umbi. Umbi
bawang merah dimasukkan kedalam lubang tanaman sampai rata dengan
permukaan tanah. Penanaman bibit tidak dianjurkan terlalu dalam, karena umbi
mudah mengalami pembusukan. Umbi bibit yang digunakan di Kecamatan
Wanasari rata-rata menggunakan varietas bima brebes karena mudah didapatkan
dan memiliki daya adaptasi yang bagus untuk ditanam disemua wilayah.
4.6.3. Pemeliharaan
Pemanenan yang dilakukan ada dua macam yaitu pemanenan untuk bawang
konsumsi, waktu panen ditandai dengan 60-70% daun telah rebah, sedangkan
pemanenan yang digunakan untuk bibit dimasa tanam selanjutnya ditandai dengan
kerebahan daun lebih dari 90%. Pemanenan dilakukan pada waktu udara cerah dan
pada waktu panen, bawang merah diikat dalam ikatan kecil (1-1,5 kg/ikat)
kemudian dijemur selama 5-7 hari, setelah kering 3-4 ikatan bawang bawang
merah diikat menjadi satu, kemudian bawang merah dijemur dengan posisi
penjemuran bagian umbi di atas selama 3-4 hari. Pada penjemuran tahap kedua
dilakukan pembersihan umbi bawang dari tanah dan kotoran. Jika sudah cukup
kering (kadar air kurang lebih 85%), umbi bawang merah siap untuk dipasarkan
atau disimpan di gudang.Jumlah rata-rata produksi bawang merah di Kecamatan
Wanasari sebesar 9,261 ton perhektar.
BAB V
5.1 Kesimpulan
B. Saran
Perendaman dalam ekstrak bawang merah selama 72 jam sudah bisa digunakan
untuk mematahkan dormansi benih aren.
DAFTAR PUSTAKA
Badan Standar Nasional. 2006. Uji Cepat Viabilitas Benih Tanaman Kehutanan:
Tusam, Mangium, Sengon, Mahoni, Gmalina. Standar Nasional Indonesia.
Dinas Perkebunan Sumatera Barat. 2015. Data dan Statistik Tanaman Perkebunan.
Padang.